Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
dianggap diluar kendali. Keadaan sakit ini perlu diubah melalui proses
medis, lepas dari kemauan dan motivasi orang tersebut.
Harus berupaya untuk sembuh. Berbeda dengan aspek pertama dan
proses penyembuhan.[3]
Peranan sakit yang telah dirasakan oleh seseorang akan berubah
menjadi
peranan
pasien,
jika
orang
tersebut
mendatangi
dokter
dan
Pola dasar hubungan aktif-pasif. Dalam keadaan ini pasien tidak dapat
berbuat sesuatu dan hanya menerima. Dokter ditempatkan dalam keadaan yang
superior. Menurut Jones (1951) dan Marmor (1953) para dokter tidak lagi
mengidentifikasikan pasien sebagai manusia, namun hanya sebagai benda
biomedis
dan
Jones
mengistilahkan
sebagai
complex.
Pola dasar hubungan saling berperan serta. Hubungan ini didasarkan pada
struktur sosial yang demokratis. Ditemukan pada kasus pasien sehat yang
melakukan medical check-up rutin. [12]
Weiss dan Lonnquist (1997) melihat hubungan antara petugas kesehatan
dan pasien cenderung tidak setara dikarenakan:
Hak-hak pasien telah dijamin dalam pasal 4 Undang-Undang No 23
Tahun !992, yang isinya Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam
memperoleh derajat kesehatan yang optimal.
Hak pasien
Hak mendapat pelayanan yang manusiawi sesuai dengan standar profesi
kedokteran.
Hak atas informasi yang jelas dan benar tentang penyakitnya serta
malpraktik.
Pasien berhak memeriksa dan menerima penjelasan pembayaran.
Kewajiban Pasien
Memberi keterangan yang jujur tentang penyakitnya kepada petugas
kesehatan.
Mematuhi nasehat dokter.
Menjaga kesehatan dirinya.
Memenuhi jasa pelayanan (Putri & Fanani, 2010)
dan lain-lain.
Yakin pada tenaga kesehatannya dan yakin akan sembuh
Melunasi biaya perawatan di rumah sakit, dan biaya pemeriksaan dan
pengobatan serta honorarium tenaga kesehatan
sehat
mengandung
banyak
muatan
munculnya
penyakit (illness) disebabkan oleh intervensi suatu agen aktif yang dapat
berupa makhluk bukan manusia (hantu, roh, leluhur atau roh jahat), atau
makhluk manusia (tukang sihir, tukang tenung). Menelusuri nilai budaya,
misalnya mengenai pengenalan kusta dan cara perawatannya. Kusta telah dik
enal oleh etnik Makasar sejak lama.
Adanya
istilah kaddala
sikuyu (kusta
kepiting)
dan kaddala
masyarakat
Bugis
menunjukkan
bahwa
timbul
dan
fanatik
Islam
dirasakan
sebagai
beban
trauma
psikosomatik
yang
sangat berat.
Pada
penelitian
Penggunaan
Pelayanan
Kesehatan
Di
Propinsi
Kalimantan Timur dan Nusa Tenggara Barat (1990, hasil diskusi kelompok di
Kalimantan Timur menunjukkan bahwa anak dinyatakan sakit jika menangis
terus, badan berkeringat, tidak mau makan, tidak mau tidur, rewel, kurus
kering. Bagi orang dewasa, seseorang dinyatakan sakit kala u sudah tidak
bisa bekerja, tidak bisa berjalan, tidak enak badan, panas dingin, pusing,
lemas, kurang darah, batuk-batuk, mual, diare.
Sedangkan hasil diskusi kelompok di Nusa Tenggara Barat menunjukkan
bahwa anak sakit dilihat dari keadaan fisik tubuh dan tingkah lakunya yaitu jika
menunjukkan gejala misalnya panas, batuk pilek, mencret, muntah -muntah,
gatal, luka, gigi bengkak, badan kuning, kaki dan perut bengkak.
Seorang
pengobat
tradisional
yang
juga
menerima
pandangan
5. Pengaruh norma
Contoh : upaya untuk menurunkan angka kematian ibu dan bayi
banyak mengalami hambatan karena ada norma yang melarang hubungan
antara dokter yang memberikan pelayanan dengan bumil sebagai
pengguna pelayanan.
6. Pengaruh nilai
Nilai yang berlaku didalam masyarakat berpengaruh terhadap
perilaku kesehatan. Contoh : masyarakat memandang lebih bergengsi
beras putih daipada beras merah, padahal mereka mengetahui bahwa
vitamin B1 lebih tinggi diberas merah daripada diberas putih.
7. Pengaruh unsur budaya yang dipelajari pada tingkat awal dari proses
sosialisasi terhadap perilaku kesehatan. Kebiasaan yang ditanamkan
sejak kecil akan berpengaruh terhadap kebiasaan pada seseorang ketika
ia dewasa. Misalnya saja, manusia yang biasa makan nasi sejak kecil,
akan sulit diubah kebiasaan makannya setelah dewasa.
8. Pengaruh konsekuensi dari inovasi terhadap perilaku kesehatan
Apabila seorang petugas kesehatan ingin melakukan perubahan
perilaku kesehatan masyarakat, maka yang harus dipikirkan adalah
konsekuensi
apa
yang
akan
terjadi
jika
melakukan
perubahan,
[1] Parson T. 1951. The Social System. New York: Free Press.
[2]Armstrong D. 2000. Social Theorising About Health and Illness in Albrecht,
G, et al (eds). Handbook of Social Studies in Health and Medicine. London:
Sage. Hal. 24-35.
[3]Benyamin Lumenta. Op.cit. Hal 23.
[4]Parsons T. 1978. Action Theory and The Human Condition. London:
Macmillan.
[5]Nolen. 1974. A Surgeons world. Greenwich, Conn: Fawcett.
[6]Foster GM, Anderson BA. 1986. Antropologi Kesehatan. Penerjemah: Priyanti
PS. & Meutia F. Hatta. Jakarta: UIPress. Hal 171-174.
[7]Lihat sumpah dokter pada zaman Hippocrates (500 SM). Dapat dilihat dalam
Macfadden CJ. 1958. Medical Ethics.4th ed. Davis, Phil. Hal 483-484.
[8]Benyamin Lumenta. Tahun tidak diketahui. Pasien: Citra, Peran dan Perilaku:
Tinjauan Fenomena Sosial.Yogyakarta. Kanisius. Hal 70-71.