Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
DALAM MENGHADAP
NGHADAPI BENCANA TSUNAMI DI DESA SIDOA
ASRI
KECAMATA
ECAMATAN SUMBERMANJING WETAN
KABUPATEN MALANG
SKRIPSI
OLEH:
ASIS WAHYUDI
NIM 109821422712
SKRIPSI
Diajukan kepada
Universitas Negeri Malang
untuk memenuhi salah satu persyaratan
dalam menyelesaikan program Sarjana Pendidikan Geografi
Oleh
Asis Wahyudi
NIM 109821422712
: Asis Wahyudi
NIM
: 109821422712
Jurusan/Program Studi
: Geografi/Pendidikan Geografi
Fakultas/Program
: Ilmu Sosial/Sarjana
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar tulisan saya dan
bukan merupakan plagiasi baik sebagian maupun seluruhnya.
Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa skripsi ini hasil plagiasi, baik
sebagian atau seluruhnya, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
Asis Wahyudi
iv
ABSTRAK
ABSTRACT
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, taufik, hidayah
serta inayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
Tingkat Kesiapan Masyarakat dalam Menghadapi Bencana Tsunami di Desa
Sidoasri Kecamatan Sumbermanjing Wetan Kabupaten Malang sebagai salah
satu persyaratan dalam menyelesaikan gelar sarjana program studi Pendidikan
Geografi di Universitas Negeri Malang. Shalawat serta salam mudah-mudahan
tetap tercurahkan kepada Rasullullah Muhammad SAW sebagai pembimbing
jalan kebenaran.
Disadari sepenuhnya bahwa skripsi ini tidak akan bisa terselesaikan tanpa
bantuan, dorongan, dan bimbingan dari berbagai pihak baik secara langsung
maupun tidak langsung. Pada kesempatan ini, disampaikan ucapan terima kasih
dan penghargaan setulus hati, kepada:
1. Drs. Didik Taryana, M.Si dan Dr. Budijanto, M.Sos selaku dosen pembimbing
yang telah memberikan masukan, arahan, bimbingan, saran sehingga dapat
terselesaikan skripsi ini.
2. Drs. Dwiyono Hari Utomo, M.Pd, M.Si selaku dewan penguji yang telah
memberikan arahan dalam kebenaran skripsi ini.
3. Prof. Dr. Hariyono, M.Pd selaku Dekan FIS Universitas Negeri Malang yang
telah memberikan kemudahan dalam mendapat ijin melaksanakan penelitian.
4. Bapak Sih Reno Wibowo selaku Kepala Desa Sidoasri yang telah memberikan
izin sehingga dapat melakukan penelitian di desa yang bersangkutan.
vii
5. Seluruh perangkat dan penduduk Desa Sidoasri yang telah membantu dalam
proses penelitian ini.
6. Bapak dan Ibuku yang selalu memberikan dukungan, baik moril maupun
materil, sehingga bisa menyelesaikan pendidikan S1 hingga saat ini.
7. Terimakasih kepada Abdullah Arif K, Frengky Dwi Ari yang telah memberi
arahan dalam pembuatan peta, serta Febri Adi Susanto, Agung Wibowo, Afif
Dwi Afrizal dan kontrakan tetangga, Dian Ratnasari, Maulana Prasetyo, Fuad
Syahrul Huda, Restu Singgih, dan Fahmi Izar yang telah menjadi keluarga
baru.
8. Terimakasih kepada Oktantio Bagus Oranda, Yuni Purwanti, Muaddib Ulil
Azma, Yanuar Surya, Yessy Perdanasari S, dan Bambang Setia Dharma yang
telah membantu dalam pengambilan data penelitian ini.
9. Seluruh dosen Geografi, terutama Bapak Syamsul Bachri S.Si, M.Sc,
Purwanto, S.Pd, M.Si, dan Bagus Setiabudi Wiwoho, S.Si, M.Si yang bersedia
saya repotkan meskipun bukan dosen pembimbing.
10. Semua pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya penelitian ini.
Penulis sangat berharap agar skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi
para pembaca. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
semua pihak demi kesempurnan penulisan berikutnya.
Penulis
viii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................. ii
LEMBAR PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN ...................................... iii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ...................................................... iv
ABSTRAK ...................................................................................................... v
ABSTRACT .................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ..................................................................................... vii
DAFTAR ISI .................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xi
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xiv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................
B. Rumusan Masalah .......................................................................
C. Hipotesis ....................................................................................
D. Kegunaan Penelitian ...................................................................
E. Asumsi Penelitian .......................................................................
F. Definisi Operasional....................................................................
1
9
10
10
11
12
KAJIAN PUSTAKA
A. Definisi Bencana dan Bahaya .....................................................
B. Kesiapan Menghadapi Bencana ..................................................
C. Indikator Kesiapan Masyarakat terhadap Bencana Tsunami......
D. Tsunami ......................................................................................
E. Tingkat Pendidikan dan Kesiapan Menghadapi Bencana ...........
F. Umur Penduduk dan Kesiapan Menghadapi Bencana ................
G. Penelitian Terdahulu ...................................................................
13
14
15
20
25
27
28
31
33
38
38
41
44
47
47
50
53
55
BAB II
ix
58
58
63
64
65
66
68
71
74
84
BAB VI PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................. 93
B. Saran ........................................................................................... 94
DAFTAR RUJUKAN ...................................................................................... 95
LAMPIRAN-LAMPIRAN .............................................................................. 100
RIWAYAT HIDUP ....................................................................................... 120
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
xi
xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Halaman
xiv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Posisi geografis beberapa kepulauan di Indonesia yang berada pada zona
pertemuan lempeng-lempeng Eurasia, Indo-Australia, dan Pasifik menyebabkan
beberapa wilayah lautannya sangat rentan terhadap gempabumi, baik yang
berpusat di darat maupun di lautan. Pergerakan lempeng-lempeng tektonik sampai
sekarang masih aktif untuk mencari titik keseimbangan, sehingga sampai saat ini
sering terjadi gempabumi. Menurut Satake dalam Anwar (2011:751) apabila
gempabumi terjadi di dasar laut dengan hiposentrum dangkal, maka akan
berpotensi terjadinya tsunami dan dapat menimbulkan kerugian yang sangat besar
bagi masyarakat pada daerah yang dilanda bencana tersebut.
Bencana tsunami dapat menimbulkan dampak yang besar bagi manusia.
Jepang yang memiliki teknologi antisipasi bencana yang lebih baik dan SDM
yang lebih tinggi daripada Indonesia pernah dilanda gempabumi dan tsunami.
Gempabumi dan tsunami yang pernah terjadi di Jepang pada 9 dan 11 Maret 2011
memiliki kekuatan 7,2 dan 9,2 SR. Pemerintah Jepang mencatat jumlah korban
tewas dikonfirmasi mencapai 15.413 orang, sedangkan sebanyak 8.069 orang
dinyatakan masih hilang (Tempointeraktif.com, 2011).
2
Bencana tsunami pernah melanda NAD dan Sumatera Utara tahun 2004
dan menimbulkan korban ratusan ribu orang. Data dari Bakornas PBP (Anonim,
2007) mencatat sebanyak 173.981 korban meningggal dalam bencana tsunami di
Aceh dan Sumatera Utara. Korban meninggal di Aceh sebanyak 173.741 jiwa, di
Sumatera Utara 240 jiwa. Jumlah korban yang hilang sebanyak 116.363 orang,
sedangkan penduduk yang mengungsi sebanyak 466.807 orang, sementara jumlah
rumah yang rusak sebanyak 28.059.
Bencana gempabumi yang tercatat juga pernah melanda Bantul, DIY
dengan korban lebih dari 6.000 jiwa. Menurut catatan survei Geodesi ITB
(Geodesi ITB, 2007) gempa tanggal 27 Mei 2006 di DIY telah menimbulkan
korban lebih dari 6.050 orang meninggal dunia, dan sekitar 50.000 orang
mengalami luka-luka. Sebanyak 86.000 rumah hancur dan tidak kurang dari
283.000 rumah mengalami kerusakan dengan masing-masing tingkatan; berat,
sedang, dan ringan. Kerusakan bangunan paling parah terjadi di Bantul, Imogiri,
Piyungan, dan Klaten.
Bencana gempa dan tsunami yang terjadi telah menimbulkan korban jiwa
yang banyak. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kesiapan masyarakat dalam
menghadapi bencana masih tergolong kurang. Rachmawati (2011:13)
menjelaskan bukan teknologi dan informasi mengenai lokasi yang rawan bencana
saja yang diperlukan, tetapi pengetahuan dan kesadaran masyarakat juga menjadi
prioritas dalam menghadapi suatu bahaya. Kegiatan pengurangan risiko bencana
alam merupakan satu-satunya yang dapat dilakukan untuk menekan sekecil
mungkin kerugian yang dapat timbul akibat suatu kejadian bencana alam.
Sartohadi (2010:9) menambahkan bahwa ancaman bencana alam tidak dapat
3
dihilangkan oleh manusia, karena bencana alam merupakan bagian dari proses
evolusi bentuk lahan yang berlangsung secara terus menerus sepanjang masa.
Pemahaman dan pengetahuan tentang bahaya dan bencana tsunami,
terutama bagi masyarakat yang terancam oleh bahaya tsunami, secara optimal
sangat dibutuhkan. Hal ini disebabkan kebanyakan wilayah pesisir dan pantaipantai di wilayah Indonesia yang terancam oleh bahaya tsunami digolongkan
sebagai zona near source generated tsunami, yakni potensi sumber tsunami
dengan jarak yang pendek (Anwar, 2011:76). Menurut Small and Nicholls dalam
United States - Indian Ocean Tsunami Warning System Program (US-IOTW)
(2007:2-7) saat ini diperkirakan bahwa 23% dari penduduk dunia (1,2 milyar
jiwa) tinggal/bermukim kurang dari 100 km dari garis pantai dan 100 meter dari
permukaan laut. Jarak pendek tersebut menyebabkan waktu tiba gelombang
sangat singkat. Sebagai akibatnya, waktu yang dibutuhkan untuk melakukan
evakuasi menjadi sangat singkat pula. Latief (2006) menambahkan waktu capai
(Estimated Time of Arrival/ETA) gelombang tsunami di seluruh pantai Indonesia
rata-rata kurang dari 30 menit, sehingga waktu evakuasi yang dibutuhkan tidak
boleh melebihi 30 menit.
Kabupaten Malang memiliki indeks rawan bencana paling tinggi di Jawa
Timur dengan skor 111, sekaligus menduduki peringkat 18 nasional sebagai
daerah dengan tingkat kerawanan terhadap bencana yang tergolong tinggi (BNBP,
2011:88). Salah satu bencana yang mengancam kawasan pesisir selatan
Kabupaten Malang adalah tsunami. Adapun sejarah yang mencatat gempa dan
tsunami di Jawa Timur, termasuk Malang yang dikutip VIVAnews dari Pusat
Vulkanologi Departemen Energi berikut ini.
4
Tabel 1.1 Sejarah Kejadian Gempabumi dan Tsunami di Jawa Timur
Tanggal
Lokasi
No
Keterangan
Kejadian
Bencana
1
15/08/1896
Wlingi
Skala intensitas gempa mencapai VII MMI. Gempa terasa
sampai Brangah. Kerusakan pada bangunan dan rumah
penduduk.
2
20/11/1958
Malang
Skala intensitas gempa mencapai VII-VIII MMI. Akibat
gempa terjadi retakan pada bangunan, tanah, dan delapan
orang tewas
3
19/2/1967
Malang
Skala intensitas gempa sebesar VII - IX MMI. Kerusakan
terparah terjadi di Dampit, 1.539 rumah rusak, empat belas
orang tewas, 72 orang luka-luka. Di Gondanglegi sembilan
orang tewas, 49 orang luka-luka, 119 bangunan roboh, 402
retak, lima masjid rusak. Di Trenggalek 33 rumah bambu
retak. Getaran gempa terasa hingga Banyumas dan Cilacap
di Jawa Tengah.
4
4/10/1972
BlitarKekuatan mencapai enam skala Richter dan skala
Trenggalek
intensitas gempa sebesar V-VI MMI. Akibatnya, terjadi
kerusakan sejumlah bangunan di Gandusari & Trenggalek.
Goncangan terasa kuat sehingga mengakibatkan 250 orang
meninggal, 127 orang hilang, 423 luka, 1.500 rumah rusak,
278 perahu rusak dan hilang. Gempa ini juga
menimbulkan terjangan tsunami dengan ketinggian
gelombang belasan meter dan terjangan gelombang hingga
mencapai 500 meter dari pantai.
5
3/6/1994
Banyuwangi
Kekuatan gempa mencapai tujuh skala Richter dan skala
intensitas gempa VIII MMI. Akibat gempa menimbulkan
bencana di Rajegwesi, Gerangan, Lampon, Pancer, Pulau
Sempu, Grajagan, Pulau Merah, Teluk Hijau, Sukamade,
Watu Ulo, Teluk Sipelori dan Teluk Tambakan. Efek
tsunami mencapai pantai Banyuwangi, Jember, Malang,
Blitar, Tulung Agung, Trenggalek & Pacitan.
Sumber: Pusat Vulkanologi Departeman Energi dalam VIVAnews.com
5
Desa Sidoasri terletak di kawasan pesisir selatan Kabupaten Malang dan
termasuk sebagian dari Kecamatan Sumbermanjing Wetan. Pada sisi sebelah
selatan, Desa Sidoasri berbatasan langsung dengan Samudera Hindia dan sangat
dekat dengan zona subduksi, sehingga rawan gempabumi dan tsunami. Dalam
minggu pertama bulan September 2012 telah terjadi tujuh kali gempa tektonik di
arah barat Kabupaten Banyuwangi dengan kekuatan yang berkisar 5,0 6,5 SR
(BMKG, 2012). Gempa tersebut semakin mengarah ke arah barat menuju
Kabupaten Jember dan selanjutnya mengarah pada Kabupaten Malang.
Hasil wawancara dengan aparat Desa Sidoasri (2012) menunjukkan bahwa
bencana tsunami pernah melanda kawasan Pantai Tamban dan Sendangbiru pada
tahun 2006. Kejadian ini tidak menimbulkan korban jiwa, akan tetapi
menimbulkan kerusakan pada kapal-kapal nelayan di Sendangbiru. Tsunami juga
tidak sampai menerjang Pantai Sidoasri, sebab Pulau Sempu merupakan
penghalang sekaligus pemecah ombak yang berasal dari laut selatan Jawa.
Kemungkinan bencana tsunami masih mengarah ke Pantai Sidoasri, sebab
kawasan ini merupakan salah satu dari sepuluh pantai yang rawan tsunami
menurut BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) Kabupaten Malang.
Tsunami merupakan gelombang pasang yang timbul akibat terjadinya
gempabumi di laut, letusan gunung api bawah laut, atau longsoran di laut (Malik,
2009). Gelombang tsunami jarang terlihat di perairan dalam dan banyak yang
berukuran sampai 160 km di antara puncak gelombang. Jumlah gelombang
tsunami terdiri dari 10 atau lebih puncak gelombang yang bergerak pada
kecepatan 800 km/jam di perairan dalam dari lautan. Banyak gelombang tsunami
menghantam pantai dalam bentuk gelombang yang pecah dan memiliki
6
kemungkinan membanjiri daratan. Air laut yang membanjiri daratan inilah yang
menimbulkan kerugian bagi penduduk yang permukimannya dilanda bencana.
Bentuk pantai Desa Sidoasri menjorok ke daratan (berbentuk teluk).
Menurut Intergovernmental Oceanographic Commission (2008) pantai yang
berbentuk teluk (v-shape bay) memiliki konsentrasi ombak yang sangat besar,
sehingga memiliki bahaya yang lebih tinggi dibandingkan dengan bentuk pantai
yang lain. Berdasarkan data elevasi medan dalam bentuk DEM (Digital Elevation
Model), Desa Sidoasri terletak di kawasan pesisir dengan ketinggian rata-rata
kurang dari 30 mdpl. Kondisi ini menempatkan Desa Sidoasri berada pada zona
kelas rawan I (zona merah) sebagai daerah rawan bencana tsunami menurut
BAPPEDA Kabupaten Malang (2006).
Hasil penelitian BAPPEDA Kabupaten Malang (2006:3) menunjukkan
bahwa sebagian besar kawasan hunian di daerah pesisir Kabupaten Malang
memiliki satuan geologi berupa endapan rawa dan daerah sekitar sungai (Qas)
serta alluvium dan endapan pantai (Qal). Sartohadi (2010:14) menambahkan
bahwa wilayah rawan tsunami menempati wilayah dataran bergelombang di
kawasan pesisir. Dataran wilayah pesisir tersebut terbentuk salah satunya oleh
endapan sungai yang bermuara di laut. Desa Sidoasri dilalui oleh aliran Sungai
Djokromo dan Kemudinan. Aliran sungai ini bermuara di lepas pantai Sidoasri.
Kondisi yang demikian menempatkan kawasan hunian Desa Sidoasri termasuk
daerah rawan bencana tsunami.
Penduduk Sidoasri yang berjumlah 5070 jiwa atau 1393KK dan bermukim
kurang dari 1 km dari bibir panti (Data Statistik Desa Sidoasri, 2010). Jumlah
penduduk yang besar tersebut menunjukkan bahwa semakin besar pula penduduk
7
yang terancam bencana. Semakin besar jumlah penduduk yang terancam bencana,
maka semakin besar risiko bencana yang akan ditimbulkan, begitu pula ancaman
risiko bencana tsunami bagi penduduk Sidoasri.
Daerah yang terancam bencana tsunami seperti Sidoasri, sangat diperlukan
tingkat kesiapan masyarakat yang tinggi. Proses dalam menumbuhkan kesiapan
terhadap bencana tidak lepas dari peran masyarakat yang terancam. Upaya
penumbuhan kesiapan ini menjadi alasan utama untuk mengurangi dampak
bencana yang akan ditimbulkan bagi masyarakat. Adanya stimulus dari kejadian
bencana yang pernah terjadi di masa lalu menjadi salah satu hal yang dapat
mempengaruhi kesiapan dalam menghadapi bencana pada suatu masyarakat.
Jhangiani dalam Rinaldi (2009:51) menjelaskan bahwa peristiwa bencana akan
memberikan proses pembelajaran yang bermanfaat bagi individu dalam
membentuk perilaku kesiapan.
Perilaku kesiapan dalam menghadapi bencana dapat ditentukan dari
beberapa indikator yang meliputi: kesadaran dan kewaspadaan terhadap ancaman
bencana, pemahaman terhadap perencanaan evakuasi , serta partisipasi
masyarakat dalam sosialisasi maupun pelatihan kebencanaan (Anwar, 2011).
Beberapa indikator tersebut perlu dimiliki oleh masyarakat yang terancam oleh
bencana, agar masyarakat mampu meningkatkan respon dan cepat tanggap apabila
bencana benar-benar terjadi. Respon ini meliputi respon sebelum bencana, saat
bencana, dan pascabencana.
Karakteristik penduduk dapat mempengaruhi kemampuan masyarakat
dalam menanggapi secara efektif dan cepat terhadap situasi bencana. Salah
satunya adalah tingkat pendidikan dan umur penduduk. Menurut Setyaningrum
8
(2012:263) penduduk yang tidak sekolah/tidak lulus SD termasuk dalam kategori
kerentanan paling tinggi dibandingkan dengan penduduk pada tingkat pendidikan
yang lebih tinggi. Penduduk dengan tingkat pendidikan SMA/perguruan tinggi
memiliki kerentanan rendah terhadap bencana.
Penduduk dengan usia muda memiliki kemampuan mengatasi terhadap
bencana yang berbeda dengan penduduk pada usia yang lebih tua. Menurut
Habibi dan Buchori (2013:5) semakin tinggi persentase penduduk usia tua dan
balita semakin tinggi pula peluang jatuhnya korban jiwa akibat bencana.
Setyaningrum (2012:263) menambahkan bahwa suatu kelompok masyarakat
memiliki tingkat kerentanan yang tinggi apabila komposisi anak-anak dan lansia
lebih dari 66% dari jumlah penduduk keseluruhan di kawasan itu. Dapat
dikatakan bahwa semakin tinggi tingkat kerentanan, maka diperlukan tingkat
kesiapan yang tinggi pula.
Data statistik Desa Sidoasri (2010) menunjukkan bahwa sebagian besar
penduduk tergolong pada usia produktif, yaitu penduduk pada rentang usia 1564
tahun sebanyak 3273 atau 64,55%. Masing-masing 346 dan 347 orang atau 6,82%
dan 6,84 % penduduk berada pada rentang usia 2529 tahun dan 4044 tahun.
Penduduk pada usia lebih dari 75-79 tahun berjumlah paling sedikit, yaitu sebesar
3,71% laki-laki dan 3,67% perempuan. Hal ini menunjukkan angka harapan hidup
cukup rendah.
Komposisi penduduk menurut tingkat pendidikan di Desa Sidoasri (2010)
menunjukkan bahwa jumlah penduduk yang berpendidikan terakhir pada tingkat
Sekolah Dasar (SD) sebesar 48,57 % atau sebanyak 2.200 orang. Sebanyak 1.150
orang atau sebesar 25,39% berpendidikan terakhir pada tingkat Sekolah
9
Menengah Pertama (SMP). Penduduk yang tamat pada tingkat akademi dan
perguruan tinggi masih tergolong sedikit, yaitu sebesar 0,51% pada tingkat
akademi dan 0,29% pada tingkat perguruan tinggi. Penduduk sebanyak 200 orang
atau 3,94% berpendidikan pada tingkat SMA.
Kesiapan masyarakat terhadap bencana tsunami merupakan bentuk upaya
pengurangan risiko bencana. Dengan demikian diperlukan kesadaran dan
kewaspadaan masyarakat untuk merespon secara cepat gejala alam dan terjadinya
tsunami. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka sangat penting untuk
dilakukan penelitian tentang kesiapan masyarakat terhadap bencana tsunami serta
mengkaji hubungannya dengan tingkat pendidikan dan umur. Penelitian tersebut
bertujuan untuk menganalisis sejauh mana tingkat kesiapan masyarakat untuk
merespon bahaya tsunami yang mengancam penduduk Desa Sidoasri.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka dapat
dirumuskan permasalahan sebagai berikut.
1. Bagaimana hubungan antara tingkat pendidikan dengan tingkat kesiapan
masyarakat dalam menghadapi bencana tsunami di Desa Sidoasri Kecamatan
Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang?
2. Bagaimana hubungan antara umur dengan tingkat kesiapan masyarakat dalam
menghadapi bencana tsunami di Desa Sidoasri Kecamatan Sumbermanjing
Wetan, Kabupaten Malang?
3. Bagaimana tingkat kesiapan masyarakat dalam menghadapi bencana tsunami
di Desa Sidoasri Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang?
10
C. Hipotesis Penelitian
Sesuai dengan latar belakang, rumusan masalah, dan tujuan penelitian,
maka hipotesis dalam penelitian ini adalah:
1. Terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan dengan tingkat
kesiapan masyarakat dalam menghadapi bencana tsunami di Desa Sidoasri
Kecamatan Sumbermanjing Wetan Kabupaten Malang.
2. Terdapat hubungan yang signifikan antara umur dengan tingkat kesiapan
masyarakat dalam menghadapi bencana tsunami di Desa Sidoasri Kecamatan
Sumbermanjing Wetan Kabupaten Malang.
D. Kegunaan Penelitian
1. Bagi Peneliti
Menambah pengalaman kepada peneliti tentang cara bersosialisasi di
masyarakat, terutama di daerah rawan bencana tsunami. Penelitian ini dapat
menjadi fakta yang dapat diungkapkan kepada peserta didik dalam mata pelajaran
Geografi di sekolah pada kompetensi dasar Menganalisis dinamika dan
kecenderungan perubahan lithosfer dan pedosfer serta dampaknya terhadap
kehidupan di muka bumi untuk siswa kelas X.
2. Bagi Penduduk Desa Sidoasri
Penelitian ini diharapankan dapat memberikan gambaran bagi penduduk
Desa Sidoasri mengenai zona rawan bencana tsunami di Sidoasri serta hubungan
antara tingkat pendidikan dan umur dengan tingkat kesiapan masyarakat dalam
menghadapi bencana tsunami. Pada akhirnya hal ini akan membantu mereka
dalam upaya penyelamatan diri seandainya tsunami terjadi, terutama upaya
penyelamatan dari komponen terkecil dalam masyarakat, yaitu keluarga.
11
3. Bagi Pemerintah,
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tambahan
kepada pemerintah terutama BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah)
Kabupaten Malang tentang kesiapan penduduk Sidoasri dalam menghadapi
ancaman bencana tsunami di wilayahnya. Diharapkan pemerintah dan BPBD
Kabupaten Malang bisa bersikap cepat tanggap demi keselamatan penduduk
melalui berbagai langkah, terutama penentuan kebijakan yang berkaitan dengan
mitigasi bencana yang berbasis masyarakat.
E. Asumsi Penelitian
Asumsi penelitian merupakan sesuatu yang diyakini kebenarannya oleh
peneliti yang berfungsi sebagai pijakan bagi peneliti dalam melakukan penelitian.
Asumsi dalam penelitian ini sebagai berikut.
1. Kepala keluarga yang dijadikan sebagai responden dapat mewakili populasi
penelitian.
2. Jumlah kepala keluarga tidak mengalami perubahan sampai pengambilan data
penelitian selesai dilaksanakan.
3. Bencana tsunami dapat terjadi secara tiba-tiba di Desa Sidoasri karena
berhadapan langsung dengan outer deep.
4. Penduduk dengan usia lebih dari 60 tahun memiliki daya ingat yang kurang
baik, sehingga tidak cocok dijadikan sebagai responden.
12
F. Definisi Operasional
Berikut definisi operasional dalam penelitian ini.
1. Kesiapan masyarakat terhadap bencana adalah kemampuan masyarakat dalam
menanggapi secara efektif dan cepat terhadap situasi bencana tsunami yang
mengancam penduduk Desa Sidoasri.
2. Tsunami adalah bencana alam berupa perubahan permukaan laut secara
vertikal dan tiba-tiba baik karena gempabumi yang berpusat di dasar laut
maupun longsor bawah laut yang merugikan penduduk Desa Sidoasri.
3. Tingkat pendidikan adalah pendidikan formal yang diukur dari lamanya
pendidikan yang ditempuh (tahun sukses) serta pendidikan nonformal yang
meliputi pelatihan dan penyuluhan mengenai kebencanaan bagi penduduk
Desa Sidoasri.
4. Umur adalah usia penduduk Desa Sidoasri mulai dari ia dilahirkan hingga
penelitian dilaksanakan.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
14
Bencana secara garis besar dibagi menjadi bencana alam (natural disaster)
dan bencana akibat perbuatan manusia (man-made disaster) (Bronto, 2001).
Bencana akibat ulah manusia antara lain pencemaran lingkungan oleh limbah
industri, kebakaran permukiman, kerusuhan sosial politik dan peperangan.
Bencana alam ada dua kelompok besar, yaitu bencana alam non-geologi dan
bencana alam geologi. Bencana non-geologi misalnya angin topan, serangan hama
pertanian, wabah penyakit, dan kekeringan. Bencana alam geologi terdiri terdiri
dari bencana erupsi gunungapi, gempabumi, tanah longsor, dan tsunami. Bencana
alam geologi akibat ulah manusia antara lain: intrusi air laut, banjir, dan tanah
longsor.
Bahaya adalah kejadian yang jarang atau ekstrim dari lingkungan karena
ulah manusia atau karena alam yang secara merugikan mempengaruhi kehidupan
manusia, properti, atau aktivitas pada tingkat yang menyebabkan satu bencana
(UNDP, 1992). Bahaya yang tidak bisa diremehkan di Indonesia salah satunya
adalah tsunami yang berupa gelombang pasang. Gelombang tsunami jarang sekali
kelihatan di air yang dalam dan banyak yang berukuran sampai 160 km di antara
puncak gelombang. Banyak gelombang tsunami terdiri dari 10 atau lebih puncak
gelombang bergerak pada kecepatan 800 km/jam dalam perairan dalam dari
lautan. Kekuatan kecepatan gelombang akan berkurang saat mendekati pantai.
Banyak gelombang tsunami menghantam pantai dalam bentuk gelombang yang
pecah atau mungkin membanjiri daratan.
15
dalam menanggapi secara efektif dan cepat terhadap situasi bencana. Dapat
disimpulkan bahwa tujuan utama dari proses kesiapan masyarakat dalam
menghadapi bencana merupakan usaha untuk setiap individu mampu merespon
bencana dengan baik demi mengurangi dampak akibat bencana. Penelitian ini
ditekankan pada kesiapan masyarakat dalam menghadapi bencana tsunami.
Bobot
5
16
Kesiapan menghadapi bencana tsunami (Tabel 2.1) didasarkan pada
kesadaran dan kewaspadaan seseorang terhadap bahaya yang mengancam
daerahnya. Kesadaran dan kewaspadaan terhadap ancaman bahaya tsunami dapat
diperoleh masyarakat melalui pemahaman terhadap gejala alam tsunami, respon,
dan reaksi terhadap peringatan dini tsunami. Pengetahuan terhadap bencana
tsunami merupakan dasar untuk melakukan evakuasi dan pencegahan dini
tsunami. Apabila tanpa pengetahuan, maka peringatan dan bahaya tsunami sulit
direspon dengan baik. Apabila kurang merespon, maka kurang ada reaksi untuk
menyelamatkan diri. Oleh karena itu, indikator pertama memiliki bobot yang
paling tinggi.
Indikator-indikator kesiapan masyarakat dalam menghadapi bahaya tsunami
dapat dijabarkan sebagai berikut.
1. Kesadaran dan Kewaspadaan terhadap Ancaman Bahaya Tsunami
Pengetahuan dan kesadaran masyarakat merupakan bagian terpenting yang
mencakup peningkatan kesadaran tentang risiko dan memberikan informasi
kepada masyarakat umum tentang apa yang bisa dilakukan untuk mengurangi
ancaman terhadap bahaya. Informasi tentang tanda-tanda peringatan alam
tsunami, sumber dan isi pesan-pesan peringatan dini dan prosedur evakuasi
penting untuk bisa menghadapi tsunami dengan lebih baik. Kesadaran dan
kewaspadaaan masyarakat terhadap bencana dapat diukur melalui pemahamannya
terhadap potensi bahaya tsunami dan persepsinya tentang keberadaan media
peringatan dini. Unsur ini merupakan unsur utama dalam mengetahui kesiapan
masyarakat dan dianggap memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap kesiapan
masyarakat terhadap bahaya tsunami.
17
a. Pengetahuan Masyarakat terkait Bahaya Tsunami
Pengetahuan diperoleh melalui pengalaman, yaitu kontak langsung dengan
alam lingkungan dengan bantuan alat indra (Kaunang dalam Dissastra, 2011).
Pengetahuan terkait bahaya tsunami dimaksudkan agar masyarakat memahami
kondisi alami daerahnya yang mengancam terjadinya bencana. Lokasi tempat
tinggal di kawasan pantai yang berdekatan dengan zona subduksi merupakan
bahaya yang mengancam suatu masyarakat. Masyarakat yang memiliki kesadaran
dan kewaspadaan terhadap bahaya tsunami yang mengancam daerahnya, maka
masyarakat tersebut akan memiliki kesiapan terhadap bencana tsunami.
b. Pemahaman terhadap Gejala Alam Tsunami
Masyarakat di wilayah pesisir Indonesia perlu mengetahui gejala alam
yang menjadi tanda-tanda terjadinya tsunami. Pengetahuan mengenai gejala alam
tsunami diperoleh masyarakat melalui media, baik elektronik maupun media
cetak. Pengetahuan masyarakat terkait gejala alam tsunami juga dapat diperoleh
melalui sosialisasi dan mitigasi bencana oleh instansi.
Sebelum tsunami melanda biasanya diawali dengan gempabumi yang
sangat kuat, dapat melebihi 6 SR dengan pusat gempa berada di dasar laut. Gejala
alam terjadinya tsunami menurut Yayasan IDEP (2007: 19) adalah; (1) tsunami
biasanya diawali dengan gempabumi yang sangat kuat, melebihi 6 SR, berlokasi
di bawah laut; (2) permukaan laut yang turun secara tiba-tiba menandakan
gelombang raksasa akan datang; (3) hembusan angin berbau air laut yang keras;
(4) tsunami merupakan rangkaian gelombang, bukan gelombang pertama yang
besar dan mengancam, tetapi beberapa saat setelah gelombang pertama akan
menyusul gelombang yang jauh lebih besar; (5) apabila laut berwarna gelap dan
18
terdengar suara gemuruh yang lebih keras dari biasanya, berarti gelombang
tsunami sedang mendekat.
c. Respon terhadap Peringatan Dini
Respon terhadap peringatan dini merupakan bagian dari kewaspadaan dan
kesadaran yang tidak bisa dipisahkan. Peringatan dini yang dimaksudkan meliputi
peringatan dini alami maupun teknologi. Peringatan dini alami merupakan gejala
alam terjadinya tsunami, sedangkan peringatan dini teknologi berupa sirine,
peluit, pengeras suara, maupun kentongan. Setiap alat peringatan dini memiliki
karakteristiknya masing-masing. Tanda ataupun isyarat yang disuarakan dari
setiap alat, masyarakat harus memahaminya, karena sudah disepakati sebelumnya.
Dapat dicontohkan, suara peluit atau kentongan yang panjang dan terus-menerus
menandakan penduduk harus segera mengungsi.
Setelah mengetahui gejala alam akan terjadinya tsunami, maka masyarakat
perlu segera menyampaikan kepada semua orang, khususnya aparat pemerintah
setempat sehingga mereka dapat memberikan tanda peringatan untuk mengungsi
kepada penduduk. Waktu untuk mengungsi sangat singkat, karena kedatangan
gelombang tsunami ke daratan waktu ETA (Estimated Time of Arrival) kurang
dari 30 menit (Latief, 2006). Penduduk perlu mengungsi ke daerah yang tinggi
dan sejauh mungkin dari pantai, mengikuti tanda evakuasi menuju tempat
evakuasi yang telah ditetapkan. Sebisa mungkin masyarakat mengikuti
perkembangan terjadinya bencana melalui sumber yang bisa dipercaya.
d. Reaksi Dini terhadap Tsunami
Reaksi dini terhadap bahaya tsunami adalah sikap masyarakat setelah
mengetahui segenap potensi bahaya yang mengancam. Hal ini merupakan upaya
19
sadar untuk mengurangi dampak tsunami. Menurut Yayasan IDEP (2007:20)
mengurangi dampak dari tsunami dapat melakukan beberapa hal sebagai berikut:
(1) menghindari untuk bertempat tinggal di daerah tepi pantai yang landai kurang
dari 10 mdpl. Berdasarkan penelitian, daerah ini merupakan daerah yang
mengalami kerusakan terparah akibat tsunami, badai, dan angin rebut; (2)
menanam tanaman yang mampu menahan gelombang, seperti bakau, palem,
ketapang, waru, beringin, atau sejenisnya; (3) mengikuti tata guna lahan yang
telah ditetapkan oleh pemerintah setempat; (4) membuat bangunan bertingkat
dengan ruang aman di bagian atas; dan (5) membuat dinding yang lebar dan tidak
sejajar dengan garis pantai.
2. Perencanaan evakuasi
Kepanikan sering terjadi karena tidak tahu harus apa dan ke mana,
misalnya saat melihat banyak orang lari berbondong-bondong tanpa tahu harus ke
mana dan lewat mana mempengaruhi psikologis satu sama lain (Rachmawati,
2011 ). Selain itu, tempat evakuasi yang jauh jaraknya juga dapat menambah
kapanikan warga. Peristiwa tersebut menandakan kurangnya kesiapan masyarakat
menghadapi bencana yang terlihat. Jika pengetahuan tentang jalur dan lokasi
evakuasi sudah diketahui, maka dapat mengurangi stress dan pengelolaan
informasi di otak berjalan dengan baik. Unsur yang dinilai dalam hal ini adalah
kesiapan masyarakat terhadap evakuasi, baik lokasi evakuasi maupun jalur
evakuasi.
3. Partisipasi Masyarakat
Pidarta dalam Mawardi dan Sulaeman (2011) menyatakan bahwa
partisipasi adalah pelibatan seseorang atau beberapa orang dalam suatu kegiatan.
20
Keterlibatan dapat berupa keterlibatan mental dan emosi serta fisik dalam
menggunakan segala kemampuan yang dimilikinya dalam segala kegiatan yang
dilaksanakan serta mendukung pencapaian tujuan dan tanggung jawab atas segala
keterlibatan.
Partisipasi masyarakat sangat penting untuk dinilai, karena berhubungan
dengan kesiapsiagaan masyarakat yang berasal dari pendidikan dan pelatihan
tentang bencana tsunami yang diberikan oleh pemerintah maupun aparat terkait.
Unsur ini sekaligus sebagai pendukung kesiapan masyarakat terhadap bahaya
tsunami. Menurut Sunarto dan Marfai (2012:19) kesiapsiagaan masyarakat lokal
di kawasan rawan bencana selain dengan pemahaman kondisi fisik lingkungan
juga dapat ditingkatkan dengan melakukan sosialisasi bencana dan gladi lapangan.
Program gladi lapangan meliputi sistem evakuasi, sistem monitoring, deteksi dini
dan perhitungan risiko bencana.
D. Tsunami
1. Pengertian dan Penyebab Tsunami
Tsunami adalah gelombang pasang yang timbul akibat terjadinya gempa
bumi di laut, letusan gunung api bawah laut atau longsoran di laut, namun tidak
semua fenomena tersebut dapat memicu terjadinya tsunami. Syarat utama
timbulnya tsunami adalah adanya deformasi (perubahan bentuk yang berupa
pengangkatan atau penurunan blok batuan yang terjadi secara tiba-tiba dalam
skala yang luas) di bawah laut. Menurut BNPB (2008) terdapat empat faktor pada
gempa bumi yang dapat menimbulkan tsunami, yaitu: pusat gempa bumi terjadi di
laut; gempa bumi memiliki magnitudo besar; kedalaman gempa bumi dangkal;
terjadi deformasi vertikal pada lantai dasar laut. Menurut UNDP (United Nation
21
Development Programs), 1992 penyebab terjadinya tsunami ada tiga hal, yaitu:
gerakan patahan dasar laut yang disertai dengan gempa; tanah longsor yang
muncul di bawah atau di atas laut; aktivitas vulkanik baik yang berada di pantai
ataupun di dekat pantai
2. Karaketristik Tsunami
a. Gelombang tsunami
Gelombang tsunami tidak terlihat saat masih berada jauh di tengah laut,
namun begitu mencapai wilayah dangkal, gelombang bergerak semakin cepat dan
membesar. Sugito (2008) menjelaskan apabila gelombang menghampiri pantai,
ketinggiannya meningkat sementara kelajuannya menurun. Gelombang tsunami
bergerak pada kelajuan tinggi dan hampir tidak dapat dirasakan efeknya oleh
kapal laut.
Perilaku gelombang tsunami sangat berbeda dari gelombang laut biasa.
Gelombang tsunami bergerak dengan kecepatan tinggi dan dapat merambat lintassamudera dengan sedikit energi berkurang. Tsunami dapat menerjang wilayah
yang berjarak ribuan kilometer dari sumbernya, sehingga dimungkinkan ada
selisih waktu beberapa jam antara terciptanya gelombang ini dengan bencana
yang ditimbulkannya di pantai. Waktu perambatan gelombang tsunami lebih lama
dari waktu yang diperlukan oleh gelombang seismik untuk mencapai tempat yang
sama.
Periode tsunami cukup bervariasi, mulai dari dua menit hingga lebih dari
satu jam (Malik, 2009). Panjang gelombang tsunami sangat besar, antara 100200
km, berbeda dengan gelombang laut biasa yang hanya memiliki periode 10 detik
22
dan panjang gelombang 150 meter. Berikut perbandingan gelombang tsunami dan
gelombang laut biasa.
23
partikel air, mulai dari permukaan sampai bagian dalam samudera. Ketika tsunami
memasuki perairan yang lebih dangkal, ketinggian gelombangnya meningkat dan
kecepatannya menurun drastis, meski demikian energinya masih sangat kuat
untuk menghanyutkan segala benda yang dilaluinya.
b. Bahaya tsunami berdasarkan kondisi fisik
Bahaya tsunami dapat dinilai dari kondisi geomorfologi, topografi,
geologi, dan vegetasi penutup di kawasan pantai. Berdasarkan kondisi topografi
dan geomorfologi, daerah rawan tsunami menempati wilayah dataran
bergelombang di kawasan pesisir. Menurut Sartohadi (2010:14) wilayah rawan
tsunami menempati wilayah dataran bergelombang di kawasan pesisir. Dataran di
wilayah pesisir terbentuk oleh endapan sungai yang bermuara di laut, endapan
gelombang, endapan tsunami, endapan angin, dan atau percampuran di antaranya.
Dataran endapan sungai di wilayah muara pada umumnya merupakan dataran rata
sepanjang kanan kiri sungai. Dataran endapan gelombang dan endapan tsunami
pada umumnya merupakan dataran gelombang yang relatif rendah dibandingkan
dengan hasil bentukan angin. Di antara beberapa tipe dataran di wilayah pesisir,
maka dataran gelombang bentukan angin adalah yang relatif paling aman. Dataran
bentukan angin dapat berfungsi sebagai peredam gelombang tsunami.
Pantai yang berbentuk teluk (v-shape bay) memiliki konsentrasi
gelombang yang tinggi. Menurut Intergovernmental Oceanographic Commission
(IOC), 2008 energi tsunami yang tinggi dapat terkonsentrasi pada kawasan pantai
yang berbentuk teluk (v-shape bay) serta gelombang laut yang menerjang pantai
berbentuk teluk jauh lebih tinggi. Dengan kata lain, bahwa pantai yang berbentuk
24
teluk (v-shape) memiliki konsentrasi gelombang yang sangat besar, sehingga
memiliki bahaya yang lebih tinggi dibandingkan dengan bentuk pantai yang lain.
Kondisi geologi (komposisi dan struktur batuan) memengaruhi kondisi
geomorfologi suatu kawasan, dalam hal ini adalah bentang lahan. Thornbury
dalam Libawa (2009:4) menjelaskan bahwa struktur geologi merupakan faktor
pengontrol yang dominan dalam evolusi bentuk lahan, struktur geologi
dicerminkan dengan bentuk lahan. Menurut Sartohadi (2010:15) identifikasi
satuan-satuan bentuk lahan asal marin (proses laut) telah terbukti tepat untuk
menentukan wilayah-wilayah yang rawan tsunami di NAD (Nangroe Aceh
Darussalam). Wilayah yang terlanda serius oleh adanya tsunami merupakan
bagian dari satuan bentuklahan asal proses laut. Wilayah yang merupakan bagian
dari bentuklahan asal proses angin tidak terlanda tsunami, atau terlada namun
hanya sedikit. Secara pedologis, wilayah-wilayah yang terlanda tsunami pada
tahun 2004 dicirikan oleh satuan-satuan tanah aquic udifluvent, yaitu tanah yang
terus terendam air, sehingga horizon tanah kurang bisa berkembang. Persebaran
satuan-satuan tanah tersebut berada pada satuan lahan asal laut.
Menurut BAPPEDA (2006:32) daerah rawan tsunami di Kabupaten
Malang berada pada satuan geologi berupa endapan rawa dan daerah sekitar
sungai (Qas) serta alluvium dan endapan pantai (Qal). Satuan geologi tersebut
berada di dataran rendah yang kurang dari 100 mdpl. Zonasi kawasan pesisir
Malang selatan berdasarkan kerawanan bencana tsunami sebagai berikut.
1) Zona Kelas Rawan I: zona ini merupakan kawasan yang berpotensi untuk
terkena tsunami secara langsung, sehingga dampak yang ditimbulkan
diperkirakan yang paling parah. Zona ini berada pada ketinggian 35 mdpl.
25
2) Zona Kelas Rawan II: zona ini merupakan kawasan yang kemungkinan masih
terkena tsunami jika kejadian tsunami sangat besar, sehingga ketinggian
gelombang mencapai lebih dari 35 m. Zona ini berada pada ketinggian antara
35 mdpl sampai dengan 75 mdpl.
3) Zona Kelas Rawan III: zona ini merupakan kawasan batas aman (safe border
line). Akan tetapi, penduduk diharuskan tetap waspada meskipun posisinya
relative aman. Zona ini berada pada ketinggian antara 75 mdpl sampai dengan
100 mdpl.
Berdasarkan kondisi vegetasinya daerah yang rawan tsunami dapat
dikurangi dengan adanya vegetasi penutup, terutama bakau atau mangrove.
Pratikto (2000) dalam penelitiannya di Pantai Rajegwesi Banyuwangi menemukan
bahwa dengan tinggi gelombang sebesar 1.09 m, dan energi gelombang sebesar
1493,33 Joule, dengan adanya ekosistem mangrove di daerah tersebut, terjadi
reduksi gelombang sebesar 0,7340, dan perubahan energi gelombang sebesar
19635,26 Joule. Harada dan Imamura (2005) menambahkan bahwa hutan pantai
dengan tebal 200 meter, kerapatan 30 pohon per 100 meter persegi, dan diameter
pohon 15 cm dapat meredam 50 persen energi gelombang tsunami dengan
ketinggian tiga meter.
26
bahwa pendidikan adalah usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai
dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaannya untuk kemajuan suatu
bangsa.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan perlunya pengembangan tingkat
pendidikan di dalam usaha untuk meningkatkan kepekaan pada lingkungan
(Mayasari, 2010):
1.
27
Pemahaman terhadap ancaman bahaya sangat penting dimiliki oleh
penduduk yang berada di suatu daerah rawan bencana. Hal ini bertujuan untuk
meningkatkan kesiapan penduduk terhadap bencana sekaligus mengurangi risiko
yang ditimbulkan. Seseorang dengan pendidikan yang tinggi memiliki kerentanan
yang rendah terhadap bencana alam. Kemampuan dalam mengenali ancaman
bencana lebih tinggi dibandingkan dengan seseorang dengan pendidikan yang
lebih rendah. Setyaningrum dan Giyarsih (2012:263) menyatakan bahwa
penduduk yang tidak sekolah/tidak lulus SD termasuk dalam kategori kerentanan
paling tinggi dibandingkan dengan penduduk pada tingkat pendidikan yang lebih
tinggi. Penduduk dengan tingkat pendidikan SMA/perguruan tinggi termasuk
kategori kerentanan rendah. Sunarto dan Marfai (2012:19) menambahkan bahwa
program sosialisasi bencana dan gladi lapangan dapat meningkatkan
kesiapsiagaan masyarakat lokal terhadap bencana alam.
28
berumur di bawah 15 tahun berjumlah kurang dari 40% dari seluruh penduduk
dan kelompok penduduk di atas 65 tahun sekitar 10%. Mantra (2009: 26)
menambahkan perbedaan struktur umur akan menimbulkan pula perbedaan dalam
aspek sosial ekonomi, seperti masalah angkatan kerja, pertumbuhan penduduk,
dan masalah pendidikan.
Umur penduduk yang tergolog tua atau balita memiliki kerentanan tinggi
terhadap bencana. Menurut Habibi dan Buchori (2013:5) tingginya persentase
penduduk umur tua (> 65 tahun) dan balita (< 5 tahun) menggambarkan
kemampuan yang relatif lebih rendah dalam proses evakuasi karena masih
mempunyai ketergantungan pada penduduk dengan umur produktif (15-64 tahun).
Penduduk usia tua dianggap sudah tidak produktif lagi sesudah melewati masa
pensiun, sedangkan penduduk usia balita dianggap belum produktif. Semakin
tinggi persentase penduduk usia tua dan balita, maka semakin tinggi peluang
jatuhnya korban jiwa.
Suatu kelompok masyarakat dengan persentase jumlah penduduk pada
usia balita dan tua yang tergolong tinggi, maka kelompok masyarakat ini
memiliki kerentanan tinggi terhadap bencana. Daerah dengan kerentanan tinggi
terhadap bencana, maka diperlukan kesiapan yang tinggi dalam menghadapi
bencana. Kesiapan yang tinggi bertujuan untuk mengurangi risiko yang
ditimbulkan akibat bencana.
G. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu merupakan kajian empiris yang menjadi acuan bagi
peneliti dalam melakukan penenelitiannya. Berikut disajikan perbandingan
29
penelitian ini dengan penelitian-penelitian yang relevan dan pernah dilakukan oleh
peneliti terdahulu.
Tabel 2.3 Perbedaan Penelitian ini dengan Penelitian Sebelumnya yang Relevan
Nama dan
Subyek
Hasil
Topik Penelitian
Tahun
Penelitian
Rinaldi (2009) Kesiapan
Masyarakat
Kesiapan menghadapi bencana adalah
menghadapi
Indonesia
kemampuan untuk meningkatkan
bencana pada
keselamatan ketika terjadi bencana
masyarakat
melalui simulasi dan pendidikan tentang
Indonesia
pemahaman bencana yang bertujuan
untuk mengurangi kerentanan dan
kerusakan bangunan, serta meningkatkan
kontrol individu dan masyarakat
terhadap bencana yang terjadi.
Wardaya
(2010)
Keluarga siaga
bencana dalam
perspektif
sosiologi
Masyarakat di
kawasan pantai
Kota Bengkulu
Anwar (2011)
Fungsi peringatan
dini dan kesiapan
masyarakat dalam
pengurangan
resiko bencana
bencana tsunami
di Indonesia
Potensi bencana
tsunami dan
kesiapsiagaan
masyarakat
menghadapi
bencana
Seluruh rumah
tangga pada 22
kelurahan di
Kota Padang
Kawasan Pantai
Pancer dan
Masyarakat
Desa
Sumberagung
Banyuwangi
Penduduk dalam
radius 100 m di
bantaran Sungai
Code Kota
Yogyakarta
Sunarto dan
Marfai, Aris
M (2012)
Setyaningrum
dan Giyarsih,
SR (2012)
Tingkat
kerentanan sosial
ekonomi
penduduk
bantaran Sungai
Code terhadap
bencana lahar
Merapi
30
Penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya. Penelitian ini
mengkaji tingkat kesiapan masyarakat dalam menghadapi bencana tsunami
dengan mengkaitkan hubungan antara tingkat pendidikan dan umur terhadap
kesiapan masyarakat dalam menghadapi bencana tsunami. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa tingkat pendidikan dan umur memiliki hubungan yang
signifikan. Artinya, semakin tinggi tingkat pendidikan, maka responden memiliki
indeks kesiapan yang tinggi pula. Semakin rendah umur responden, maka indeks
kesiapan semakin tinggi pula.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian survei dengan pendekatan
kuantitatif . Penelitian survei bertujuan untuk mengumpulkan sejumlah data
berupa tingkat pendidikan, umur, serta kesiapan masyarakat dalam menghadapi
ancaman bencana tsunami. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat
kesiapan masyarakat dalam menghadapi bencana tsunami, serta menganalisis
hubungan antara tingkat pendidikan dan umur terhadap tingkat kesiapan
masyarakat dalam menghadapi bencana tsunami. Subyek penelitian ini adalah
masyarakat Desa Sidoasri Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang
yang tersebar di dua dusun, Sidoasri Wetan dan Sidoasri Kulon.
Besarnya jumlah populasi menuntut peneliti untuk menentukan sampel
yang bisa mewakili populasi. Sampel ditentukan dengan tiga cara: metode area
sampling, proportional random sampling, dan systematic random sampling . Data
yang dibutuhkan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder yang
dikumpulkan dengan metode observasi, wawancara, dan dokumentasi. Datadata
dianalisis dengan tabulasi tunggal, tabulasi silang (crosstab), dan uji Pearson
Product Moment.
31
32
Peta Geomorfologi Sidoasri
Skala 1: 25.000
Overlay
Peta Rawan Bencana
Tsunami
Data Statistik
Desa Sidoasri
Jumlah KK
Desa
Sidoasri
Data Primer
Kuesioner
Observasi
Tertutup
Data Tingkat
Pendidikan
Terbuka
Data Umur
Penduduk
1. Frekuensi Sosialisasi
2. Early Warning
System (EWS)
3. Lokasi dan jalur
evakuasi
Tabulasi Tunggal,
Crosstab dan Pearson
Product Moment
Frekuensi Tingkat
Pendidikan, Umur, dan
Kesiapan Masyarakat
Indeks Kesiapan
Masyarakat terhadap
Bencana Tsunami
Wawancara dengan
Aparat Desa
Hubungan Tingkat
Pendidikan dan Umur
dengan Kesiapan
Masyarakat terhadap
Bencana Tsunami
Reduksi dan
Klasifikasi
Disimpulkan
33
B. Populasi dan Sampel
Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian (Tika, 2005). Populasi
dalam penelitian ini adalah seluruh kepala rumah tangga di Desa Sidoasri
Kecamatan Sumbermanjing Wetan yang tersebar di dua dusun, yakni Dusun
Sidoasri Wetan dan Sidoasri Kulon. Keseluruhan jumlah populasi sebesar 1393
KK (Data Statistik Desa Siodasri, 2010). Mengingat besarnya jumlah populasi,
maka diperlukan sampel yang dapat mewakili populasi. Pengambilan sampel
dalam penelitian ini dilakukan dengan dua cara:
1. Sampel Wilayah
Sampel adalah sebagian obyek atau individu yang mewakili suatu populasi
yang diteliti Tika (2005). Sampel wilayah dalam penelitian ini diambil dengan
metode area sampling. Area sampling adalah metode pengambilan sampel apabila
populasi tersebar di beberapa wilayah. Metode ini dilakukan dengan cara
menentukan zona rawan bencana tsunami melalui tumpang tindih (overlay) pada
peta geologi, peta geomorfologi, dan peta topografi Desa Sidoasri.
2. Sampel responden
Responden pada penelitian ini adalah kepala keluarga yang ada di Desa
Sidoasri. Sampel diambil dari populasi dengan menggunakan rumus Dixon dan B.
Leach sebagai berikut.
n=
Keterangan:
n = jumlah sampel
Z = tingkat kepercayaan (confidence level)
V = variabilitas (dalam persen) dihitung dengan rumus:
V=
p 100 p
34
Penelitian ini menggunakan confidence limit (C) 5%, confidence level (Z)
95% 1,95 (tabel luas kurva normal), dan penduduk (KK) yang terancam terkena
bencana tsunami diperkirakan 90%. Sementara itu diketahui pula jumlah kepala
keluarga di Desa Sidoasri adalah 1.393 KK. Dengan demikian, didapatkan
penghitungan sampel sebagai berikut.
Variabilitas (V)
= 90 100 90
= 900
= 30
=
p 100 p
n=
"
V=
ZxV
c
= #11,76&
= 138, 29
Dimana:
n
1+N
(Tika, 2005:27)
n' =
*,
n
1+N
,-.,/0
+ ,-0-
*,
,
= 125,79
= 126
Confidence level 95% dan convidence limit 5% didapat sampel sebesar 126
responden yang dapat mewakili populasi. Berdasarkan peta topografi, Desa
35
Sidoasri terletak kurang dari 30 mdpl. Dapat diasumsikan bahwa semua daerah ini
dapat tergenang (indunation) seandainya terjadi tsunami. Sampel diambil dengan
metode proportional sampling yang mengikuti sampel area pada masing-masing
zona yang telah ditentukan.
Metode proportional random sampling adalah pengambilan sampel dari
tiap-tiap subpopulasi dengan memperhitungkan besar kecilnya sub-sub populasi
tersebut secara acak (Cholid dalam Mayasari, 2010). Sampel dalam penelitian ini
sebesar 126 responden. Sampel diambil secara seimbang sesuai dengan jumlah
sub populasi pada masing-masing zona bahaya tsunami. Berikut rumus untuk
menentukan sampel secara proporsional:
S=
34
3
xN
Keterangan:
S = sampel yang diambil
Pk = jumlah sub populasi masing-masing kriteria
P = jumlah populasi
N = jumlah sampel yang ditentukan
Zona
Bahaya
1.
Rawan I
2.
Rawan II
3.
RT
RT 14, RT 25, RT 05, RT 29, RT 19, RT 09,
RT 27, RT 18, RT 13, RT 11, RT 21, RT 17,
RT 16, RT 03, RT 24, RT 28, RT 15, RT 06,
RT 04, dan RT 02
RT 26, RT 23, RT 22, RT 20, RT 31, RT 10,
dan RT 32
RT 07, RT 01, RT 08, RT 12, dan RT 33
Rawan III
Jumlah
Sumber: Diadopsi dari Profil Desa Sidoasri, 2010
796
Jumlah
Responden
(KK)
72
353
32
244
1393
22
126
Jumlah
KK
36
Penentuan kepala keluarga yang akan dijadikan sampel responden
ditentukan melalui metode systematic random sampling. Sampel acak sistematis
adalah kombinasi antara sampel sistematis dengan sampel random. Caranya,
menggunakan sejumlah seri permulaan random yang saling terpisah dan memilih
interval (k) dari seri-seri tersebut (Tika, 2005:31).
k=
565789:;
k=
= 11,05 11
Dengan demikian setiap zona rawan bencana, responden yang diambil secara
random berinterval sebelas. Adapun peta zona rawan bencana tsunami dapat
dilihat pada gambar berikut.
37
38
C. Instrumen Penelitian
Instrumen dalam penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh data yang
diinginkan. Instrumen yang diperlukan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut.
1. Kuesioner yang berisi pertanyaan-pertanyaan kepada sampel responden.
2. Kamera digital, untuk mengambil gambar lapangan yang penting dan sesuai
dengan sasaran penelitian.
3. Lembar observasi, untuk mencatat hasil observasi di lapangan terkait dengan
kondisi sosial dan fisik di Desa Sidoasri.
4. Software SPSS 16.0 for Windows, digunakan untuk uji statistik Pearson
Product Moment terhadap indikator-indikator kesiapan masyarakat dalam
menghadapi bencana tsunami.
D. Pengumpulan Data
1. Observasi
Observasi adalah teknik pengumpulan data dengan melakukan pengamatan
dan pecatatan secara sistematis terhadap gejala atau fenomena yang ada pada
obyek penelitian (Tika, 2005). Observasi yang dilakukan dalam penelitian ini
sebagai langkah dalam melihat seara umum kondisi fisik dan sosial di Desa
Sidoasri. Kondisi fisik yang diamati meliputi: morfologi pantai, keberadaan
vegetasi penutup lahan sepanjang bibir pantai, keberadaan tebing, dan ketinggian
tempat. Sedangkan kondisi sosial yang diobservasi meliputi: kegiatan ekonomi
penduduk, aksesibilitas di Sidoasri, serta akses terhadap komunikasi dan
informasi.
39
2. Kuesioner
Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk
memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan pribadinya atau hal lain
yang dia ketahui (Tika, 2005). Kuesioner dilakukan dengan dua cara, secara
terbuka dan tertutup. Kuesioner terbuka dilakukan kepada kepala desa Sidoasri
yang berisi pertanyaan-pertanyaan mengenai: frekuensi sosialisasi bencana pada
masyarakat, keberadaan EWS, keberadaan lokasi dan jalur evakuasi. Kuesioner
tertutup berisi pertanyaan-pertanyaan kepada kepala keluarga yang menjadi
sampel responden mengenai kesadaran dan kewaspadaan terhadap ancaman
bahaya tsunami, perencanaan evakuasi, partisipasi masyarakat terkait sosialisasi
bencana, tingkat pendidikan, dan umur.
3. Dokumentasi
Dokumentasi dilaksanakan dengan jalan mencari informasi atau data yang
bersumber dari tulisan. Informasi ini diperoleh dari lembaga atau instansi yang
bersangkutan dengan variabel penelitian (Tika, 2005). Teknik ini digunakan untuk
mencari data sekunder. Dokumentasi dilakukan dengan pengumpulan sejumlah
data pendukung penelitian yang berasal dari Data Statistik Desa Sidoasri,
BAPPEDA dan Kecamatan Sumbermanjing Wetan.
40
Tabel 3.2 Jabaran Variabel
Hipotesis
Hubungan
antara tingkat
pendidikan
dengan tingkat
kesiapan
masyarakat
dalam
menghadapi
bencana tsunami
Variabel
Sub variabel
Kesiapan
Masyarakat
dalam
Menghadapi
Bencana
Tsunami
Kesadaran dan
Kewaspadaan
terhadap
Ancaman
Bahaya
Tsunami
Indikator
a.
b.
c.
d.
Perencanaan
Evakuasi
a.
b.
Partisipasi
Masyarakat
a.
b.
Tingkat
Pendidikan
Hubungan
antara umur
dengan tingkat
kesiapan
masyarakat
dalam
menghadapi
bencana tsunami
Kesiapan
Masyarakat
dalam
Menghadapi
Bencana
Tsunami
Umur
Pengetahuan
masyarakat
terkait bahaya
tsunami
Pemahaman
terhadap gejala
alam tsunami
Respon terhadap
peringatan dini
Reaksi dini
terhadap tsunami
Pemahaman
terhadap lokasi
evakuasi
Pemahaman
terhadap jalur
evakuasi
Keikutsertaan
terhadap
sosialisai
bencana tsunami
Kesediaan
mengikuti
sosialisasi
Pengumpulan
Data
Kuesioner
Kuesioner
Kuesioner
Pendidikan
Formal
Pendidikan yang
diperoleh
berdasarkan tahun
sukses
Kuesioner
Pendidikan
nonformal
Pendidikan
kebencanaan yang
diperoleh penduduk
Kuesioner
Umur Kepala
Keluarga
Analisis
Data
Tabulasi
Tunggal,
Crosstab
dan
Pearson
ProductMoment
Kuesioner
Tabulasi
Tunggal,
Crosstab
dan
Pearson
ProductMoment)
Tabulasi
Tunggal,
Crosstab
dan
Pearson
ProductMoment
41
E. Analisis Data
Teknik-teknik analisis data dalam penelitian ini sebagai berikut.
1. Analisis Deskriptif
5
5
5
5
4
4
3
3
42
Adapun rumus penghitungan tingkat kesiapan masyarakat sebagai berikut.
i=
x 100%
Keterangan:
i
= indeks kesiapan masyarakat terhadap bencana
Indeks kesiapan total
= jumlah indeks dari semua indikator
Indeks kesiapan maksimum = merupakan jumlah maksimum pembobotan (34)
2. Analisis Statistik
43
a. Uji Normalitas
Uji normalitas data dimaksudkan untuk memperlihatkan bahwa data sampel
berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Ada beberapa teknik yang dapat
digunakan untuk menguji normalitas data, antara lain: uji chi-kuadrat, uji lilliefors,
dan uji kolmogorov-smirnov. Selain itu, Riwidikdo (2008:20) menyatakan data
masih dalam distribusi normal apabila skewness dibagi dengan standar error of
skewness bernilai antara -2 sampai 2. Dalam penelitian ini uji normalitas dilakukan
dengan menghitung nilai skewness dan standar error of skewness.
r=
F.I.JKI.J
LF.I / K
I / MLF.J / K J / M
BAB IV
KONDISI GEOGRAFIS
44
45
a. Sebelah Utara
b. Sebelah Timur
c. Sebelah Selatan
: Samudera Indonesia
d. Sebelah Barat
: Desa Tambakasri.
Desa Sidoasri merupakan salah satu dari 15 desa yang ada di Kecamatan
Sumbermanjing Wetan yang memiliki luas wilayah 283 km2. Berikut luas wilayah
per desa di Kecamatan Sumbermanjing Wetan.
Desa
Luas (km2)
(%)
1.
2.
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
Sitiarjo
31
10,95
Tambakrejo
27
9,54
Kedung Banteng
21
7,42
Tambakasri
48
16,96
Tegalrejo
15
5,30
Ringinkembar
20
7,07
Sumber Agung
14
4,95
Harjokuncaran
16
5,65
Argotirto
14
4,95
Ringinsari
9
3,18
Druju
21
7,42
Sumbermanjing Wetan
8
2,83
Klepu
10
3,53
Sekarbanyu
10
3,53
Sidoasri
19
6,71
Jumlah
283
100,00
Sumber: Data Statistik Kecamatan Sumbermanjing Wetan, 2011
Desa Sidoari memiliki luas wilayah kurang lebih 19 km2 atau 6,71% dari
luas Kecamatan Subermanjing Wetan yang mencapai 283 km2. Apabila diurutkan,
maka luas wilayah Desa Sidoasri merupakan peringkat ke-7 sebagai Desa terluas
di Kecamatan Subermanjing Wetan. Wilayah yang paling luas adalah Desa
Tambakasri yang dulunya pernah bergabung menjadi satu dengan Desa Sidoasri.
Berikut peta administrasi Desa Sidoasri.
46
47
B. Kondisi Fisik
1. Kondisi Geologi
Kondisi geologi dapat menggambarkan informasi sebaran, jenis dan sifat
batuan, umur, stratigrafi, struktur, tektonika, fisiografi dan potensi sumber daya
mineral serta energi yang disajikan dalam bentuk gambar dengan warna, simbol
dan corak atau gabungan ketiganya (Moto, 2011). Secara geologi kawasan
Malang selatan terdiri dari batuan vulkanik tua, sedimen gunungapi muda,
terobosan formasi Mandalika (granodiorit (Gd), diorit (Di), dan andesit (Da)), dan
alluvium yang terbentuk mulai Oligosen akhir hingga Resen (Holosen).
Menurut Bappeda (2006:26) formasi geologi yang ada di Kabupaten
Malang bagian selatan di antaranya: Mandalika, Wuni, Nampol, Wonosari, batuan
terobosan, batuan gunungapi muda dan aluvium. Formasi tertua yang tersingkap
di daerah ini adalah Formasi Mandalika (Tomm) yang berumur Oligosen akhir
hingga awal Miosen Tengah. Formasi tersebut terdiri dari lava andesit, basalt
trakit, dasit, dan breksi andesit serta mempunyai anggota tuf (Tomt) yang terdiri
dari tuf andesit, tuf liparit (riolit) dan breksi tuf berbatu apung. Formasi
Mandalika tersebar di bagian tengah kecamatan, meliputi: Desa Ringinkembar,
Tegalrejo, dan Argotirto serta bagian selatan, yang meliputi: Desa Sidoasri, dan
Tambakasri. Anggota tuf formasi Mandalika (Tomt) tersebar di bagian tengah
kecamatan dan memanjang dari barat-timur, meliputi: Desa Sumberagung,
Kedungbateng hingga Tegalrejo.
Formasi Mandalika diterobos oleh granodiorit (Gd), diorit (Di), dan
andesit (Da). Formasi Wuni yang berumur Miosen awal menindihnya secara tidak
selaras. Formasi Wuni (Tmw) terdiri dari breksi, lava, breksi lahar, breksi tuf, dan
48
tuf pasiran. Formasi Wuni (Tmw) menempati Desa Sumberagung. Formasi
Nampol (Tmn) terdiri dari batupasir tufan karbonat, batulempung, dan napal
pasiran. Formasi Nampol (Tmn) menempati bagian utara yang memanjang barattimur, meliputi: Desa Harjokuncaran, Argotiro, hingga Sekarbanyu. Formasi
Wonosari (Tmwl) yang menindih Formasi Nampol secara selaras terdiri terutama
dari batugamping yang berumur Miosen Tengah hingga Miosen Akhir. Formasi
Wonosari menempati Desa Sitiarjo di bagian barat hingga timur.
Endapan gunungapi Kuarter menindih tak selaras batuan Tersier terdiri
dari batuan-batuan gunungapi Tengger (Qvt), gunungapi Jembangan (Qvj),
gunungapi Kepolo (Qvk), gunungapi Butak (Qpkb), gunungapi Buring (Qpvb),
endapan gunungapi Semeru (Qvs), dan endapan lava dari kerucut Gunung Katu
(Qlk), parasit Gunung Semeru (Qls), parasit Gunung Kepolo Semeru (Qlks), dan
endapan ladu (Qlv). Sebagian besar endapan gunungapi menempati bagian utara
Kecamatan Sumbermanjing Wetan.
Desa Sidoasri secara geologi tersusun atas endapan termuda, yaitu
alluvium dan endapan pantai (Qal) serta endapan rawa dan sungai (Qas). Aluvium
dan endapan pantai (Qal) terdapat di kawasan pantai Sidoasri bagian selatan,
sedangkan endapan rawa dan sungai (Qas) terdapat di bagian utara Qal. Sumber
bahan Qal dan Qas berasal dari endapan permukaan. Qal tersusun atas kerakal,
kerikil, pasir, dan lumpur, sedangkan Qas tersusun atas kerikil, pasir yang kurang
mampat, lumpur, dan lapisan tipis sisa tanaman. Peta Geologi Desa Sidoasri dapat
dilihat pada Gambar 4.2.
49
50
2. Kondisi Geomorfologi
Kondisi geomofologi adalah keadaan suatu wilayah berdasarkan bentuk
permukaan bumi dan proses-proses yang menghasilkan bentuk tersebut
(Herlambang, 1999). Pannekkoek dalam Herlambang (1999:1) menyatakan bahwa
morfologi Jawa dapat dibagi menjadi tiga zona:
a. Zona selatan, merupakan zona kapur yang miring ke arah selatan, berasal dari
peneplain yang terangkat.
b. Zona tengah (Zona Solo), merupakan depresi yang ditumbuhi vulkan-vulkan
aktif.
c. Zona utara, merupakan rangkaian pegunungan lipatan rendah yang diselingi
perbukitan dan beberapa vulkan.
Menurut Bappeda Kabupaten Malang (2006:24) morfologi kawasan
Malang Selatan dibedakan menjadi empat satuan, yaitu satuan kerucut gunungapi,
perbukitan tinggi, pebukitan rendah dan menggelombang, serta dataran dan rawa.
a. Satuan morfologi kerucut gunungapi menempati bagian timur laut kawasan,
dicirikan oleh beberapa strato dan kerucut gunungapi, serta beberapa kawah
(crater) di puncaknya yang menjulang antara 900 m dan 3676 mdpl.
b. Satuan morfologi perbukitan tinggi menempati bagian tenggara kawasan,
umumnya menggelombang, dicirikan oleh beberapa deretan perbukitan atau
pematang yang sejajar, berjulang antara 400 900 mdpl.
c. Satuan morfologi perbukitan rendah dan menggelombang terletak di bagian
tengah dan barat daya. Dicirikan oleh deretan perbukitan yang
menggelombang halus, berjulang antara 10 400 mdpl.
51
d. Satuan morfologi dataran dan rawa terletak di bagian tengah, barat, dan
tenggara kawasan. Dicirikan oleh dataran yang rata atau landai atai rawa-rawa
yang ditumbuhi semak bakau. Sungai yang mengalir berpola sejajar dan
teranyam.
Sumbermanjing Wetan merupakan wilayah yang terletak pada zona
selatan, yaitu berupa plato kapur yang miring ke arah selatan menuju Samudera
Indonesia. Kawasan ini merupakan hasil pengangkatan daerah kapur. Desa
Sidoasri terdiri dari morfologi dataran dan rawa. Bentuk lahan dataran berada di
bagian utara, sedangkan morfologi rawa berada di bagian selatan dan ditumbuhi
oleh bakau. Di bagian selatan berupa rawa belakang daerah pasang dan surut
(M.2.3). Bentuk lahan rawa belakang ini secara lithologi merupakan aluvium
muda yang berasal dari campuran endapan muara dan endapan laut di Samudera
Indonesia.
Bagian tengah yang merupakan daerah permukiman merupakan dataran
antar perbukitan (A.2.3). Secara lithologi, bentuk lahan dataran antar perbukitan
merupakan endapan kipas aluvium yang berasal dari sungai, yaitu Sungai
Kemudinan dan Djokromo. Bagian yang mengapit Desa Sidoasri berupa
punggung perbukitan vulkanik tua (V.3.2.1). Bentuk lahan punggung perbukitan
vulkanik tua merupakan sistem lahan Bukit Balang dan terdiri atas batuan andesit,
basalt, dan breksi. Bentuk lahan berupa aliran lahar (V1.2.2) menempati bagian
utara Desa Tambakasri yang merupakan sistem Talamau. Bentuk lahan V1.2.2
adalah aluvium muda yang berasal dari vulkan dan merupakan lereng lahar yang
agak curam (Bappekab Malang, 2006). Adapun peta bentuk lahan Desa Sidoasri
dapat dilihat pada gambar berikut.
52
53
3. Topografi
Toporafi menurut Moto (2011) adalah ketinggian titik atau kawasan yang
dinyatakan dalam bentuk angka ketinggian atau kontur ketinggian yang diukur
terhadap permukaan laut rata-rata. Kondisi topografi suatu wilayah dapat
menentukan kondisi kemiringan lerengnya. Berdasarkan tingkat kemiringan
lereng, Kecamatan Sumbermanjing Wetan dapat dibagi menjadi beberapa luasan
sebagai berikut.
Tingkat Kelerengan
1
2
3
4
Keterangan
0 2%
Datar
2 15 %
Landai
15 40 %
Curam
>40%
Sangat Curam
Jumlah
Sumber: Bappeda Kabupaten Malang, 2010
Luasan (Ha)
1.789,50
6.240,00
11.732,25
7.389,25
27.160,00
54
55
4. Jenis Tanah
Jenis tanah merupakan lapisan terluar dari benua yang relative terpadu
akibat pelapukan batuan induk di bawah kondisi iklim dan topografi tertentu,
memiliki sifat dan cirri-ciri tertentu, serta merupakan akibat kehidupan vegetasi
dan hewan yang persebarannya mengikuti zona geografi (Juarti dan Utomo,
2007).
Menurut United States Department of Agriculture (1999) tanah dibagi
menjadi 12 ordo, setiap ordo memiliki grup besar. Ordo-ordo tersebut terdiri atas:
Alfisols, Andisols, Aridisols, Entisols, Gelisols, Histosols, Inceptisols, Mollisols,
Oxisols, Spodosols, Ultisols, dan Vertisols. Entisol dapat juga dibagi berdasarkan
great groupnya, beberapa diantaranya adalah Hydraquent, Tropaquent dan
Fluvaquents. Ketiga great group ini merupakann subordo Aquent yaitu Entisol
yang mempunyai bahan sulfidik pada kedalaman 50 cm dari permukaan tanah
mineral atau selalu jenuh air dan pada semua horizon dibawah 25 cm terdapat hue
dominan netral atau biru dari 10 Y dan warna-warna yang berubah karena
teroksidasi oleh udara. Jenuh air selama beberapa waktu setiap tahun atau
didrainase secara buatan (Hardjowigeno dalam Pujowati, 2009).
Inceptisol dapat dibedakan berdasarkan great groupnya. Salah satu great
group dari Inceptisol adalah Tropaquepts. Tropaquepts adalah great group dari
ordo tanah Inceptisol dengan subordo Aquept yang memiliki regim suhu tanah
isomesik atau lebih panas. Aquept merupakan tanah-tanah yang mempunyai rasio
natrium dapat tukar (ESP) sebesar 15 persen atau lebih (atau rasio adsorpsi
natrium, (SAR) sebesar 13 persen atau lebih pada setengah atau lebih volume
tanah di dalam 50 cm dari permukaan tanah mineral, penurunan nilai ESP (atau
56
SAR) mengikuti peningkatan kedalaman yang berada di bawah 50 cm, dan air
tanah di dalam 100 cm dari permukaan tanah mineral selama sebagian waktu
dalam setahun (USDA, 1999).
Desa Sidoasri memiliki jenis tanah yang termasuk ordo Inceptisol, yaitu
grup Tropaquepts, Tropofluvents, dan Eutropepts di bagian tengah. Tanah pada
grup Dystropepts, Humitropepts, dan Tropohumults berada di perbukitan yang
mengelilingi Desa Sidoasri.Tanah ordo Entisols menutupi kawasan rawa dan
pesisir di bagian selatan Sidoasri, yaitu grup Hydraquents dan Sulfaquents. Tanah
ordo Ultisol menutupi bentuk lahan aliran lahar di bagian utara, yaitu grup
Tropoudult. Adapun peta subordo tanah di Sidoasri dapat dilihat pada gambar
berikut.
57
Gambar 4.5: Peta Sub Ordo Tanah menurut USDA Desa Sidoasri
58
5. Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan di Desa Sidoasri dapat dilihat pada tabel berikut.
(%)
11,06
5,19
8,40
0,36
12,28
60,52
2,18
100
6. Klimatologi
Cuaca dan iklim merupakan dua kondisi yang hampir sama tetapi berbeda
pengertian khususnya terhadap kurun waktu. Cuaca merupakan bentuk awal yang
dihubungkan dengan penafsiran dan pengertian akan kondisi fisik udara sesaat
pada suatu lokasi dan suatu waktu, sedangkan iklim merupakan kondisi lanjutan
dan merupakan kumpulan dari kondisi cuaca yang kemudian disusun dan dihitung
dalam bentuk rata-rata kondisi cuaca dalam kurun waktu tertentu (Winarso, 2003).
Proses terjadinya cuaca dan iklim merupakan kombinasi dari variabelvariabel atmosfer yang sama yang disebut unsur-unsur iklim. Unsur-unsur iklim
59
ini terdiri dari radiasi surya, suhu udara, kelembaban udara, awan, presipitasi,
evaporasi, tekanan udara dan angin (Utomo, 2009). Iklim suatu daerah dapat
ditentukan dengan menggunakan data curah hujan minimal sepuluh tahun terakhir
dan temperatur rata-rata tahunan. Berikut ini penentuan iklim Kecamatan
Sumbermanjing Wetan.
a. Curah Hujan Rata-rata
Data curah hujan adalah satu-satunya cara untuk menentukan iklim suatu
daerah. Berikut data curah hujan Kecamatan Sumbermanjing Wetan.
CH
R CH
3209
2304
2644
1791
2258
503
640
99
1258
1419
2702
3740
22567
66
38
16
320.9
230.4
264.4
179.1
225.8
50.3
64
9.9
125.8
141.9
270.2
374
2256.7
6.6
3.8
1.6
Keterangan:
BB
: Bulan Basah
BK
: Bulan Kering
BL
: Bulan Lembab
Berdasarkan Tabel 4.4, jumlah curah hujan rata-rata tertinggi terjadi pada
Bulan Desember sebesar 374 mm dan jumlah curah hujan rata-rata terendah
terjadi pada Bulan Agustus sebesar 9,9 mm. Selama sepuluh tahun terakhir, curah
60
hujan tertinggi terjadi pada tahun 2010 yang mencapai rata-rata 4685 mm/tahun,
sedangkan curah hujan terendah terjadi pada tahun 2005, yaitu 339 mm/tahun.
b. Klasifikasi Iklim
Berdasarkan luas wilayahnya Sumbermanjing Wetan termasuk iklim
meso. Iklim meso menurut Barry dalam Utomo (2009:2) yaitu kajian variasi
dalam satu satuan zona iklim dengan cakupan wilayah dengan skala horizontal
antara 500-1000 km, skala vertikal 1-10 km, dan skala temporal 1-6 bulan.
Penelitian ini, menggunakan klasifikasi iklim W. Keppen dan SchmidtFergusson. Kedua klasifikasi iklim ini dalam penghitungannya didasarkan pada
data suhu, curah hujan, musim, serta perbandingan persentase jumlah bulan basah,
jumlah bulan kering, dan jumlah bulan lembab.
1) Klasifikasi Iklim Menurut Keppen
Keppen membagi iklim suatu daerah menjadi tipe iklim A, B, C, D, dan
E. Indonesia pada umumnya termasuk tipe iklim A, yaitu iklim hujan tropis
dengan temperatur normal bulan terdingin lebih dari 18oC. Iklim tipe A dibagi
sebagai berikut.
a) Iklim tipe Af, iklim ini merupakan iklim panas hutan hujan tropis dengan ciriciri suhu udara > 60 mm, dengn curah hujan tahunan > 2500 mm.
b) Iklim tipe Am, merupakan iklim hutan hujan tropis dengan ciri-ciri suhu udara
> 18oC, curah hujan bulan kering > 40 mm, dan curah hujan tahunan antara
10002500 mm.
c) Iklim tipe Aw, merupakan iklim sabana tropis dengan ciri-ciri suhu udara
>18oC, curah hujan bulan kering < 40 mm, dan curah hujan tahunan <1000
mm.
61
Batas antara Am dan Aw adalah:
a. 3.94
> A
b. 3.94
< A
r
0.38
25
3.94
86,79
0.38
25
3,0
Af
2,4
2,0
Am
1,5
Aw
1,0
86,76;0,38
0,5
40
50
60
70
80
90
100
62
2) Klasifikasi Iklim Menurut Schmidt-Ferguson
Klasifikasi iklim menurut Schmidt-Ferguson menggunakan kriteria
banyaknya bulan basah dan bulan kering. Schmidt-Ferguson menggunakan rasio
Q, yaitu perbandingan antara jumlah rata-rata bulan kering dengan jumlah ratarata bulan basah dikali 100% (Bayong dalam Utomo, 2009), sehingga rumusnya
sebagai berikut.
Q=
Nilai Q (%)
A
< 14,3
Wilayah sangat basah, hutan hujan tropis
B
14,3 33,3
Wilayah basah, hutan hujan tropis
C
33,3 60
Wilayah agak basah, hutan gugur pada musim kering
D
60 100
Iklim sedang, hutan musim
E
100 167
Iklim agak kering, hutan sabana
F
167 300
Iklim kering, hutan sabana
G
300 700
Iklim sangat kering, rumput-rumputan
H
>-700
Iklim yang sangat kering sekali, rumput-rumputan
Sumber: GFA envest dalam Utomo (2009:153)
63
12
700 %
11
10
300 %
9
8
167 %
100 %
60 %
57,57%
33,3 %
14,3 %
A
1
10
11
12
64
1. Komposisi Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin
Pengetahuan mengenai komposisi penduduk menurut umur dapat
dijadikan acuan dalam penentuan golongan penduduk produktif maupun
tidak/belum produktif. Apabila jumlah penduduk yang termasuk kelompok umur
tua dan balita tergolong tinggi, maka tingkat kerawanan suatu wilayah terhadap
bencana tsunami akan tinggi pula.
Jumlah penduduk Desa Sidoasri berjumlah 5070 jiwa yang terdiri dari
1393 jiwa (Data Statistik Sidoasri, 2010). Berikut data jumlah penduduk Desa
Sidoasri berdasarkan umur dan jenis kelamin.
Tabel 4.6 Komposisi Penduduk Desa Sidoasri Menurut Umur dan Jenis Kelamin Tahun
2010
LakiKelompok
Perempuan
Jumlah
Sex Ratio
No.
laki
%
%
%
Umur
(jiwa)
(jiwa)
(jiwa)
1.
04
131
5,23
135
5,27
266
5,25
97,04
2.
59
170
6,78
176
6,86
346
6,82
96,59
3.
1014
155
6,19
163
6,36
318
6,27
95,09
4.
1519
160
6,38
167
6,51
327
6,45
95,81
5.
2024
166
6,62
174
6,79
340
6,71
95,40
6.
2529
170
6,78
176
6,86
346
6,82
96,59
7.
3034
171
6,82
173
6,75
344
6,79
98,84
8.
3539
173
6,90
173
6,75
346
6,82
100,00
9.
4044
168
6,70
179
6,98
347
6,84
93,85
172
6,86
174
6,79
346
6,82
98,85
10.
4549
11.
5054
151
6,03
158
6,16
309
6,09
95,57
12.
5559
153
6,11
147
5,73
300
5,92
104,08
13.
6064
132
5,27
136
5,30
268
5,29
97,06
120
4,79
124
4,84
244
4,81
96,77
14.
6569
15.
7074
111
4,43
115
4,49
226
4,46
96,52
16.
7579
93
3,71
94
3,67
187
3,69
98,94
17.
80+
110
4,39
100
3,90
210
4,14
110,00
100
97,74
Jumlah
100
100
2.506
2.564
5070
Sumber: Hasil Penghitungan berdasarkan Data Statistik Desa Sidoasri, 2010
65
laki-laki lebih sedikit dibandingkan dengan perempuan. Berdasarkan data di atas
dapat ditentukan rasio jenis kelaminnya sebagai berikut (Mantra, 2009):
Mi
xk
Fi
2506
SRi =
x100%
2564
SRi = 97,74%
SRi =
Keterangan:
SRi
: rasio jenis kelamin pada umur atau golongan umur i
Mi
: jumlah penduduk laki-laki pada golongan umur i
Fi
: jumlah penduduk perempuan pada golongan umur i
K
: konstanta, umumnya 100%
66
Tabel 4.7 Komposisi Penduduk Desa Sidoasri Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2010
Jumlah
%
No
Tingkat Pendidikan
(jiwa)
1. Belum sekolah
783 17,28
2. Tidak pernah sekolah
28
0,62
3. Tidak tamat SD
128
2,83
4. Tamat SD
2200 48,57
5. Tamat SMP
1150 25,39
6. Tamat SMA
200
3,94
7. Tamat Akademi
26
0,51
8. Tamat Perguruan Tinggi
15
0,29
Jumlah
5070
100
Sumber: Data Statistik Desa Sidoasri, 2010
Tabel 4.8 Komposisi Penduduk Desa Sidoasri Menurut Matapencaharian Tahun 2010
Jumlah
No
Jenis Matapencaharian
%
(jiwa)
1. Petani
865 19,09
2. Peternak
112
2,69
3. Pedagang
26
0,57
4. Kerajinan/industri
1
0,02
5. Pertukangan
57
1,26
6. Pegawai Negeri Sipil (PNS)
24
0,53
7. Perangkat desa
10
0,22
67
No
8.
9.
10.
11.
Jenis Matapencaharian
Jumlah
(jiwa)
81
21
3
10
Nelayan
Swasta dan guru swasta
Tenaga kontak guru
Pensiunan PNS
Bukan usia kerja dan usia
12.
3320
kerja tetapi tidak bekerja
Jumlah
5070
Sumber: Data Statistik Desa Sidoasri, 2010
%
1,79
0,46
0,07
0,22
73,29
100
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan disajikan mengenai: deskripsi data, uji hipotesis, dan
pembahasan. Deskripsi data penelitian dibagi menjadi: kondisi fisik dan sosial
Desa Sidoasri, tingkat pendidikan responden, dan umur responden. Di dalam uji
hipotesis akan dibahas mengenai: hubungan antara tingkat pendidikan dengan
tingkat kesiapan masyarakat dalam menghadapi bencana tsunami, serta hubungan
antara umur dengan tingkat kesiapan masyarakat dalam menghadapi bencana
tsunami di Desa Sidoasri Kecamatan Sumbermanjing Wetan Kabupaten Malang.
Di dalam subbab pembahasan akan dibahas mengenai masing-masing variabel.
A. Deskripsi Data
1. Kondisi Fisik dan Sosial Desa Sidoasri
Kondisi fisik dan sosial Desa Sidoasri yang berhubungan dengan kesiapan
menghadapi bencana tsunami dapat dilihat dalam tabel berikut.
68
Kondisi Sosial
Jalan utama menuju Desa Sidoasri masih
bergelombang dengan batu-batu besar yang
menutupi jalan, sehingga sangat berbahaya
bagi pengendara. Jalan alternatif menuju
Sidoasri memiliki kondisi yang sama,
dengan kondisi jalan yang menurun,
berkelok, dan berbatu.
69
No
2.
Kondisi Fisik
Pantai Sidoasri berbentuk teluk (v-shape)
dan dikelilingi oleh tebing-tebing karst di
kanan dan kiri pantai.
Kondisi Sosial
Penduduk Sidoasri ada yang berprofesi
sebagai petani, terlihat dari luasnya lahan
pertanian. Ada pula yang berprofesi sebagai
nelayan, yaitu terdapatnya aktivitas
penangkapan ikan oleh penduduk di
kawasan pantai bagian timur Desa Sidoasri.
Desa Sidoasri dikelilingi oleh tebingtebing karst yang dapat berfungsi sebagai
tempat penyelamatan diri terhadap
tsunami. Tebing-tebing ini merupakan
punggung perbukitan vulkanik tua.
Sumber: Data Primer
3.
70
Tabel 5.2 Tingkat Pendidikan Responden
No
Tingkat Pendidikan
1.
2.
3.
4.
SD
SMP
SMA
Akademi/PT
Jumlah
Sumber: Data Primer
Zona
I
33
23
6
10
72
%
45,83
31,94
8,33
13,89
100
Jumlah
Zona
%
II
11
34,37
7
21,87
4
12,50
10
31,25
32
100
Zona
III
1
4
6
11
22
%
4,54
18,18
27,27
50,00
100
Total
45
34
16
31
126
35,71
26,98
12,69
24,60
100
3. Umur Responden
Umur dapat memberikan gambaran mengenai kemampuan responden
dalam mengingat ataupun pengetahuan masyarakat terkait bencana tsunami.
Responden berada di kisaran 2560 tahun. Penduduk dengan umur di atas 60
tahun dianggap tidak layak dijadikan sebagai responden karena permasalahan
daya ingat. Berikut data umur responden di Desa Sidoasri.
Umur
(tahun)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
2529
3034
3539
4044
4549
5054
55
Jumlah
Sumber: Data Primer
Zona
I
5
8
14
13
18
4
10
72
%
6,9
11,1
19,4
18,1
25,0
5,6
13,9
100
Jumlah
Zona
%
II
0
0
4
12,5
4
12,5
7
21,9
5
15,6
3
9,4
9
28,1
32
100
Zona
III
0
3
6
3
4
5
1
22
%
0
13,6
27,3
13,6
18,2
22,7
4,5
100
Total
5
15
24
23
27
12
20
126
4,0
11,9
19,0
18,3
21,4
9,5
15,9
100
71
Berdasarkan Tabel 5.3 diketahui bahwa sebagian besar responden berada
pada kisaran umur 4549 tahun atau sebanyak 21,4%. Responden paling sedikit
berada pada kisaran umur 2529 tahun, yaitu sebesar 4,0%. Responden pada zona
rawan I sebagian besar berumur antara 4549 tahun, yaitu 18 orang. Responden
pada zona rawan II sebagian besar berumur antara 55 tahun, yaitu sembilan
orang, sedangkan responden pada zona rawan III sebagian besar berumur antara
3539 tahun, yaitu enam orang.
B. Uji Hipotesis
Uji hipotesis dalam penelitian ini bertujuan untuk membuktikan hubungan
antara tingkat pendidikan dan umur dengan tingkat kesiapan masyarakat dalam
menghadapi bencana tsunami. Sebelum dilakukan uji korelasi, data sudah terbukti
normal (Lampiran 4). Berikut paparan mengenai hubungan antarvariabel
penelitian.
1. Hubungan antara Tingkat Pendidikan dan Tingkat Kesiapan
Masyarakat dalam Menghadapi Bencana Tsunami
Adapun hubungan antara tingkat pendidikan dengan tingkat kesiapan
masyarakat dalam menghadapi bencana tsunami dapat dilihat dalam tabulasi
silang melalui penghitungan statistik dengan SPSS sebagai berikut.
Total
22
1
0
17,46
0,79
0
23
32
11
18,25
25,39
8,73
0
1
5
0
0,79
3,96
45
34
16
35,71
26,98
12,69
4,76
25
19,84
31
24,60
Total
23
18,25
72
Sumber: Penghitungan dengan SPSS 16.0
57,14
31
24,60
126
100
72
Tabel 5.4 menunjukkan bahwa pada responden yang berpendidikan
terakhir SD sebagian besar memiliki tingkat kesiapan rendah dan sedang, yaitu
masing-masing sebanyak 22 dan 23 dari 45 orang. Tingkat kesiapan responden
pada pendidikan SMP dan SMA sebagian besar tergolong sedang, yaitu 32 dan 11
orang. Responden dengan jenjang pendidikan Akademi/Perguruan Tinggi
memiliki kesiapan terbanyak pada kategori tinggi. Tingkat kesiapan rendah,
sebagian besar dimiliki oleh responden dengan pendidikan terakhir setingkat
Sekolah Dasar, yaitu sebanyak 23 orang.
Hasil uji statistik pada Lampiran 4 menunjukkan bahwa data berdistribusi
normal, maka dapat menggunakan uji statistik parametrik. Uji statistik dengan
menggunakan Pearson Correlations berdasarkan Lampiran 5 menunjukkan
bahwa pada = 5% nilai signifikan sebesar 0.012, nilai signifikan < .
Artinya, H0 ditolak dan ada hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan
dengan tingkat kesiapan masyarakat dalam menghadapi bencana tsunami.
Korelasi bernilai positif, artinya semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang
maka indeks kesiapannya semakin tinggi pula.
73
Tabel 5.5 Hubungan antara Umur dan Tingkat Kesiapan Masyarakat
dalam Menghadapi Bencana Tsunami
Tingkat Kesiapan
Umur
Total
%
Rendah
%
Sedang
%
Tinggi
2529
3034
3539
4044
4549
5054
55
0
0
1
2
6
4
10
0
0
0,79
1,58
4,76
3,17
7,93
2
7
18
14
14
7
10
Total
23
18,25
72
Sumber: Penghitungan dengan SPSS 16.0
1,58
5,56
14,28
11,11
11,11
5,56
7,93
3
8
5
7
7
1
0
2,38
6,34
3,96
5,56
5,56
0,79
0
5
15
24
23
27
12
20
3,96
11,90
19,04
18,25
21,42
9,52
15,87
57,14
31
24,60
126
100
74
C. Tingkat Kesiapan Masyarakat dalam Menghadapi Bencana Tsunami
Berikut hasil kuesioner tentang kesiapan masyarakat Sidoasri dalam
menghadapi bencana tsunami.
1. Kesadaran dan Kewaspadaan terhadap Ancaman Bahaya Tsunami
Kesadaran dan kewaspadaan terhadap ancaman bahaya tsunami dapat
diketahui melalui beberapa unsur. Adapun unsur-unsur tersebut meliputi:
pengetahuan masyarat terkait bahaya tsunami, pemahaman terhadap gejala alam
tsunami, respon terhadap peringatan dini, dan reaksi dini terhadap tsunami.
a.
75
b. Pemahaman terhadap Gejala Alam Tsunami
Pemahaman tentang gejala alam tsunami perlu dimiliki oleh masyarakat
dalam upaya mengenali tanda-tanda akan datangnya bencana tsunami, sehingga
dapat menetukan langkah dini untuk menyelamatkan diri. Berdasarkan data, pada
tahun 2006 pernah terjadi bencana tsunami yang melanda kawasan Pantai Tamban
dan Sendangbiru. Pada saat kejadian tsunami tahun 2006 di Sendangbiru dan
Tamban, hanya sebanyak 7,9% responden mengetahui adanya hujan deras dan
mendengar suara gemuruh dari laut, sedangkan sebanyak 92,1% responden
mengaku tidak merasakan tanda-tanda apapun terkait bencana tsunami.
Data penelitian menunjukkan bahwa hanya 7,9% responden dapat
menjelaskan dengan benar tentang gejala alam kedatangan tsunami. Responden
menjawab bahwa kedatangan tsunami ditandai dengan adanya suara gemuruh di
lautan, biasanya ditandai dengan adanya gempabumi. Setelah itu, air laut tiba-tiba
surut dan banyak ikan yang tertinggal, sehingga biasanya banyak orang yang
mencari ikan. Padahal, setelah itu akan datang gelombang tinggi yang akan
menerjang daratan. Responden dapat menjelaskan bahwa gelombang tsunami
dapat menimbulkan kerugian yang sangat besar, seperti kejadian di Aceh yang
menimbulkan bnyak korban jiwa. Kejadian tsunami yang pernah melanda
kawasan Sendangbiru dan Tamban menyebabkan kapal-kapal nelayan rusak,
bahkan ada beberapa yang patah. Pedagang di pasar-pasar ikan mengalami
kerugian karena ikan dan tempat mereka berjualan terhempas gelombang tsunami.
c. Respon terhadap Peringatan Dini
Pengetahuan dan respon masyarakat terhadap peringatan dini tsunami
menjadi penentu keselamatan diri dan orang lain. Model dan media peringatan
76
dini juga menjadi penentu dalam penyampaian informasi darurat seandainya
bencana tsunami terjadi. Saat bencana banjir terjadi pada tahun 2011, aparat desa
memukul kentongan di Balai Desa Sidoasri untuk memberikan tanda darurat
kepada masyarakat. Model peringatannya dengan memukul kentongan secara
terus menerus tanpa jeda, dengan maksud memberi tanda darurat dan
memerintahkan warga untuk segera menyelamatkan diri dan keluarganya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 77 responden atau 61%
memilih menyelamatkan diri mereka sendiri dengan menuju lokasi yang aman
apabila mendengar model peringatan dini dari kentongan. Sebanyak 49 responden
atau 39% memilih menyelamatkan diri dan keluarga dengan memberi tahu orang
lain dan mengajaknya menuju lokasi yang aman. Menurut mereka lokasi yang
aman untuk menyelamatkan diri adalah di bukit belakang/Utara Desa Sidoasri.
d. Reaksi Dini terhadap Tsunami
Data mengenai reaksi dini terhadap tsunami menggambarkan pilihan
tindakan darurat masyarakat untuk menyelamatkan diri apabila berada di lokasi
tertentu yang rawan terhadap tsunami.
Di dekat laut
b.
c.
Di dalam rumah
d.
e.
Jawaban Benar
Pergi menuju ke daratan dan naik ke
bukit atau tempat yang lebih tinggi
Pergi menjauhi sungai dan menuju
tempat yang lebih tinggi
Keluar rumah dan segera menuju bukit
atau tempat yang lebih tinggi
Berenang dan mencari pegangan yang
kuat agar tidak terseret gelombang
tsunami
Menginstruksikan dan membawa kapal
semakin ke tengah laut, karena
gelombang laut di pantai sedang tinggi
Jawaban
Benar
34
%
Jawaban
Benar
26,9
35
27,7
22
17,4
38
30,2
30
23,8
77
Tabel 5.6 menunjukkan bahwa semua jawaban benar responden tidak
mencapai lebih dari 50%. Dapat dikatakan lebih dari 50% responden belum bisa
bereaksi dengan tepat seandainya keadaan darurat terjadi pada saat kejadian
bencana tsunami. Saat berada di dekat laut masyarakat dapat memilih menjauhi
laut dan menuju lokasi yang lebih tinggi. Mereka beralasan bahwa gelombang
tsunami tidak dapat menggenangi daerah yang tempatnya tinggi, seperti bukit di
belakang Desa Sidoasri. Akan tetapi, apabila berada di dalam rumah saat tsunami
terjadi sebagian besar responden justru memilih tetap berada di dalam rumah,
hanya 17,4% responden memilih keluar rumah dan menuju ke tempat yang lebih
tinggi seperti bukit. Padahal, jawaban pada unsur reaksi dini terhadap tsunami
dikatakan benar apabila reponden dapat menjawab benar minimal tiga keadaan
benar saat kejadian tsunami. Dengan demikian, hasil menunjukkan bahwa hanya
38 responden atau 30,2% memenuhi syarat jawaban benar.
Hasil rekapitulasi jawaban responden pada indikator kesadaran dan
kewaspadaan terhadap ancaman bahaya tsunami dapat disajikan dalam tabel
berikut.
Jawaban
Salah
Jawaban
Benar
8
116
77
88
118
10
49
38
%
Jawaban
Benar
94
7,9
39
30,2
78
dengan pemahaman masyarakat tentang gejala alam tsunami yang masih sangat
rendah, yaitu hanya sepuluh dari 126 responden yang diwawancarai atau sekitar
7,9% saja mampu menjawab dengan benar. Respon masyarakat terhadap
peringatan dini tergolong sedang, begitu pula dengan reaksi dini terhadap tsunami.
Masing-masing sebanyak 39% dan 30,2% responden menjawab dengan benar.
2. Perencanaan Evakuasi
Perencanaan evakuasi menggambarkan pengetahuan masyarakat tentang
jalur dan lokasi evakuasi. Unsur kesiapan masyarakat terhadap evakuasi meliputi
lokasi evakuasi dan jalur evakuasi. Berikut hasil kuesioner tentang perencanaan
masyarakat Sidoasri terkait kesiapan terhadap bencana tsunami.
Jawaban
Salah
17
55
Jawaban
Benar
109
71
% Jawaban
Benar
86,5
56,3
79
semua reponden memiliki kemampuan untuk menyelamatkan diri ke lokasi
melalui jalur yang aman apabila bencana tsunami terjadi.
3. Partisipasi Masyarakat
Partisipasi masyarakat berhubungan dengan kesiapsiagaan masyarakat
yang berkaitan dengan pendidikan atau pelatihan tentang bencana tsunami yang
diberikan oleh pemerintah maupun aparat terkait. Unsur ini sekaligus sebagai
pendukung kesiapan masyarakat terhadap bahaya tsunami. Menurut keterangan
kepala Desa Sidoasri, setelah kejadian tsunami yang melanda kawasan Pantai
Tamban dan Sendangbiru pada tahun 2006, pemerintah (BPBD) pernah
melakukan kagiatan sosialisasi bencana. Sosialisasi tersebut dilaksanakan pada
tahun 2012 yang mencakup semua kejadian bencana, seperti banjir, tanah longsor
dan tsunami. Meskipun sosialisasi bencana dilaksanakan dengan diselingi konser
dangdut agar menarik warga, peserta yang ikut sosialisasi hanya sedikit. Sebagian
besar dari mereka lebih tertarik dengan adanya konser daangdut tersebut. Adapun
jawaban benar responden pada indikator partisipasi masyarakat terhadap
sosialisasi bencana tsunami dapat dilihat dalam tabel berikut.
Jawaban
Salah
Jawaban
Benar
107
17
19
109
%
Jawaban
Benar
15,1
86,5
80
Sebanyak 109 dari 126 responden atau 86,5% responden mengaku bersedia
berpartisipasi seandainya sosialisasi bencana tsunami diadakan lagi. Rata-rata
responden yang bersedia mengikuti sosialisasi tsunami menginginkan materi
mengenai bencana banjir dan tsunami. Mereka beranggapan bahwa dengan
mengetahui dan memahami bencana banjir dan tsunami, maka mereka akan
mengetahui tanda-tanda alam, penyebab kejadian, dan upaya yang harus
dilakukan untuk menyelamatkan diri.
Kesiapan masyarakat dalam menghadapi bencana tsunami dapat ditinjau
dari tiga zona rawan bencana tsunami, yaitu zona rawan I, rawan II, dan rawan III.
Berikut disajikan indeks kesiapan masyarakat Sidoasri terhadap bencana tsunami.
80,6
93,75
95,45
3,22
3,75
3,82
45,8
71,88
72,73
1,83
2,88
2,91
15,3
18,75
9,09
0,46
0,56
0,27
Jumlah
3
34
81,9
-
90,63
-
90,91
-
2,46
14,99
2,72
18,97
2,73
22,45
100
44,08
55,79
66,04
Partisipasi Masyarakat
a. Keikutsertaan terhadap
sosialisasi tsunami
b. Kesediaan mengikuti sosialisasi
81
Tabel 5.10 menunjukkan bahwa pada zona rawan I indeks kesiapan
masyarakatnya termasuk paling rendah jika dibandingkan dengan zona rawan
yang lain, yaitu sebesar 14,99 atau 44,08%. Pada zona rawan II, indeks kesiapan
masyarakatnya sebesar 18,97 atau 55,79%. Masyarakat pada zona rawan III
memiliki indeks kesiapan yang paling tinggi, yaitu sebesar 22,45 atau 66,04%.
Indeks kesiapan masyarakat dapat menentukan kategori kesiapan masyarakat
terhadap bencana tsunami.
Berikut tingkat kesiapan masyarakat dalam menghadapi bencana tsunami
di Desa Sidoasri.
82
Tabulasi silang antara tingkat pendidikan, umur, dan indeks kesiapan
masyarakat dalam menghadapi bencana tsunami dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 5.12 Indeks Kesiapan Masyarakat dalam Menghadapi Bencana Tsunami (%)
Berdasarkan Tingkat Pendidikan dan Umur
Tingkat Pendidikan
Umur
SD
SMP
SMA
PT/Akademi
54,18
75,08
2529
39,45
46,95
66,74
79,24
3034
38,09
48,07
63,50
80,41
3539
33,22
47,69
76,98
4044
32,26
43,71
63,07
77,10
4549
32,77
39,90
55,55
70,73
5054
29,72
41,49
69,06
55
Sumber: Pengolahan data primer
83
Gambar 5.1: Peta Tingkat Kesiapan Masyarakat terhadap Tsunami Desa Sidoasri
84
D. Pembahasan
1. Kondisi Fisik dan Sosial Desa Sidoasri
Kawasan pantai Sidoasri sebagian besar didominasi oleh tanaman kelapa
dan hanya beberapa blok yang ditumbuhi oleh mangrove. Menurut keterangan
Kepala Desa Sidoasri, mangrove di kawasan pantai Sidoasri banyak ditebangi
untuk pembukaan lahan penduduk pada tahun 2000-an. Padahal, mangrove
berfungsi untuk menahan gelombang seandainya tsunami terjadi. Berdasarkan
penelitian Pratikto (2000) di Pantai Rajegwesi Banyuwangi ditemukan bahwa
dengan tinggi gelombang sebesar 1.09 m, dan energi gelombang sebesar 1493,33
Joule, ekosistem mangrove di daerah dapat mereduksi gelombang sebesar 0,7340,
dan perubahan energi gelombang sebesar 19635,26 Joule. Harada dan Imamura
(2005) menambahkan bahwa hutan pantai dengan tebal 200 meter, kerapatan 30
pohon per 100 meter persegi, dan diameter pohon 15 cm dapat meredam 50
persen energi gelombang tsunami dengan ketinggian tiga meter.
Kawasan pantai Sidoasri memiliki kerawanan terhadap tsunami karena
berbentuk teluk (v-shape). IOC (2008:234) menyatakan bahwa energi tsunami
yang tinggi dapat terkonsentrasi pada kawasan pantai yang berbentuk teluk
(v-shape bay). Apabila terjadi tsunami, maka gelombang yang menerjang lebih
tinggi. Desa Sidoasri menempati bentuk lahan berupa dataran antarperbukitan,
yaitu di antara punggung perbukitan vulkanik tua. Dataran antarperbukitan
merupakan endapan kipas alluvium yang berasal dari sungai, yaitu Sungai
Kemudinan dan Djokromo. Kondisi ini sesuai dengan pernyataan Sartohadi
(2010:14) bahwa wilayah yang rawan tsunami menempati kawasan pesisir yang
dibentuk oleh endapan sungai yang bermuara di laut.
85
Jalan menuju Desa Sidoasri masih berbatu-batu, berkelok-kelok, dan
curam (15400). Rusaknya jalanan aspal ini disebabkan oleh sifat tanah yang labil
atau mudah bergerak karena berbahan induk batuan kapur. Tanah di Sidoasri
termasuk berbahan induk kapur, yaitu; rendzina, litosol, dan podzolik yang sangat
peka terhadap erosi. Libawa (2009:10) menyatakan bahwa tipe tanah yang sangat
peka terhadap erosi memiliki kemampuan yang rendah dalam menyerap air. Jenis
tanah ini memiliki partikel yang sangat kecil, sehingga air hujan yang jatuh
sebagian besar menjadi air larian yang menyebabkan energi kinetik air menjadi
besar. Aliran permukaan yang memiliki energi kinetik besar dapat menyebabkan
tanah mudah tererosi. Kondisi yang demikian menyebabkan apabila dibangun
jalan aspal, maka bangunan tersebut mudah rusak dan retak. Rusaknya jalan ini
menyebabkan Desa sidoasri sulit dijangkau seandainya terjadi bencana alam.
Dengan demikian, menempatkan Sidoasri sebagai daerah yang rawan terhadap
bencana, terutama bencana tsunami.
86
Responden di zona rawan I dan rawan II sebagian besar berpendidikan
pada jenjang SD. Sulitnya akses menuju luar Desa Sidoasri karena kondisi jalan
yang berbatu dan curam menjadi salah satu penyebabnya. Responden mengaku
tidak ingin melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi karena kondisi jalan menuju
sekolah yang sulit. Hal ini berbeda dengan masyarakat di zona rawan III, sebagian
besar berpendidikan pada jenjang Perguruan Tinggi/Akademi, karena akses untuk
menuju daerah yang memiliki sekolah SMA ataupun Perguruan Tinggi
(Turen/Malang) yang lebih dekat dan mudah.
Masyarakat yang berpendidikan SD memiliki kesiapan tertinggi pada
kategori sedang, begitu pula dengan responden yang berpendidikan terakhir SMP
dan SMA. Masyarakat yang berpendidikan terakhir pada jenjang Perguruan
Tinggi/Akademi sebagian besar memiliki kesiapan yang tergolong tinggi. Data ini
menunjukkan bahwa pendidikan dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang.
Sesuai dengan penelitian Setyaningrum dan Giyarsih (2012:263) bahwa penduduk
yang tidak sekolah/tidak lulus SD termasuk dalam kategori kerentanan paling
tinggi terhadap bencana dibandingkan dengan penduduk pada tingkat pendidikan
yang lebih tinggi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penduduk yang memiliki
pendidikan Perguruan Tinggi/Akademi memiliki kesiapan terhadap bencana yang
paling baik.
Terdapat kecenderungan semakin lama pendidikan formal, maka tingkat
kesiapan dalam menghadapi bencana tsunami semakin tinggi pula. Masyarakat
yang berpendidikan lebih tinggi memiliki pengetahuan dan pengalaman yang
lebih baik dalam menjawab pertanyaan kuesioner tentang kesiapan menghadapi
bencana tsunami. Adapun pendidikan sosialisasi bencana memberikan kontribusi
87
yang cukup tinggi dalam menentukan kesiapan masyarakat terhadap tsunami. Hal
ini sesuai dengan hasil penelitian Sunarto dan Marfai (2012:19) yang menyatakan
bahwa program sosialisasi bencana dan gladi lapangan dapat meningkatkan
kesiapsiagaan masyarakat lokal terhadap bencana alam, termasuk tsunami.
Berdasarkan hasil tabulasi silang antara data tingkat pendidikan dengan tingkat
kesiapan masyarakat dalam meghadapi bencana tsunami, maka dapat disimpulkan
bahwa penduduk yang memiliki kesiapan paling tinggi merupakan penduduk yang
berpendidikan Perguruan Tinggi/Akademi.
88
tinggi persentase penduduk usia tua dan balita, maka semakin tinggi peluang
jatuhnya korban jiwa.
Semakin sedikit umur penduduk dalam usia produktif, maka indeks
kesiapannya cenderung semakin tinggi. Kemampuan dalam mengakases dan
memperoleh informasi termasuk informasi tentang tsunami pada penduduk umur
muda (> 25 tahun) lebih baik jika dibandingkan dengan responden pada umur
yang lebih tua. Dapat disimpulkan bahwa penduduk yang berumur antara 3539
tahun memiliki tingkat kesiapan dalam menghadapi bencana tsunami yang paling
baik dibandingkan dengan penduduk pada rentang umur yang lain atau lebih tua.
89
10 dari 126 orang atau sekitar 7,9%. Selain karena kurangnya informasi, Desa
Sidoasri juga belum pernah dilanda tsnami, sehingga masyarakat belum
berpengalaman dalam mengenali tanda-tanda akan datangnya tsunami. Hal ini
sesuai dengan teori yang dikemukakan Kaunang dalam Dissastra (2011) bahwa
pengetahuan diperoleh melalui pengalaman yaitu kontak langsung dengan alam
lingkungan dengan bantuan alat indra.
Kemampuan masyarakat dalam merespon peringatan dini lebih besar
dibandingkan dengan reaksi dini terhadap tsunami yang hanya 30,2%. Sebagian
besar masyarakat belum bisa menjawab seandainya mereka sedang berada di
tengah laut di dalam kapal, di dekat sungai di dekat laut, ataupun ketika berada di
dalam rumah saat terjadi tsunami. Saat di tengah laut, gelombang tsunami sangat
kecil dan hampir tidak bisa dirasakan apabila di dalam kapal laut (Malik, 2009).
Sebagian dari responden menjawab pasrah. Padahal, waktu untuk menyelamatkan
diri sangat singkat, karena kedatangan gelombang tsunami ke daratan (ETA)
kurang dari 30 menit (Latief, 2006).
Secara fisiografis, pantai Sidoasri dikelilingi oleh tebing terjal batuan
karst. Kondisi ini menjadikan sebagian masyarakat (86,5% responden) dapat
memahami lokasi penyelamatan diri jika tsunami terjadi, seperti menuju tempat
yang lebih tinggi ataupun bukit yang mengelilingi Desa Sidoasri. Menurut
keterangan dari Kepala Desa Sidoasri, jalur evakuasi belum ditentukan secara
khusus, sehingga banyak di antara responden belum bisa menjawab jalur evakuasi
yang tepat. Hanya sebesar 56,3% responden akan melalui jalur evakuasi yang
terdekat menuju bukit atau tempat yang lebih tinggi, sedangkan selebihnya
menjawab tidak tahu.
90
Pada indikator partisipasi masyarakat, sebanyak 19 responden atau 15,1%
pernah mengikuti sosialisasi bencana tsunami. Partisipasi masyarakat dalam
sosialisasi atau mitigasi bencana tsunami oleh pemerintah maupun aparat terkait
berhubungan erat dengan kesiapsiagaan masyarakat terhadap tsunami. Melalui
sosialisasi, masyarakat Sidoasri dapat memiliki pengalaman dan pemahaman yang
lebih bila dibandingkan dengan orang lain yang tidak mengikuti sosialisasi.
Menurut Sunarto dan Marfai (2012:19) kesiapsiagaan masyarakat lokal di
kawasan rawan bencana selain dengan pemahaman kondisi fisik lingkungan juga
dapat ditingkatkan dengan melakukan sosialisasi bencana dan gladi lapangan.
Program gladi lapangan meliputi sistem evakuasi, sistem monitoring, deteksi dini
dan perhitungan risiko bencana. Hal inilah yang membuktikan bahwa sosialisasi
tsunami memiliki nilai yang sangat penting dalam kesiapan masyarakat terhadap
bencana tsunami.
Berdasarkan data dari kuesioner, sebanyak 86,5% bersedia mengikuti
sosialisai tsunami apabila diadakan. Sebagian besar dari responden tertarik dengan
pembahasan bencana tsunami. Materi sosialisasi yang rata-rata ingin mereka
ketahui lebih dalam adalah cara mengetahui tanda-tanda kedatangan dan cara
menyelamatkan diri. Walaupun sebagian besar dari responden belum pernah
mengikuti sosialisasi bencana tsunami, tetapi mereka antusias seandainya
sosialisasi diadakan. Menurut keterangan kepala desa, Desa Sidoasri baru dua kali
diadakan sosialisasi bencana oleh BPBD Kabupaten Malang, tetapi tidak spesifik
pada bencana tsunami saja, sehingga pemahaman masyarakat tentang tsunami
kurang mendalam. Kedua sosialisasi sama-sama belum maksimal, karena selain
91
peserta yang hanya sedikit juga sosialisasi yang diadakan tidak disertai dengan
gladi lapangan.
Zona rawan bencana tsunami Sidoasri didasarkan pada kemungkinan
kawasan yang tergenang tsunami. Berdasarkan kondisi geomorfologi dan
topografi, Desa Sidoasri termasuk daerah rawan tsunami, karena merupakan
daerah di kawasan pesisir Kabupaten Malang. Hal ini sesuai sesuai dengan hasil
penelitian Sartohadi (2010:14) bahwa wilayah rawan tsunami menempati wilayah
dataran bergelombang di kawasan pesisir, yaitu bentuk lahan oleh aliran Sungai
Djokromo dan Kemudinan, sehingga pemukiman di sekitar sungai tersebut
merupakan kawasan rawan tsunami. Sidoasri merupakan daerah aliran sungai
yang memiliki topografi lebih rendah jika dibandingkan dengan kawasan lainnya.
Menurut Bappeda Malang (2006:32) daerah rawan tsunami di Kabupaten Malang
berada pada satuan geologi berupa endapan rawa dan daerah sekitar sungai (Qas)
serta alluvium dan endapan pantai (Qal). Satuan geologi tersebut berada di dataran
rendah yang kurang dari 100 mdpl.
Indeks kesiapan masyarakat di zona rawan I adalah 14,99 atau 44,08%
dengan kategori kesiapan sedang. Indeks kesiapan di zona rawan I paling rendah
di antara indeks kesiapan pada zona yang lain di Desa Sidoasri. Zona yang
memiliki tingkat bahaya yang paling tinggi memerlukan tingkat kesiapan yang
tinggi pula. Kesiapan yang tinggi dapat menentukan kemampuan masyarakat
dalam menyelamatkan diri seandainya terjadi bencana. Masyarakat zona rawan I
memiliki ancaman terbesar dan kerugian terbanyak seandainya terjadi bencana
tsunami. Bappeda Malang (2006:33) menyatakan bahwa zona rawan I merupakan
92
kawasan yang terancam bencana tsunami secara langsung, sehingga dampak
kerusakan yang ditimbulkan diperkirakan paling parah.
Indeks kesiapan masyarakat di zona rawan II adalah 18,97 atau 55,79%,
artinya masyarakat di zona rawan II memiliki tingkat kesiapan bencana tsunami
yang tergolong sedang. Zona rawan II merupakan kawasan yang kemungkinan
masih terkena tsunami jika kejadian tsunami sangat besar (BPBD, 2006).
Masyarakat pada zona ini memiliki kesempatan yang lebih baik dalam
menyelamatkan diri seandainya terjadi bencana tsunami.
Masyarakat di zona rawan III memiliki tingkat kesiapan yang tergolong
tinggi dengan indeks kesiapan sebesar 66,04%. Zona rawan III merupakan zona
aman (border line). Pada zona rawan III kesiapan masyarakat terhadap bencana
tsunami tergolong tinggi, sebab sebagian besar responden dapat menjawab
pertanyaan yang diajukan oleh peneliti. Sebagian besar masyarakat di zona rawan
III memiliki pendidikan yang tergolong tinggi, yaitu SMA dan perguruan tinggi.
Kesiapan tinggi akan memberikan kemampuan masyarakat dalam menyelamatkan
diri dengan lebih baik.
Penduduk yang berumur 55 tahun dan berpendidikan SD memiliki
kesiapan yang paling rendah, sedangkan penduduk yang berumur 3539 tahun
dan berpendidikan perguruan tinggi memiliki kesiapan yang paling baik. Dengan
demikian, sasaran sosialisasi perlu diarahkan secara intensif kepada penduduk
yang memiliki kesiapan yang paling rendah. Pada penduduk yang berpendidikan
Perguruan Tinggi/Akademi dan berumur 3539 tahun perlu membantu dalam
memberikan pemahaman mengenai upaya meningkatkan kesiapan masyarakat
terhadap bencana tsunami.
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka dalam penelitian ini dapat
disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
1. Tingkat pendidikan berhubungan signifikan dengan tingkat kesiapan
masyarakat dalam menghadapi bencana tsunami di Desa Sidoasri. Semakin
tinggi pendidikan seseorang, maka indeks dan tingkat kesiapan dalam
menghadapi bencana tsunami semakin tinggi pula. Penduduk yang
berpendidikan setingkat Perguruan Tinggi/Akademi memiliki tingkat kesiapan
yang paling baik.
2. Umur memiliki hubungan yang signifikan dengan tingkat kesiapan masyarakat
dalam menghadapi bencana tsunami di Desa Sidoasri. Semakin sedikit umur
seseorang dalam penelitian, maka indeks dan tingkat kesiapan dalam
menghadapi bencana tsunami semakin tinggi. Masyarakat yang memiliki
tingkat kesiapan yang paling baik berada pada kelompok umur 35-39.
3. Tingkat kesiapan total masyarakat Desa Sidoasri Kecamatan Sumbermanjing
Wetan dalam menghadapi bencana tsunami tergolong sedang. Kesiapan yang
paling rendah dimiliki penduduk yang berpendikan SD dan berumur 55
tahun.
93
94
B. Saran
Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka dapat disarankan beberapa hal
sebagai berikut:
1. Bagi penduduk Sidoasri disarankan agar mengikuti sosialisasi bencana
tsunami seandainya diadakan, baik oleh pemerintah maupun swasta.
Pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh dari sosialisasi ini dapat menjadi
penentu pada tingkat kesiapan mereka dalam menghadapi bencana tsunami.
Pengetahuan mereka dari sosialisasi bencana tsunami ini dapat membantu
keluarganya untuk meningkatkan kesiapan terhadap bencana tsunami.
2. BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) Kabupaten Malang perlu
memberikan sosialisasi dan mitigasi bencana terutama kepada penduduk yang
berumur 55 tahun dan berpendidikan SD.
3. Penduduk yang berpendidikan setara Peguruan Tinggi/Akademi dan berumur
3539 tahun diharapkan dapat berperan aktif dalam kegiatan sosialisasi
bencana tsunami kepada masyarakat.
4. Penduduk Desa Sidoasri yang bermukim di zona rawan I apabila terjadi
bencana tsunami diharapkan segera menyelamatkan diri dengan menuju
daerah yang lebih tinggi.
5. Bagi peneliti lanjut agar melakukan penelitian dan penataan ruang secara
mikro di Desa Sidoasri terkait dengan kesiapan masyarakat yang terdiri dari
tiga zona rawan tsunami. Penataan ruang mikro tersebut sebisa mungkin dapat
dijadikan rujukan bagi penduduk Sidoasri dalam membangun rumah dan
bangunan lain pada daerah yang tergolong aman.
DAFTAR RUJUKAN
95
96
BNPB. 2011. Indeks Rawan Bencana Indonesia, (online),
(www.bnpb.go.id/website/file/pubnew/111.pdf) diakses tanggal 12
November 2012.
Bronto, Sutikno. 2001. Volcanologi. Yogyakarta: STTN Yogyakarta.
Data Statistik Desa Sidoasri 2010.
Data Statistik Kecamatan Sumbermanjing Wetan, 2011
Dinas Pengairan Kabupaten Malang. 2013. Data Curah Hujan Stasiun Sitiarjo
tahun 2003-2012.
Dissastra, Dito Wira. 2011.Pengetahuan dan Sikap Masyarakat Kecamatan Pujon
Kabupaten Malang terhadap Fungsi Hutan. Skripsi tidak diterbitkan.
Malang: Universitas Negeri Malang.
Foth, Hendry D. 1984. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Terjemahan Endang Dwi P dkk.
1991. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Geodesi ITB. 2007. Studi Mekanisme Gempabumi Jogja 2006 menggunakan GPS,
(online),(http://geodesy.gd.itb.ac.id/?page_id=79) diakses pada 12
November 2012.
Habibi, M dan Buchori, I. 2013. Model Spasial Kerentanan Sosial Ekonomi dan
Kelembagaan terhadap Bencana Gunung Merapi. Jurnal Teknik PWK,
(online), 2(1):1-10, (http://www.ejournals1.undip.ac.id/index.php/pwk/article/viewFile/1402/pdf), diakses 17
Januari 2013.
Harada, K., Hamzah, L., Imamura, F., 2000. Study on the mangrove control forest
to reduce tsunami impact. In: Proceedings of the 12th Congress of the
APD-IAHR, November 1316, 2000, Bangkok, Thailand.
Herlambang, Sudarno. 1999. Dasar-dasar Geomorfologi.Malang: Universitas
Negeri Malang.
Intergovernmental Oceanographic Commission (IOC). 2008.Tsunami
Preparedness, Information and Guide for Disaster Planers.
(online),(http://ioc.unesco.org) diakses tanggal 12 November 2012.
Juarti dan Utomo, Dwiyono Hari. 2007. Geografi Tanah (Edy Purwanto, Ed).
Malang: Jurusan Geografi UM.
Kirschenbaum, A. 2002. Disaster Preparedness: A Conceptual and Empirical
Reevaluation. International Journal of Mass emergency and Disaster, 20,
hal: 5-8.
Latief, H, 2006. Pemodelan & Pemetaan Rendaman Tsunami serta Kajian Resiko
Bencana Tsunami di Kota Padang, Laporan Program Penelitian dan
97
Pengembangan IPTEK 2006, Informasi/Peringatan dini kepada
masyarakat Rawan bencana Sub- kegiatan No.155i/IPK.1/OT/2006:
4977.0582, Pusat Penelitian Geoteknologi-LIPI.
Libawa, Fitryane. 2009. Pendekatan Geomorfologi dalam Survei Kejadian Erosi.
Jurnal Pelangi Ilmu, (online), 2(5):1-18,
(http://ejurnal.ung.ac.id/index.php/JPI/article/download/586/537) diakses
23 Januari 2013.
Malik, Yakup. 2009. Tsunami. Handout Matakuliah Geologi. UPI.
Mantra, Ida Bagoes. 2009. Demografi Umum. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Maulidariah. 2007. Karakteristik Nelayan Pasca Tsunami di Desa Teupin Kuyuen
Kecamatan Seuneudon Kabupaten Aceh Utara Propinsi Nanggroe Aceh
Darussalam. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Universitas Negeri
Malang.
Mawardi, Chalid. 1996. Hubungan antara Tingkat Pendidikan, Tingkat
Pendapatan, dan Usia Kawin Pertama dengan Tingkat Ketercapaian
Tujuan Keluarga Sejahtera di Desa Karanganyar Kecamatan Kalianget
Kabupaten Sumenep. Skripsi tidak diterbitkan. Malang. IKIP Malang.
Mawardi, Erman dan Sulaeman, Asep. 2011. Partisipasi Masyarakat dalam
Pengurangan Resiko Bencana Banjir. Surakarta: Pusat Penelitian dan
Pengembangan Sumber Daya Air.
Mayasari, Titien. 2010. Kajian Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Tingkat
Pencapaian Keluarga Sejahtera di Lingkungan Keluarga Petani di Desa
Serut Kecamatan Panti Kabupaten Jember. Skripsi tidak diterbitkan.
Malang: Universitas Negeri Malang.
Moto, Kamino. 2011. Peta Geologi dan Pengertiannya, (online),
(http://geologiminyak.blogspot.com/2011/12/peta-geologi-danpengertian-peta.html), diakses pada 16 April 2013.
Pujowati, Penny. 2009. Rencana Pengelolaan Lanskap Agroforestri di Daerah
Aliran Sungai Karang Mumus, Kalimantan Timur. IPB.
Pratikto, Widi A. 2000._____________. Departemen Kelautan dan Perikanan.
Rachmawati. Dyah. 2011. Pengetahuan Gejala Alam dan Kesadaran Masyarakat
Antisipasi Bahaya Tsunami. Jurnal Online LIPI, (online), hal: 13-22
(http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/492111322_0125-9156.pdf)
diakses pada 24 Desember 2012.
Riduwan dan Sunarto. 2010. Pengantar Statistika untuk Penelitian Pendidikan,
Sosial, Ekonomi, Komunikasi, dan Bisnis. Bandung: Alfabeta.
98
Rinaldi. 2009. Kesiapan Menghadapi Bencana pada Masyarakat Indonesia. Jurnal
Penelitian Psikologi. 21(2): 44-52.
Rinaldi. 2010. Resiliensi pada Masyarakat Kota Padang Ditinjau dari Jenis
Kelamin. Jurnal Psikologi, 3(2): 99-105.
Riwidikno, Handoko. 2008. Statistik Kesehatan. Yogyakarta: Media Cendikia.
Sartohadi, Junun. 2010. Geomorfologi Tanah dan Aplikasinya untuk Pengurangan
Risiko Bencana. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Fakultas
Geografi UGM. Dipublikasikan, (online),
(http://mgb.ugm.ac.id/media/download/pidato- pengukuhan.html?
download=299&start=210) diakses tanggal 15 Januari 2013.
Setyaningrum, P dan Giyarsih, SR. 2012. Identifikasi Tingkat Kerentanan Sosial
Ekonomi Penduduk Bantaran sungai Code Kota Yoyakarta terhadap
Bencana Lahar Merapi, (online), p 261-269
(http://lib.geo.ugm.ac.id/ojs/index.php/jbi/article/download/92/90),
diakses 17 Januari 2013.
Sugito, Nanin Trianawati. 2008. Tsunami. Bandung: UPI.
Sunarto dan Marfai, Aris M. 2012. Potensi Bencana Tsuanami dan Kesiapsiagaan
Masyarakat Menghadapi Bencana: Studi Kasus Desa Sumberagung
Banyuwangi Jawa Timur. Forum Geografi.26(1):17-28.
Sutton dan Tierney. 2006. Disaster Preparedness: Concept, Guidance, and
Research, (online),
(http://www.fritzinstitute.org/PDFs/WhitePaper/DisasterPreparednessCo
ncept.pdf) diakses pada 12 November 2012.
Tempo Interaktif. 2011. Inilah Efek Radiasi Nuklir, (online)
(http://www.tempointeraktif.com/hg/asia/2011/03/12/brk,20110312319572,id.html) , diakses pada tanggal 17 Januari 2013.
Tika, Moh Pabundu. 2005. Metode Penelitian Geografi. Jakarta: Bumi Aksara.
U.S. IOTW (Indian Ocean Tsunami Warning System Program). 2007. How
Resilient is Your Coastal Community? A Guide for Evaluating Coastal
Community Resilience to Tsunamis and Other Coastal Hazards. U.S.
Indian Ocean Tsunami Warning System Program . Bangkok, Thailand.
144 p.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 tahun 1989 tentang Pendidikan
Nasional.
UNDP (United Nation Development Programs).1992. Tinjauan Umum
Manajemen Bencana.(online),
(http://atdr.tdmrc.org:8084/jspui/bitstream/123456789/5576/1/19920000
99
_Tinjauan_Umum_Manajemen_Bencana_Edisi_2.pdf) diakses pada 12
Nvember 2012.
UN-ISDR (United Nations-International Strategy for Disaster Reduction). 2006.
Developing Early Warning System: A Checklist. EWC III Third Internal
Conference on Early Warning, 27-29 March 2006, Bonn, Germany.
USDA. 1999. Soil Taxonomy. USA: USDA (United States Department of
Agriculture).
Utomo. Dwiyono Hari. 2009. Meteorologi Klimatologi. Malang: Universitas
Negeri Malang Press.
Vivanews. Tanpa tahun. Sejarah Gempa dan Tsunami di Jawa Timur,(online),
(http://www.mdmc.or.id/petabencana/index.php/potensi-dan-analisa/46sejarah-gempa-dan-tsunami-di-jawa-timur) diakses pada 12 November
2012.
Wardaya, Sulistya. 2010. Keluarga Siaga Bencana dalam Perspektif Sosiologi
(Studi pada Masyarakat Kawasan Pantai Bengkulu). Jurnal Dialog
Penanggulangan Bencana, (online) 1(2):39-49,
(http://www.bnpb.go.id/userfiles/file/jurnal/jurnal%202a/08_%20Keluarg
a%20Siaga%20Bencana%20Dalam%20Persfektif%20Sosiolagi.pdf)
diakses pada 19 Desember 2012.
Winarso. 2003. Cuaca dan Iklim. (Online), (http//google.com/konsep cuaca dan
iklim.html, diakses 1 Agustus 2010)
Yalciner, A. C., Karakus H. Ozer dan C. Ozyurt G. 2006. Understanding the
Generation, Propagation, Near-Field and Far-Field Impacts of
TSUNAMIS and Planning Strategies to Prepare for Future Events.
Prosiding UNESCO Training in IODE, June 6 16, 2006. Ocean
Engineering Research Center.14 h. Kuala Lumpur.
Yayasan IDEP. 2007. Panduan Umum Penanggulangan Bencana Berbasis
Masyarakat. Ubud: IDEP Foundation.
100
Lampiran 1. Surat Izin Penelitian
101
Lampiran 2. Kuesioner
No. Kuesioner
KUESIONER PENEITIAN
Tingkat Kesiapan Masyarakat dalam Menghadapi Bencana Tsunami
nami di Desa
Des Sidoasri
Kecamatan
amatan Sum
Sumbermanjing Wetan Kabupaten Malang
UNIVE
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU SOSIAL
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI
FEBRUARI 2013
102
KUESIONER
: .
: L/P *)
: .
: .
: .
: .
103
Apakah Bapak/Ibu dapat menjelaskan apa yang dimaksud dengan tsunami?
a. Tsunami merupakam bencana alam berupa gelombang pasang
b. Tsunami adalah bencana alam berupa genangan air laut menuju daratan
c. Bencana tsunami bisa menimbulkan korban jiwa
d. Jawaban lain yang relevan
e. Tidak bisa menjelaskan atau jawaban salah
(Bila tidak pernah) lanjut ke pertanyaan selanjutnya?
3. Menurut Bapak/Ibu, Desa Sidoasri yang terletak di kawasan pesisir ini apakah mungkin
dilanda tsunami? .
a. Mungkin
Alasannya .
b. Tidak mungkin
Alasannya .
Pemahaman terhadap Gejala Alam Tsunami
4. Masih ingatkah Bapak/Ibu kalau bencana tsunami pernah melanda kawasan Pantai
Sendangbiru? Kira-kira kejadiannya kapan?...............................................................................
5. Sendangbiru pernah dilanda tsunami, lalu apa saja tanda-tanda yang Bapak/Ibu rasakan
sebelum bencana terjadi?............................................................................................................
.....................................................................................................................................................
6. Menurut Bapak/Ibu apa saja tanda-tanda akan terjadinya bencana tsunami, seperti di
Sendangbiru?...............................................................................................................................
..
7. Menurut Bapak/Ibu, apa saja kerusakan atau akibat yang ditimbulkan dari adanya bencana
tsunami di Sendangbiru?
104
Bagaimana model peringatannya?
Misalnya dengan speaker, maka akan ada peringatan awas, waspada, atau darurat
Misal dengan kentongan, maka jumlah pukulan kentongan tertentu menandakan sikap awas
10. Menurut Bapak/Ibu seandainya ada peringatan akan terjadinya bencana tsunami melalui
media tersebut apa yang akan Bapak/Ibu lakukan?
a. Memberitahu orang lain
b. Mengajak keluarga segera lari ke tempat yang aman (bukit atau bangunan yang lebih
tinggi, tergantung dari lokasi tempat tinggal)
c. Menuju lokasi yang lebih aman
d. Jawaban lain yang relevan
e. Lainnya ..
11. Kalau terjadi bencana tsunami, kira-kira Bapak/Ibu dan keluarga akan ke mana untuk
menyelamatkan diri? ..
105
D. Partisipasi Masyarakat
19. Setelah mengetahui kejadian tsunami yang melanda Sendangbiru, apakah pemerintah/pihak
terkait pernah melaksanakan sosialisasi bencana tsunami?
a. Pernah
b. Belum pernah
Kalau pernah, berapa kali dan kapan?
.
Apakah Bapak/Ibu pernah mengikuti sosialisasi bencana tsunami?
a. Pernah
b. Tidak pernah
Kalau pernah, berapa kali dan kapan?.......................................................................................
..
20. Seandainya dilakukan kegiatan sosialisasi, apakah Bapak/Ibu bersedia mengikuti?
a. Bersedia
b. Tidak bersedia
Kalau bersedia, penjelasan tentang bencana apa yang Bapak/Ibu inginkan?..
..
Mengapa demikian?....................................................................................................................
Kalau tidak bersedia, apa alasannya? .....
Terimakasih
Tingkat
Pendidikan
Umur
(Tahun)
Indikator I
Indikator II
Indikator III
Indeks
Kesiapan
Tingkat
Kesiapan
Tinggi
SMA
45
85.29
SMP
42
85.29
Tinggi
47.06
Sedang
Sedang
SD
46
SD
40
47.06
SMP
45
47.06
Sedang
26.47
Rendah
SD
47
SD
48
47.06
Sedang
SMP
40
55.88
Sedang
38.24
Sedang
SD
48
10
SD
50
47.06
Sedang
11
SMP
45
47.06
Sedang
12
SD
40
8.82
Rendah
85.29
Tinggi
13
PT
38
14
PT
59
61.76
Sedang
15
SMA
37
64.71
Sedang
58.82
Sedang
Sedang
16
SMA
49
17
SD
60
47.06
18
PT
49
85.29
Tinggi
8.82
Rendah
SD
58
20
SD
47
55.88
Sedang
21
PT
34
85.29
Tinggi
22
SMP
49
35.29
Sedang
106
19
23
46
47.06
Sedang
SD
55
23.53
Rendah
SMP
56
35.29
Sedang
20.59
Rendah
8.82
Rendah
Rendah
SD
24
25
26
SD
27
SD
58
60
28
SD
58
14.71
29
SD
40
35.29
Sedang
8.82
Rendah
30
SD
56
31
SD
50
14.71
Rendah
32
SD
55
23.53
Rendah
33
SMP
45
35.29
Sedang
47.06
Sedang
34
SMP
44
35
SMP
33
50.00
Sedang
36
SD
46
23.53
Rendah
76.47
Tinggi
37
PT
27
38
SMP
36
47.06
Sedang
39
SMP
38
35.29
Sedang
70.59
Tinggi
40
PT
34
41
SMP
40
47.06
Sedang
42
SD
41
47.06
Sedang
43
SMP
40
50.00
Sedang
61.76
Sedang
44
SMA
39
45
SD
37
35.29
Sedang
46
SD
35
35.29
Sedang
35.29
Sedang
SD
36
48
SD
45
14.71
Rendah
49
SMA
30
47.06
Sedang
29
50.00
Sedang
50
SMP
107
47
51
28
61.76
Sedang
PT
40
14.71
Rendah
SD
50
50.00
Sedang
38
50.00
Sedang
47.06
Sedang
SMP
52
53
54
SMP
55
SMP
34
56
SD
47
26.47
Rendah
57
PT
28
85.29
Tinggi
70.59
Tinggi
58
PT
34
59
SMP
35
50.00
Sedang
60
SD
36
47.06
Sedang
61
SMP
38
50.00
Sedang
64.71
Sedang
Sedang
62
SMP
39
63
SMA
31
61.76
64
SD
40
35.29
Sedang
29.41
Rendah
65
SD
42
66
SMP
34
38.24
Sedang
67
SD
47
14.71
Rendah
76.47
Tinggi
68
PT
29
69
SD
37
11.76
Rendah
70
SD
50
14.71
Rendah
71
SMP
45
26.47
Rendah
Sedang
72
1
65
0
5
0
16
0
15
1
58
0
33
0
11
1
59
35.29
44.08
Sedang
% Jawaban Benar
90.28
6.94
22.22
20.83
80.56
45.83
15.28
81.94
Indeks Kesiapan
4.51
0.35
1.11
1.04
3.22
1.83
0.46
2.46
14.99
44.08
Sedang
SMP
Jawaban Benar
44
108
ZONA II
Jawaban Benar
Nomor
Tingkat
Pendidikan
Umur
(tahun)
Indikator I
Indikator II
Indikator III
Indeks
Kesiapan
Tingkat
Kesiapan
PT
49
85.29
Tinggi
74
SMP
57
47.06
Sedang
75
SD
60
47.06
Sedang
76
SD
42
35.29
Sedang
77
PT
33
70.59
Tinggi
78
SD
44
47.06
Sedang
79
PT
30
70.59
Tinggi
80
PT
40
70.59
Tinggi
81
PT
36
61.76
Sedang
82
SMA
54
55.88
Sedang
83
SMA
54
76.47
Tinggi
84
SD
55
23.53
Rendah
85
PT
40
85.29
Tinggi
86
PT
35
76.47
Tinggi
87
PT/S1
45
91.18
Tinggi
88
PT
43
91.18
Tinggi
89
SMA
34
61.76
Sedang
90
SMA
50
50.00
Sedang
91
SMP
48
47.06
Sedang
92
SMP
60
50.00
Sedang
93
SD
59
26.47
Rendah
94
SMP
45
50.00
Sedang
95
SD
57
23.53
Rendah
96
PT/D3
44
76.47
Tinggi
109
73
97
SD
34
47.06
Sedang
98
SMP
35
52.94
Sedang
99
SMP
37
47.06
Sedang
100
SD
45
47.06
Sedang
101
SD
41
47.06
Sedang
102
SD
56
35.29
Sedang
103
SD
57
35.29
Sedang
104
SMP
55
52.94
Sedang
Jawaban Benar
32
14
10
30
23
29
55.79
Sedang
% Jawaban Benar
100.00
6.25
43.75
31.25
93.75
71.88
18.75
90.63
Indeks Kesiapan
0.31
2.19
1.56
3.75
2.88
0.56
2.72
18.97
55.79
Sedang
Indeks
Kesiapan
Tingkat
Kesiapan
ZONA III
Jawaban Benar
No
105
Tingkat
Pendidikan
SMP
Umur
(tahun)
Indikator I
Indikator II
Indikator III
50
47.06
Sedang
106
SMP
42
47.06
Sedang
107
PT
44
76.47
Tinggi
45
76.47
Tinggi
61.76
Sedang
76.47
Tinggi
108
PT
PT
52
110
PT
50
111
PT
30
76.47
Tinggi
112
PT
52
61.76
Sedang
113
PT
48
76.47
Tinggi
114
PT
57
61.76
Sedang
110
109
115
39
PT
34
76.47
Tinggi
SMA
38
76.47
Tinggi
34
76.47
Tinggi
35
64.71
Sedang
SMP
116
117
118
PT
119
SMA
58.82
Sedang
120
SMP
38
50.00
Sedang
121
SMA
36
76.47
Tinggi
45
64.71
Sedang
67.65
Tinggi
26.47
Rendah
122
SMP
123
SMA
45
124
SD
50
125
SMA
35
76.47
Tinggi
40
21
19
21
16
20
76.47
66.04
Tinggi
Tinggi
95.45
13.64
86.36
13
59.0
9
95.45
72.73
9.09
90.91
4.77
0.68
4.32
3.82
2.91
0.27
2.73
22.45
66.04
Tinggi
126
PT
Jawaban Benar
% Jawaban Benar
Indeks Kesiapan
2.95
111
112
Lampiran 4. Perhitungan Normalitas dengan Skewness
Data masih
asih dalam ddistribusi normal apabila skewness dibagi dengan standar
error of skewness bernilai aantara -2 sampai 2 (Riwidikdo, 2008:20).
A. Indeks Kesiapan
siapan Masy
Masyarakat terhadap Tsunami
Statistics
tatistics
Indeks Kesiapan
N
Valid
Missing
126
1
Mean
50.7463
Median
47.0600
Mode
Std. Deviation
Skewness
Std. Error of Skewness
Kurtosis
Std. Error of Kurtosis
47.06
2.10416E1
-.097
.216
-.694
.428
113
B. Pendidikan
Statistics
Pendidikan
N
Valid
Missing
126
1
Mean
9.07
Median
8.00
Mode
Std. Deviation
6
3.936
Skewness
.408
.216
Kurtosis
Std. Error of Kurtosis
-1.171
.428
114
C. Umur
Statistics
Umur
N
Valid
Missing
126
1
Mean
43.52
Median
44.00
Mode
Std. Deviation
45
8.541
Skewness
.217
.216
Kurtosis
Std. Error of Kurtosis
-.808
.428
115
Lampiran 5. Perhitungan Crosstabulation dan Pearson Product Moment
Percent
126
Kesiapan
Missing
N
Total
Percent
100.0%
.0%
Percent
126
100.0%
SD
Sedang
Tinggi
22
23
45
SMP
32
34
SMA
11
16
Perguruan Tinggi/Akademi
25
31
23
72
31
126
Total
Correlations
Pendidikan
Pendidikan
Pearson Correlation
Indeks Kesiapan
1
Sig. (1-tailed)
N
Indeks Kesiapan
Total
Pearson Correlation
**
.012
126
126
**
.870
Sig. (1-tailed)
.012
126
.870
126
116
Umur dan Tingkat Kesiapan Masyarakat
Missing
Percent
126
Total
Percent
100.0%
.0%
Sedang
Tinggi
Total
25-29
30-34
15
35-39
18
24
40-44
14
23
45-49
14
27
50-54
12
10
10
20
23
72
31
126
55
Total
Correlations
Umur
Umur
Pearson Correlation
Indeks Kesiapan
1
Sig. (1-tailed)
N
Indeks Kesiapan
Pearson Correlation
-.408
**
.022
126
126
**
-.408
Sig. (1-tailed)
.022
126
126
Percent
126
100.0%
117
Diagram Pencar Tingkat Pendidikan dan Indeks Kesiapan
118
Lampiran 5. Dokumentasi Penelitian
119
120
RIWAYAT HIDUP