Vous êtes sur la page 1sur 11

Apakah

penggunaan
Nonsteroidal
Anti-inflammatory
Drugs sebagai pencegahan dalam mengurangi rasa sakit
post-operatif saat Pencabutan Bedah Gigi Molar Ketiga?
Suatu uji klinis random meta-analisis
Fbio Wildson Gurgel Costa, Diego Felipe Silveira Esses, Paulo Goberlnio de Barros
Silva, Francisco Samuel Rodrigues Carvalho, Carlos Diego Lopes S, Assis Filipe
Medeiros Albuquerque, Tcio Pinheiro Bezerra, Thyciana Rodrigues Ribeiro,
Cristiane S Roriz Fonteles, and Eduardo Costa Studart Soares.
Sumber: Anesthesia Progress: Summer 2015, Vol. 62, No. 2, pp. 57-63.

Tujuan penelitian ini untuk memeriksa efektivitas analgesik pencegahan dengan


Nonsteroidal Anti-inflammatory Drugs (NSAIDs) pada pembedahan gigi molar
ketiga. Literatur dari PubMed dilakukan untuk artikel dalam bahasa Inggris
menggunakan istilah (DeCS/MeSH) atau kombinasi: analgesik, gigi molar ketiga, dan
pencegahan. Dari sejumlah 704 artikel, 6 (n= 420 subjek) dipilih. Semua penelitian
menunjukkan risiko bias yang rendah (kriteria Cochrane) tetapi memperlihatkan
metode keheterogenan yang tinggi. Dua penelitian dieksklusi dari meta-analisis
karena tidak memiliki nilai numerik yang adekuat (data dikotom) untuk kalkulasi.
Analgesik pencegahan menunjukkan tidak ada keuntungan secara signifikan
(n=298, P=.2227, odds ratio:2.30,0.60-8.73) dalam mengurangi rasa sakit postoperatif setelah pencabutan impaksi gigi molar ketiga rahang bawah. Akan tetapi,
kemungkinan terdapat hubungan langsung antara efektifitas NSAIDs dalam
analgesik pencegahan untuk pencabutan gigi molar ketiga dan selektifitas untuk
cyclooxygenase-2 (COX-2). Analgesik pencegahan tidak memiliki efek signifikan
dalam mengurangi rasa sakit post-operatif setalah pencabutan impaksi gigi molar
ketiga rahang bawah. Studi klinis yang lebih homogen dan penggambaran yang
lebih baik diperlukan untuk menentukan kemungkinan hubungan antara selektifitas
NSAIDs untuk COX-2 dan efektifitas perawatan.
Kata kunci: analgesik; molar ketiga; pencegahan; meta-analisis

Pada awal abad terakhir, Crile1 merupakan satu dari peneliti pertama
konsep analgesik pencegahan setelah observasi pada penelitiannya bahwa
jika transmisi rasa sakit dihambat sebelum insisi pembedahan, terdapat
penurunan morbiditas post-operatif. Analgesik pencegahan dianggap sebagai
sebuah terapi dengan tujuan untuk mencegah sensitisasi pusat dan periferal,
hingga melemahkan (atau idealnya mencegah) peningkatan sensasi sakit
post-operatif.2 Analgesik harus memberikan pasien dengan analgesia selama

proses pembedahan dan pada awal periode post-operatif. 3 Sebagai


tambahan, keberhasilan analgesik diberikan saat pemberian anestesi lokal
pre-operatif merupakan suatu syarat dasar untuk kepuasan hasil klinis dari
perawatan pencegahan. 3
Untuk menjelaskan analgesik pencegahan pada konteks ini, perlu untuk
mengobservasi 3 parameter: pembentukan tingkat efektivitas analgesik
post-operatif, pengetahuan mengenai mediator anti-inflamator dapat
dihambat saat periode post-operatif, serta jaminan bahwa luka jaringan
berhubungan dengan imflamasi post-operatif tersedia untuk analgesik. 2,3
Kelly dkk.,2 ketika merencanakan untuk mendapatkan analgesik pencegahan,
yang harus diperhatikan adalah berikut: tipe pembedahan, karakteristik
pasien, pilihan farmakologi, dan evaluasi klinis.
Beberapa metode farmokologi digunakan untuk mendapatkan analgesik
pencegahan telah dijelaskan, seperti blok regional dengan anestesi lokal
dan/atau opioid, pemberian opioid intravena atau nonsteroidal antiinflammatory drugs (NSAIDs), dan reseptor antagonis N-methyl-Daspartate.3-6 Woolf dan Chang6 menjelaskan beberapa efek samping terkait
penggunaan medikasi tersebut seprti perdarahan gastrointestinal, gangguan
fungsi ginjal, penurunan dan fungsi platelet, depresi pernafasan, dan sangat
hipotensi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengadakan review sistematis
mengenai literatur tentang penggunaan agen anti-inflamator nonsteroid
sebagai analgesik pencegahan yang diberikan secara oral pada pembedahan
gigi molar ketiga serta untuk mengevaluasi hasil dari efektivitas klinisnya
secara meta-analisis.

METODE
Sebuah literatur dicari pada database elektronik PubMed dilakkan untuk
artikel berbatas bahasa Inggris, dengan topik berikut (DeCS/MeSH) atau
kombinasi: analgesik, gigi molar ketiga, dan pencegahan. Tidak ada batasan
terkait periode penerbitannya. Dua orang reviewer secara pribadi
mengevaluasi judul ldan abstrak dari artikel yang dipilih pada babak review
pertama, semua artikel yang tidak memenuhi kriteria eligibilitas dieksklusi.
Kriteria Inklusi
Uji klinis random dipilih pada NSAIDs yang diberikan secara oral
sebelum prosedur pembedahan gigi molar ketiga mandibula, tanpa gejala
akut, dengan tujuan untuk mendapatkan analgesik pencegahan.

Kriteria Eksklusi
Yang dieksklusi dari penelitian ini adalah artikel-artikel yang melibatkan
pemebrian obat-obatan selain NSAIDs, pemberian NSAIDs saja setelah
pembedahan, tinjauan pustaka, penelitian yang menggunakan pemberian
dengan cara lain selain rute oral, penelitian yang melakukan pemberian
obat-obatan pada pasien dengan pembentukan rasa sakit akut, penelitian
yang menggunakan metode analgesik selain medikasi, dan penelitian yang
tidak menyebutkan tipe NSAID yang digunakan.

Ekstraksi Data
Beberapa data yang dikumpulkan: jenis kelamin, usia, waktu prosedur
pembedahan, anestetikum yang digunakan, protokol mengenai pemberian
NSAIDs, efek samping medikasi, hasil statistik signifikan, bantuan medikasi
analgesik, serta metodologi uji klinis.
Meta-analisis
Keberhasilan respon dalam terapi analgesik pre-operative didukung oleh
penggunaan NSAIDs dianggap positif, serta respon positif untu placebo
dianggap gagal. Data dianalisis untuk uji DerSimonian-Lair meta-analisis
random, menggunaan program software BioEstas 5.0 secara statistik.
Karena hilangnya data pada penelitian oleh Kaczmarzyck dkk. 7
mengenai pilihan pasien terkait analgesik pencegahan, jumlah individu yang
tidak menggunakan pertolongan dengan medikasi suplemen dianggap
memiliki respon positif terhadap analgesik pencegahan. Pada penelitian Sisk
dan Grover8 serta Sisk dkk.9 seluruh jawaban berbeda dari uji obat-obatan
dianggap gagal, sementara itu pada penelitian oleh Aznar-Arasa dkk. 10 serta
Liporaci Junior,11 kalkulasi dieksklusi karena mereka tidak memiliki data yang
cocok untuk membuat kalkulasi kategorial nominal.
Untuk evaluasi metodologi penelitian ini, skor berikut diajukan oleh Koes
dkk.
serta dimodifikas oleh Koyyalagunta dkk. 13 digunakan: (a)
homogenitas, (b) komparabilitas dari karakteristik relevan dasar, (c) prosedur
randomisasi yang sesuai, (d) yang dikeluarkan dijelaskan secara terpisah
untuk setiap kelompok studi, (e) hilang saat follow-up, (f) jumlah pasien pada
kelompok paling kecil, (g) intervensi termasuk dan dijelaskan dalam protokol,
(h) studi pragmatik, (i)hindari atau co-inteervensi serupa, (j) pengontrolan
placebo, (k) pasien tutup mata, (l) pengukuran hasil relevan, (m) penilaian
12

hasil tutup mata, (n) periode follow-up adekuat, (o) kemauan untuk merawat
analisisnya, dan (p) frekuensi dari hasil-hasil paling penting yang
diperlihatkan oleh setiap pasien.

HASIL
Setelah menggabungkan hasil-hasil yang diangkat dalam penelitian ini,
diperoleh sebanyak 704 artikel (Gambar 1).
Pada babak pertama, judul dan abstrak jurnal dibaca, dan dari hasil ini,
529 penelitian yang tidak sesuai dengan tema dieksklusi. Pada babak kedua,
169 jurnal dieksklusi karena tidak memenuhi kriteria yang diambil oleh
penelitian ini, berikutnya: 99 jurnal yang melibatkan pemberian obat-obatan
selain NSAIDs, 18 jurnal yang memberikan NSAIDs hanya setelah
pembedahan, 4 jurnal berpa tinjauan pustaka, 22 penelitian yang
menggunakan pemberian pada jalur lain selain melalui oral, 13 penelitian
yang memberikan obat-obatan pada pasien dengan pembentukan rasa sakit
akut, 7 jurnal yang melibatkan anestesi umum pada pasien, 5 penelitian
yang lebih memilih metode-metode analgesik dibandingkan penggunaan
medikasi, serta 1 studi yang tidak menginformaskan penggunaan NSAID.
Kemudian, sejumlah 6 artikel dipilih untuk peninjauan ulang secara
sistematis.7,9-11,14,15 Semua penelitian yang dilakukan secara random, doubleblinded, dan uji klinis kontrol-placebo, serta hanya 2 penelitian yang
bertentangan.9,15

Penelitian-penelitian yang dicari diteritkan pada periode dari 1989


sampai 2012 (Tabel 1) dan memasukkan 420 partisipan, diantaranya 171
laki-laki dan 249 perempuan, dengan rerata berusia 18.1 sampai 27.9 tahun,
menunjukkan semua partisipan dewasa muda. Tiga peneliti terkait pada
masa prosedur pembedahan (pencabutan gigi molar ketiga) saat itu: ALSuckhun dkk.14 memperlihatkan prosedurnya selama 30.9 menit, Aznar-Arasa
dkk.10 selama 27.15 menit, dan Kaczmarzyck dkk.7 selama 15.51 meint.

Lidocaine (2%) merupakan anestesi umum yang digunaan oleh 3


peneliti ini,9,11,14 serta vasokonstriktor yang digunakan dengan cairan
anestesi yaitu epinefrin 1:80.000,14 selain epinefrin 1:80.000,11 serta
epinefrin 1:100.000.9 Peneliti Aznar-Arasa dkk10 dan Kaczmarzyck dkk7
menggunakan 4% articaine dengan epinefrin 1:100.000 dan 1:200.000,
secara berurutan: Sisk dan Grover 8 tidak menyebutkan cairan anestesi yang
digunakan. Penggunaan NSAID oleh peneliti yaitu cecoxib, ibuprofen,
ketoprofen, diflunisal, dan naproxen sodium.
Al-Suckhun dkk.14menggunakan celecoxib 200 mg pada 48 pasien,
ibuprofen 400 mg pada 45 pasien, dan placebo pada 53 pasien, semua
diberikan 1 jam sebelum pelaksanaan prosedur. Aznar dan Arasa dkk. 10
menggunakan ibuprofen 600 mg 1 jam sebelumnya, dengan placebo pada
periode post-operatif saat itu juga pada 53 pasien dan placebo 1 jam
sebelumnya, dengan ibuprofen 600 mg pada periode post-operatif saat itu
juga untuk 56 pasien. Liporaci-Junior11 melakukan penelitian pada 13 pasien
menggunakan tipe split-mouth dari model eksperimental. Pada penelitian ini,
tiap pasien didaftarkan pada 2 prosedur pembedahan dalam waktu yang
berbeda. Pada salah satu prosedurnya, diberikan ketoprofen 150 mg selama
2 hari sebelum prosedur pembedahan, dan lainnya, diberikan placebo
selama 2 hari sebelum prosdur pembedahan. Kaczmarzyck dkk 7
menggunakan ketoprofen 100 mg 1 jam sebelum placebo 1 jam sebelum

pembedahan pada 34 pasien, placebo 1 jam setelah pembedahan pada 30


pasien dan placebo 1 jam sebelum digabungkan dengan ketoprofen 100 mg
1 jam setelah pemdehaan pada 30 pasien dan placebo 1 jam sebelum
digabungkan dengan placebo 1 jam setelah pembedahan. Sisk dan Grover 8
menggunakan naproxen soium 550 mg 30 menit sebelum placebo 30 menit
setelah pembedahan pada 30 pasien pada satu sisi mulut dan placebo 30
menit sebelum naproxen sodium 550 mg 30 menit setelah prosedur
pembedahan pada satu sisi mulut yang lainnya, pada pasien yang sama.
Sisk dkk.9menggunakan sodium diflunisal 1000 mg 30 menit sebelum
dengan placebo 30 menit setelah pembedahan pada 20 pasien pada satu sisi
mulut placebo 30 menit sebelum diflunisal 1000 mg 30 menit setelah
prosedur pada sisi mulut lainnya, untuk pasien yang sama.
NSAIDs berhubungan dengan tampakan efek samping seperti dilaporkan
oleh Al-Suckhun dkk14 Sisk dkk9 serta Sisk dan Grover.8 Lebih lanjut, hubungan
signifikan secara statistik dapat diteliti dalam penelitian oleh Al-Suckhun
dkk14 serta Kaczmarzyck dkk7 sementara peneliti lain tidak mendapatkan
hasil yang signiifkan. Terdapat peneliti yang meresepkan medikasi analgesik
bantu untuk kasus pasien yang tidak dapat merasakan kenyamanan dengan
penggunaan eksklusif dari protokol yang telah dibuat. Medikasi yang
digunakan sebagai analgesik yaitu acetaminophen dengan dosis 500 mg, 7
750 mg,11 1000 g,14 serta metamizol 575 mg.10
Untuk pelaksanaan meta-analisis, penelitian-penelitian dari Aznar-Arasa
dkk. serta Liporaci Junior11 dieksklusi karena tidak memiliki data yang cocok
digunakan sebagai uji dikotom. Lebih lanjut, karena penelitian oleh
Kaczmarzyck dkk7 tidak menunjukkan data mengenai pilihan pasien, jumlah
individual yang tidak menggunakan persediaan medikasi dianggap sebagai
respon positif terhadap analgesik pencegahan. Pada penelitian oleh Sisk dan
Grover8serta Sisk dkk9 semua pilihan yang berbeda pada uji obat-obatan
dianggap suuatu kegagalan.
10

Data dari artikel yang telah disurvei menunjukkan heterogenitas


(P<.0001), tidak terdapat perbedaan signifikan secara statistik terkait respon
analgesik yang dipengaruhi oleh pemberian NSAID pra-operatif (P=.2227),
dengan odds ratio yang dikombinasi yaitu 2.30 (0.60-8.73; Gambar 2).
Penilaian kualitas metoddologikal dari penelitian yang cocok dengan
kriteria inklusi diperoleh dari 6 penelitian menggunakan kriteria review
Cochrane.12,13 Berbagai defisiensi metodologikal ditemukan, seperti pada
Tabel 2, dengan penelitian yang dievaluasi mendapat skor minimal 50 dan

maksimal 71
dalam skala berkisar dari 0 sampai 100 (rata-rataSD
59.78.1). skor Cochrane minimal menunjukkan kualitas miinimal ntuk
inklusi pada review sistematik. Penelitian menunjukkanskor paling rendah
pada kurangnya informasi atau kelalaian penyimpanan data, yang
bertanggung jawab secara umum dalam penurunan skor rata-rata. Sebagai
tambahan, tidak ada penelitian yang melaporkan lebih dari 50 atau 100
pasien per kelompok, yang dianggap meningkatkan skor penelitian ini.

DISKUSI
NSAIDs merupakan medikasi yang sering digunakan diseluruh dunia.
NSAIDs dapat mengontrol gejala-gejala post-operatif secara adekuat setelah
pencabutan impaksi gigi molar ketiga. Efektivitas analgesik menyediakan
kualitas hidup pasien yang lebih baik pada periode post-operatif,
memungkinkan penyembuhan lebih cepat dan dapat kembali dalam aktivitas
kehidupan sehari-hari lebih cepat.10,11,14,16
Berdasarkan Bridgman dkk.17 dan Liporaci-Junior dkk.11 satu dari
mekanisme yang membantu kontrol rasa sakit post-operatif merupakan efek
dari penggunaan anestesi lokal, serta NSAIDs bukan merupakan faktor
utama yang berperan dalam efek analgesik pencegahan. Review sistematis
saat inidari literatur menunjukkan bahwa 2 anestetik lokal yang digunakan:
lidocaine (2%) dan articaine (4%). Hal ini merupakan faktor penting dalam
mengevaluasi keberhasilan dan durasi analgesik, mempertimbangkan onset
berbeda dari aktivitas dan potensi. Faktor lainnya yang harus
dipertimbangkan adalah konsentrasi vasokonstriktor, yang berkaitan dengan
derajat absorpsi dari cairan anestetikum dan derajat vasokontstriksi lokal.
Peneliti yang terdaftar dalam penelitian ini menggunakan konsentrasi dan
tipe vasokonstriktor yang berbeda.
Kondisi umum dari pencegahan rasa sakit post-oeratif termasuk
pemberian NSAIDs pra-operatif, kortikosteroid, dan/atau anestesi lokal yang
bertahan lama.8 Derajat nosisepsi berkaitan dengan konsentrasi histamin,
kinin, dan prostaglandin pada daerah inflamasi. Konsentrasi maksimum dari
prostaglandin pada luka jaringan akut terjadi secara secara simultandengan
intensitas rasa sakit post-operatif (3 sampai 4 jam setelah luka). NSAIDs
mampu membatasi sensitisasi periferaldengan menurunkan sintesis
prostaglandin pada area pembedahan.7,9,15

NSAIDs digunakan oleh peneliti yang dipilih pada review sistematis


adalah ibuprofen, celecoxib, ketoprofen, diflunisal, dan naproxen sodium.
Peneliti Sisk dkk.9 serta Sisk dan Grover8 terkait penggunaan midazolam
bersamaan dengan NSAIDs secara intravena pada beberaa pasiendi periode
post-operatif, tetapi pada studi mereka, mereka tidak spesifik pada pasien
yang menggunakan midazolam. Hal ini mengapa penelitian tersebut
dimasukkan dalam review ini. Ibuprofen yang digunakan adalah dosis 400
mg dan 600 mg, keduanya 1 jam sebelum pembedahan, dan menunjukkan
tidak ada perbedaan signifikan secara statistik. Pemberian ibuprofen preoperatif tidak mengurangi rasa sakit, edema wajah, atau trismus ketika
dibandingkan dengan pemberian post-operatif.10
Celecoxib yang digunakan adalah dosis 200 mg dan menunjukkan lebih
efektif secara statistik dibandingkan ibuprofen dalam penelitian oleh AlSukhun dkk.14 Ketika celecoxib diberikan dalam dosis rendah (200 mg atau
llebih rendah), terdapat aksi onset yang baik, durasi, dan menurunkan rasa
sakit yang lebih besar dibanding ibuprofen tanpa adanya efek samping. 14
Ketoprofen digunakan pada konsentrasi 100 mg dan 150 mg, 1 jam
sebelum dan untuk 2 hari sebelum pembedahan, secara berurutan, dalam 2
studi yang berbeda; akan tetapi, tidak terdapat perbedaan signifikan antara
konsentrasi etika diberikan pada periode pra-operatif. Hanya pada penelitian
oleh Kaczmarzyck dkk.7 terdapat perbedaan signifikan dengan menganggap
rasa sakit post-operatif antara kelompok yang menerima placebo 1 jam
sebelumnya, berhubungan dengan ketoprofen 1 jam setelah pembedahan,
serta kelompok yang tidak menerima ketoprofen. Ketoprofen memiliki
potensi analgesik baik dan sedikit efek samping, 11 serta berdasarkan
Kaczmarzyck dkk.7 medikasi ini merupakan yang paling efektif ketika
diberikan pada periode post-operatif.
Pada penelitian oleeh Sisk dkk.9, diflusinal yang digunakan pada dosis
1000 mg 30 menit sebelum pembedahan dan menunjukkan tidak ada
perbedaan signifikan dalam perbandingan dengan kelompok kontrol aat
placebo digunakan. Berbeda dengan aspirin dan NSAIDs lainnya, ini
dipercaya bahwa diflusinal tidak memiliki efek signifikan pada fungsi platelet.
Diflusinal (1000 mg) telah dilaporkan sebagai analgesik yang efisien. 9
Pada studi oleh Sisk dan Grover8 sodium naproxen digunakan pada
konsentrasi 550 mg 30 menit sebelum pembedahan dan menunjukkan tidak
ada perbedaan signifikan yang dibandingkan dengan kelompok kontrol yang
menggunakan placebo. Sodium naproxen memiliki aksi onset selama 1 jam,

dan tingkat plasma mencapai 2 sampai 4 jam; hal ini dianggap lebih efektif
dibandingkan aspirin 650 mg dan dapat memiliki kapasitas analgesik yang
mirip seperti meperidine pada konsentrasi antara 100 mg dan 150 mg.8
Berdasarkan Al-Sukhun dkk.14dan Aznar-Arasa dkk.10 NSAIDs dapat
menunjukkan beberapa efek samping seperti ulser, perdarahan
gastrointestinal, dan peningkatan perdarahan trans-operatif. Beberapa
peneliti dilaorkan memiliki efek samping terkait pemberian NSAIDs seperti
sakit kepala, mual, muntah, mengantuk, dan pusing. Akan tetapi, 2 efek
terakhir berkaitan dengan peneliti Sisk dkk. 9serta Sisk dan Grover8
menegaskan bahwa midazolam digunakan pada beberapa pasien, yang
dapat menjelaskan gejala-gejala tersebut.
Selebihnya, beberpa peneliti memilih untuk meresepkan analgesik
tambahan untuk memberikan kenyamanan lebih baik pada pasien tersebut
yang tidak mendapat kenyamanan pada analgesik post-operatif.
Acetaminophen 500 mg, 750 mg, 1000 mg, dan metamizol 575 mg
digunakan. Terdapat perbedaan signifikanhanya pada penelitian oleh AlSukhun dkk.14 Kelompok dengan pemberian celecoxib sebelum prosedur
pembedahan
mengkonsumsi
analgesik
pertolongan
lebih
sedikit
dibandingkan kelompok dnegan pemberian ibuprofend an placbeo untuk
memberikan analgesik pencegahan.
Meskipun beberapa peneliti menemukan bahwa analgesik pencegahan
bukan merupakan modalitas terapi yang efisien ketika digunakan untuk
pencabutan gigi molar ketiga, biasanya karena ada kehadiran mediator
inflamatori yang berkelanjutan pada area luka jaringan yang mengarah pada
persepsi rasa sakit yang persisten, hal ini menarik untuk melaksanakan
penelitian yang lebih detail.17
Meskipun meta-analisis tidak bisa memperlihatkan pengurangan rasa
sakit post-operatif setelah penggunaan analgesik pencegahan dengan
NSAIDs dari pandangan statistik, eksklusi dari penelitian oleh Aznar-Arasa
dkk.10 dan Liporaci Junior11 dari kalkulasi (karena kurangnya data kontingen
numerikal) dapat dipertimbangkan.
Liporaci Junior menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan pada
hasilnya menggunakan ketoprofen sebagai obat untuk analgesik
pencegahan.11 Ketoprofen merupakan medikasi yang sama pada peneltian
oleh Kaczmarzyck dkk.7 juga ditemukan tidak ada odds ratio signifikan dalam
penggunaannya (Gambar 2). Kemudian, inklusi dari Liporaci Junior 11 dalam
analisis statistik kemungkinan tidak dapat merubah meta-analisis.

Namun, Aznar-Arasa dkk.10 mengevaluasi ibuprofen pra-operatif,


menunjukkan penurunan rasa sakit pada 4 jam pertama, penurunan trismus
sebagian, dan penurunan jumlah obat tambahan yang digunakan,
memperlihatkan bahwa ibuprofen menunjukkan efek positif yang signifikan
bila digunakan untuk analgesik pencegahan. Ibuprofen adalah obat yang
sama seperti yang dipelajari oleh Al-Sukhun 14 Aznar-Arasa dkk.10 diamati odds
ratio positif yang signifikan. Jika penulis ini memnuunjukkan data dikotomis
memuaskan untuk dimasukkan dalam meta-analisis ini, mungkin data ini
dapat mempengaruhi hasil analgesik pencegahan secara langsung.
Hipotesis ini dapat dibenarkan dengan kemungkinan uhbungan antara
keberhasilan analgesik pencegahan pada pembedahan gigi molar ketiga dan
potensi penggunaan obat untuk menghambat cyclooxygenase (Cox-2)-2. 17-19
Celecoxib, NSAID selektif Cox-2, dan ibuprofen, suatu obat-obatan dengan
activitas Cox-1 sedikit lebih banyak dibanding Cox-2, digunakan oleh AlSukhun dkk.14 dan Aznar-Arasa dkk.10menunjukkan potensi menghambat Cox2 lebih baik jika dibandingkan dengan ketoprofen, obat Cox-1 predominan,
digunakan
oleh
Kaczmarzyck
dkk.7
dan
Liporaci-Junior11
yang
memperlihatkan tidak ada efek menguntungkan secara signifikan, dan
naproxen, obat dengan aktivitas Cox-1 sedikit lebih baik dibanding ibuprofen,
digunakan oleh Sisk dan Grover8 yang juga menunjukkan tidak ada
perbedaan antara digunakan atau utidaknya modalitas terapetik ini.
Akan tetapi, hal ini dapat mengganggu hubung ini, khususnya karena
variabilitas metodologi yang sangat baik (protokol perawatan dan metode
evaluasi) digunakan dalam uji kliis teranalisis. Heterogenitas dari metode
ilmiah ini juga mengganggu dalam evauasi kualitas penelitian tersebut (Tabel
2), membuatnya sulit untuk melakukan analisis komparatif yang lebih rinci
dan juga membatasi tipe kesimpulan dari sekumpulan data yang kami
presentasikan.

KESIMPULAN
Analgesik penncegahan berlanjut menjadi topik yang sangat
kontroversial. Analisis kami tidak menemukan dasar analgesik pencegahan
dengan berbagai NSAIDs pada model pembedahan gigi molar ketiga. Akan
tetapi, hal ini dapat terjadi karena banyaknya perbedaan antara model
eksperimental, termasuk metode pemberian obat yang berbeda, kombinasi
obat-obatan, waktu evaluasi rasa sakit post-operatif, tipe pembedahan,
penggunaan NSAID bersamaan, penggunaan sedasi, dan anestetik lokal
serta vasokonstriktor yang berbeda, yang mempengaruhi perbandingan
diantara efek-efeknya. Selanjutnya, uji klinis yang lebih jauh diperlukan
untuk memungknkan analisis mengenai efek sebenarnya dan pengaplikasian
klinis dari analgesik pecegahan dengan NSAIDs pada praktek kedokteran
gigi.

Vous aimerez peut-être aussi