Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
240210120128
V.
glikosida sianogen oleh enzim yang terdapat dalam tanaman itu sendiri. Lebih dari
70 famili tanaman yang mengandung sianogen yang masing-masing mempunyai
nama tersendiri. Misalnya sianogen gynocardine pada tanaman picung dihidrolisis
oleh enzim gynocardase menjadi glucose cyanohydrin yang tidak stabil dan
membentuk sianida. Setiap bagian tanaman mempunyai kandungan sianida yang
berkaitan. Kandungan tertinggi terdapat dalam biji, diikuti oleh buah, daun,
batang dan akar (Van Valkenburg dan Bunya-praphatsara, 2001).
Glikosida sianogenetik merupakan senyawa yang terdapat dalam bahan
makanan nabati dan secara potensial sangat beracun karena dapat terurai dan
mengeluarkan hidrogen sianida. Hidrogen sianida dikeluarkan bila komoditi
tersebut dihancurkan, dikunyah, mengalami pengirisan, atau rusak. Glikosida
sianogenetik terdapat pada berbagai tanaman dengan nama senyawa yang berbeda
seperti amigladin pada biji almonds, aprikot dan apel, dhurin pada biji shorgum,
dan linamarin pada kara (lima bean) dan singkong. Nama kimia bagi amigladin
adalah glukosida benzaldehida sianohidrin; dhurin; glukosida p-hidroksidabenzaldehida sianohidrin; linamarin; glukosida aseton sianohidrin (Winarno F.G,
2004).
Zat glikosida ini diberi nama linamarin yang berasal dari aseton sianidrin
yang bila dihidrolisis akan terurai menjadi glukosa, aseton dan HCN. Rumus
molekul linamarin C10H17O6N dan mempunyai sifat yang mudah larut dalam air
(Sosrosoedirdjo, 1993).
Asam sianida disebut juga Hidrogen sianida (HCN), biasanya terdapat
dalam bentuk gas atau larutan dan terdapat pula dalam bentuk garam-garam alkali
seperti potasium sianida. Sifat-sifat HCN murni mempunyai sifat tidak berwarna,
mudah menguap pada suhu kamar dan mempunyai bau khas. HCN mempunyai
berat molekul yang ringan, sukar terionisasi, mudah berdifusi dan lekas diserap
melalui paru-paru, saluran cerna dan kulit (Dep Kes RI, 1987).
HCN dikenal sebagai racun yang mematikan. HCN akan menyerang
langsung dan menghambat sistem antar ruang sel, yaitu menghambat sistem
Nisa Wulandari
240210120128
cytochroom oxidase dalam sel-sel, hal ini menyebabkan zat pembakaran (oksigen)
tidak dapat beredar ketiap-tiap jaringan sel-sel dalam tubuh. Dengan sistem
keracunan ini maka menimbulkan tekanan dari alat-alat pernafasan yang
menyebabkan kegagalan pernafasan, menghentikan pernafasan dan jika tidak
tertolong akan menyebabkan kematian. Bila dicerna, HCN sangat cepat terserap
oleh alat pencernaan masuk ke dalam saluran darah. Tergantung jumlahnya HCN
dapat menyebabkan sakit hingga kematian (dosis yang mematikan 0,5-3,5 mg
HCN/kg berat badan) (Winarno, F.G. 2004).
Praktikum kali ini melakukan pengujian kadar HCN secara kualitatif dan
kuantitatif. Sampel yang diujikan adalah petai, picung, daun singkong, jengkol,
dan leunca. Langkah pertama yang dilakukan pada pengujian secara kualitatif
adalah sampel dihaluskan dan ditimbang sebanyak 20 gram di dalam erlenmeyer.
Selanjutnya dilakukan penambahan asam tartrat sebanyak 10 ml hingga sampel
terendam. Fungsi dari asam tartrat ini adalah untuk mengekstrak HCN agar lebih
mudah untuk diuji. Kertas saring dimasukkan ke dalam larutan asam pikrat jenuh
dan dikeringkan. Setelah kering, kertas saring tersebut kemudian dicelupkan ke
dalam larutan Na2CO3 8% dan dikeringkan kembali. Pencelupan kertas saring ke
dalam asam pikrat jenuh dan Na2CO3 8% ini bertujuan agar kertas saring dapat
bereaksi dengan HCN. Kertas saring terebut kemudian dimasukkan ke dalam
erlenmeyer yang berisi sampel dan asam tartrat (kertas saring tidak menyentuh
sampel dan larutan) dan ditutup menggunakan alumunium foil. Erlenmeyer yang
berisi sampel tersebut dipanaskan di atas penangas air selama 15 menit, dan
dilakukan pengamatan perubahan warna pada kertas saring (positif jika warna
kertas menjadi merah). Semakin pekat warna merah yang dihasilkan, kadar HCN
dalam sampel semakin tinggi. Pemanasan ini berfungsi untuk menguapkan HCN
agar dapat bereaksi dengan asam pikrat jenuh dan Na 2CO3 8% yang terdapat
dalam kertas saring. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
Glikosida CN/CN- + H+ HCN(gas)
HCN + asam pikrat + Na2CO3 Na-pikrosianat
Berikut ini merupakan hasil pengamatan pengujian kadar HCN secara
kualitatif:
Nisa Wulandari
240210120128
Tabel 1. Uji Kualitatif HCN
Kelompo
Sampel
Hasil Analisis
k
1
Petai
+
2
Picung
+
3
Daun Singkong
+
4
Jengkol
+
5
Leunca
6
Petai
+
7
Picung
+
8
Daun Singkong
+
9
Jengkol
+
10
Leunca
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2014)
Keterangan warna
Merah (++)
Merah (+)
Merah (+++++)
Merah (+)
Kuning
Merah (++)
Merah (+)
Merah (+++++)
Merah (+)
Kuning
Nisa Wulandari
240210120128
Nisa Wulandari
240210120128
dalam erlenmeyer dan dilakukan penambahan 1 ml indikator FAS (ammonium
ferisulfat) untuk mendeteksi kelebihan ion tiosianat. Penambahan 1 ml ammonium
ferisulfat digunakan sebagai indicator yang mudah bereaksi dengan HCN
sehingga dapat mempermudah dalam penentuan titik akhir titrasi. Larutan tersebut
kemudian dititrasi dengan NH4CNS sampai terjadi perubahan warna menjadi
warna merah. Saat dititrasi larutan menjadi berwarna putih, karena terjadi reaksi
yang menyebabkan timbulnya endapan AgCNS yang berwarna putih, reaksi yang
terjadi adalah:
NH4CNS (aq) + AgNO3 sisa (aq) AgCNS (s) + NH4NO3 (aq)
Titrasi dilakukan hingga titik akhirnya berwarna merah, warna merah bata
terjadi karena timbulnya kompleks ferritiosianat yang berwarna merah. Reaksi
yang terjadi adalah:
Fe 3+ +CNS- FeCNS2- (merah)
Kadar HCN dalam sampel dapat diketahui dari volume NH 4CNS yang
digunakan dalam titrasi. Kadar HCN dalam sampel dapat dihitung dengan
menggunakan rumus:
Kadar HCN ( )=
Vtitrasi
(ml)
0.05
3.50
Kadar HCN
(%)
0.121
0.0295
Literatur
(%)
0,1-0,5%
0,24-0,28%
2.40
0.0591
0,011%
0.05
4.30
0.1224
0.008046
1-2%
0,015%
Nisa Wulandari
240210120128
Kadar HCN ( )=
( 4.64.3 ) 0.02 27 10
100
20134.2
Nisa Wulandari
240210120128
dalam keadaan terbuka. Yuningsih et al. (2004), melaporkan bahwa penurunan
kadar sianida lebih cepat terjadi dalam penyimpanan secara terbuka dibanding
secara tertutup pada sampel. Jengkol merupakan bahan pangan yang mengandung
suatu senyawa yang termasuk senyawa sianida yang dinamakan dengan asam
jengkolat. Asam jengkolat merupakan senyawa yang strukturnya mirip dengan
asam amino namun tidak dapat dicerna. Apabila mengkonsumsi asam jengkolat
atau asam sianida secara berlebihan maka akan menyebabkan gangguan kesehatan
seperti sakit pinggang, nyeri perut, muntah, sakit ketika buang air kecil, buang air
kecil beraroma jengkol dan bercampur darah serta gagal ginjal yang akut. Racun
jengkol dapat dikurangi dengan cara perebusan, perendaman dengan air, atau
membuang mata lembaganya karena kandungan racun terbesar ada pada bagian
ini.
Nisa Wulandari
240210120128
VI.
PENUTUP
6.1.
Kesimpulan
1. Sampel jengkol, petai, daun singkong, dan picung berdasarkan uji
kualitatif positif mengandung HCN.
2. Sampel leunca berdasarkan uji kualitatif menunjukkan hasil yang
negatif.
3. Kepekatan warna merah kertas saring pada pengujian kualitatif
menunjukkan kadar HCN yang terdapat di dalam sampel.
4. Sampel petai, picung, daun singkong, jengkol, dan leunca
berdasarkan uji kuantitatif memiliki kadar HCN masing-masing
sebesar 0.121%, 0.0295%, 0.0591%, 0.1224%, dan 0.008046%.
5. Pengujian kuantitatif HCN pada sampel memberikan hasi yang
berbeda dengan literatur, hanya sampel petai yang kadar HCN nya
mendekati literatur.
6. Berdasarkan hasil uji kuantitatif maupun literatur, sampel jengkol
memiliki kadar HCN tertinggi sedangkan sampel leunca memiliki
kadar HCN terendah.
7. Kadar HCN dapat diminimalisir dengan cara perendaman,
DAFTAR PUSTAKA
Nisa Wulandari
240210120128
Sosrosoedirdjo, R.S. 1993. Bercocok Tanam Ketela Pohon. CV Yasaguna, Jakarta.
Sutrisno, D dan S. Keman. 1981. Nilai makanan hijauan segar ketela pohon untuk
ternak sapi dan kerbau. Pros. Seminar Penelitian Peternakan. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor.
Van Valkenburg, J.L.C.H. and N. Bunyapraphatsara. 2001. Medicinal and
poisonous plants 2. Plant resources of South-East Asia. No:12 (2): 400402.
Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
Yuningsih, R. Damayanti, Murdiati, dan Darmono. 2004. Laporan Hasil Penelitian
APBN 2004. Balai Penelitian Veteriner, Bogor.