Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Oleh :
Nama
: Kezia Christianty Charismata
NRP
: 123020158
Kelompok
:G
No.Meja
: 3 (Tiga)
Asisten
: Rully Meilisa Kusuma Atmaja
Tanggal Percobaan : 19 November 2014
I. PENDAHULUAN
Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Percobaan, (2) Tujuan
Percobaan, dan (3) Prinsip Percobaan.
1.1 Latar Belakang Percobaan
Keberadaan bahan pangan pangan diperlukan sepanjang masa sebagai
hubungan pokok manusia sebelum sandang dan papan. Keadaan demikian dapat
dirunut sejak jaman primitive, pada masa ini manusia dalam memperoleh pangan
menempuh cara berladang berpindah-pindah. Pada waktu itu, melimpahnya hasil
pangan hanyalah bersifat sementara, bahkan dapat dikatakan jarang sekali dialami.
Tuntutan bahan pangan oleh manusia semakin hari semakin meningkat, baik jumlah
maupun mutunya. Dipihak lain produktifitas tanaman pertanian waktunya sangat
terbatas, terbatasi oleh musim atau keberadaan alam sehingga produksinya hanya
dapat diperoleh pada waktu tertentu saja. Namun diberbagai pihak mungkin dapat
dikelompokkan komoditas berdasarkan jenis, bentuk atau struktur bahan dan pola
respirasi maupun komposisi kimia yang sebelumnya dapat merugikan produksi atau
yang menghasilkan (Ilyas, 1983).
Serealia yaitu biji-bijan dari famili rumput-rumputan (gramine) yang banyak
mengandung karbohidrat sehingga menjadi makanan pokok manusia, campuran
makanan ternak, dan bahan baku industri yang menggunakan sumber karbohidrat.
Jenis biji-bijian yang mengandung lemak relatif tinggi seperti jagung merupakan
bahan baku industri minyak nabati. Kacang-kacangan adalah bahan-bahan yang
Tujuan dari percobaan penentuan uji gluten adalah untuk mengetahui jumlah
glutein yang tergantung di dalam tepung terigu dimana gluten tersebut merupakan
protein yang tidak larut dalam air.
Tujuan dari percobaan uji bleaching adalah untuk mengetahui apakah tepung
terigu yang diuji telah di bleaching atau tidak di bleaching.
1.3 Prinsip Percobaan
Prinsip dari percobaan pengamatan struktur dan sifat fisik serealia dan
kacang-kacangan adalah berdasarkan pengamatan terhadap warna, bentuk, densitas
kamba, ukuran, berat, daya serap air dan rasio pengembangan.
Prinsip dari percobaan penentuan daya serap air adalah berdasarkan
kemampuan tepung menyerap air semakin rendah daya serap air tepung semakin
rendah kualitas tepung.
Prinsip dari percobaan penentuan uji gluten adalah berdasarkan sifat glutein
yang merupakan protein yang tidak larut dalam air dan mempunyai sifat elastis dan
licin pada permukaannya.
Prinsip dari percobaan uji bleaching adalah berdasarkan reaksi oksidasi
karoten oleh petroleumeter sehingga terjadi pengendapan dan terigu yang tidak di
bleaching menimbulkan warna pudar pada supernatanya.
Warna dan
bentuk
Densitas
kamba
Ukuran
Struktur
fisik
Berat
fisik
Irisan
Irisan
melintan
membujur
g
Gambar 1. Pengamatan Sifat Fisik dan Struktur Serealia dan Kacang-Kacangan
Struktur Fisik
Berat
Prosedur pengamatan sifat fisik dan struktur terhadap jagung adalah serealia
dan kacang-kacangan diamati warna, bentuk, ukuran, struktur fisik (diamati bentuk
irisan melintang dan membujur), berat dan densitas kamba.
2. Pengamatan Densitas Kamba
Bahan sampai
volume 50 mL
Keluarkan bahan
Timbang gr / mL
Gambar 2. Pengamatan Densitas Kamba
Prosedur percobaan densitas kamba terhadap jagung adalah jagung
dimasukkan ke dalam gelas ukur sampai volume 50 mL, kemudian keluarkan bahan
dan timbang dalam gram/mL.
1 gram
2
gr beras
beras
20mlml
100
air
air
T = 80C
Penangas Air
t = 20
A- B
Berat Total*
X 100%
14-17 gr
tepung
beras
10 ml
petroleum
eter
Panjang
Diamater
Berat
41,9 gram/mL
0,83 mm
0,33 mm
0,2 gram
Irisan Melintang
Sifat Fisik
Irisan Membujur
Berat utuh
Berat awal
Berat setelah dimasak
% Daya serap air
Sumber : Kelompok G, Meja 3, (2014)
1 gram
1 gram
16 gram
88,23 %
gram
sehingga
dapat
tepung
didapatkan
warna
(tepung
supernatan
ketan),
tidak
(Muchtadi, 2010).
Dalam sistematika tumbuhan (taksonomi), kacang tanah diklasifikasikan
sebagai berikut :
Kingdom
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Sub Divisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledonae
Ordo
: Leguminales / Polypeaes
Famili
: Leguminoseae/ Papilionaseae
Genus
: Arachis
Species
Pada percobaan daya serap air dengan menggunakan sampel beras putih B,
didapatkan hasil % daya serap air sebesar 88,23%.
Daya serap air pada tepung terigu adalah berapa banyak kita dapat
menambahkan atau memasukkan air ke dalam adonan. Semakin tinggi protein terigu
semakin tinggi pula daya serap air-nya (Ilyas, 1983).
Daya serap air tepung perlu diketahui dalam penyusunan formula adonan.
Penambahan air pada pembuatan adonan roti disesuaikan dengan daya serap air dari
terigunya. Penetapan daya serap air terigu juga dapat digunakan untuk menilai mutu
tepung terigu. Daya serap air sekitar 60 % dianggap baik. Makin rendah daya serap
air terigu, makin rendah mutu terigu tersebut (Muchtadi, 2010).
Daya serap air ini berkaitan dengan kualitas bahan pada proses pengolahannya.
Misalnya pemilihan formula untuk pembuatan roti, air dalam pembuatan roti
berfungsi untuk menghasilkan adonan roti yang remah dan berkualitas baik, karena
air mengandung garam-garam yang berfungsi sebagai penguat gluten dan membantu
dalam pertumbuhan ragi dalam proses fermentasi (Winarno, 1997).
Hal ini cukup bagus, karena makin banyak jumlah ml air yang dibutuhkan
untuk menyusun formula adonan maka makin bagus mutu tepung tersebut. Daya
serap air 56 % sudah dianggap baik. Makin sedikit jumlah air yang dibutuhkan maka
kualitas tepung makin rendah. Kadar air yang aman untuk penyimpanan ditentukan
berdasarkan pertimbangan ekonomis dan teknis. Pertimbangan teknis yaitu tingkat
kadar air yang setimbang dengan kondisi lingkungannya (suhu dan kelembaban
relatif) dan ambang batas aktivitas air yang aman terhadap kemungkinan berbagai
penyebab kerusakan (Suhardi, 1982).
Berdasarkan percobaan penentuan rasio pengembangan dengan sampel beras
putih B didapatkan hasil % rasio pengembangan sebesar 83,33%.
Rasio pengembangan adalah perbandingan antara tinggi air dan bahan setelah
pemanasan dibagi dengan tinggi air dan bahan sebelum pemanasan. Rasio
pengembangan ini menunjukan jumlah air yang dapat diserap oleh bahan
(Anne,2010).
Berdasarkan percobaan penentuan uji gluten dengan menggunakan sampel
tepung A (segitiga biru), didapatkan hasil dengan menggunakan NaCI gluten basah
2,9 gram dan gluten kering 1,3 gram. Sedangkan dengan menggunakan air didapatkan
gluten basah 3,2 gram dan gluten kering 1,8 gram.
Gluten merupakan protein tidak larut dalam air yang hanya terdapat pada
tepung terigu. Gluten mempunyai peranan penting sehubungan dengan fungsi terigu
sebagai bahan dasar pembuatan roti. Adonan roti mempunyi sifat yang liat/elastis dan
licin pada permukaan. Gluten merupakan komponen tepung terigu yang membentuk
sifat tersebut (Muchtadi, 2010).
Gluten merupakan salah satu dari jenis protein globuler, yaitu protein yang
berbentuk bola. Protein ini larut dalam larutan garam dan asam encer, juga lebih
mudah berubah di bawah pengaruh suhu, konsentrasi garam, pelarut asam danbasa.
Protein ini mudah terdenaturasi, yaitu susunan molekulnya berubah yangdiikuti
dengan perubahan sifat fisik dan fisiologiknya seperti yang dialami oleh enzim dan
hormon (Winarno, 1997).
Gluten merupakan salah satu penentu dalam keberhasilan pembuatan roti dan
kue. Gluten terdiri dari 2/3 bagian air dan 1/3 bagian bahan kering. Dalam keadaan
kering gluten mengandung 75-85 % protein total dan mengandung 5-10 % lemak
serta sejumlah kecil mineral (Winarno, 1997).
Mekanisme pembentukan gluten adalah gliadin dan glutenin yang ada dalam
tepung jika ditambahkan air akan membentuk adonan (dough) dan bila diremas-remas
(kneaded) akan membentuk substansi gluten yang lengket dan elastis.
Uji gluten dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan menambahkan NaCI dan
dengan menambahkan air. Dari uji gluten yang dilakukan dengan menambahkan
NaCI, didapatkan gluten baik basah maupun kering yang hampir sama dengan uji
gluten yang ditambahkan dengan air. Hal tersebut dikarenakan air yang ditambahkan
kedalam terigu, menghasilkan adonan yang lunak dan lengket sebab tidak ada mineral
yang mengikat gluten. Sedangkan jika tepung ditambahkan dengan larutan NaCI,
akan menghasilkan adonan yang tidak terlalu lunak dan tidak terlalu lengket, karena
adanya mineral-mineral dalam garam yang memperkuat gluten atau mengikat gluten.
Sebelum dilakukan pengeringan, dilakukan pencucian dengan air mengalir yang
berfungsi untuk menghilangkan pati yang ada, sehingga hanya gluten yang tertinggal
dan dapat diketahui berat gluten yang sesungguhnya (Fahira, 2011).
NaCl yang digunakan pada uji gluten berfungsi sebagai indikator yang
mempercepat terbentuknya gluten. NaCl bersifat ionik yang dapat membentuk
glutenin. Air juga bersifat tidak ionin jadi terbentuknya gluten lambat sehingga
setelah ditambahkan air sampel direndam kedalam air untuk memaksimalkan
terbentuknya gluten (Fahira,2011).
Pada umumnya, semakin tinggi kadar proteinnya maka kadar glutennya juga
semakin tinggi. Kandungan gluten ini dipengaruhi oleh jenis gandum yang dipanen.
Berdasarkan kandungan proteinnya, tepung terigu dibagi jadi tiga tingkatan, yaitu :
1. Tepung terigu protein rendah
Tepung terigu yang berprotein rendah biasanya memiliki kandungan protein
kurang dari 11 persen. Tepung ini baik untuk membuat berbagai jenis cake, biskuit,
kue kering, dan aneka goreng-gorengan.
Kandungan gluten rendah dalam tepung terigu pada adonan biskuit, kue kering
dan wafer, akan membuat kue dan gorengan jadi lebih renyah dan nikmat. Terigu
jenis ini juga sangat sempurna untuk membuat kulit lumpia yang tipis, tak mudah
robek dan renyah saat digoreng. Kandungan gluten yang rendah membuat daya serap
air sangat sedikit maka hasilnya renyah.
2. Tepung terigu protein sedang
Kandungan protein dalam tepung terigu protein sedang ini berkisar antara 11,5 13 persen. Namun, biasanya kandungannya berkisar 11 persen. Kandungan
proteinnya yang tak terlalu tinggi dan rendah membuat tepung terigu ini menjadi
tepung yang serbaguna. Tepung ini sangat baik untuk membuat semua jenis produk
makanan olahan.
3. Tepung terigu protein tinggi
Tepung terigu protein tinggi ini memiliki kandungan protein 13-14 persen.
Tepung terigu ini sangat cocok digunakan untuk membuat aneka makanan yang butuh
volume besar, produk yang mengembang, dan elastis misalnya roti dan mie
(Pratiwi, Hesti, 2013).
Berdasarkan percobaan uji bleaching dengan menggunakan sampel tepung F
(tepung ketan) didapatkan hasil pada tepung tersebut supernatanya tidak berwarna
yang berarti tepung tersebut telah di bleaching.
Untuk memperoleh tepung terigu yang berwarna putih sering dilakukan
bleaching. Proses bleaching berhubungan dengan oksidasi karoten, yaitu pigmen yang
terdapat pada terigu (Ilyas, 1983).
Bleaching pada hakekatnya adalah pemucatan atau pemutihan pigmen
karotenoid yang terdapat pada bahan makanan sehingga akan menghasilkan senyawa
yang tidak berwarna. Biasanya pemucatan terigu digunakan zat pemucat yang bersifat
oksidator. Ikatan rangkap dalam karotenoid akan teroksidasi, sehingga pigmennya
terdegradasi. Selain itu bahan pemucat ini mengoksidasi gugus sulfihidril dalam
gluten menjadi ikatan disulfida. Dengan adanya ikatan ini akan terbentuk polimer
protein yang panjang, lurus dan membentuk lapisan tipis yang saling melekat,
lapisan-lapisan itu dapat menahan gelembuhg udara, karena itu adonan tepung akan
lebih mengembang (Ilyas,1983).
Pemucatan ini bertujuan untuk memperbaiki penampakan, disamping untuk
meningkatkan mutu tepung misalnya untuk meningkatkan daya kembang. Tepung
yang berwarna kekuningan bersifat kurang elastik. Pemakaian zat pemucat yang
berlebihan akan menghasilkan adonan yang pecah-pecah, butirannya tidak merata,
berwarna keabu-abuan dan volumenya menyusut (Winarno,1997).
Mekanisme bleaching adalah adanya sifat lekat dan juga pigmen karotennya
yang teroksidasi sehingga akan diperoleh tepung terigu yang berwarna putih dan
dengan daya kembang yang baik. Zat pelarut pemucat ditambahkan bersifat oksidator.
Ikatan rangkap dalam karotenoid yaitu xantofil akan dioksidasi. Degradasi pigmen
karotenoid akan menghasilkan senyawa yang tidak berwarna (Anne,2010).
Petroleum ether adalah jenis pelarut lemak non polar yang berfungsi untuk
melarutkan pigmen karoten yang terdapat dalam bahan dengan cara mengoksidasinya
sehingga bahan menjadi berwarna putih. Petroleum ether dapat diganti dengan N.
Heksan, Kloroform dan pelarut-pelarut non polar lainnya (Anne, 2010).
Supernatan adalah campuran dari zat pewarna tepung dan petroleum ether.
Supernatan berada di lapisan atas karena berat jenis pati lebih besar dari pada berat
jenis petroleum ether dan karoten.
Mekanisme terbentuknya supernatan adalah petroleum ether sebagai pelarut
lemak non polar akan mengoksidasi pigmen yang terdapat pada tepung sehingga
menyebabkan
terjadinya
pengendapan
pigmen
karoten
yang
menyebabkan
Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Kesimpulan dan (2) Saran
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan percobaan pengamatan struktur dan sifat fisik serealia dan
kacang-kacangan dengan menggunakan sampel jagung diperoleh hasil densitas
kamba sebesar 41,9 gram/mL, ukuran panjang 0,83 mm, lebar 0,33 mm dan berat 0,2
gram. Berdasarkan percobaan penentuan daya serap air dengan menggunakan sampel
beras putih B diperoleh hasil % daya serap air sebesar 88,23 %. Berdasarkan
percobaan rasio pengembangan dengan menggunakan sampel beras putih B diperoleh
hasil % rasio pengembangan sebesar 83,433%. Berdasarkan percobaan daya serap air
tepung terigu dengan menggunakan sampel tepung E (tepung beras) diperoleh hasil %
daya serap air sebesar 64%. Berdasarkan percobaan uji gluten dengan menggunakan
sampel tepung A (segitiga biru) dengsn NaCI diperoleh hasil gluten basah 2,9 gram
dan gluten kering 1,3 gram, dengan air diperoleh hasil gluten basah 3,2 gram dan
gluten kering 1,8 gram. Berdasarkan percobaan uji bleaching dengan menggunakan
sampel tepung F (tepung ketan) diperoleh hasil sampel tepung F didapatkan
supernatan tidak berwarna yang artinya tepung telah di bleaching.
4.2 Saran
Sebaiknya pada saat praktikum berlangsung praktikan memahami prosedur
dengan benar dan lebih teliti agar mendapatkan hasil pengamatan dan perhitungan
yang benar.
DAFTAR PUSTAKA
Fahira,
R.
2011.
Laporan
Praktikum
Bahan
Pangan
Uji
Gluten.
Jakarta.
Muchtadi, Tien R, Sugiono. 2010 . Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Pratiwi, Hesti. 2013. 3 Kategori Tepung Terigu. Kompas.com. Diakses : 20
November 2014
Suhardi, M. 1982. Ilmu Pangan. Universitas Indonesia, Jakarta.
Wikipedia, 2013. Taksonomi Kacang Tanah. wikipedia.com. Diakses : 22
November 2014
Winarno, F.G. 1997. Ilmu Pangan dan Gizi. Gramedia, Jakarta.
LAMPIRAN PERHITUNGAN
Perhitungan Daya Serap Air
Berat utuh = 1 gram
Berat awal (B) = 1 gram
Berat setelah dimasak (A) = 16 gram
AB
X 100
A +B
161
X 100
16+1
= 88,23 %
Perhitungan Rasio Pengembangan
ta1 = 7,4 cm
ta2 = 8,4 cm
tb1 = 1,4 cm
tb2 = 3,4 cm
% rasio pengembangan =
ta 2tb 2
x 100
ta 1tb 1
8,43 , 4
x 100
7,41,4
= 83,33 %
Perhitungan daya serap air tepung terigu
Volume air = 16 ml
Berat terigu = 25 gram
% daya serap air tepung =
ml air
gr tepung
16
x 100
25
= 64 %
x 100 %