Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pre-eklampsia dan eklampsia merupakan kesatuan penyakit yang langsung
disebabkan oleh kehamilan, di mana eklampsia merupakan peningkatan yang lebih
berat dan berbahaya dari pre eklampsia, dengan tambahan gejala-gejala tertentu
(Euerle, 2005).
Di Indonesia eklampsia, di samping perdarahan dan infeksi masih merupakan
sebab utama kematian ibu dan sebab kematian perinatal yang tinggi. Oleh karena itu
diagnosis dini pre eklampsia, yang merupakan tingkat pendahulu eklampsia serta
penanganannya perlu segera dilaksanakan untuk menurunkan angka kematian ibu
dan anak. Perlu ditekankan bahwa sindroma pre eklampsia ringan dengan
hipertensi, edema dan proteinuria sering tidak diketahui atau tidak diperhatikan oleh
wanita yang bersangkutan, sehingga tanpa disadari dalam waktu singkat dapat
timbul pre eklampsia berat (Wagner, 2004).
Frekuensi eklampsia bervariasi antara satu negara dengan negara lain.
Frekuensi rendah pada umumnya merupakan petunjuk tentang adanya pengawasan
antenatal yang baik, penyediaan tempat tidur antenatal yang cukup, dan
penanganan pre-eklampsia yang sempurna (Prawirohardjo, 2010).
Di negara-negara yang sedang berkembang frekuensi dilaporkan berkisar
antara 0,3% - 0,7%, sedang di negara-negara maju angka tersebut lebih kecil, yaitu
0,05% - 0,1% (Morris, 2006).
Dengan pengetahuan bahwa biasanya eklampsia di dahului oleh pre
eklampsia, tampak pentingnya pengawasan antenatal yang teliti dan teratur, sebagai
usaha untuk mencagah timbulnya penyakit itu (Prawirohardjo, 2010).
1.2
Rumusan masalah
1.3 Tujuan
1
2.1 Definisi
Pre eklampsia adalah gangguan multisistem spesifik pada kehamilan,
didefinisikan sebagai hipertensi pada ibu hamil setelah umur kehamilan 20 minggu
atau segera setelah persalinan dengan adanya proteinuria dan atau edema. Dapat
terjadi lebih awal misalnya pada mola hidatidosa (Morris, 2006).
Eklampsia pada umumnya timbul pada wanita hamil atau dalam nifas
dengan tanda-tanda pre eklampsia. Pada wanita yang menderita eklampsia timbul
serangan kejang yang dapat diikuti oleh koma (Morris, 2006).
2.2 Patofisiologi
Eklampsia terjadi setelah usia kehamilan 20 minggu dan merupakan
komplikasi dari pre eklampsia berat. Progresi dari pre eklampsia berat ke kejang dan
koma diduga berhubungan dengan hipertensi ensefalopati, edema vasogenik akibat
iskemia kortikal, edema serebri dan perdarahan (Stephani, 2005).
Penyebab pre eklampsia dan eklampsia masih tidak jelas. Genetik,
immunologik, endokrin, dan nutrisi diduga memiliki peranan dalam proses yang
rumit. Beberapa penelitian memperkirakan bahwa iskemia plasenta dan uterus dan
pelepasan zat tertentu menyebabkan vasokonstriksi yang luas. Penyebab langsung
aktivitas kejang pada penderita eklampsia masih tidak diketahui. Iskemia serebri,
infark, perdarahan edema diketahui terjadi pada penderita dengan eklampsia
(Stephani, 2005)
.
2.3 Frekuensi
Di Amerika serikat, kejadian eklampsia mendekati 0,05%-0,2% dari semua
kehamilan (Morris, 2006).
Eklampsia sering terjadi pada pasien dengan usia reproduksi yang ekstrim,
Resiko eklampsia lebih besar terjadi pada wanita usia kurang dari 20 tahun (Morris,
2006).
2.4 Faktor Resiko
Berikut dipertimbangkan sebagai faktor resiko untuk eklampsia:
1.
Nulliparity
2.
3.
4.
5.
Kehamilan remaja
6.
Primigravida
7.
8.
9.
Obesitas
terjadinya
gejala-gejala
nyeri
kepala
di
daerah
frontal,
gangguan
penglihatan,mual, nyeri epigastrium dan hiperrefleksia. Bila keadaan ini tidak dikenal
dan tidak segera diobati, akan timbul kejang, yang sangat berbahaya terutama pada
persalinan.
Konvulsi eklampsia dibagi dalam 4 tingkat, yakni :
1. Tingkat awal atau aura. Keadaan ini berlangsung kira-kira 30 detik. Mata
penderita terbuka tanpa melihat, kelopak mata bergetar demikian pula
tangannya, dan kepala diputar ke kanan atau ke kiri.
2. Kemudian timbul tingkat kejang tonik yang berlangsung kurang lebih 30
detik. Dalam tingkat ini seluruh otot menjadi kaku, wajahnya keliatan kaku,
tangan menggenggam, dan kaki membengkok ke dalam. Pernafasan
berhenti, muka mulai menjadi sianotik, lidah dapat tergigit.
3. Stadium ini kemudian disusul oleh tingkat kejang klonik yang berlangsung
antara 1-2 menit. Spasmus tonik menghilang. Semua otot berkontraksi dan
berulang-ulang dalam tempo yang cepat. Mulut membuka dan menutup dan
lidah dapat tergigit lagi. Bola mata menonjol. Dari mulut keluar ludah yang
3
pada
tiap
pemeriksaan
tanda-tanda
pre
eklampsia
dan
5
II.
III.
Diazepam
Apabila ada kejang ulangan, diberikan 10 mg iv. Pemberian ulangan ini hanya
sekali saja, bila masih terjadi kejang diberikan penthotal 5 mg/kgbb/iv pelan.
Kalau pemberian belum lewat 3 jam (iv/im), maka dosis diazepam yang telah
diberikan diperhitungkan, dan pengobatan dengan diazepam dalam dosis
penuh.
Kalau pemberian sudah 3 jam atau lebih, maka diberikan pengobatan dengan
MgSO4 atau diazepam dalam dosis penuh.
Fiksasi badan di tempat tidur harus cukup longgar agar tidak terjadi fraktur.
Monitoring kesadaran dan dalamnya koma dan tentukan skor tanda vital
Pada koma yang lama bila nutrisi parenteral tidak mungkin maka berikan
dalam bentuk per NGT.
II.
Infus D5%
III.
Mencegah Komplikasi
IV.
Kortikosteroid
STV < 9 tunda 6 jam, kalau tidak ada perubahan maka terminasi
>200
2
140-200
100-140
TD diastole
<100
>110
90-110
50-90
Nadi (x/menit)
Suhu rektal (oC)
Pernafasan
<50
> 120
> 40
> 40
100-120
38,5-40
Irreg/abn/patol
80-100
< 38,5
29-40
(x/menit)
GCS
< 16
3-4
5-7
>8
16-40
(Sutarinda, 2008)
BAB III
LAPORAN KASUS
1.1. IDENTITAS
Nama
Ny. AN
Umur
29 tahun
Jenis Kelamin
Perempuan
Pekerjaan
Swasta
Agama
Islam
Alamat
Pasuruan.
Masuk RS
1.2.
ANAMNESIS
Keluhan utama
Kejang
Riwayat Penyakit Sekarang
Kurang lebih sehari yang lalu sebelum masuk RS pasien yang tengah
hamil merasa pusing tapi tetap dirumah. Kemudian sehari kemudian pada
jam 19.00 pasien mengeluh pusing dan mual namun pasien tetap di rumah.
Pada jam 21.00 pasien tiba-tiba kejang kurang lebih selama 2 menit.
Setelah kejang pasien sadar kembali dan dibawa ke UGD RSUD BANGIL.
Pasien memiliki riwayat pusing + , mual + , Muntah + , pandangan kabur - ,
nyeri ulu hati -. Riwayat tekanan darah tinggi sebelum dan selama hamil
disangkal. Riwayat kedua kaki bengkak sejak 3 bulan terakhir.
Riwayat Persalinan Lalu :
1. Aterm / 2800 gr / Spt.B / SpOG / P / 4 th / Hidup
2. Hamil ini .
Riwayat ANC :
1. SpOG 4x, terakhir kontrol 5 November 2014 . TD normal .
2. HPHT : 4-3-2014
3. TP : 11-12-2014
4. Usia Kehamilan : 37-38 minggu
9
PEMERIKSAAN FISIK
STATUS PRESENT
1. Keadaan Umum
Lemah
2. GCS
446
Tekanan Darah
197/108 mmHg
Nadi
108 kali/menit
Respirasi
20 kali/menit
Suhu
36,5 oC
3. Tanda Vital
:
Ins : Bentuk simetris, gerak nafas simetris
Pal : Fremitus raba simetris
10
Per : sonor/sonor
Aus : Suara nafas vesikuler, rhonki (-/-) wheezing (-/-).
Cor
7. Abdomen
- TFU : 29 cm
- Letak bujur U
- DJJ : 164 x/i
- TBJ : 2635 gr
- His (-) neg
8. Genitalia Eksterna
- GE : Flux (-) Fluor (-)
- Dipstick : +3
9. Ekstremitas
Atas
Darah Rutin
Hb
: 14,6 g/dL
Leukosit
: 26,36 x 103/uL
Eritrosis
Hematokrit
: 41,20 %
Trombosit
: 126.000 x 103/uL
11
Kimia Darah
GDS
: 115 mg/dL
SGOT
: 345 U/L
SGPT
: 259 U/L
Ureum
: 29,60 mg/dL
Kreatinin
: 0,70 mg/dL
Asam Urat
: 5,6 mg/dL
Natrium
: 132 mmol/L
Kalium
: 4,03 mmol/L
Chlorida
: 110 mmol/L
LDH
: 1589 U/L
Urinalisa
Kekeruhan : agak keruh
Warna
: kuning
BJ
: >=1,030
pH
: 6,0
Protein
: 3+
Glukosa
: negatif
Urobilinogen : 1+
Bilirubin
: negatif
Darah Samar : 3+
USG
- Tampak janin intrauterin Tunggal Hidup letak bujur kepala di bawah
- BPD : 89,1 (36 wod)
- AC : 817 (35w4d)
- FL : 64,5 (33w2d)
- EFW : 2637 gr
- AFL : 9,2
- Plac. Implantasi di corpus pors maturasi gr II
NST
- NST : patologis
- Baselinerate : 160 bpm
- Variability : <5bpm
12
DIAGNOSIS
PENATALAKSANAAN
Nifedipin 3 x 10 mg
Metildopa 3 x 500 mg
Pasang DC
Konsultasi anestesi
KIE
Planning Monitoring :
Observasi Vital Sign, Keluhan, His, DJJ, Produksi urine, reflex patella,
balance cairan/6 jam, tanda-tanda impending eklampsia
13
BAB IV
PEMBAHASAN
Dalam menentukan diagnosa dan penatalaksanaan kasus obstetri yang
harus dilakukan terhadap pasien adalah anamnesa, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.
Pada kasus ini seorang wanita dengan usia 28 tahun didiagnosis dengan
G2P1001Ab000 Hamil aterm inpartu kala I fase aktif dengan eklampsia janin tunggal
hidup intra uterin presentasi kepala.
Dasar diagnosis eklampsia pada pasien ini adalah sesuai definisi dimana
eklampsia adalah kelainan akut pada wanita hamil, dalam persalinan atau nifas yang
ditandai dengan timbulnya kejang dan atau koma. Sebelumnya wanita tadi
menunjukkan gejala-gejala pre eklampsia (kejang bukan akibat kelainan neurologik).
Pada pasien ini usia kehamilan lebih dari 20 minggu, dengan tanda-tanda pre
eklampsia yakni hipertensi dengan tekanan darah saat tiba di RS 197/108 mmHg,
adanya proteinuria 3+ serta edema pada kedua tungkai. Pasien juga mengalami
kejang.
Prinsip pengobatan pada penderita eklampsia adalah sebagai berikut:
1. Menghentikan dan mencegah kejang
2. Memperbaiki keadaan umum ibu/janin seoptimal mungkin
3. Mencegah komplikasi
4. Terminasi kehamilan/persalinan dengan trauma seminimal mungkin.
Pada pasien ini pertama-tama diberikan resusitasi dengan 02 via NRBM
dan IVFD RD5 life line. Kemudian pasien diberikan obat anti kejang MgSO 4 dengan
dosis awal 4 gram 20% iv pelan, disusul dengan 10 gram 40% im terbagi pada
bokong kanan dan bokong kiri. Dosis ulangan diberikan 5 gram 40% im tiap 6 jam
sampai 24 jam paska persalinan atau 24 jam bebas kejang.
Pasien lalu diberi injeksi untuk mencegah komplikasi yaitu antibiotika
ampicillin diawali dengan skin test, dilanjutkan dengan ranitidine dan metoclopramid.
Tidak lupa juga balance cairan negatif untuk mencegah overload cairan. Pasien juga
diberi Nifedipin dan Metildopa untuk antihipertensi, tetapi perlu pengawasan agar
penurunan MAP tidak lebih dari 20%. Karena pasien ini juga terdapat HELLP
syndrome, maka diberikan Dexamethasone rescue.
Pasien kemudian diusulkan untuk dilakukan terminasi dengan SC cito +
IUD pasca plasenta dengan syarat stabilisasi : 4-8 jam setelah salah satu atau lebih
keadaan berikut ini :
14
STV < 9 tunda 6 jam, kalau tidak ada perubahan maka terminasi
Pada pasien ini, STV nya adalah > 10, sehingga boleh dilakukan terminasi. Untuk
persiapan operasi, pasien dipuasakan dan diberi drip oxytocin 40 IU dalam RD5 500
cc. Juga dipersiapkan transfusi bila kadar Hb post operasi < 8.
Selanjutnya dilakukan konsultasi ke teman sejawat Anestesi dan Kardiologi
untuk mempersiapkan operasi SC cito dan penatalaksanaan tambahan. Setelah
tindakan operasi keluarga pasien menyetujui untuk pasien selanjutnya dirawat di ICU
untuk observasi dan pengobatan tindak lanjut.
15
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Pre-eklampsia dan eklampsia merupakan kesatuan penyakit yang langsung
disebabkan oleh kehamilan, di mana eklampsia merupakan peningkatan yang lebih
berat dan berbahaya dari pre eklampsia, dengan tambahan gejala-gejala tertentu.
Eklampsia pada umumnya timbul pada wanita hamil atau dalam nifas dengan tandatanda pre eklampsia. Pada wanita yang menderita eklampsia timbul serangan kejang
yang dapat diikuti oleh koma.
Penyebab pre eklampsia dan eklampsia masih tidak jelas. Genetik,
immunologik, endokrin, dan nutrisi diduga memiliki peranan dalam proses yang
rumit.Pada umumnya kejang didahului oleh makin memburuknya pre eklampsia dan
terjadinya gejala-gejala nyeri kepala di daerah frontal, gangguan penglihatan,mual,
nyeri epigastrium dan hiperrefleksia. Bila keadaan ini tidak dikenal dan tidak segera
diobati, akan timbul kejang, yang sangat berbahaya terutama pada persalinan.
Prinsip pengobatan pada eklampsia adalah;
1. Menghentikan dan mencegah kejang
2. Memperbaiki keadaan umum ibu/janin seoptimal mungkin
3. Mencegah komplikasi
4. Terminasi kehamilan/persalinan dengan trauma seminimal mungkin pada ibu.
5.2 Saran
Sebaiknya petugas medis di daerah lebih berhati-hati dan menambah
wawasan keilmuannya mengenai penyakit eklampsia, sehingga kasus eklampsia
dapat dicegah sedari dini dan tidak terjadi kegawatdaruratan bahkan kematian.
Kontrol ANC secara berkala dan penanganan yang tepat pada kasus eklampsia
diharapkan dapat mengurangi angka kematian ibu dan janin.
16
DAFTAR PUSTAKA
American College of Obstetricians and Gynecologist. Chronic Hypertension in
Pregnancy. ACOG. Practice Bulletin no.29. Washington, DC: American
College of Obstetricians and Gynecologist, 2001.
Euerle,
B,
Warden,
M.
Pre
Eklampsia
(Toxemia
of
Pregnancy).
2005.
http://www.emedicine.com
Gabbe. Obstetrics: Normal and Problem Pregnancies. In: Hypertension. 5th ed.
Churchill Livingstone, An Imprint of Elsevier; 2007.
Hofmeyr GJ, Belfort M. Proteinuria as a predictor of complcations of pre-eclampsia.
BMC Med. 2009;7:11
Jung, Dawn C. Pregnancy, Pre Eklamsia. 2007. http;//www. Emedicine.com
Mattar, F, Sibai BM. Eclampsia. VIII. Risk Factors for maternal morbidity. Am J
Obstet Gynecol. 1990;163:1049-55.
Morris, S C. Pregnancy, Eklampsia. 2006. http;//www. Emedicine.com
Prawirohardjo, S. Pre Eklampsia dan Eklampsia. Dalam : Ilmu Kebidanan. Yayasan
Bina pustaka Prawirohardjo, Jakarta. 2010.
Shuman,
T.
Pregnancy
Pre
Eklampsia
and
Eklampsia.
2005.
http;//www.Google.com.
Sibai BM. Diagnosis, prevention, and management of eclampsia. Obstet Gynecol.
Feb 2005;105(2):402-10
Stephani, R. Eklampsia. 2005. http;//www. Emedicine.com
Wagner, L.K. Diagnosis & Management of Pre Eklampsia. American Academy of
Family
Physicians
Journal.
Vol
70/no
12)
2004.
http
://www.nhlbi.nib.gov/healthy/prof/heart/hbp preg.pdf.
17