Vous êtes sur la page 1sur 63

ASUHAN KEPERAWATAN SISTEM MUSKULOSKELETAL DENGAN FRAKTUR

CERVIKAL C5 C6 PADA Tn. A DI RUANGAN ORHTOPEDI KEMUNING


LANTAI 4 RSUP Dr. HASAN SADIKIN BANDUNG

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 3
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.

EXO CHRISTIE
RIO ANDESKA
ROZI HERLIN GUSTIAN
I PUTU VEBLY ARGIANTARA
FEBRINA RAREA
FEBRIANA AGUSTINA NAHAK
HENI PEBRIA KORINA
FRANSISKA SOHAT
INTAN PERMATASARI PUA GENO
FRISKA DEWI SUDARMA
FRITHA CONSTANTINA

PROGRAM PROFESI NERS ANGKATAN XIV


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN IMMANUEL
BANDUNG 2015
BAB I
PENDAHULUAN

1. Pendahuluan
Keperawatan merupakan suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian
integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan ilmu dan kiat keperawatan yang mencakup
pelayanan bio-psiko-sosio dan spiritual yang komprehensif serta ditujukan kepada individu,
keluarga serta masyarakat baik yang sakit maupun yang sehat, keperawatan pada dasarnya
adalah human science and human care and caring menyangkut upaya memperlakukan klien
secara manusiawi dan utuh sebagai manusia yang berbeda dari manusia lainnya dan kita
ketahui manusia terdiri dari berbagai sistem yang saling menunjang, di antara sistem tersebut
adalah sistem neurobehavior (Potter & Perry, 2006).
Susunan tulang pada manusia terdiri dari berbagai macam tulang di antaranya tulang
vertebra (servikal, torakal, lumbal, sakral, koksigis). Tulang servikalis terdiri dari 7 tulang
yaitu C1 atau atlas, C2 atau axis, C3, C4, C5, C6 dan C7. Apabila cidera pada bagain servikal
akan mengakibatkan terjadinya trauma servikal.di mana trauma servikal merupakan keadaan
cidera pada tulang bekalang servikal dan medulla spinalis yang disebabkan oleh dislokasi,
sublukasi atau frakutur vertebra servikalisdan di tandai kompresi pada medulla spinal daerah
servikal (Muttaqin, 2011).
Trauma medula spinalis terjadi pada 30.000 pasien setiap tahun di Amerika serikat.
Insidensi pada negera berkembang berkisar antara 11,5 hingga 53,4 kasus dalam 1.000.000
populasi. Umumnya terjadi pada remaja dan dewasa muda.2 Penyebab tersering adalah
kecelakaan lalu lintas (50%), jatuh (25%) dan cedera yang berhubungan dengan olahraga
(10%). Sisanya akibat kekerasan dan kecelakaan kerja. Hampir 40%-50% trauma medulla
spinalis mengakibatkan defisit neurologis, sering menimbulkan gejala yang berat, dan
terkadang menimbulkan kematian. Walaupun insidens pertahun relatif rendah, tapi biaya
perawatan dan rehabilitasi untuk cedera medulla spinalis sangat besar, yaitu sekitar US$
1.000.000 / pasien. Angka mortalitas diperkirakan 48% dalam 24 jam pertama, dan lebih
kurang 80% meninggal di tempat kejadian (Emma, 2011).
Di Indonesia kecelakaan merupakan penyebab kematian ke empat, setelah penyakit
jantung, kanker, dan stroke, tercatat 50 meningkat per 100.000 populasi tiap tahun, 3%
penyebab kematian ini karena trauma langsung medulla spinalis, 2% karena multiple trauma.
Insiden trauma pada laki-laki 5 kali lebih besar dari perempuan. Ducker dan Perrot
melaporkan 40% spinal cord injury disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, 20% jatuh, 40%
luka tembak, sport, kecelakaan kerja. Lokasi fraktur atau fraktur dislokasi cervical paling
sering pada C2 diikuti dengan C5 dan C6 terutama pada usia dekade 3 (Emma, 2011).

Dampak trauma servikal mengakibatkan syok neurogenik, syok spinal, hipoventilasi,


hiperfleksia autonomic, gangguan pada pernafasan, gangguan fungsi saraf pada jari-jari
tangan, otot bisep, otot trisep, dan otot- otot leher. Akibat atau dampak lebih lanjut dari
trauma servikal yaitu kematian.
Peran perawat sangat penting dalam memberikan asuhan keperawatan guna mencengah
komplikasi pada klien dan memberikan pendidikan kesehatan untuk meningkatkan
pengetahuan pasien dan keluarga tentang trauma servikal.
Dari uraian diatas kelompok tertarik untuk membahas masalah asuhan keperawatan
Keperawatan Medikal Bedah dengan masalah trauma servikal.
2. Tujuan
a) Tujuan umum
Mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan Keperawatan Medikal Bedah
pada pasien dengan kasus trauma servikal.
b) Tujuan Khusus
- Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan fraktur servikal
- Mahasiswa mampu mengelompokkan data sesuai dengan tanda dan gejala pada
-

trauma servikal.
Mahasiswa mampu

Keperawatan Medikal Bedah pada trauma servikal.


Mahasiswa mampu membuat intervensi dalam asuhan Keperawatan Medikal

merumuskan

diagnosa

keperawatan

dalam

asuhan

Bedah pada trauma servikal.


- Mahasiswa mampu melaksanakan implementasi dalam asuhan Keperawatan
Medikal Bedah pada trauma servikal

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang ditentukan sesuai dengan jenis dan
luasnya (Smeltzer dan Bare, 2007).
Trauma servikal adalah suatu keadaan cedera pada tulang belakang servikal dan
medulla spinalis yang disebabkan oleh dislokasi, subluksasi, atau fraktur vertebra
servikalis dan ditandai dengan kompresi pada medula spinalis daerh servikal. Dislokasi
servikal adalah lepasnya salah satu struktur dari tulang servikal. Subluksasi servikal
merupakan kondisi sebagian dari tulang servikal lepas. Fraktur servikal adalah
terputusnya hubungan dari badan tulang vertebra servikalis (Muttaqin, 2011).
Cedera tulang belakang adalah cedera mengenai cervicalis, vertebralis dan lumbalis
akibat trauma ; jatuh dari ketinggian, kecelakakan lalu lintas, kecelakakan olah raga dsb
(Sjamsuhidayat, 2005).
2.2 KLASIFIKASI
Cedera servikal dapat digolongkan menjadi :
1. Cedera fleksi
Fraktur kompresi : disebabkan karena fleksi yang tiba-tiba.
Fraktur fleksi teardrop : melibatkan seluruh columna ruang interspinosus melebar
dan dapat menyebabkan cedera medulla spinalis.
Subluksasi anterior : kompleks ligamentum superior mengalami ruptur sedangkan
ligamentum anterior tetap utuh.
Dislokasi faset bilateral : disebabkan fleksi yang berlebihan
Fraktur karena dorongan : terjadi karena fleksi leher yang tiba-tiba selain itu bisa juga
terjadi karena fraktur langsung di prosesus spinosus, trauma oksipital, tarikan yang
sangat kuat di ligamentum supraspinosus.
2. Cedera Fleksi-rotasi
Dislokasi faset unilateral : terjadi saat fleksi bersamaan dengan rotasi sehingga
ligamentum dan kapsul teregang maksimal. Dislokasi kedepan pada vertebra di atas
dengan atau tanpa di sertai kerusakan tulang.

Dislokasi antlantoaxial : terjadi karena hiperekstensi, terjadi pergeseran sendi antara


C1 dan C2 dan biasanya fatal. Cedera ini dapat menyebabkan rheumatoid arthritis.
3. Cedera ekstensi
Fraktur menggantung : terjadi pada C2 yang disebabkan karena hiperekstensi dan
kompresi yang tiba-tiba.
Ekstensi teardrop : hiperekstensi mendadak dan terjadi akibat tarikan oleh
ligamentum longitudinal.
4. Cedera compresi axial
Fraktur jefferson : terjadi pada C1 dan disebabkan karena kompresi yang sangat
hebat. Kerusakan terjadi di arkus anterior dan posterior.
Fraktur remuk vertebra : penekanan corpus vertebra secara langsung dan tulang
menjadi hancur. Fragmen tulang masuk ke kanalis spinalis kemudian menekan
medulla spinalis sehingga terjadi gangguan saraf parsial
Fraktur atlas :

Tipe I dan II : fraktur stabil karena terjadi pada arkus anterior dan posterior.

Tipe III : terjadi pada lateral C1

Tipe IV : sering disebut sebagai fraktur Jefferson

2.3 ANATOMI DAN FISIOLOGI


Kolumna vertebralis atau rangkaian tulang belakang Adalah sebuah struktur lentur
yang dibentuk oleh sejumlah tulang yang disebut vertebra atau ruas tulang belakang. Di
antara tiap dua ruas tulang pada tulang belakang terdapat bantalan tulang rawan. Panjang
rangkaian tulang belakang pada orang dewasa dapat mencapai 57 sampai 67 sentimeter.
Seluruhnya terdapat 33 ruas tulang, 24 buah di antaranya adalah tulang terpisah dan 9
ruas sisanya bergabung membentuk 2 tulang (Syaifuddin, 2009).

Menurut Pearce, (2009) Vertebra dikelompokkan dan dinamai sesuai dengan daerah
yang ditempatinya yaitu sebagai berikut :
1. Tujuh vertebra servikal atau ruas tulang bagian leher membentuk daerah
tengkuk.
2. Dua belas vertebra torakalis atau ruas tulang punggung membentuk bagian
belakang torax atau dada.
3. Lima vertebra lumbalis atau ruas tulang pinggang membentuk daerah lumbal
atau pinggang.
4. Lima vertebra sakralis atau ruas tulang kelangkang membentuk sakrum atau
tulang kelangkang.
5. Empat vertebra kosigeus atau ruas tulang tungging membentuk tulang
koksigeus atau tulang tungging.
Pada tulang leher, punggung dan pinggang ruasnya tetap tinggal jelas terpisah selama
hidup dan disebut ruas yang dapat bergerak. Ruas pada dua daerah bawah, sakrum dan
koksigeus, pada masa dewasa bersatu membentuk dua tulang. Ini disebut ruas tak
bergerak (Pearce, 2009).Dengan perkecualian dua ruas pertama dari tulang leher maka
semua ruas yang dapat bergerak memiliki ciri khas yang sama. Seperti vertebra terdiri
atas dua bagian, yaitu anterior di sebut badan vertebra dan yang posterior disebut arkus

neuralis yang melingkari kanalis neuralis (foramen vertebra atau saluran sumsum tulang
belakang) yang dilalui sumsum tulang belakang (Syafuddin, 2009).
Vertebra Servikalis atau ruas tulang leher adalah yang paling kecil. Kecuali yang
pertama dan kedua, yang berbentuk istimewa maka ruas tulang leher pada umumnya
mempunyai ciri yang berikut: badannya kecil dan persegi panjang, lebih panjang dari
samping ke samping daripada dari depan ke belakang. Lengkungnya besar. Prosesus
spinosus atau taju duri di ujung memecah dua atau bifida. Prosesus transversusnya atau
taju sayap berlubang karena banyak foramina untuk lewatnya arteri vertebralis
(Syafuddin, 2009).
Vertebra servikalis ketujuh adalah ruas yang pertama yang mempunyai prosesus
spinosus tidak terbelah. Prosesus ini mempunyai tuberkel (benjolan) pada ujngnya.
Membentuk gambaran yang jelas di tengkuk dan tampak pada bagian bawah tengkuk.
Karena iri khususnya ini maka tulang ini disebut vertebra prominens (Syafuddin, 2009).
Saraf servikal sangat penting untuk sensasi dan kontrol motorik, dan kerusakan
kepada mereka disebabkan oleh penyakit atau cedera tulang belakang dapat
menyebabkan hilangnya sebagian atau seluruh perasaan dan mobilitas pada tubuh bagian
atas. Hal ini juga dapat mempengaruhi sistem saraf otonom dalam batang tubuh,
sehingga masalah dengan pencernaan, pernapasan, dan kontrol usus dan kandung kemih.
Cedera pada tulang bagian atas pada umumnya menyebabkan gangguan yang lebih besar
dari cedera pada tulang belakang yang lebih rendah, dan kerusakan cukup untuk saraf
yang lebih tinggi dapat mengakibatkan quadriplegia total kehilangan penggunaan
semua anggota badan dan batang tubuh. Pentingnya diafragma thoraks ke respirasi
berarti bahwa seseorang tidak bisa lagi bernapas secara mandiri jika tulang belakang
terputus di atas C3, meskipun ia dapat tetap hidup dengan respirator.
C1 hanya berupa cincin tulang yang terdiri atas arcus anterior yang tebal dan arcus
posterior yang tipis, serta masa lateralis pada masing-masing sisinya. Tulang ini
berartikulasi dengan kondilus occipitalis membentuk articulatio atlanto-occipitalis,
tempat berlangsungnya gerakan mengangguk. Dibawah, tulang ini beratikulasi dengan
C2, membentuk articulasio atlanto-axialis, tempat berlangsungnya gerakan memutar
kepala. Ketika cidera terjadi fraktur tunggal atau multiple pada cincin C1 dan dislokasi
atlanto-occipitalis sehingga menyebabkan ketidakmampuan menggerakkan kepala dan
kerusakan pada batang otak. Cedera pada C1 dan C2 menyebabkan ventilasi spontan
tidak efektif.

Pada C3-C5 dapat terjadi kerusakan nervus frenikus sehingga dapat terjadi hilangnya
inervasi otot pernafasan aksesori dan otot interkostal yang dapat menyebabkan
komplience paru menurun.
Pada C4-C7 dapat terjadi kerusakan tulang sehingga terjadi penjepitan medula
spinalis oleh ligamentum flavum di posterior dan kompresi osteosif/material diskus dari
anterior yang bisa menyebabkan nekrosis dan menstimulasi pelepasan mediator kimia
yang menyebabkan kerusakan myelin dan akson, sehingga terjadi gangguan sensorik
motorik. Lesi pada C5-C7 dapat mempengaruhi intercostal, parasternal, scalenus, otot2
abdominal. Intak pada diafragma, otot trapezius, dan sebagian pectoralis mayor.
Cedera pada tulang servikal dapat menimbulkan lesi atau cedera pada medulla spinalis
yang dapat terjadi beberapa menit setelah adanya benturan keras mengenai medulla
spinalis. Saat ini, secara histologis medulla spinalis masih normal. Dalam waktu 24-48
jam kemudian terjadi nekrosis fokal dan inflamasi. Pada waktu cedera terjadi disrupsi
mekanik akson dan neuron. Ini disebut cedera neural primer. Disamping itu juga terjadi
perubahan fisiologis dan patologis progresif akibat cedera neural sekunder.

2.4 ETIOLOGI
Menurut Sachdeva dalam Jitowiyono, dkk (2010), penyebab fraktur dapat dibagi
menjadi 3 yaitu :
1. Cedera Traumatik
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh:
a. Cedera langsung berarti pukulan atau kekerasan langsung terhadap tulang
sehingga tulang patah secara spontan ditempat itu. Pemukulan biasanya
menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kuylit diatasnya.
b. Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi benturan.
c. Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang kuat.
2. Fraktur Patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan trauma minor
dapat mengakibatkan fraktur, dapat juga terjadi pada berbagai keadaan sebabai
berikut:
a. Tumor tulang (jinak atau ganas), pertumbuhan jaringan baru yang tidak terkendali
dan progresif.
b. Infeksi seperti osteomielitis, dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau dapat
timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan sakit nyeri.

c. Rakhitis, suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh difisiensi vitamin D yang
mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya disebabkan oleh difisiensi
diet, tetapi kadang-kadang dapat disebabkan kegagalan absorbsi vitamin D atau
oleh karena asupan kalsium atau fosfat yang rendah.
3. Secara Spontan
Disebabkan oleh stress tulang yang terus-menerus misalnya pada penyakit polio dan
orang yang bertugas di kemiliteran.

2.5 PATOFISIOLOGI

Secara spontan

Trauma

Kondisi patologis

fraktur
Fraktur terbuka
Pre operasi
Kontak
dengan
udara
Risiko
infeksi

Laserasi
kulit

Putusnya
vena/arter
i

Kerusak
an
integrit
as kulit

perdarah
an

Fraktur
tertutup

Kerusakan fragmen
tulang

Kehilangan volume
cairan aktif

krepitasi

Perubahan jaringan
sekitar
Spasme otot

Peningkata
n tekanan
kapiler

Kekurangan
Volume Cairan

Perubahan
kontur
Deformit
as

Intra operasi
Pelepasan
histamin
Nyeri akut

Ggn fungsi
ekstremitas
Hambatan
mobilitas fisik

Rusaknya periosteum
& pembuluh darah
Perdarahan dan
kerusakan jaringan

hematoma

Edema
Penekanan
pembuluh
darah
Risiko
ketidakefektifan
perfusi jaringan

Perfusi jaringan

Post operasi

Defisit perawatan diri

Mobilisasi terganggu

Luka insisi
sisi

Gangguan motilitas usus

Terputusnya kontinuitas jaringan

Peningkatan penyerapan H2O dan elektrolit

Menstimulasi reseptor nyeri (bradikinin/prostaglandin)

Port Dentry mikroorganisme

Feses keras
Media berkembang mikroorganisme

Konstipasi

afferent

Medula spinalis
Risiko infeksi

thalamus

Kortek serebri

efferent

Nyeri akut
nyeri

2.6 MANIFESTASI KLINIS


Menurut Hudak & Gallo, (1996) menifestasi klinis trauma servikal adalah sebagai
berikut:
1. Lesi C1-C4
Pada lesi C1-C4. Otot trapezius, sternomastoid dan otot plastisma masih
berfungsi. Otot diafragma dan otot interkostal mengalami partalisis dan tidak ada
gerakan (baik secara fisik maupun fungsional0 di bawah transeksi spinal tersebut.
Kehilangan sensori pada tingkat C1 malalui C3 meliputi daerah oksipital, telinga dan
beberapa daerah wajah. Kehilangan sensori diilustrasikan oleh diagfragma dermatom
tubuh.
Pasien dengan quadriplegia pada C1, C2, atau C3 membutuhkan perhatian penuh
karena ketergantungan pada semua aktivitas kebutuhan sehari-hari seperti makan,
mandi, dan berpakaian. quadriplegia pada C4 biasanya juga memerlukan ventilator
mekanis tetapi mengkn dapat dilepaskan dari ventilator secara. intermiten. pasien
biasnya tergantung pada orang lain dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari
meskipun dia mungkin dapat makan sendiri dengan alat khsus.
2. Lesi C5
Bila segmen C5 medulla spinalis mengalami kerusakan, fungsi diafragma rusak
sekunder terhadap edema pascatrauma akut. paralisis intestinal dan dilatasi lambung
dapat disertai dengan depresi pernapasan. Ekstremitas atas mengalami rotasi ke arah
luar sebagai akibat kerusakan pada otot supraspinosus. Bahu dapat di angkat karena
tidak ada kerja penghambat levator skapula dan otot trapezius. setelah fase akut,
refleks di bawah lesi menjadi berlebihan. Sensasi ada pada daerah leher dan triagular
anterior dari daerah lengan atas.
3. Lesi C6
Pada lesi segmen C6 distres pernafasan dapat terjadi karena paralisis intestinal dan
edema asenden dari medulla spinalis. Bahu biasanya naik, dengan lengan abduksi dan
lengan bawah fleksi. Ini karena aktivitasd tak terhambat dari deltoid, bisep dan otot
brakhioradialis.
4. Lesi C7
Lesi medulla pada tingkat C7 memungkinkan otot diafragma dan aksesori untuk
mengkompensasi otot abdomen dan interkostal. Ekstremitas atas mengambil posisi
yang sama seperti pada lesi C6. Fleksi jari tangan biasanya berlebihan ketika kerja
refleks kembali.
2.7 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Ada pun pemeriksaan penunjang trauma servikal yaitu:
1. Sinar X spinal

Menentukan loksi dan jenis cedera tulang (fraktur, disloksi) untuk kesejajaran, reduksi
setelah dilakukan traksi atau operasi.
2. CT scan
Menentukan tempat luka/jejas, mengevaluasi gangguan struktural.
3. MRI
Mengidentifikasi adanya kerusakan saraf spinal, edema dan kompresi.
4. Mielografi
Untuk memperlihatkan kolumna spinalis (kanal vertebral) jika faktor patologisnya
tidak jelas atau di curigai adanya oklusi pada ruang subarakhnoid medulla spinalis.
5. Foto rontgen torak
Memperlihatkan keadaan paru (contohnya: perubahan pada diagfragma,
anterlektasis).
6. GDA
Menunjukkan keefektifan pertukaran gas atau upaya ventilasi.
2.8 PENATALAKSANAAN
Menurut ENA, (2000) penatalaksanaan pada pasien truama servikal yaitu :
1. Mempertahankan ABC (Airway, Breathing, Circulation)
2. Mengatur posisi kepala dan leher untuk mendukung airway : headtil, chin lip, jaw
thrust.

Jangan

memutar

atau

menarik

leher

ke

belakang

(hiperekstensi),

mempertimbangkan pemasangan intubasi nasofaring.


3. Stabilisasi tulang servikal dengan manual support, gunakan servikal collar, imobilisasi
lateral kepala, meletakkan papan di bawah tulang belakang.
4. Stabililisasi tulang servikal sampai ada hasil pemeriksaan rontgen (C1 - C7) dengan
menggunakan collar (mencegah hiperekstensi, fleksi dan rotasi), member lipatan
5.
6.
7.
8.

selimut di bawah pelvis kemudian mengikatnya.


Menyediakan oksigen tambahan.
Memonitor tanda-tanda vital meliputi RR, AGD (PaCO2), dan pulse oksimetri.
Menyediakan ventilasi mekanik jika diperlukan.
Memonitor tingkat kesadaran dan output urin untuk menentukan pengaruh dari

hipotensi dan bradikardi.


9. Meningkatkan aliran balik vena ke jantung.
10. Berikan antiemboli
11. Tinggikan ekstremitas bawah
12. Gunakan baju antisyok.
13. Meningkatkan tekanan darah
14. Monitor volume infus.
15. Berikan terapi farmakologi ( vasokontriksi)
16. Berikan atropine sebagai indikasi untuk meningkatkan denyut nadi jika terjadi gejala
bradikardi.
17. Mengatur suhu ruangan untuk menurunkan keparahan dari poikilothermy.
18. Memepersiapkan pasien untuk reposisi spina.

19. Memberikan obat-obatan untuk menjaga, melindungi dan memulihkan spinal cord :
steroid dengan dosis tinggi diberikan dalam periode lebih dari 24 jam, dimulai dari 8
jam setelah kejadian.
a. Memantau status neurologi pasien untuk mengetahui tingkat kesadaran pasien.
b. Memasang NGT untuk mencegah distensi lambung dan kemungkinan aspirasi jika
c.
d.
e.
f.

ada indikasi.
Memasang kateter urin untuk pengosongan kandung kemih.
Mengubah posisi pasien untuk menghindari terjadinya dekubitus.
Memepersiapkan pasien ke pusat SCI (jika diperlukan).
Mengupayakan pemenuhan kebutuhan pasien yang teridentifikasi secara konsisten

untuk menumbuhkan kepercayaan pasien pada tenaga kesehatan.


g. Melibatkan orang terdekat untuk mendukung proses penyembuhan.
2.9 ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Wawancara
1) Identitas klien : Meliputi nama, umur jenis kelamin, pensisikan, alamat,
pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register dan
diagnosis medis.
2) Keluhan utama : dalam keluhan utama biasanya klien mengeluhkan adanya
rasa sakit/nyeri dibagian femur.
3) Riwayat penyakit sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur yang
nantinya akan membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini
dapat berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut. Selain itu, dengan
mengetahui mekanisme kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain.
4) Riwayat penyakit dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi
petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-penyakit
tertentu seperti kanker tulang, osteomyelitis dan diabetes akan menghambat
proses penyambungan tulang.
5) Pengkajian psikososiospiritual
Pengajian mekanisme koping yang digunakan klien berfungsi untuk menilai
respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran
klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam
kehidupan sehari-harinya, baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.
b. Pemeriksaan fisik(head to toe)
1) Keadaan umum
Kesadaran pasien : apatis, sopor, koma, kompostis.
Nyeri pada fraktur bersifat akut.
Memperlihatkan tanda-tanda vital yang tidak normal.
2) B6 (Bone)

B1 (Breathing)
B2 ( Blood )
B3 ( Brain )
B4 ( Blader )
B5 ( Bowel )

: napas pendek, sesak


: berdebar-debar, hipotensi, suhu naik turun.
: nyeri di area cedera
: inkontinensia uri
: tidak bisa BAB (konstipasi), distensi abdomen, peristaltik

B6 ( Bone )
Psikososial

usus menurun.
: kelemahan ke empat anggota gerak(Quadriplegia)
: menyangkal, tidak percaya, sedih dan marah, takut cemas,
gelisah dan menarik diri.

Khususnya pada bagian lokal cedera:


a) Inpeksi adanya : hiperpigmentasi, benjolan atau pembengkakan, posisi dan
bentuk memungkinkan adanya deformitas.
b) Palpasi : perubahan suhu disekitar trauma menjadi hangat, apabila terjadi
pembengkakan apakah terjadi edema terutama disekitar persendian, Nyeri
tekan (tenderness), dan krepitasi
2. Analisa Data
Data
Etiologi
DS :
Cedera cervical (C1-C2)
Klien mengeluh sesak
Kelumpuhan otot
napas.
pernapasan (diafragma)
DO :
Klien terlihat pucat,
Ekspansi paru menurun
sianosis,
adanya
pernapasan
cuping
hidung
Pola napas tidak efektif
RR= 29x/menit
TD = 100/60 mmHg
Ds :
Kerusakan fragmen tulang

Klien mengatakan nyeri di

paha sebelah X
Klien mengatakan

Masalah Keperawatan
Ketidakefektifan pola napas

Nyeri akut

Krepitasi
skala

nyeri 7

Pelepasan histamin

Do :

Klien terlihat menyeringai

kesakitan
TD : 130/90
RR : 22
Nadi : 120x/menit
Ds :
Klien mengatakan haus, lemas

Nyeri akut
Agen cidera fisik

Fraktur terbuka

Kekurangan volume cairan

Data
Do :

Turgor kulit tidak elastis


Kulit kering
Suhu : 37,9 c

Etiologi
Putusnya vena atau arteri
Perdarahan
Kehilangan volume cairan
aktif
Kekurangan cairan
Kehilangan cairan aktif:
hilangnya darah dari luka
terbuka, kerusakan vaskuler
dan cedera pada pembuluh
darah

Masalah Keperawatan

Data
DS:
Klien

mengatakan

kakinya

Etiologi
Rusaknya periosteum dan

Masalah Keperawatan
Resiko ketidakefektifan

pembuluh darah

jaringan

bengkak, dan berdarah, dan


mati

rasa

di

daerah

yang

fraktur.

perifer.
Perdarahan dan kerusakan
jaringan

DO:

Edema (+)
Daerah
sekitar

mengalami kemerahan
CRT >3 detik

Hematoma
trauma
Edema
Penekanan pembuluh darah
Perfusi jaringan
Risiko ketidakefektifan
perfusi jaringan perifer
Penurunan/interupsi aliran
darah. Cedera vaskuler
langsung, edema berlebihan
atau pembentukan trombus,
hipovolemia.

DS:

Perubahan kontur

Hambatan mobilitas fisik

Klien mengatakan kaki tidak


bisa

digerakkan

Deformitas

DO:

Aktivitas dibantu oleh keluarga


Pergerakan klien lambat
Klien terlihat kesulitan dan
kadang

dibantu

Gangguan fungsi
ekstremitas

ketika

membolak balikkan posisinya.

DS:
DO:

Hambatan mobilitas fisik


Fraktur terbuka

Kerusakan integritas kulit.

Data
Adanya fraktur terbuka
Akumulasi
ekskresi/sekret

mobilitas fisik
Turgor kulit buruk
Terdapat jaringan nekrotik

Etiologi
Laserasi pada kulit

Masalah Keperawatan

Kerusakan integritas kulit


Imobilisasi,perubahan status
cairan,
Kerusakan integritas

DS:klien mengatakan kurang

struktur tulang.
Terputusnya kontinuitas

mengetahui cara menghindari

jaringan

Resiko infeksi

pemajanan patogen
DO:

Port dentry

Luka/kerusakan kulit
Adanya prosedur invasif yang
dijalani

mikroorganisme
Media berkembang
mikroorganisme
Risiko infeksi

DS:

Post operasi

nyeri akut

Defisit perawatan diri

Klien mengatakan tidak dapat


ke kamar mandi sendiri

Mobilitas terganggu

DO:

Klien terpasang gibs


adanya
nyeri

dirasakan klien
klien nampak dekil dan

yang

kurang terawat
DS:

Klien

terasa penuh
Klien mengatakan

mengatakan

BAB selama 4 hari

Defisit perawatan diri

Mobilisasi terganggu
anus
Gangguan motilitas usus
tidak
Peningkatan penyerapan

Konstipasi

Data
DO:

Perkusi abdomen pekak


Bising usus 4x/menit
Distensi abdomen

Etiologi
H2o dan elektrolit

Masalah Keperawatan

Penurunan frekuensi BAB


Feses keras
Konstipasi

3. Diagnosa keperawatan
a) Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kelumpuhan otot diafragma
b) Nyeri akut berhubungan dengan Agen cidera fisik : fraktur tulang, spasme otot,
kerusakan jaringan lunak.
c) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif: hilangnya
darah dari luka terbuka, kerusakan vaskuler dan cedera pada pembuluh darah
d) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilisasi, perubahan status cairan
e) Imobilitas fisik berhubungan dengan Kerusakan integritas struktur tulang.
f) Konstipasi berhubungan dengan Kurang aktivitas fisik, penurunan motilitas traktus
gasrtointestinal
g) Defisit perawatan diri berhubungan dengan nyeri dan gangguan muskuluskeletal
h) Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
berhubungan dengan
Penurunan/interupsi aliran darah. Cedera vaskuler langsung, edema berlebihan atau
pembentukan trombus, hipovolemia.
i) Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan Prosedur invasive

4. Rencana Asuhan Keperawatan


5.
o.
13.

N 6.
Diagnosa
7.
Rencana Tindakan Keperawatan
10.
Tujuan
11.
Keperawatan
1 14.
Pola napas tidak
15. Setelah dilakukan tindakan
1.
efektif
berhubungan
keperaawatan selama 3x24
dengan
kelumpuhan
jam, pola nafas klien akan
2.
otot diafragma
efektif, dengan criteria hasil:
16. ventilasi adekuat, PaO2 >
80, PaCo2 < 45, rr = 16-20
3.
x/mt, tanda sianosis
17.

4.
5.
6.
7.

8.

9.

Intervensi
12.
Rasional
Pertahankan jalan nafas; posisi
1. Pasien dengan cedera
kepala tanpa gerak.
cervicalis
akan
Lakukan penghisapan lendir bila
membutuhkan
perlu, catat jumlah, jenis dan
bantuan
untuk
karakteristik sekret.
mencegah
aspirasi/
Kaji
fungsi
pernapasan.
mempertahankan
Rasional : trauma pada C5-6
jalan nafas.
2.
Jika
batuk
tidak
menyebabkan hilangnya fungsi
efektif, penghisapan
pernapasan secara partial, karena
dibutuhkan
untuk
otot
pernapasan
mengalami
mengeluarkan sekret,
kelumpuhan.
dan
mengurangi
Auskultasi
suara
napas.
resiko
infeksi
Observasi warna kulit.
pernapasan.
Kaji distensi perut dan spasme
3. Hipoventilasi
otot.
biasanya terjadi atau
Anjurkan pasien untuk minum
menyebabkan
minimal 2000 cc/hari..
akumulasi sekret yang
Lakukan pengukuran kapasitas
berakibat pnemonia.
vital, volume tidal dan kekuatan
4. Menggambarkan
pernapasan.
adanya
kegagalan
Pantau analisa gas darah. Berikan
pernapasan
yang
oksigen dengan cara yang tepat :
memerlukan tindakan
metode dipilih sesuai dengan
segera
keadaan isufisiensi pernapasan.
5. Kelainan penuh pada
Lakukan fisioterapi nafas.

19.

perut
disebabkan
karena kelumpuhan
diafragma
6. Membantu
mengencerkan sekret,
meningkatkan
mobilisasi
sekret
sebagai ekspektoran
7. Menentukan fungsi
otot-otot pernapasan.
Pengkajian
terus
menerus
untuk
mendeteksi
adanya
kegagalan
pernapasan.
8. Untuk
mengetahui
adanya
kelainan
fungsi pertukaran gas
sebagai contoh :
hiperventilasi PaO2
rendah dan PaCO2
meningkat.
9. Mencegah
sekret
tertahan
18.
dan 1. Tingkat intensitas dan

20. Nyeri akut 22.


Setelah dilakukan tindakan 1.Kaji ulang tingkat intensitas
berhubunga keperawatan selama
3x24 jam
frekuensi nyeri setiap 15 menit
n
dengan
2.Observasi ulangng tanda-tanda vital
diharapkan nyeri dapat berkurang,
Agen cidera

frekuensi
kualitas nyeri.

menunjukan

21.

fisik
: dengan kriteria hasil:
setiap jam
2. Peningkatan TTV dapat
- klien menyatakan nyeri 3.Berikan rasa nyaman lingkungan
fraktur
meningkatkan kualitas dari
4.Jelaskan pada klien faktor-faktor yang
tulang,
berkurang
nyeri yang muncul
spasme otot,
- menyatakan
tindakan
meningkatkan kualitas nyeri
3. Distraksi pada klien akan
5.Lakukan kolaborasi dengan tim medis
kerusakan
relaksasi,
mampu
meningkatkan rasa tenang
jaringan
dalam pemberian analgesik
berpartisipasi
dalam
lunak.
dan nyaman dan sekaligus
aktivitas/tidur.
mengaihkan nyeri yang
ada
4. Memberikan pengetahuan
akan hal-hal yang dapat
penyebab nyeri meningkat
akan membuka wawasan
klien tentang managemen
nyeri.
5. Merupakan
dependent
Dimana

tindakan
perawat.
analgesik

berfungsi untuk memblok


23.

24. Kekurangan
volume
cairan
berhubunga
n
dengan

26.

stimulasi nyeri
Setelah dilakukan tindakan 1. Pantau ulang TTV setiap jam atau 1. Takikardi, dispnea

keperawatan selama 3x24 jam


diharapkan

kekurangan

volume

cairan dapat diatasi dengan kriteria

bahkan

sesering

mungkin

sesuai

kebutuhan hingga kondisi klien stabil


2. Selimuti klien hanya dengan kain

hipotensi
tanda-tanda
cairan

dan

mengindikasi
kekurangan
dan

25.

kehilangan
hasil :
yang tipis
ketidakseimbangan
3. Jelaskan
kepada
klien
alasan
cairan aktif: - Volume cairan tetap adekuat
elektrolit.
Klien
memiliki
turgor
kulit
elastis
hilangnya
kehilangan cairan dan ajarkan klien 2. Mencegah
vasodilatasi,
darah dari
dan mukosa bibir lembab
untuk memantau volume cairan tiao
terkumpulnya darah di
luka
harinya (dengan cara menimbang
ekstremitas
dan
terbuka,
kerusakan
berat badan dan juga memantau
berkurangnya
darah
vaskuler dan
haluaran dan asupan cairan)
sirkulasi.
cedera pada
4. Jika
diperlukan
kolaborasikan 3. Mendorong keterlibatan
pembuluh
pemberian darah atau produk darah
klien dalam perawatan
darah
atau plasma
personal.
4. Mengganti cairan dan
kehilangan

darah

serta

mempermudah

27.

28. Kerusakan
integritas
kulit
berhubunga
n
dengan
imobilisasi,
perubahan
status cairan
29.

30.

pergerakan

cairan

kedalam

ruang

intravaskuler
Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji ulang kulit dan identifikasi pada 1. Mengetahui

keperawatan selama 3x24 jam

tahap perkembangan luka


2. Kaji ulang lokasi, ukuiran, warna dan

perkembangan

tingkat
luka

diharapkan dapat
mempermudah
dalam
31.
Mencapai
penyembuhan
bau serta jumlah dan tipe cairan luka
melakukan tindakan yang
luka pada waktu yang sesuai. 3. Pantau ualng peningkatan suhu tubuh
tepat.
Dengan kriteria hasil: tidak ada
setiap 15 menit
2. Mengidentifikasi tingkat
tanda-tanda infeksi seperti pus, 4. Berikan perawatan luka dengan
keparahan
akan
luka bersih, tidak lembab dan tidak
teknik aseptik.

kotor, TTV dalam batas normal.

5. Jika

pemulihan

tidak

terjadi,

kolaborasi dengan tindakan lanjutan,


misalnya debridement
6. Kolaborasi pemberian antibiotik.

mempermudah intervensi
3. Suhu
tubuh
yang
meningkat

dapat

diidentifikasi

sebagai

proses peradangan
4. Teknik aseptik membantu
mempercepat
penyembuhan luka dan
mencegah

terjadinya

infeksi
5. Agar benda asing atau
jaringan yang terinfeksi
tidak menyebar luas pada
area kulit normal lainnya.
6. Antibiotik
berfungsi
untuk

mematikan

mikroorganisme pathogen
pada
32.

33. Imobilitas
fisik
berhubunga
n
dengan
Kerusakan

34.

daerah

terinfeksi.
Setelah dilakukan tindakan 1.Kaji ulang tingkat kemampuan mobilitas 1. Mengetahui

keperawatan selama 3x24 jam


diharapkan

dapat

memperbaiki

fisik
2.Pantau cara berjalan pasien. Apakah

kemempuan

yang
tingkat
mobilitas

pasien
benar-benar aman.
2. Mengurangi stress yang
mobilitas fisik normal. Dengan
3.Bantu pasien melakukan aktivitas selama
berlebihan pada tulang.

integritas
struktur
tulang.

kriteria hasil:
pasien mengalami 0ketidaknyamanan 3. Menambah kemampuan
35.
Klien mampu melakukan 4.Tinggikan ekstermitas yang bengkak,
klien dalam melakukan
pergerakan dan pemindahan.
anjurkan
latihan
ROM
sesuai
aktivitas.
kemampuan.
4. Untuk
memperlancar
5.Anjurkan pasien berpartisipasi dalam
peredaran darah sehingga
aktivitas sesuai kemampuan
mengurangi
6.Anjurkan menggunakan alat bantu saat
pembengkakan.
pasca operasi sebagai tongkat
5. Untuk
mencegah
36.
kekakuan sendi
6. Mempertahankan
posisi
tulang

38.

39. Defisit
perawatan
diri
berhubunga
n
dengan
nyeri
dan
gangguan
muskuluskel
etal

40.

sampai

terjadi

penulangan.
37.
Setelah dilakukan tindakan 1. Pantau ulang pelaksanaan mandi dan 1. Mengetahui kualitas dari

keperawatan selama 3x24 jam

higyne klien
2. Bantu klien saat mandi tiap harinya
diharapkan:
3. Berikan privasi klien saat mandi
- Kebutuhan perawatan diri klien
4. Ajar klien tentang langkah-langkah
terpenuhi
mandi atau hygine
- Komplikasi dapat dihindari
bahkan diminimalkan

hygine klien dan sebagai


acuan

intervensi

berikutnya
2. Mendorong kemandirin
dan juga kepercayaan
diri
3. Memberikan

privasi

akan meningkatkan rasa


nyaman dari klien disaat
melakuakn hygine

4. Meningkatkan
kemudahan klien untuk
mandi
7.

41. Konstipasi
berhubunga
n
dengan
Kurang
aktivitas
fisik,
penurunan
motilitas
traktus
gasrtointesti
nal

42.

diharapkan

konstipasi

dapat

kondisi

dan

fisiknya yang sekarang


50. 1. Sebagai
acuan

karakteristik feses pasien


45.2. Pantau dan catat ulang asupan

rencana penanganan
51. 2. Asupan cairan tidak

Setelah dilakukan tindakan 44.1.

keperawatan selama 3x24 jam

pada

Pantau

ulang

frekuensi

dan haluaran pasien.


teratasi dengan kriteria hasil :
46.3. Berikan privasi untuk eliminasi
- Pola eliminasi dalam batas
47.
4.
Ajarkan kepada pasien
normal
untuk memijat abdomennya satu kali
43.
setiap hari
48.
5.
Dorong pasien untuk
mengkonsumsi makanan tinngi serat
49. 6.
Tinjau ulang rencana
modifikasi diet bersama pasien. Bila
diperlukan konsultasikan kepada ahli
gizi.

adekuat

memyebabkan

feses eras dan konstipasi


52. 3. Untuk meningkatkan
fungsi fisiologis
53. 4. Pemijatan

dapat

menstimulasi peristaltik
dan

keinginan

untuk

defekasi.
54. 5. Makanan tinggi serat
menyuplai bulk untuk
menciptakan
yang

eliminasi

normal

dan

meningkatkan tonus otot


intestinal.
55.
6.
menghindarkan

Untuk
pasien

mengkonsumsi makanan

yang
56.
8

62.

57. Risiko
ketidakefekt
ifan perfusi
jaringan
perifer
berhubunga
n
dengan
Penurunan/i
nterupsi
aliran darah.
Cedera
vaskuler
langsung,
edema
berlebihan
atau
pembentuka
n trombus,
hipovolemia
.
63. Risiko
infeksi
berhubunga
n
dengan
Prosedur
invasive

58.

tidak

diperbolehkan.
Setelah dilakukan tindakan 1. Pantau status neurovaskuler, warna 1. Parestesi pada

keperawatan selama 3x24 jam


diharapkan

dapat

kulit, suhu, pengisian kapiler, denyut

yang

akan

bagian
dioprasi,

memelihara

nadi, nyeri dan edema.


laporkan segera ke dokter
2. Anjurkan latihan otot
perfusi jaringan adekuat, dengan
bila ada temuan yang
3. Anjurkan latihan pergelangan kaki
kriteria hasil:
mengarah ke gangguan.
dan otot betis
59.
- tidak ada cianosis
2. Mencegah atrofi otot.
60.
- edema berkurang
3. Memperbaiki peredaran
darah.
61.

65.

Setelah dilakukan tindakan 1. Pantau suhu minimal 4 jam sekali


1. Suhu
yang
terus
2. Bantu klien menjaga personal hygine
keperawatan selama 3x24 jam
meningkat
setelah
3. Ajarkan kepada pasien untuk
diharapkan dapat terbebas dari
pembedahan
dapat
melaporkan insiden feses cair dan
infeksi dengan kriteria hasil :
merupakan tanda awitan
diare. Informasikan kepada dokter
Suhu tetap dalam rentang normal
komplikasi

64.

- Klien

mempertahankan

kepribadian dan higin yang baik

segera.

2. Mencegah

persebaran

patogen kedalam tubuh


klien.
3. Feses cair atau diare dapat
mengindikasi

perlunya

menghentikan

atau

mengganti
antibiotik.
66.
67.
68.
69.
70.
71.
72.
73.
74.
75.
76.
77.
78.
79.
80.

terapi

81. LAPORAN KASUS


82.
A. Biodata
1. Identitas Klien
83.
84.
85.
86.
87.
88.
89.
90.
91.
92.
93.
94.
95.

Nama :
Tn. AS
Tanggal Lahir :
02 september 1990
Jenis Kelamin :
Laki-laki
Agama :
Islam
Suku Bangsa :
Sunda
Pendidikan
:
SLTA
Pekerjaan
:
Belum bekerja
Status Perkawinan
:
Belum menikah
Alamat:
Krajan RT 11 RW 06, Salamjaya,
Pondoksalam Kab.
Tanggal Masuk RS
Tanggal Pengkajian
No. Medrec :
Diagnosa Medis

Purwakarta
:
03 September 2015
:
07 September 2015
1468889
:
Spinal Shock at Level

Csk Due To Fraktur Dislokasi


C5-C6
2. Identitas Penanggung Jawab
96.
Nama :
Ny. P
97.
Alamat:
Krajan RT 11 RW 06, Salamjaya,
98.

Pondoksalam Kab. Purwakarta


Hubungan Dengan Klien
:

Ibu kandung klien

99.
B. Riwayat Kesehatan Klien
1. Keluhan Utama
100.

klien mengeluh nyeri, nyeri dirasakan seperti tertusuk-

tusuk, nyeri dirasakan selama 1 menit dan tidak menyebar, dengan skala nyeri 6
(0-10 Numeric Scale), nyeri paling dirasakan saat diberikan rangsangan, dan
berkurang bila klien dalam keadaan istirahat.
101.
102.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
103.
Klien mengatakan 1 minggu sebelum masuk rumah
sakit klien merasa nyeri pada bagian leher dan punggung, hingga akhirnya klien
datang ke RSHS dan dirawat inap di ruangan Orthopedi Kemuning lantai 4. Pada
saat pengkajian 07 September 2015, jam 09.30 wib klien mengeluh nyeri, nyeri
dirasakan seperti tertusuk-tusuk, nyeri dirasakan selama 1 menit dan tidak
menyebar, dengan skala nyeri 6 (0-10 Numeric Scale), nyeri paling dirasakan saat
diberikan rangsangan, dan berkurang bila klien dalam keadaan istirahat.

104.
3. Riwayat Penyakit Masa Lalu
105.
Klien mengatakan 2 bulan sebelum masuk rumah sakit
klien mengalami kecelakaan kendaraan bermotor. Klien di tabrak mobil dari arah
belakang sehingga klien terlempar ke arah depan dengan kepala yang terlebih
dahulu membentur aspal. Klien sempat dirawat di RS Bayu Asih Purwakarta
selama 2 minggu, kemudian klien dibawa kerumah selama 1 minggu, karena tidak
ada perubahan status kesehatan klien akhirnya rawat jalan di poli Orthopedi RSHS
selama 4 hari hingga kemudian akhirnya dirujuk untuk rawat inap di ruangan
Orthopedi Kemuning lantai 4 RSHS..
106.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
107.
Ibu klien mengatakan di dalam keluarga tidak riwayat
penyakit keturunan seperti DM, Jantung/Hipertensi, Ashma, dan Kanker tulang.
108.
C. Pola Aktivitas Sehari-hari
109. 110.
No
113. 114.
1.

111.
Jenis Aktivitas

Pola Makan dan Minum


115.

Makan
Jenis makanan
116.
117.

Sebelum Sakit
124.
125.

Nasi,

daging, sayur
126.
127.
3 x sehari
1
porsi

118.

Frekuensi
Jumlah makanan
119.

120.

Bentuk makanan
Makanan pantangan
Gangguan/keluhan
121.

112.

ikan,

Selama Sakit
129.
130.

Nasi

bubur,

pisang, daging
ayam,

sayur,

pudding, burjo
3 x sehari

porsi

dihabiskan/ 3

dihabiskan/ 3 x

x frekuensi
Padat
Telur
Tidak
ada

frekuensi
Lembek
Telur
Tidak

masalah

masalah

128.

131.

Air putih, teh,

kopi
8 x sehari
2000 ml
Tidak
ada

ada

Air putih
132.

9 x sehari
2500 ml
Tidak
ada

masalah

masalah

143.
144.
2 x sehari

Padat, kuning

Khas

Tidak
ada

2 hari sekali
Padat, kuning
Khas
Tidak
ada

masalah
141.
4-5 x sehari

masalah
145.
Terpasang

142.
1000 cc
Kuning jernih
Amoniak
Tidak
ada

kateter
1500 cc
Kuning jernih
Amoniak
Resiko infeksi

122.

133. 134.
2.

Minum
Jenis minuman
123.
Frekuensi
Jumlah minuman
Gangguan/keluhan

Pola Eliminasi
135.

BAB
Frekuensi
Konsistensi dan warna
Bau
Gangguan/keluhan
136.
137.

BAK
Frekuensi
138.

139.
140.

masalah

146. 147.
3.

Jumlah
Konsistensi dan warna
Bau
Gangguan/keluhan
152.

Pola istirahat/tidur
Siang (waktu,
kualitas,

gangguan

istirahat dan tidur)


148.
149.
150.

lama,

Tidur

pada

pukul

14.00

siang, lama 2
jam, tidak ada
masalah tidur
153.
154.
155.
Tidur

151.

156.

Tidur

pada

pukul

12.00,

lama selama 4
jam

tidur

nyenyak, tidak
ada

gangguan

tidur
157.

pukul

01.00 dan
bangun

Tidur

jam

tidak

ada

Malam

lama,

pukul

gangguan

gangguan

07.00,

tidur, tidur

(waktu,

kualitas,

tidak

istirahat dan tidur)

ada

pukul

gangguan

22.00

tidur

bangun
pukul
05.00

158. 159.
4.

Personal Hygine
Mandi
160.

Cuci rambut
161.

Gosok gigi
162.

Ganti pakaian
163.

Gunting kuku
164.
165.

184. 185.
5.

173.
174.

2 kali sehari tanpa Belum mandi selama 4


bantuan
168.

hari
175.

3 kali seminggu tanpa Belum cuci rambut


176.
bantuan
177.
169.
Tidak gosok gigi
2 kali sehari tanpa
178.
bantuan
179.
170.
1 kali sehari dengan
2 kali sehari tanpa
bantuan
bantuan
180.
171.
Belum gunting kuku
Setiap kali kuku 181.
182.
panjang
tanpa
183.
bantuan
Defisit perawatan diri
172.
Tidak ada masalah

Gangguan/masalah

Pola aktivitas/latihan Fisik


Mobilisasi/jenis aktivitas
Waktu/lama/frekuensi
Gangguan/masalah

194. 195.

166.
167.

186.
187.

190.
191.

Mandiri/berjalan kaki
188.

Aktivitas dibantu total


192.

06.00-18.30 wib
189.

193.

Tidak ada

Hambatan

196.

fisik
199.

mobilitas

6.

Kebiasan lain
Merokok
Alkohol

197.

200.

Merokok
198.

Tidak pernah
201.

Tidak pernah

Tidak pernah

202.
203.
204.
205.
D. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum
206.
Tingkat kesadaran :
Kualitatif
: Compos Mentis
Kuantitatif
: GCS 15 (E4 V5 M6)
2. Tanda-tanda vital
TD
: 120/80 mmHg
S
: 36.50C
N
: 80 x/menit
RR
: 20 x/menit
Skala nyeri 6 (0-10 Numeric Scale)
TB
: 180 cm
BB
: 65 Kg
207.
3. Pemeriksaan fisik persistem
a. System Respirasi
208.
Bentuk hidung simetris, polip (-), secret (-), pernapasan
cuping hidung (-), penggunaan otot bantu napas (-), peningkatan frekuensi
napas (-), bentuk dada simetris, retraksi dinding dada (-), perkusi paru sonor,
bunyi napas vesikuler, bunyi napas tambahan (-).
b. System Kardiovaskuler
209.
Konjungtiva merah muda, mukosa bibir lembeb,
temperature hangat, CRT < 2 detik, nadi 80x/menit irama regular dan kuat,
edema (-), perkusi jantung redup, tekanan darah 120/80 mmHg, bunyi jantug
S1 S2, bunyi jantung tambahan (-).
c. System Persyarafan
Tingkat kesadaran : Compos Mentis
Fungsi serebral : ekspresi wajah tenang, kesulitan berbicara (-)
Pengkajian saraf kranial
1. Saraf I
: tidak ada kelainan pada fungsi penciuman

2. Saraf II
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Saraf
Saraf
Saraf
Saraf
Saraf
Saraf

: tidak ada gangguan pada ketajaman visual dan

III, IV, VI
V
VII
VIII
IX, X
XI

:
:
:
:
:
:

lapang pandang
pergerakan bola mata normal
mengunyah (+).
wajah simetris
pendengaran normal
tidak ada gangguan menelan
tidak mampu menggerakan kepala ke kiri dan

ke kanan
: tidak terjadi deviasi lidah

9. Saraf XII
d. System Urinaria
210.

Perubahan pola BAK (-), inkontinensia urin (-), retensi

urin (-)
e. System Pencernaan
211.

Bentuk abdomen datar, mual (-), muntah (-), reflex

menelan (-), bising usus 9 x/menit


f. System Muskuloskletal
212.
Rentang gerak

terbatas,

kemampuan

memenuhi

aktivitas sehari-hari, personal hygiene dibantu, makan dan minum di bantu.


ROM: leher, spinal, cervikal klien kanya bisa melakukan fleksi dengan
rentang 20. Klien tidak dapat melakukan gerakan fleksi, ekstensi,
hiperekstensi, abduksi, aduksi. Pinggul, lutut, mata kaki, kaki dan jari-jari kaki
tidak dapat digerakkan.
213.
Kekuatan otot:
214.
2 3
215.
0 0
216.
g. System Integumen
217.
Kulit kotor, ada luka decubitus pada daerah pelvis
diameter luka 7 cm, dengan kedalaman 2 cm, tampak kemerahan pada daerah
sekitar decubitus, terdapat pus, tampak hitam pada bagian pinggir luka,
tampak sedikit jaringan baru (granulasi) didalam, luka terasa bau, akral
hangat, lesi pada ekstremitas kanan atas, luka dekubitus sudah dibawa dari
rumah.
218.
- Pain
- Polar

Dengan pengkajian 5P
: Nyeri dirasakan seperti tertusuk-tusuk
: Warna kemerahan 50% di daerah sekitar decubitus, pus

10%, kehitaman 40%.


Pulse
: Nadi 80 x/menit
Parastesi : klien mengatakan merasakan kesemutan di punggung

daerah luka decubitus


Paralisis : ekstremitas atas klien lemah, extremitas bawah lumpuh

219.
E. Data Psiko-Sosial-Spiritual
1. Data Psikologis
a. Ideal diri
220.

Klien mengatakan ingin cepat sembuh dan berkumpul

dengan anggota keluarganya


b. Identitas diri
221.
Klien adalah anak ke 3 dari 4 orang bersaudara
c. Harga diri
222.
Klien merasa pasrah dengan kondisi penyakit yang saat
ini dideritanya
d. Gambaran diri
223.

Klien mengatakan penyakit yang dideritanya saat ini

adalah cobaan hidup dari Tuhan Yang Maha Esa


e. Fungsi diri
224.
Klien bekerja, selama sakit klien tidak bisa masuk kerja
dan mencukupi kehidupan sehari-hari
2. Data Sosial
a. Hubungan Klien dengan Orang Lain:
225.
Ibunya mengatakan bahwa hubungan klien dengan
lingkungan sekitar/masyarakat baik, begitu juga dengan perawat dan tim
kesehatan.
b. Peran dan fungsi klien dalam masyarakat:
226.
Klien berperan sebagai anak dalam anggota keluarga
dan masih produktif dalam mencari nafkah.
3. Data Spiritual:
227.
Ibu klien mengatakan klien rajin beribadah saat masih
dirumah, namun setelah di rumah sakit klien hanya dapat berdoa di tempat tidur.
F. Data Penunjang
1. Radiologi
228.
Fraktur C5 dan C6
2. EKG
229.
Sinus Ritme
3. Laboratorium
230.

231.

232.

233.

234.

Pemeriksaan
235.

Hasil
309.
310.
311.

Nilai Rujukan
388.
389.
390.

Satuan
466.
467.
468.

<140
391.
392.
393.
394.

Mg/dl
469.
470.
471.
472.

Interpretasi
545.
546.
547.
548.
549.
550.
551.
552.

Tanggal 04//09/2015
1. KIMIA KLINIK
236.

86
312.
Glukosa
Darah
313.
Puasa
314.
2. HEMATOLOGI 315.

237.

316.

Hematologi
Parameter
238.
Hemoglobin
239.
240.
241.
242.
243.
244.
245.
246.
247.
248.
Hematokrit
249.
250.
251.
252.
253.
254.
255.
Eritrosit
256.
Lekosit
257.
258.
259.
260.
261.
262.
263.
264.
265.
266.
267.
Trombosit
268.
269.
270.
Index Eritrosit
271.
MCV
272.

395.

473.

Penurunan nilai

13.5-17.5
396.
397.
398.
399.
400.
401.
402.
403.
404.
405.

g/dL
474.
475.
476.
477.
478.
479.
480.
481.
482.
483.

Hb dapat terjadi

30
327.
328.
329.
330.
331.
332.
333.

40-52
406.
407.
408.
409.
410.
411.
412.

%
484.
485.
486.
487.
488.
489.
490.

4.41
334.

4.5-6.5
413.

Juta/u

11.300
335.
336.
337.
338.
339.
340.
341.
342.
343.
344.
345.

4400-11300
414.
415.
416.
417.
418.
419.
420.
421.
422.
423.
424.

378.000
346.
347.
348.
349.

150000-

14 10.9
317.
318.
319.
320.
321.
322.
323.
324.
325.
326.

68.0
350.
351.
352.
353.
24.7
354.
355.

450000
425.
426.
427.
80-100
428.
429.
430.
431.
26-34
432.

L
491.

pada

anemia

terutama
anemia

yang

terjadi
kekurangan zat
besi,
perdarahan
553.
554.
555.
Penurunan nilai
Hematokrit
merupakan
indikator
anemia, karena
kehilangan

/mm
492.
493.
494.
495.
496.
497.
498.
499.
500.
501.
502.

banyak darah
556.
557.

/mm
503.
504.
505.
506.

mikroorganisme

fL
507.
508.
509.
510.
pg

Adanya
peningkatan
lekosit

yaitu

menunjukan
adanya
peningkatan
yaitu
menunjukan
adanya
peradangan
558.
559.
560.
561.
562.

273.
274.
275.

356.
357.
36.3
358.
359.
360.
361.
362.
363.

MCH
276.
277.
278.
279.
MCHC
280.
281.
282.
283.
Hitung

433.
434.
435.
32-36
436.
437.
438.
439.
440.
441.

0
364.

0-1
442.

5
365.

1-6
443.

0
Jenis
366.

Leukosit
284.
Basofil
285.
Eosinofil
286.
Batang
287.
Segmen
288.
Limfosit
289.
Monosit
290.
291.
292.
293.
294.
KIMIA KLINIK
295.
Albumin
296.
AST (SGOT)
297.

3-5
444.

66
367.

40-70
445.

16
368.

30-45
446.

13
369.
370.
371.
372.
373.
374.

2-10
447.
448.
449.
450.
451.
452.

3.0
375.

3.5-5.2
453.

32
376.

<37
454.

53
377.

<41
455.

6.0
378.

6.6-8.7
456.

11
379.

15-50
457.

0.33
380.

ALT (SGPT)
298.

95
381.
382.

Protein Total
299.

52.5
383.

0.7-1.2
458.
< 140
459.
460.
26

<5

511.
512.
513.
514.

Hasil

%
515.
516.
517.
518.
519.
520.

mikrositik
563.

%
521.
%
522.
%
523.
%
524.
%
525.
%
526.
527.
528.
529.
530.
531.
g/dL
532.
U/L
533.
U/L
534.
g/dL
535.
mg/dL
536.
mg/dL
537.
mg/dL
538.
539.

MCV

menurun

yang

menandakan

Hasil

MCH

menurun

yang

menandakan
hipokromik
564.
Hasil

MCHC

yang meningkat
menandakan
hiperkromik
565.
566.
567.
568.
569.
570.
571.
572.
Monosit
berkaitan
dengan infeksi
virus
parasit
573.
574.
575.
576.
577.
578.
579.
580.
581.
582.
583.

dan

Ureum
300.

384.
385.
386.
387.

Kreatinin
301.
Glukosa

152
126
3.6
4.63

461.
59-158
462.
184-503
463.

Darah

Sewaktu
302.

135-145
464.

CPP Kuantitatif
303.

3.6-5.5
465.

Serum Iron (fe)


304.

4.7-5.2

mg/L
540.
ug/dL
541.
ug/dL
542.
mEq/L
543.
mEq/L
544.
mg/dL

TIBC
305.
Natrium (Na)
306.
Kalium (K)
307.
Kalsium

(Ca.

Bebas)
308.
584.
G. ANALISA DATA
585. 586.

587.

DATA

ETIOLOGI

O
589. 590.
1.

588.

596.

DS : Klien mengatakan nyeri pada

609.
Fraktur servikal C5 C6

597.

punggung saat di gerakan


591.

Tirah baring

DO :
592.

598.
599.

- Skala nyeri 6 (0-10 Numeric

melakukan
pasif.

Kerusakan

fragmen tulang

Scale)
593.

600.

- Klien tampak meringis saat


latihan

MASALAH

601.

Krepitasi
602.

ROM
603.

Pelepasan

Nyeri

594.

histamin

- Ada

luka

decubitus

pada

604.

pelfis sepanjang 10cm

605.

595.

Nyeri akut

606.

Agen cidera fisik

615.

Perubahan kontur

607.
608.
610. 611.
2.

DS : Klien mengatakan tidak bisa


bergerak

sejak

616.

mengalami

617.

kecelakaan 2 bulan yang lalu


612. DO : -

619.

Gangguan fungsi

621.
Hambatan mobilitas fisik

0
Paresis

0
atau

lemah

anggota

gerak
ADL

dibantu
dan

keluarga
623. 624.DS

626.

627.

belum mandi selama 4 hari


625.

628.
630.

dengan bantuan
- Cuci rambut : Belum cuci
rambut,
Tidak gosok gigi
Gunting
kuku

Defisit
perawatan
diri

Gangguan fungsi
ekstremitas
631.

632.
dengan

bantuan 1x selama sakit

Hambatan mobilitas fisik


633.
634.
Defisit perawatan diri
640. Laserasi pada kulit 650.

636. 637.DS
: 638. DO :

Deformitas

635.

629.

DO : - Mandi : Mandi 1 kali sehari

4.

Perubahan kontur

: keluarga klien mengatakan klien

fisik

620.

perawat

3.

mobilitas

ekstremitas

614.
-

Hambatan

618.

Klien bed rest total


- Kekuatan otot
613.
2

Deformitas

622.

641.
-

Terdapat

luka

Kerusakan

dekubitus di

bagian pelvis

642.

dengan
diameter 7 cm
- Tampak kemerahan pada
-

daerah luka
Tampak kehitaman

Nekrosis

integritas

643.
644.

Kerusakan

kulit
651.

integritas kulit

pada

645.

pinggir luka
646.

639.

Imobilisasi,peruba
han status cairan,
647.

648.
Kerusakan integritas kulit
649.
656.

652. 653.
5.

DS : 654.

Hambatan mobilitas fisik

DO : - Ada luka decubitus


- Terjadi peradangan di luka
decubitus, kemerahan, push,
bau
- 37,8C
655.

657.
658.

665.
Resiko
Infeksi

Keterbatasan gerak
659.
660.
Lapisan kulit hilang secara
lengkap, meluas dan luka dalam
661.
662.
Hilang sebagian lapisan kulit,
terjadi luka
663.
664.
resiko infeksi

666.
H. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan Agen cidera fisik : fraktur tulang
2. Resiko Infeksi berhubungan dengan tindakan infasiv (pemasangan kateter)
3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan Kerusakan integritas struktur
tulang.
4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilisasi. perubahan status
cairan
5. Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal

I. Intervensi keperawatan
669.

667. 668.
No
675.
1.

672.

673.

Diagnosa Keperawatan
676. Nyeri
akut
berhubungan
dengan Agen
cidera fisik :
fraktur
tulang

Rencana Asuhan Keperawatan


674.

Tujuan
Tujuan Umum:
Setelah
dilakukan

677.
678.

tindakan keperawatan selama


7x24 jam diharapkan nyeri
dapat berkurang.
679. Tujuan Khusus:
680. Setelah
dilakukan
tindakan keperawatan selama
1x8 jam, klien berpartisipasi
dalam tindakan pengurangan
nyeri dengan kriteria hasil:
- Melaporkan
skala
nyeri

berkurang

menjadi

5 dari 6

(skala 0-10 Numerik


-

scale)
Melakukan

relaksasi
Melaporkan

Intervensi
1. Kaji
nyeri

secara

komprehensif
2. Ukur tanda-tanda vital
3. Berikan lingkungan yang
nyaman

dengan

membatasi pengunjung
4. Anjurkan klien untuk
melakukan

tekhnik

distraksi dan relaksasi


5. Jelaskan pada klien dan
keluarga
yang

faktor-faktor
meningkatkan

kualitas nyeri (gerakan)


6. Lakukan
kolaborasi
dengan tim medis dalam
pemberian analgesik

tindakan
bahwa

klien dapat tidur.

Rasional
1. Tingkat intensitas
frekuensi

dan

menunjukan

kualitas nyeri.
2. Peningkatan TTV dapat
meningkatkan

kualitas

dari nyeri yang muncul


3. Distraksi pada klien akan
meningkatkan

rasa

tenang dan nyaman dan


sekaligus

mengaihkan

nyeri yang ada


4. Mengalihkan perhatian
dan

mengurangi

rasa

nyeri
5. Memberikan
pengetahuan akan hal-hal
yang

dapat

penyebab

nyeri

meningkat

akan

membuka wawasan klien

tentang

managemen

nyeri.
6. Merupakan

tindakan

dependent

perawat.

Dimana

analgesik

berfungsi untuk memblok


681.
2.

682. Risiko
infeksi
berhubungan
dengan luka
decubitus

683.
684.

Tujuan Umum:
Setelah
dilakukan

tindakan keperawatan selama


5x24 jam diharapkan dapat
terbebas dari infeksi
685. Tujuan khusus:
686. Setelah
dilakukan

1. Ukur suhu klien


2. Pertahankan

klien dengan cara aseptik.


4. Demonstrasikan kepada
klien dan keluarga cara
mencuci

1x8 jam, tidak ada tanda-tanda

benar.

infeksi

dengan

689.

kriteria hasil:
- Suhu dalam rentang normal

690.

klien

(36,5-37,5 C)
- Klien

mempraktekkan

cara

mencuci tangan yang benar


687.

teknik

aseptik
3. Bersihkan luka dekubitus

tindakan keperawatan selama


pada

stimulasi nyeri
1. Suhu
yang

tangan

yang

meningkat
tanda infeksi
2. Mencegah

terus

merupakan
infeksi

nosokomial
3. Mencegah penyebaran
patogen kedalam tubuh
klien.
4. Mencegah

perpindahan

kuman penyebab infeksi


691.
692.

693.
3

694.

Imobilita

fisik

berhubungan
dengan
Kerusakan
integritas
jaringan

695.
696.

688.
Tujuan Umum:
Setelah
dilakukan

tindakan keperawatan selama


7x24
mobilisasi

jam
dapat

diharapkan
dilakukan

pada klien secara aktif maupun


pasif.
697. Tujuan Khusus:
698. Setelah
dilakukan
tindakan keperawatan selama
1x8 jam ROM dengan kriteria
hasil:
- Klien dilakukan ROM aktif
- Klien dapat menggerakkan

701.
4

jari-jari klien.
702. Kerusaka 704. Tujuan Umum:
dilakukan
n integritas 705. Setelah
kulit
tindakan keperawatan selama
berhubungan
7x24 jam kerusakan integritas
dengan
kuliat berkurang.
imobilisasi,
706. Tujuan Khusus:
perubahan
707. Setelah
dilakukan
status cairan
tindakan keperawatan selama
703.
1x8 jam luka bersih, dengan

1. Kaji tingkat kemampuan

1. Mengetahui

tingkat

mobilitas fisik
2. Bantu pasien melakukan

kemempuan

mobilitas

aktivitas

selama

pasien

mengalami

klien dalam melakukan

ketidaknyamanan
3. Tinggikan ekstermitas yang
bengkak,

pasien
2. Menambah kemampuan

demonstrasikan

latihan ROM pada keluarga


sesuai kemampuan.
4. bantu
pasien
dalam

aktivitas.
3. Untuk

memperlancar

peredaran darah sehingga


mengurangi
pembengkakan.
4. Mempertahankan

memilih aktivitas sesuai

tulang

kemampuannya.

penulangan.

699.

sampai

posisi
terjadi

700.

1. Kaji keadaan kulit dan

1. Mengetahui

tingkat

identifikasi pada tahap

perkembangan

luka

perkembangan luka
2. Kaji
lokasi,
ukuran,

mempermudah

dalam

warna

dan

bau

serta

jumlah dan tipe cairan


luka
3. Berikan perawatan luka
dengan teknik aseptik.

melakukan

tindakan

yang tepat.
2. Mengidentifikasi tingkat
keparahan
mempermudah

akan

kriteria hasil:
- tidak ada tanda-tanda
infeksi

seperti

pus,

tidak lembab dan tidak


-

kotor
TTV dalam batas

4. Jika

pemulihan

tidak

terjadi, kolaborasi dengan


tindakan

lanjutan,

misalnya debridement
5. Kolaborasi
pemberian
antibiotik.

normal.

intervensi
3. Suhu
tubuh

yang

meningkat

dapat

diidentifikasi

sebagai

proses peradangan
4. Teknik
aseptik
membantu mempercepat
penyembuhan luka dan
mencegah

terjadinya

infeksi
5. Agar benda asing atau
jaringan yang terinfeksi
tidak

menyebar

luas

pada area kulit normal


lainnya.
6. Antibiotik
untuk

berfungsi
mematikan

mikroorganisme
pathogen pada daerah
708.
5

709. Defisit
perawatan
diri
berhubungan

710.
711.

Tujuan Umum:
Setelah
dilakukan

tindakan keperawatan selama


3x24

jam

klien

tidak

1. Kaji perawatan diri dan


higyne klien
2. Bantu klien saat mandi
3. Jaga privasi klien saat

yang terinfeksi.
1. Mengetahui
kualitas
dari hygine klien dan
sebagai

acuan

dengan
gangguan
muskuluskel
etal

mengalami defisit perawatan


diri.
712.
713.

Tujuan Khusus:
Setelah
dilakukan

tindakan keperawatan selama


1x8 jam ADL klien terpenuhi

mandi
4. Demonstrasikan
keluarga

kepada

intervensi berikutnya
2. Mendorong kemandirin

tentang

dan juga kepercayaan

langkah-langkah
memandikan klien atau

diri
3. Memberikan
akan

hygine

dengan kriteria hasil:


- Klien tampak bersih

privasi

meningkatkan

rasa nyaman dari klien


disaat

714.

melakuakn

hygine
4. Meningkatkan
kemudahan klien untuk
mandi

pada

kondisi

fisiknya yang sekarang


715.
716.
717.
718.
J. Implementasi keperawatan
719.

720.

Tanggal

721.

Implementasi

722.

Evaluas
i

723.
p

724.
1

/jam
725.
1. Mengkaji nyeri secara komprehensif
2. Mengukur tanda-tanda vital
08-093. Memberikan lingkungan yang nyaman dengan
2015
membatasi pengunjung.
/ jam 4.Menganjurkan klien untuk melakukan tekhnik
10.0
0

726.

Jam

13.30
727.
-

distraksi dan relaksasi


5. Menjelaskan pada klien dan keluarga faktor-faktor

S:

Klien mengatakan nyeri pada skala 6


(0-10), pada saat klien digerakan oleh
perawat, lama nyeri 1 menit,

yang meningkatkan kualitas nyeri (gerakan)


-

kualitas tertusuk-tusuk
Klien mengatakan nyaman dengan
pengunjung yang sedikit

728.

O:

Tanda-tanda vital
729.

TD :

120/80 mmHg
730.

N :

84x/menit
731.

36,55 C
732.

RR :

19x/menit
Klien tampak meringis kesakitan saat
digerakan
Klien tampak tenang
733.

741.

734.

A:

735.

Masalah

nyeri belum teratasi


736.
737.

P:

738.

Interven

si dilanjutkan
739.

I:

1. Mengkaji nyeri secara komprehensif


2. Mengukur tanda-tanda vital
3. Memberikan lingkungan yang nyaman
dengan membatasi pengunjung.
4. Menganjurkan klien untuk melakukan
tekhnik distraksi dan relaksasi
5. Menjelaskan pada klien dan keluarga
faktor-faktor yang meningkatkan kualitas
nyeri (gerakan)
740. E :
- Keadaan umum baik
- TTV dalam batas normal
- Klien masih mengeluh nyeri dangan skala
nyeri 6

742.
2

743.
10.30

1. Mengukur suhu klien


2. Mempertahankan teknk aseptik
3. Mengkaji neurovaskularisasi ( Pain, Polar, Pulse,
Parastesi dan Paralisis ).
4. Membersihkan luka dekubitus klien dengan cara

745.

761.

13.30
746.
-

aseptik.
5. Mendemonstrasikan kepada klien dan keluarga cara
mencuci tangan yang benar.

Jam

744.

S:

Pain :
747.

Nyeri

dirasakan seperti tertusuk-tusuk


Parastesi :
748.
Klien
mengatakan merasakan kesemutan di
punggung daerah luka decubitus
749.

O:

Polar :
750.
kemerahan

Warna
50%

di

daerah

decubitus, pus
-

sekitar
10%,

kehitaman 40%.
Pulse :
751.

Nadi

x/menit
Paralisis :
752.

Ekstremitas

80

atas klien lemah, extremitas bawah


-

lumpuh
S : 36,55C
Telah Ganti verban pada luka decubitus:

kedalaman luka 2 cm, terdapat pus pada


luka, diameter luka 7 cm, keadaan luka
hitam di daerah pinggiran luka, tampak
-

sedikit jaringan baru ( granulasi).


Keluarga memperaktekkan cara mencuci
tangan yang benar
753.

A:

754.

Masalah

belum teratasi
755.

P:

756.

Interven

si dilanjutkan
757.

I:

1. Mengukur suhu klien


2. Mempertahankan teknk aseptik
3. Membersihkan luka dekubitus

klien

dengan cara aseptik.


758. E:
759. Keadaan luka dalam, terdapat pus,
nekrosis dan tampak sedikit granulasi.
762.
3

763.
12.30

1. Mengkaji kemampuan mobilitas fisik


2. Membantu pasien melakukan aktivitas selama

760.
764.
13.30

Jam

772.

pasien mengalami ketidaknyamanan


3. Meninggikan
ekstermitas
yang

765.
bengkak,

demonstrasikan latihan ROM pada keluarga sesuai


kemampuan.
4. Membantu pasien dalam memilih aktivitas sesuai

S:

Klien mengatakan bahwa ia hanya


dapat menggerakkan tangan kanan dan

kemampuannya.

leher.
Ibu klien mengatakan bahwa ia
mengerti dan membantu melakukan
latihan ROM
766.

O:

ROM pasif telah di ajarkan


Klien belum dapat menggerakan jari
Klien bed rest total
Kekuatan otot
767.
2
3
768.
0
0
- Paresis
atau
lemah
-

ekstremitas bawah
ADL dibantu perawat dan keluarga
769.

A:

masalah belum teratasi


770.

P:

lanjutkan intervensi 1,2,3,4


773.
4

774.
09-092015

1. Mengkaji keadaan kulit dan identifikasi pada tahap


perkembangan luka
2. Mengkaji lokasi, ukuran, warna dan bau serta

771.
778.

Jam

13.30
779.

S: -

784.

/
775.

jumlah dan tipe cairan luka


3. Memberikan perawatan luka dengan teknik aseptik.
4. Jika pemulihan tidak terjadi, kolaborasi dengan

Jam

780.
-

Telah Ganti verban pada luka


decubitus: kedalaman luka 2 cm,

tindakan lanjutan, misalnya debridement


776.
Kolaborasi pemberian antibiotik.
777.

09.0

O:

terdapat pus pada luka, diameter luka


7 cm, keadaan luka hitam di daerah
pinggiran luka, tampak sedikit
jaringan baru ( granulasi).
781.

A:

Masalah belum teratasi


782.

P:

Lanjutkan intervensi 1,2,3


783.
785.

786.

06.30
787.
06.30
788.
06.30
789.

1.
2.
3.
4.

Mengkaji perawatan diri dan higyne klien


Membantu klien saat mandi
Menjaga privasi klien saat mandi
Mendemonstrasikan kepada keluarga

791.
:tentang 792.

langkah-langkah memandikan klien atau hygine


790.

S
O

:
-

Klien belum bisa merawat diri sendiri


Klien dimandikan dan dibantu

keluarga
Klien dimandikan dengan dipasang

sampiran
Gosok gigi

06.30
793.

795.

: Masalah belum teratasi


794.

: Lanjutkan intervens 1, 2,3,4

796.
1

797.

821.
824.
1. Mengkaji nyeri secara komprehensif
10-09am 20.00
2. Mengukur tanda-tanda vital
2015 3. Mempertahankan lingkungan yang nyaman dengan 825.
10.0
0
798.
12.00
799.
13.00
800.
801.
10.00

membatasi pengunjung.
4. Mempertahankan tekhnik aseptik
4. Membersihkan luka dekubitus klien dengan cara

:
-

Klien mengatakan nyeri pada skala 6


(0-10), pada saat klien digerakan oleh

aseptik.
5. Mempertahankan dan mengingatkan kepada klien
dan keluarga cara mencuci tangan yang benar.
6. Mengkaji kemampuan mobilitas fisik
7. Membantu pasien melakukan aktivitas selama

perawat, lama nyeri 1 menit,


-

pasien mengalami ketidaknyamanan


826.
8. Mempertahankan latihan ROM pada klien sesuai
827.
kemampuan.

kualitas tertusuk-tusuk
Ibu klien mengatakan tetap melakukan
latihan ROM
O

838.

802.

9. Mengkaji keadaan kulit dan identifikasi pada tahap

08.00

perkembangan luka
10. Mengkaji lokasi, ukuran, warna dan bau serta

803.
804.
10.00
805.
806.
10.00
807.
10.30
808.

:
-

jumlah dan tipe cairan luka


822.
823.

GANTI SHIF PAGI KE SORE

11. Mengkaji perawatan diri dan higyne klien


12. Membantu klien saat mandi
13. Menjaga privasi klien saat mandi
14. Mempertahankan dan mengingatkan

kepada

keluarga tentang langkah-langkah memandikan


klien atau hygine

816.

C
831.

RR :

: 37

20x/menit
Klien tampak tenang
S : 37 C
Membersihkan luka decubitus:

cara mencuci tangan yang benar


ROM pasif telah di ajarkan
Klien belum dapat menggerakan jari
sebelah kanan namun tdk dapat

08.00
815.

90x/menit
830.

pinggiran luka, ada granulasi.


Keluarga memperaktekkan kembali

08.00

814.

N :

keadaan luka hitam di daerah

810.

813.

120/80 mmHg
829.

pada luka, diameter luka 7 cm,

08.00

812.

TD :

kedalaman luka 2 cm, terdapat pus

809.

811.

Tanda-tanda vital
828.

menggenggam
Kekuatan otot
832.
833.

2
0

3
0

817.

Masih

ekstremitas bawah
ADL masih dibantu perawat dan

keluarga
Klien belum bisa merawat diri sendiri
Klien dimandikan dan dibantu

keluarga
Mandi 2 kali, pagi dan sore
Gosok gigi
Cuci rambut

17.30
818.
17.30
819.
17.30
820.
17.30

lemah

pada

834.

:
-

nyeri belum teratasi


resiko infeksi belum teratasi
hambatan moblitas fisik belum

teratasi
kerusakan integritas kulit belum

teratasi
defisit perawatan diri teratasi.

835.
836.

: Lanjutkan intervens 1, 2,3,4,5,6,7,8,9,10.


837.
ertahankan intervensi 11, 13,14,15

839.

841.

870.

874.

11-09840.
1

1. Mengkaji nyeri secara komprehensif


2. Mengukur tanda-tanda vital
2015
3. Mempertahankan lingkungan yang nyaman dengan
842.
membatasi pengunjung.
09.00
4. Mempertahankan teknk aseptik
5. Membersihkan luka dekubitus klien dengan cara
843.
aseptik.
06.00
6. Mempertahankan dan mengingatkan kepada klien
844.
dan keluarga cara mencuci tangan yang benar.
13.00
7. Mengkaji kemampuan mobilitas fisik
8. Membantu pasien melakukan aktivitas selama
845.
pasien mengalami ketidaknyamanan
846.
9. Mempertahankan latihan ROM pada klien sesuai
06.00
kemampuan.
847.
10. Mengkaji keadaan kulit dan identifikasi pada tahap
06.00
848.
849.
06.00
850.
851.
11.00
852.
10.00

am 20.00
875.
-

872.

GANTI SHIF PAGI KE SORE

Klien mengatakan nyeri pada skala 5


(0-10), hilang jika tdk bergerak dan
sakit saat bergerak, lama nyeri 1

menit, kualitas tertusuk-tusuk


melakukan latihan ROM

876.
877.

:
-

kepada

keluarga tentang langkah-langkah memandikan


klien atau hygine
871.

perkembangan luka
11. Mengkaji lokasi, ukuran, warna dan bau serta
jumlah dan tipe cairan luka
12. Membantu klien saat mandi
13. Menjaga privasi klien saat mandi
14. Mempertahankan dan mengingatkan

Tanda-tanda vital
878.

TD :

110/80 mmHg
879.

N :

88x/menit
880.

C
881.

RR :

20x/menit
Klien tampak tenang
S : 36 C
Membersihkan luka decubitus:

: 36

891.

853.
854.
08.00
855.
856.

15. Membantu klien saat mandi


16. Menjaga privasi klien saat mandi
17. Mempertahankan dan mengingatkan

kedalaman luka 2 cm, pus berkurang


pada luka, diameter luka 7 cm,

kepada

keadaan luka masih hitam di daerah

keluarga tentang langkah-langkah memandikan


klien atau hygine

pinggiran luka, tumbuh granulasi.


Keluarga lancar memperaktekkan cara

mencuci tangan yang benar


Melatih ROM pasif
Klien belum dapat menggerakan jari

873.

08.30
857.
858.

sebelah kanan namun tdk dapat

06.30

menggenggam
Kekuatan otot
882.
883.
- Masih
lemah
-

859.
860.
06.00
861.

06.00
863.

keluarga
Klien belum bisa merawat diri sendiri
Klien dimandikan dan dibantu

865.
866.
867.
17.00

886.
:

pada

ekstremitas bawah
ADL masih dibantu perawat dan

864.

3
0

06.00
862.

1
0

keluarga
Mandi 2 kali, pagi dan sore
Gosok gigi 2 kali
884.
885.
A

868.
17.00

nyeri belum teratasi


resiko infeksi teratasi
hambatan moblitas fisik belum

teratasi
kerusakan integritas kulit belum

teratasi
defisit perawatan diri teratasi.

869.
17.00

887.
888.

: Lanjutkan intervens 1, 2,3,7,8,9,10.


889.

ertahankan intervensi 4,5,6

892.

894.
12-09-

893.
1

918.

890.

ertahankan intervensi 15, 16, 17


922.

1. Mengkaji nyeri secara komprehensif


am 20.00
2. Mengukur tanda-tanda vital
2015
923.
S
3. Mempertahankan lingkungan yang nyaman dengan
895.
:
membatasi pengunjung.
09.00
4. Mempertahankan teknk aseptik
- Klien mengatakan nyeri pada skala 5
5. Membersihkan luka dekubitus klien dengan cara
896.
(0-10), hilang jika tdk bergerak dan
aseptik.
16.00
sakit saat bergerak, lama nyeri 1
6. Mempertahankan dan mengingatkan kepada klien
897.
menit, kualitas tertusuk-tusuk
dan keluarga cara mencuci tangan yang benar.
13.00
7. Mengkaji kemampuan mobilitas fisik
924.
O
8. Membantu pasien melakukan aktivitas selama

936.

898.
899.
08.00
900.
08.00
901.
902.
08.00
903.
904.

pasien mengalami ketidaknyamanan


9. Mempertahankan latihan ROM pada klien sesuai

kemampuan.
10. Mengkaji keadaan kulit dan identifikasi pada tahap
perkembangan luka
11. Mengkaji lokasi, ukuran, warna dan bau serta
jumlah dan tipe cairan luka
919.
920.

GANTI SHIF PAGI KE SORE

12. Membantu klien saat mandi


13. Menjaga privasi klien saat mandi
14. Mempertahankan dan mengingatkan

kepada

11.00

keluarga tentang langkah-langkah memandikan

905.

klien atau hygine

10.00

910.
911.
08.00

N :

80x/menit
927.

C
928.

RR :

: 36

20x/menit
Klien tampak tenang
S : 36 C
Membersihkan luka decubitus:

keadaan luka masih hitam di daerah


pinggiran luka, tumbuh granulasi,
-

909.
08.00

110/80 mmHg
926.

pada luka, diameter luka 7 cm,

921.

907.
908.

TD :

kedalaman luka 2 cm, pus berkurang

906.
08.00

Tanda-tanda vital
925.

tampak merah.
Melakukan latihan ROM pasif
Klien belum dapat menggerakan jari
sebelah kanan namun tdk dapat

menggenggam
Kekuatan otot
929.
930.
- Masih
lemah
-

1
0
pada

3
0

912.

ekstremitas

913.

ekstremitas

914.

bisa digerakkan sebelah

915.
17.00
916.
17.00

atas

hanya

kanan
ADL masih dibantu perawat dan

keluarga
Klien belum bisa merawat diri sendiri
Klien dimandikan dan dibantu

keluarga
Mandi 2 kali, pagi dengan keluarga

sore dengan perawat


Gosok gigi 2 kali

917.
17.00

bawah,

931.

:
-

nyeri belum teratasi


resiko infeksi teratasi
hambatan moblitas fisik belum

teratasi
kerusakan integritas kulit belum

teratasi
defisit perawatan diri teratasi.

932.
933.

: Lanjutkan intervens 1, 2,3,7,8,9,10.


934.

ertahankan intervensi resiko infeksi 4,5,6


935.

ertahankan intervensi perawatan diri


12,13,14

937.

939.
14-09-

938.
1

963.

967.

1. Mengkaji nyeri secara komprehensif


am 13.00
2. Mengukur tanda-tanda vital
2015
968.
S
3. Mempertahankan lingkungan yang nyaman dengan
940.
:
membatasi pengunjung.
09.00
4. Mempertahankan teknk aseptik
- Klien mengatakan nyeri pada skala 4
5. Membersihkan luka dekubitus klien dengan cara
941.
(0-10), hilang jika tdk bergerak dan
aseptik.
08.00
sakit saat bergerak, lama nyeri 1
6. Mempertahankan dan mengingatkan kepada klien
942.
menit, kualitas tertusuk-tusuk
dan keluarga cara mencuci tangan yang benar.
- Ibu klien mengatakan klien sudah d
13.00
7. Mengkaji kemampuan mobilitas fisik
8. Membantu pasien melakukan aktivitas selama
mandikan
943.
pasien mengalami ketidaknyamanan
969.
O
944.
9. Mempertahankan latihan ROM pada klien sesuai
:
08.00
kemampuan.
- Tanda-tanda vital
945.
10. Mengkaji keadaan kulit dan identifikasi pada tahap

981.

08.00
946.
947.
08.00
948.
949.
11.00
950.
10.00
951.

perkembangan luka
11. Mengkaji lokasi, ukuran, warna dan bau serta
jumlah dan tipe cairan luka
964.
965.

GANTI SHIF PAGI KE SORE

12. Membantu klien saat mandi


13. Menjaga privasi klien saat mandi
14. Mempertahankan dan mengingatkan

kepada

keluarga tentang langkah-langkah memandikan


klien atau hygine

966.

970.

TD :

120/80 mmHg
971.

N :

86x/menit
972.

C
973.

RR :

: 36

19x/menit
Klien tampak tenang
S : 36 C
Membersihkan luka decubitus:
kedalaman luka 2 cm, pus berkurang

952.

pada luka, diameter luka 7 cm,

08.00

keadaan luka masih hitam di daerah

953.

pinggiran luka, tumbuh granulasi,

954.
08.00

955.
956.
08.00
957.
958.

tampak merah.
Melakukan latihan ROM pasif
Klien belum dapat menggerakan jari
sebelah kanan namun tdk dapat

menggenggam
Kekuatan otot
974.
975.
- Masih
lemah
-

959.

ekstremitas

960.

ekstremitas

1
0
pada
bawah,

atas

hanya

3
0

06.00

bisa digerakkan sebelah

961.
06.00
962.
06.00

kanan
ADL masih dibantu perawat dan

keluarga
Klien belum bisa merawat diri sendiri
Klien dimandikan oleh keluarga
Mandi 1 kali,
Gosok gigi 2 kali

976.

:
-

nyeri belum teratasi


resiko infeksi teratasi
hambatan moblitas fisik belum

teratasi
kerusakan integritas kulit belum

teratasi
defisit perawatan diri teratasi.

977.
978.

: Lanjutkan intervens 1, 2,3,7,8,9,10.


979.

ertahankan intervensi resiko infeksi 4,5,6


980.
ertahankan intervensi perawatan diri
12,13,14

982.

984.

DAFTAR PUSTAKA
983.
Muttaqin, Arif. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan

Persyarafan. Jakarta : Salemba Medika


985. Pearce, E. C. (2009). Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta:
Grandmedia Pustaka Utama .
986. Price, S. A., & Wilson, L. M. (2006). Patofisiologi Konsep Klinis ProsesProses Penyakit . Jakarta: EGC.
987. Ross and Wilson, 2011. Dasar-dasar Anatomi dan Fisiologi. Jakarta: Salemba
Medika
988. Smeltzer, S. C., & Bare , B. G. (2007). Brunner & Suddarth's Textbook of
Medical-Surgical Nursing. Philadelpia: Lippincott-Raven Publisher.
989.
990.
991.
992.
993.
994.
995.

Vous aimerez peut-être aussi