Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Sifilis adalah salah satu penyakit menular seksual. Penyakit tersebut ditularkan melalui
hubungan seksual, penyakit ini bersifat Laten atau dapat kambuh lagi sewaktu-waktu selain
itu bisa bersifat akut dan kronis. Penyakit ini dapat cepat diobati bila sudah dapat dideteksi
sejak dini. Kuman yang dapat menyebabkan penyakit sifilis dapat memasuki tubuh dengan
menembus selaput lendir yang normal dan mampu menembus plasenta sehingga dapat
menginfeksi janin. ( Soedarto, 1990 ).
Sifilis adalah penyakit menular seksual yang disebabkan oleh Treponema pallidum.
Penyakit menular seksual adalah penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual.
Penyakit ini sangat kronik, bersifat sistemik dan menyerang hampir semua alat tubuh dapat
menyerupai banyak penyakit, mempunyai masa laten dan dapat ditularkan dari ibu ke janin.
2
2.2 Etiologi
Etiologi dari Penyakit Sifilis, antara lain: Penyebab sifilis ditemukan oleh SCHAUDINN
dan HOFMAN ialah Treponema palidum yang termasuk ordo Spirochaetaceae dan genus
Treponema bentuknya spiral panjang antara 6-15 um dan lebar 0,15 um terdiri atas 8-24
lekukan. Gerakannya berupa rotasi sepanjang aksis dan maju seperti gerakan pembuka botol
membiak secara pembelahan melintang, pada stadium aktif terjadi setiap 30 jam. Pembiakan
pada umumnya tidak dapat dilakukan diluar badan. Diluar badan kuman tersebut mudah mati
sedangkan dalam darah untuk transfusi dapat hidup sampai 72 jam.
2.3 Faktor Predisposisi
a. Hubungan seksual yang bebas (Genitogenital, Orogenital maupun Anogenital).
b. Sering berganti pasangan.
c. Melakukan hubungan seksual tanpa menggunakan alat kontrasepsi yang aman.
d. Melakukan hubungan seksual dengan orang yang mengidap sifilis.
e. Janin yang orang tuanya menderita sifilis.
f. Kurangnya kebersihan diri .
g. Virulensi kuman yang tinggi.
h. Kontak langsung dengan lesi yang mengandung Bakteri Treponema Pallidum.
2.4 Patofisologi
Bakteri Treponema masuk ke dalam tubuh manusia mengalami kontak, organisme dengan
cepat menembus selaput lendir normal atau suatu lesi kulit kecil dalam beberapa jam. Kuman
akan memasuki limfatik dan darah dengan memberikan manifestasi infeksi sistemik. Pada
tahap sekunder, SSP merupakan target awal infeksi, pada pemeriksaan menunjukkan bahwa
lebih dari 30 % dari pasien memiliki temuan abnormal dalam cairan cerebrospinal (CSF).
Selama 5-10 tahun pertama setelah terjadinya infeksi primer tidak diobati, penyakit ini
akan menginvasi meninges dan pembuluh darah, sehingga dapat mengakibatkan neurosifilis
meningovaskuler. Kemudian parenkim otak dan sumsum tulang belakang mengalami
kerusakan sehingga terjadi kondiri parenchymatous neurosifilis. Terlepas dari tahap penyakit
dan lokasi lesi, hispatologi dari sifilis menunjukkan tanda- tanda endotelialarteritis.
Endotelialarteritis disebabkan oleh pengikatan spirochaeta dengan sel endotel yang dapat
sembuh dengan jaringan parut.
2.5 Klasifikasi
Klasifikasi dari Penyakit Sifilis secara khusus, antara lain:
a. Sifilis Stadium I : Terjadi efek primer berupa papul, tidak nyeri (indolen). Sekitar 3
minggu kemudian terjadi penjalaran ke kelenjar inguinal medial.Timbul lesi pada alat
3
kelamin, ekstragenital seperti bibir, lidah, tonsil, puting susu, jari dan anus, misalnya pada
penularan ekstrakoital.
b. Sifilis Stadium II : Gejala konstitusi seperti nyeri kepala, subfebris, anoreksia, nyeri pada
tulang, leher, timbul macula, papula, pustul, dan rupia. Kelainan selaput lendir, dan
limfadenitis yang generalisata.
c. Sifilis Stadium III : Terjadi guma setelah 3 7 tahun setelah infeksi. Guma dapat timbul
pada semua jaringan dan organ, membentuk nekrosis sentral juga ditemukan di organ
dalam, yaitu lambung, paru-paru, dll. Nodus di bawah kulit (dapat berskuma), tidak nyeri.
d. Sifilis Kongenital :
1. Sifilis Kongenital Dini : Dapat muncul beberapa minggu (3 minggu) setelah bayi
dilahirkan. Kelainan berupa vesikel, bula, pemfigus sifilitika, papul, skuma, secret
hidung yang sering bercampur darah, adanya osteokondritis pada foto roentgen.
2. Sifilis Kongenital Lanjut : Terjadi pada usia 2 tahun lebih. Pada usia 7 9 tahun
dengan adanya keratitis intersial (menyebabkan kebutaan), ketulian, gigi
Hutchinson, paresis, perforasi palatum durum, serta kelainan tulang tibia dan
frontalis.
3. Sifilis Stigmata : Terdapat garis-garis pada sudut mulut yang jalannya radier, gigi
Hutchinson, gigi molar pertama berbentuk murbai dan penonjolan tulang frontal
kepala (frontal bossing).
e. Sifilis Kardiovaskular : Umumnya bermanifestasi selama 10 20 tahun setelah infeksi.
Biasanya disebabkan oleh nekrosis aorta yang berlanjut ke arah katup dan ditandai oleh
insufisiensi aorta atau aneureksma, berbentuk kantong pada aorta torakal.
f. Neurosifilis :
1. Neurosifilis asimtomatik. : Pada sifilis ini tidak ada tanda dan gejala kerusakan
susunan saraf pusat. Pemeriksaan sumsum tulang belakang menunjukan kenaikan
sel, protein total dan tes serologis reaktif.
2. Neurosifilis meningovaskuler : Adanya tanda kerusakan susunan saraf pusat yakni
kerusakan pembuluh darah serebru, infark dan ensefalomalasia. Pemeriksaan
sumsum tulang belakang menunjukan kenaikan sel, protein total dan tes serologis
reaktif.
3. Neurosifilis parekimatosa yang terdiri dari paresis dan tabes dorsalis : Gejala dan
tanda paresis
sangatlah banyak
Treponema pallidum. Papula segera berkembang menjadi ulkus bersih, tidak nyeri dengan
tepi menonjol yang disebut chancre. Infeksinya sebagai lesi primer akan terlihat ulserasi
(chancre) yang soliter, tidak nyeri, mengeras, dan terutama terdapat di daerah genitalia
disertai dengan pembesaran kelenjar regional yang tidak nyeri. Chancre biasanya pada
genitalia berisi Treponema pallidum yang hidup dan sangat menular, chancre extragenitalia
dapat juga ditemukan pada tempat masuknya sifilis primer. Chancre biasanya bisa sembuh
dengan sendirinya dalam 4 6 minggu dan setelah sembuh menimbulkan jaringan parut.
Penderita yang tidak diobati infeksinya berkembang ke manifestasi sifilis sekunder.
b. Sifilis Sekunder : Terjadi sifilis sekunder, 210 minggu setelah chancre sembuh.
Manifestasi sifilis sekunder terkait dengan spiroketa dan meliputi ruam, mukola papuler
non pruritus, yang dapat terjadi diseluruh tubuh yang meliputi telapak tangan dan telapak
kaki; Lesi pustuler dapat juga berkembang pada daerah yang lembab di sekitar anus dan
vagina, terjadi kondilomata lata (plak seperti veruka, abuabu putih sampai eritematosa).
Dan plak putih disebut (Mukous patkes) dapat ditemukan pada membran mukosa, gejala
yang ditimbulkan dari sifilis sekunder adalah penyakit seperti flu seperti demam ringan,
nyeri kepala, malaise, anoreksia, penurunan berat badan, nyeri tenggorokan, mialgia, dan
artralgia serta limfadenopati menyeluruh sering ada. Manifestasi ginjal, hati, dan mata
dapat ditemukan juga, meningitis terjadi 30% penderita. Sifilis sekunder dimanifestasikan
oleh pleositosis dan kenaikan cairan protein serebrospinal (CSS), tetapi penderita tidak
dapat menunjukkan gejala neurologis sifilis laten.
c. Relapsing sifilis : Kekambuhan penyakit sifilis terjadi karena pengobatan yang tidak tepat
dosis dan jenisnya. Pada waktu terjadi kekambuhan gejala gejala klinik dapat timbul
kembali, tetapi mungkin juga tanpa gejala hanya perubahan serologinya yaitu dari reaksi
STS (Serologis Test for Syfilis) yang negatif menjadi positif. Gejala yang timbul kembali
sama dengan gejala klinik pada stadium sifilis sekunder. Relapsing sifilis yang ada terdiri
dari :
a) Sifilis laten :Fase tenang yang terdapat antara hilangnya gejala klinik sifilis sekunder dan
tersier, ini berlangsung selama 1 tahun pertama masa laten (laten awal). Tidak terjadi
kekambuhan sesudah tahun pertama disertai sifilis lambat yang tidak mungkin bergejala.
Sifilis laten yang infektif dapat ditularkan selama 4 tahun pertama sedang sifilis laten yang
tidak menular berlangsung setelah 4 tahun tersebut. Sifilis laten selama berlangsung tidak
dijumpai gejala klinik hanya reaksi STS positif.
b) Sifilis tersier : Sifilis lanjut ini dapat terjadi bertahun tahun sejak sesudah gejala
sekunder menghilang. Pada stadium ini penderita dapat mulai menunjukkan manifestasi
penyakit tersier yang meliputi neurologis, kardiovaskuler dan lesi gummatosa, pada kulit
5
dapat terjadi lesi berupa nodul, noduloulseratif atau gumma. Gumma selain mengenai kulit
dapat mengenai semua bagian tubuh sehingga dapat terjadi aneurisma aorta, insufisiensi
aorta, aortitis dan kelainan pada susunan syaraf pusat (neurosifilis).
c) Sifilis kongenital : Sifilis kongenital yang terjadi akibat penularan dari ibu hamil yang
menderita sifilis kepada anaknya melalui plasenta. Ibu hamil dengan sifilis dengan
pengobatan tidak tepat atau tidak diobati akan mengakibatkan sifilis kongenital pada
bayinya. Infeksi intrauterin dengan sifilis mengakibatkan anak lahir mati, infantille
congenital sifilis atau sifilis timbul sesudah anak menjadi besar dan bahkan sesudah
dewasa. Pada infantil kongenital sifilis bayi mempunyai lesi lesi mukokutan. Kondiloma,
pelunakan tulang tulang panjang, paralisis dan rinitis yang persisten. Sedangkan jika
sifilis timbul sesudah anak menjadi besar atau dewasa maka kelainan yang timbul pada
umumnya menyangkut susunan syaraf pusat misalnya parasis atau tabes, atrofi nervous
optikus dan tuli akibat kelainan syaraf nervous kedelapan, juga interstitial keratitis, stig
mata tulang dan gigi, saddel nose, saber shin ( tulang kering terbentuk seperti pedang )
dan kadang kadang gigi Hutchinson dapat dijumpai. Prognosis sifilis kongenital
tergantung beratnya infeksi tetapi kelainan yang sudah terjadi akibat neurosifilis biasanya
sudah bisa disembuhkan. (Soedarto, 1990).
Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan fisik : Keadaan umum, Kesadaran, status gizi, TB, BB, suhu, TD, nadi,
respirasi.
b. Pemeriksaan sistemik : Kepala (mata, hidung, telinga, gigi&mulut), leher (terdapat
perbesaran tyroid atau tidak), tengkuk, dada (inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi),
genitalia, ekstremitas atas dan bawah.
2.7 Pemeriksaan penunjang
Untuk menentukan diagnosis sifilis maka dilakukan pemeriksaan klinik, serologi atau
pemeriksaan dengan mengunakan mikroskop lapangan gelap (darkfield microscope). Pada
kasus tidak bergejala diagnosis didasarkan pada uji serologis treponema dan non protonema.
Uji non protonema seperti Venereal Disease Research Laboratory ( VDRL ). Untuk
mengetahui antibodi dalam tubuh terhadap masuknya Treponema pallidum. Hasil uji
kuantitatif uji VDRL cenderung berkorelasi dengan aktifitas penyakit sehingga amat
membantu dalam skrining, titer naik bila penyakit aktif (gagal pengobatan atau reinfeksi)
dan turun bila pengobatan cukup. Kelainan sifilis primer yaitu chancre harus dibedakan dari
berbagai penyakit yang ditularkan melalui hubungan kelamin yaitu chancroid, granuloma
inguinale, limfogranuloma venerium, verrucae acuminata, skabies, dan keganasan (kanker).
a. Pemeriksaan laboratorium (kimia darah, ureum, kreatinin, GDS, analisa urin, darah rutin)
6
1) pemeriksaan T Palidum
Cara pemeriksaannya adalah : mengambil serum dari lesi kulit dan dilihat bentuk dan
pergerakannya dengan microskop lapangan gelap. Pemeriksaan dilakukan 3 hari berturutturut jika pada hasil pada hari 1 dan 2 negatif sementara itu lesi dikompres dengan larutan
garam saal bila negative bukan selalu berarti diagnosisnya bukan sifilis , mungkin
kumannya terlalu sedikit.
2) pemeriksaan TSS
TSS atau serologic test for sifilis . TSS dibagi menjadi 2 :
a) Test non treponemal : pada test ini digunakan antigen tidak spesifik yaitu kardiolopin
yang dikombinasikan dengan lesitin dan kolesterol, karena itu test ini dsdapat memberi
Reaksi Biologik Semu (RBS) atau Biologic Fase Positif (BFP). Contoh test non
treponemal :
(1)
(2)
Test).
b) Tes treponemal: Test ini bersifat spesifik karena antigennya ialah treponema atau
ekstratnya dan dapat digolongkan menjadi 4 kelompok :
(1) Tes immobilisasi : TPI (Treponemal Pallidium Immbolization Test)
(2) Test Fiksasi Komplemen : RPCF (Reiter Protein Complement Fixation Test)
(3) Tes Imunofluoresen : FTA-Abs (Fluorecent treponemal Antibody Absorption
Test), ada dua : IgM, IgG; FTA-Abs DS (Fluorecent treponemal Antibody
Absorption Double Staining)
(4) Tes hemoglutisasi : TPHA (Treponemal pallidum Haemoglutination Assay),19S
IgM SPHA (Solid-phase Hemabsorption Assay), HATTS (Hemagglutination
Treponemal Test for Syphilis), MHA-TP (Microhemagglutination Assay for
Antibodies to Treponema pallidum).
b. Pemeriksaan Yang Lain
Sinar Rontgen dipakai untuk melihat kelainan khas pada tulang, yang dapat terjadi pada
sifilis kongenital. Juga pada sifilis kardiovaskuler, misalnya untuk melihat aneurisma aorta.
Pada neurosifilis,test koloidal emas sudah tidak dipakai lagi karena tidak khas. Pemeriksaan
jumlah sel dan protein total pada likuor serebrospinalis hanya menunjukan adanya tanda
inflamasi pada susunan saraf pusat dan tidak selalu berarti terdapat neurosifilis. Harga normal
iyalah 0-3 sel/mm3, Jika limfosit melebihi 5/mm3 berarti ada peradangan. Harga normal
protein total ialah 20-40 mg/100 mm3, jika melebihi 40 mg/mm3 berarti terdapat peradangan:
7
1) Histopatologi
Kelainan yang utama pada sifilis ialah proliferasi sel-sel endotel terutama terdiri
atas infiltrate perivaskular tersusun oleh sel-sel limpoid dan sel-sel plasma.
2) Imunologi
Pada percobaan kelinci yang disuntik dengan T.Pallidium secara intradermal, yang
sebelumnya telah diberi serum penderita sifilis menunjukan adanya antibody.
Terdapat dua antibody yang khas yaitu terhadap T. Pallidum dan yang tidak khas
yaitu yang ditujukan pada golongan antigen protein Spirochaetales yang pathogen
2.8 Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis : Penderita sifilis diberi antibiotik penisilin (paling efektif). Bagi
yang alergi penisillin diberikan tetrasiklin 4500 mg/hr, atau eritromisin 4500 mg/hr, atau
doksisiklin 2100 mg/hr. Lama pengobatan 15 hari bagi S I & S II dan 30 hari untuk
stadium laten. Eritromisin diberikan bagi ibu hamil, efektifitas meragukan. Doksisiklin
memiliki tingkat absorbsi lebih baik dari tetrasiklin yaitu 90-100%, sedangkan tetrasiklin
hanya 60-80%. Obat lain adalah golongan sefalosporin, misalnya sefaleksin 4500 mg/hr
selama 15 hari, Sefaloridin memberi hasil baik pada sifilis dini, Azitromisin dapat
digunakan untuk S I dan S II.
1) Sifilis primer dan sekunder
a)
Penisilin benzatin G dosis 4,8 juta unit IM (2,4juta unit/kali) dan diberikan 1 x
b)
seminggu
Penisilin prokain dalam aqua dengan dosis 600.000 unit injeksi IM sehari selama 10
c)
hari.
Penisilin prokain +2% alumunium monostearat, dosis total 4,8 juta unit, diberikan
2,4 juta unit/kali sebanyak dua kali seminggu.
2) Sifilis laten
a) Penisilin benzatin G dosis total 7,2 juta unit
b) Penisilin G prokain dalam aqua dengan dosis total 12 juta unit (600.000 unit sehari).
c) Penisilin prokain +2% alumunium monostearat, dosis total 7,2 juta unit (diberikan 1,2
juta unit/kali, dua kali seminggu).
3) Sifilis III
a) Penisilin benzatin G dosis total 9,6 juta unit
b) Penisilin G prokain dalam aqua dengan dosis total 18 juta unit (600.000 unit)
c) Penisilin prokain + 2% alumunium monostearat, dosis total 9,6 juta unit (diberikan 1,2
juta unit/kali, dua kali seminggu)
4) Untuk pasien sifilis I dan II yang alergi terhadap penisilin, dapat diberikan:
a) Tertrasiklin 500mg/oral, 4x sehari selama 15 hari.
8
dihindarkan lagi.
5) Pentingnya personal hygiene khususnya pada alat kelamin
6) Cara-cara menghindari PMS di masa mendatang.
Program Diet
1) Kebutuhan zat gizi ditambah 10-25% dari kebutuhan minimum.
2) Ps diberikan porsi makanan kecil tetapi sering.
3) Konsumsi protein berkualitas tinggi dan mudah dicerna.
4) Sayuran dan buah-buah untuk jus.
5) Susu rendah lemak dan sudah dipasteurisasi setiap hari (susu sapi atau kedelai).
6) Hindari makanan di awetkan atau beragi.
7) Makanan bebas dari pestisida atau zat kimia.
8) Rendah serat, makanan lunak atau cair, jika ada gangguan saluran pencernaan.
9) Rendah laktosa dan lemak jika ps diare.
10) Hindari rokok, kafein dan alcohol.
2.9 Komplikasi
Tanpa pengobatan, sifilis dapat membawa kerusakan pada seluruh tubuh. Sifilis juga
meningkatkan resiko infeksi HIV, dan bagi wanita, dapat menyebabkan gangguan selama
hamil. Pengobatan dapat membantu mencegah kerusakan di masa mendatang tapi tidak dapat
memperbaiki kerusakan yang telah terjadi.
a. Benjolan kecil atau tumor: Disebut gummas, benjolan-benjolan ini dapat berkembang
dari kulit, tulang, hepar, atau organ lainnya pada sifilis tahap laten. Jika pada tahap ini
dilakukan pengobatan, gummas biasanya akan hilang.
b. Masalah Neurologi: Pada stadium laten, sifilis dapat menyebabkan beberapa masalah
pada nervous sistem, seperti:
1) Stroke
2) Infeksi dan inflamasi membran dan cairan di sekitar otak dan spinal cord
(meningitis)
3) Koordinasi otot yang buruk
4) Numbness (mati rasa)
9
5) Paralysis
6) Deafness or visual problems
7) Personality changes
8) Dementia
c. Masalah kardiovaskular: Ini semua dapat meliputi bulging (aneurysm) dan inflamasi
aorta, arteri mayor, dan pembuluh darah lainnya. Sifilis juga dapat menyebabkan
valvular heart desease, seperti aortic valve stenonis.
d. Infeksi HIV
Orang dewasa dengan penyakit menular seksual sifilis atau borok genital lainnya
mempunyai perkiraan dua sampai lima kali lipat peningkatan resiko mengidap HIV.
Lesi sifilis dapat dengan mudah perdarahan, ini menyediakan jalan yang sangat mudah
untuk masuknya HIV ke aliran darah selama aktivitas seksual.
e. Komplikasi kehamilan dan bayi baru lahir
Sekitar 40% bayi yang mengidap sifilis dari ibunya akan mati, salah satunya melalui
keguguran, atau dapat hidup namun dengan umur beberapa hari saja. Resiko untuk lahir
premature juga menjadi lebih tinggi.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN SIFILIS
I.
PENGKAJIAN DATA
IDENTITAS KLIEN
Nama
:-
No. Reg
Umur
Tgl. MRS
:-
Jenis Kelamin
: L/ P
Diagnosa
: Sifilis
Suku / Bangsa
Agama
:
10
Pekerjaan
Pendidikan
Status
Alamat
: Hipertermi (>37,50C0
Berat Badan
Tekanan Darah
Nadi
RR
c.
d.
Nervus XI aksesorius
Klien tidak merasa kesulitan untuk mengangkat bahu dengan melawan tahanan
Nervus XII hypoglosal/hipoglosum
Bentuk lidah simetris, klien mampu menjulurkan lidah dan menggerakkannya
ke segala arah
Lidah
Inspeksi
Palpasi
Abdomen
Inspeksi
Perkusi
Kekuatan otot
Lesi Kulit: Berupa papula yang berkembang menjadi ulkus bersih
tidak nyeri dengan tepi menonjol yang disebut chancre.
g. Sistem endokrin dan eksokrin
Kepala
Inspeksi
Leher
Inspeksi
Palpasi
: tidak ada pembesaran kalenjar tiroid, dan tidak ada nyeri tekan.
Ekstremitas bawah
Palpasi
h Sistem reproduksi
Perempuan:
Payudara
Inspeksi : bentuk simetris bersih dan tidak adanya massa, kulit tidak seperti
kulit jeruk
Palpasi: tiadak ada benjolan abnormal, tidak ada nyeri tekan
Axilla
Inspeksi: tidak adanya benjolan abnormal
Palpasi: tidak ada benjolan abnormal
Abdomen
Inspeksi : tidak ada pembesaran abdomen, tidak ada bekas luka post SC
Palpasi : tidak ada massa
Genetalia
Inspeksi: terdapat lesi pustuler di sekitar anus dan juga vagina, terjadi
kondilomata lata
Palpasi: tidak ada nyeri tekan
Persepsi sensori
Mata
Inspeksi : bentuk simetris, kornea normal, warana iris hitam, lensa normal
jernih, sklera putih
Palpasi
: tidak ada nyeri dan tidak ada pembengkakan kelopak mata
Penciuman-(hidung)
Palpasi
: tidak ada pembengkakan dan tidak ada nyeri saat palpasi fosa
kanina
Perkusi
: tidak ada reaksi hebat pada regio frontalis, sinus frontalis dan fosa
kanina
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan jaringan sekunder ulkus mole, pasca
drainase.
b. Hipertermi berhubungan dengan respons sistemik ulkus mole
c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya ulkus pada genetalia
d. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan ulkus merah pada penis dan anus serta
demam subfebris.
e. Kurang pengetahuan berhubungan dengan cara penularan penyakit sifi
14
Kontak langsung
Masuk ke mukosa
NS. DIAGNOSIS
:
Treponema
masuk
ke saluran
limfatik
Kerusakan
Integritas
Kulit dan menginvansi
(NANDA-I)
Sifilis
DEFINITION:
DEFININGLimfatik
Mukosa
Gangguan permukaan
kulit
CHARACTERISTICS
Infeksi primer
Eksternal:
Zat kimia
Skuama, vesikel, papul, secret dan darah dari hidung, oste
Usia yang ekstrem
Papula jadi ulkus
bersih,
tidak
nyeri,
dan menonjol (chancre)
Kelembaban
Hipertermia
Hipotermia
Faktor mekanik
(mis, gaya
gunting [shearingkebutaan),
forces], tekanan,
penekanan)
Keratitis
intersial(akibatkan
tuli, perforasi
palatum durum
Medikasi
Ulserasi
(chancre) soliter dan keras, yg tidak nyeri
Kerusakan integritas
kulitLembab
Imobilisasi fisik
Radiasi
Keterlambatan tumbuh&kembang
RELATED FACTORS:
Internal:
Pengungkapan
Tidak mengetahuai
DiobatiPerubahan
status cairan penyakit dan penanganan, informasi tidak adekuat
Perubahan pigmentasi
Perubahan turgor
Sembuh
Faktor perkembangan
Kondisi ketidakseimbangan nutrisi
(mis,diobati
obesitas, omesiasi)
Tidak
Kurang pengetahuan
Penurunan imunologis
Penurunan sirkulasi
Terbentuk
jaringan
parutmetabolik
Kondidi
gangguan
Gangguan sensasi
Infeksi meningens Infeksi organ lain
Tonjolan tulang
Infeksi sekunder
ASSESSMENT
Nyeri akut
Lesi pustuler
15
Gangguan citra tubuh
ginjal
DIAGNOSIS
16