Vous êtes sur la page 1sur 2

Korupsi bukan lagi sekadar persoalan dalam negeri, tetapi juga telah menjadi fenomena

yang sifatnya global. Perlu kerangka kerjasama yang lebih kuat untuk memberantas korupsi
di tingkat internasional atau regional. Isu terkait pemeberantasan korupsi ditingkat nasional
masih menjadi perdebatan hangat terkait dengan koruptur yang masih bisa menyimpan
harta kekayaan hasil tindak korupsi di negara lain. Celakanya lagi belum tentu negara
tersebut memiliki perjanjian bilateral terkait mutual legal assitance yang merupakan prioritas
utama KPK saat ini untuk melacak asset negara yang telah digelapkan. Berikut adalah isu
terkait uraian diatas,
1. Sikap tidak profesional aparat penegak hukum dalam mengantisipasi kemungkinan
tersangka atau terdakwa korupsi melarikan harta kekayaannya telah mengesankan
adanya praktek pembiaran, bukan sekedar kelengahan. Contoh pada kasus Gayus,
Gayus sudah jelas ditetapkan menjadi tersangka korupsi pajak beacukai, tetapi
realitanya gayus masih bisa jalan-jalan diluar penjara. Ada dua kemungkinan dari
kasus ini, yang pertama, aparat penegak hukum terlalu bodoh sehingga gayus bisa
kabur dari penjara, atau yang kedua, Gayus menyuap pihak aparat agar bisa jalanjalan keluar dari penjara.
2. Pelacakan aset negara yang digelapkan koruptor. Selama ini penegak hukum hanya
bisa menyeret tersangka korupsi, namun harta yang dimiliki oleh tersangka sulit
untuk di tarik dikembalikan kepada negara karena tersangka menyimpan harta di luar
negeri. Penyelamatan harta negara yang dikorupsi tidak menjadi perhatian serius,
yakni terulangnya kembali praktek kejahatan serupa serta berkembangnya praktek
pencucian uang. Dengan harta yang masih dikuasainya, pelaku korupsi yang tengah
dipenjara dapat menyuap aparat penegak hukum, membayar joki tahanan
3. Adanya kongkalingkong yang dilakukan sejak awal antara pelaku korupsi dengan
pemegang otoritas di negara lain. Tetapi hal tersebut menjadi rahasia kedua belah
pihak yang tidak akan di bocorkan oleh pelaku dengan siapa pelaku membentuk
channel, sehingga hal ini mempersulit penegak hukum untuk melacak kerjasama
tersebut.
4. Terbatasnya Indonesia menjalin hubungan dengan negara lain
Belum semua negara bisa menjalin hubungan baik dengan indonesia karena
berbagai faktor. Sehingga, Indonesia masih tersendat dalam menangani hal tersebut.
5. Belum maksimalnya kerjasama untuk memberantas korupsi di ASEAN yang berada
pada wilayah ASEAN Political Security Community (APSC). Pemberantasan korupsi
telah masuk menjadi salah satu agenda di Blueprint APSC, namun sejauh ini belum
ada policy framework yang mewadahinya. Hal ini bisa mengakibatkan kerjasama
yang sudah ada sebelumnya menjadi jalan di tempat.
http://www.cifor.org/ilea/_ref/ina/instruments/Law_Enforcement/MLA/

http://internasional.republika.co.id/berita/internasional/global/16/01/27/o1lvk3366korut-negara-asia-paling-korup

Vous aimerez peut-être aussi