Vous êtes sur la page 1sur 8

sejarah keperawatan di Indonesia

2.1 Sejarah Keperawatan di Indonesia2.1.1 Masa Sebelum KemerdekaanPada


masa pemerintahan kolonial Belanda, perawat berasal dari penduduk pribumi yang
disebut Verpleger dengan dibantu Zieken Oppaser sebagai penjaga orang sakit.
Mereka bekerja pada rumah sakit Binnen Hospital di Jakarta yang didirikan pada
tahun 1799 untuk memelihara kesehatan staf dan tentara Belanda. Usaha
pemerintah Belanda pada masa itu antara lain membentuk Dinas Kesehatan Tentara
dan Dinas Kesehatan Rakyat. Pendirian rumah sakit ini termasuk usaha Deandels
mendirikan rumah sakit di Semarang dan Surabaya. Karena tujuannya hanya untuk
kepentingan tentara belanda, maka tidak diikuti perkembangan
keperawatan.Sebaliknya, Gubernur Jenderal Inggris, Raffless, sangat
memperhatikan kesehatan rakyat. Semboyannya adalah kesehatan adalah milik
manusia, ia melakukan berbagai upaya untuk memperbaiki derajat kesehatan
penduduk pribumi antara lain mengadakan pencacaran umum, membenahi cara
perawatan pasien gangguan jiwa serta memperhatikan kesehatan dan perawatan
para tahanan.Setelah pemerintah kolonial kembali ke tangan Belanda, usaha-usaha
peningkatan kesehatan penduduk mengalami kemajuan. Pada tahun 1819 di Jakarta
didirikan beberapa rumah sakit, salah satu diantaranya adalah Rumah Sakit
Stadverband berlokasi di Glodok Salemba yang sekarang bernama Rumah Sakit
Cipto Mangunkusumo (RSCM). Saat ini RSCM menjadi rumah sakit pusat rujukan
nasional dan pendidikan nasional. Pada kurun waktu 1816-1942 berdiri bebrapa
rumah sakit swasta milik Misionaris Katolik dan Zending Protestan antara lain
Rumah sakit PGI Cikini, Rumah Sakit St. Carolus Salemba, Rumah Sakit St.
Boromeus Bandung dan Rumah Sakit Elisabeth Semarang. Bersamaan dengan
berdirinya rumah sakit diatas, didirikan sekolah perawat. RS PGI Cikini tahun 1906
menyelenggarakan pendidikan juru rawat, RSCM tahun 1912 ikut
menyelenggarakan pendidikan juru rawat. Itulah sekolah perawat pertama yang
berdiri di Indonesia meskipun baru pendidikan okupasional.Kekalahan tentara
sekutu dan kedatangan tentara Jepang tahun 1942-1945 menyebabkan
perkembangan keperawatan mengalami kemunduran karena pekerja perawat pada
masa Belanda dan Inggris sudah dikerjakan oleh perawat yang telah dididik, maka
pada masa Jepang tugas perawat dilakukan oleh mereka yang tidak dididik untuk
menjadi perawat. 2.1.2 Masa Setelah Kemerdekaan1. Periode tahun 19451962Tahun 1945-1950 merupakan periode awal kemerdekaan dan merupakan masa
transisi Pemerintah Republik Indonesia sehingga dapat dimaklumi jika masa ini
boleh dikatakan tidak ada perkembangan. Demikian pula tenaga perawat yang
digunakan diunit-unit pelayanan keperawatan adalah tenaga yang ada, pendidikan
tenaga keperawatan masih meneruskan sistem pendidikan yang telah ada (lulusan
pendidikan Perawat Pemerintah Belanda).Pendidikan keperawatan dari awal
kemerdekaan sampai tahun 1953 masih berpola pada pendidikan yang
dilaksanakan oleh pemerintah Hindia Belanda. Sebagai contoh, sampai dengan
tahun 1950 pendidikan tenaga keperawatan yang ada adalah pendidikan tenaga
keperawatan dengan dasar pendidikan umum Mulo +3 tahun untuk mendapatkan

ijazah A (perawat umum) dan ijazah B untuk perawat jiwa. Ada juga pendidikan
perawat dengan dasar sekolah rakyat +4 tahun pendidikan yang lulusannya disebut
mantri juru rawat. Baru pada tahun 1953 dibuka sekolah pengatur rawat dengan
tujuan untuk menghasilkan tenaga keperawatan yang lebih berkualitas. Namun,
pendidikan dasar umum tetap SMP yang setara dengan Mulo dengan lama
pendidikan tiga tahun. Pendidikan ini dibuka di tiga tempat (yaitu di Jakarta, di
Bandung dan di Surabaya), kecuali pendidikan perawat di Bandung, keduanya
berada dalam institusi rumah sakit.Tahun 1955 di buka Sekolah Djuru Kesehatan
(SDK) dengan pendidikan dasar umum sekolah rakyat ditambah pendidikan satu
tahun dan Sekolah Pengamat Kesehatan yaitu sebagai pengembangan SDK
ditambah pendidikan satu tahun. Ditinjau dari aspek pengembangannya sampai
dengan tahun 1955 ini tampak pengembangan keperawatan tidak berpola, baik
tatanan pendidikannya maupun pola ketenagaan yang diharapkan.Tahun 1962
dibuka Akademi Perawatan, yaitu pendidikan tenaga keperawatan dengan dasar
pendidikan umum SMA di Jakarta, di RSUP Cipto Mangunkusumo yang sekarang kita
kenal sebagai Poltekkes Jurusan Keperawatan Jakarta yang berada di Jalan Kimia No.
17 Jakarta Pusat. Sekalipun sudah ada keinginan bahwa pendidikan tenaga perawat
berada pada pendidikan tinggi, namun konsep-konsep pendidikan tinggi belum
tampak. Hal ini dapat ditinjau dari kelembagaannya yang berada dalam organisasi
rumah sakit, kegiatan institusi yang belum mencerminkan konsep pendidikan tinggi
yaitu kemandirian dan pelaksanaan fungsi perguruan tinggi yang disebut Tri
Dharma Perguruan Tinggi, di samping itu Akademi Keperawatan tidak berada dalam
sistem pendidikan tinggi nasional namun, berada dalam struktur organisasi institusi
pelayanan kesehatan yaitu rumah sakit. Demikian juga penerapan kurikulumnya
yang masih berorientasi pada keterampilan tindakan dan belum dikenalkannya
konsep-konsep keperawatan.2. Periode tahun 1963-1982Pada masa tahun 1963
hingga 1982 tidak terlalu banyak perkembangan di bidang keperawatan, sekalipun
sudah banyak perubahan dalam pelayanan, tempat tenaga lulusan Akademi
Keperawatan banyak diminati oleh rumah sakit-rumah sakit, khususnya rumah
sakit besar.3. Periode tahun 1983-sekarangSejak adanya kesepakatan pada
lokakarya nasional (Januari 1983) tentang pengakuan dan diterimanya keperawatan
sebagai suatu profesi, dan pendidikannya berada pada pendidikan tinggi, terjadi
perubahan mendasar dalam pandangan tentang pendidikan keperawatan.
Pendidikan keperawatan bukan lagi menekankan pada penguasaan keterampilan,
tetapi lebih pada penumbuhan, pembinaan sikap dan keterampilan profesional
keperawatan, disertai dengan landasan ilmu pengetahuan khususnya ilmu
keperawatan.Tahun 1983 merupakan tahun kebangkitan profesi keperawatan di
Indonesia, sebagai perwujudan lokakarya tersebut di atas pada tahun 1984
diberlakukan kurikulum nasional untuk Diploma III Keperawatan.Dari sinilah awal
pengembangan profesi keperawatan Indonesia, yang sampai saat ini masih perlu
perjuangan, karena keperawatan di Indonesia sudah diakui sebagai suatu profesi
maka pelayanan atau asuhan keperawatan yang diberikan harus didasarkan pada
ilmu dan kiat keperawatan. Hal ini sejalan dengan tuntutan UU No. 23 Tahun 1992
tentang Kesehatan, terutama pada pasal 32 yang berbunyi:Ayat 3: Pengobatan dan

atau perawatan dapat dilakukan berdasarkan ilmu kedokteran atau ilmu


keperawatan atau cara lain yang dapat dipertanggungjawabkan.Ayat 4:
Pelaksanaan pengobatan dan atau perawatan berdasarkan ilmu kedokteran atau
ilmu keperawatan hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai
keahlian dan kewenangan untuk itu.Tahun 1985 dibuka Program Studi Ilmu
Keperawatan di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan kurikulum
pendidikan tenaga keperawatan jenjang S1 juga disahkan.Tahun 1992 merupakan
tahun penting bagi profesi keperawatan karena pada tahun ini secara hukum
keberadaan tenaga keperawatan sebagai profesi diakui dalam undang-undang yaitu
yang dikenal dengan Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan dan
Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan sebagai
penjabarannya.Tahun 1995 dibuka lagi Program Studi Keperawatan di Indonesia,
yaitu di Universitas Padjajaran Bandung dan Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia berubah menjadi Fakultas Keperawatan.Tahun 1998 dibuka kembali
program Keperawatan yang ketiga yaitu Program Studi Ilmu Keperawatan di
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Kurikulum Ners. disahkan, digunakannya
kurikulum ini merupakan hasil pembaharuan kurikulum S1 Keperawatan tahun
1985.Tahun 1999 Program S1 kembali dibuka, yaitu Program Studi Ilmu
Keperawatan (PSIK) di Universitas Airlangga Surabaya, PSIK di Universitas Brawijaya
Malang, PSIK di Universitas Hasanuddin Ujung Pandang, PSIK di Universitas
Sumatera Utara, PSIK di Universitas Diponegoro Jawa Tengah, PSIK di Universitas
Andalas, dan dengan SK Mendikbud No. 129/D/0/1999 dibuka juga Sekolah Tinggi
Ilmu Keperawatan (STIK) di St. Carolus Jakarta. Pada tahun ini juga (1999) kurikulum
DIII Keperwatan selesai diperbaharui dan mulai didesiminasikan serta diberlakukan
secara nasional.Tahun 2000 diterbitkan SK Menkes No. 647 tentang Registrasi dan
Praktik Perawat sebagai regulasi praktik keperawatan sekaligus kekuatan hukum
bagi tenaga perawat dalam menjalankan praktik keperawatan secara
professional.2.2 Sejarah Perkembangan PPNI Persatuan Perawat Nasional
Indonesia (PPNI) adalah perhimpunan seluruh perawat indonesia, didirikan pada
Tanggal 17 Maret 1974. Kebulatan tekad spirit yang sama dicetuskan oleh perintis
perawat bahwa tenaga keperawatan harus berada pada wadah / organisasi nasional
(fusi dan federasi). Sebagai fusi dari beberapa organisasi yang ada sebelumnya,
PPNI mengalami beberapa kali perubahan baik dalam bentuknya maupun namanya.
Embrio PPNI adalah Perkumpulan Kaum Velpleger Boemibatera (PKVB) yang
didirikan pada tahun 1921. Pada saat itu profesi perawat sangat dihormati oleh
masyarakat berkenaan dengan tugas mulia yang dilaksanakan dalam merawat
orang sakit. Lahirnya Sumpah Pemuda tahun 1928 mendorong perubahan nama
PKVB menjadi Perkumpulan Kaum Velpleger Indonesia (PKVI). Pergantian kata
Boemibatera menjadi Indonesia pada PKVI bertahan hingga tahun 1942. Pada masa
penjajahan Jepang perkembangan keperawatan di Indonesia mengalami
kemunduran dan merupakan zaman kegelapan bagi bagi keperawatan Indonesia.
Pelayanan keperawatan dikerjakan oleh orang yang tidak memahami ilmu
keperawatan, demikian pula organisasi profesi tidak jelas keberadaannya.
Bersama dengan Proklamasi 17 Agusutus 1945, tumbuh Organisasi Profesi

Keperawatan. Setidaknya ada tiga organisasi profesi antara tahun 1945-1954 yaitu
Persatuan Djuru Kesehatan Indonesia (PDKI), Persatuan Djuru Rawat Islam
(PENJURAIS) dan Serikat Buruh Kesehatan (SBK). Pada tahun 1951 terjadi
pembaharuan organisasi profesi keperawatan yaitu terjadi fusi organisasi profesi
yang ada menjadi Persatuan Djuru Kesehatan Indonesia (PDKI). sebagai upaya
konsolidasi organisasi profesi tanpa mengikutsertakan Serikat Buruh Kesehatan
(SBK) karena terlibat dengan pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI).
Dalam kurun waktu 1951-1958 diadakan Kongres di Bandung dengan mengubah
nama PDKI menjadi Persatuan Pegawai Dalam Kesehatan Indonesia (PPDKI) dengan
keanggotaan bukan dari perawat saja. Demikian pula pada tahun 1959-1974, terjadi
pengelompokan organisasi keperawatan kecuali Serikat Buruh Kesehatan (SBK)
bergabung menjadi satu organisasi Profesi tingkat Nasional dengan nama Persatuan
Perawat Nasional Indonesia (PPNI). Nama inilah yang resmi dipakai sebagai nama
Organisasi Profesi Keperawatan di Indonesia hingga saat ini. Nama-nama pendiri
PPNI antara lain:1. Oyoh Radiat, MSc dari IPI-Jakarta (PB)2. H.B. Barnas dari IPIJakarta (PB)3. Maskoep Soerjo Soemantri dari IPI-Jakarta (PB)4. J. Soewardi dari
Persatuan Perawat Indonesia Bandung5. Sjuamsunir Adam dari Persatuan Perawat
Indonesia Bandung6. L. Harningsih dari Persatuan Perawat Indonesia Bandung7.
Wim Sumarandek, SH dari Persatuan Perawat Indonesia BandungKongres Pertama
(I) dibuka oleh Menkes RI di Balai Sidang Senayan Jakarta dan siding-sidang
dilaksanakan di Komplek Angkatan Laut jalan Kwini Jakarta Pusat berlangsung pada
tanggal 15-20 Nopember 1976 dengan hasil-hasil Konggres:1. Kode Etik
Keperawatan Indonesia2. AD/ART PPNI3. Garis-Garis Besar Program Kerja
PPNI4. Bendera dan Lambang Organisasi5. Pergantian Kepengurusan:Ketua
: Oyoh Radiat, MScSekretaris : Maskoep Soerjo SoemantriSekretariat : Jalan
Kimia 10 Jakarta PusatKonggres Kedua (II) dilaksanakan pada tanggal 17-21 Juni
1980 di Surabaya The Smilling Nurse Oyoh Radiat, MSc terpilih kembali sebagai
ketua dan telah terjadi regenerasi walaupun masih terbatas. Keperawatan sebagai
pendidikan tinggi mulai dibicarakan lebih inten, konsep keperawatan sebagai profesi
belum tergali dengan baik, kontak dengan International Council Nurse (ICN) telah
diprakarsai walupun belum inten dan efektif.Hasil keputusan Kongres:1. AD/ART
PPNI2. Garis-Garis Besar Program Kerja PPNI3. Penetapan Kepengurusan:Ketua
: Oyoh Radiat, MScSekretaris : Maskoep Soerjo SoemantriSekretariat : Jalan
Kimia 10 Jakarta PusatKonggres Ketiga (III) dilaksanakan pada tanggal 15-18
Desember 1984 di Jakarta. Konggres ini dibuka di Istana Negara oleh Presiden RI
Bapak Soeharto, sidang ilmiah dan organisasi dilaksanakan di Wisma Wiladatika /
Panti Usila Cibubur Jakarta Timur.Hasil Konggres Ketiga adalah:1. AD/ART PPNI2.
Garis-Garis Besar Program Kerja PPNI3. Pergantian Kepengurusan:Ketua
:
Oyoh Radiat, MScSekretaris
: Drs. Husein, SKMSekretariat
: Jalan Kimia 10
Jakarta PusatPada Konggres Ketiga ini diadakan penyempurnaan AD / ART ang
intinya adalah mengganti istilah:1. Konggres Nasional menjadi Musyawarah
Nasional2. Pengurus Besar menjadi Dewan Pimpinan Pusat3. Pengurus Wilayah
menjadi Dewan Pimpinan Daerah Tingkat I4. Pengurus Cabang menjadi Dewan
Pimpinan Daerah Tingkat IIMusyawarah Nasional Keempat (IV) berlangsung pada

tanggal 27 Nopember-1 Desember 1989 dibuka oleh Gubernur Jawa Tengah. Hasil
yang disepakati pada Munas IV ini adalah:1. AD/ART PPNI2. Garis-Garis Besar
Program Kerja PPNI3. Pergantian Kepengurusan:Ketua
: Setien Wuntu,
MPHSekretaris
: Drs. Zaidin AliSekretariat
: Pusdiklat Depkes RI Jl. Hangjabat
Kebayoran Baru Jakarta SelatanDalam Munas IV ini telah diputuskan Ikrar Perawat
IndonesiaMusyawarah Nasional Kelima (V) dilaksanakan pada tanggal 5-29 Januari
1995 bertempat di Wisma Haji Pondok Gede Jakarta Timur. Kegiatan ini dibuka oleh
Wakil Presiden RI Bapak Tri Sutrisno. Sidang sidang ilmiah dan organisasi juga
diselenggarakan di Wisma Haji Jakarta.Hasil Munas Kelima adalah:1. AD/ART
PPNI2. Garis-Garis Besar Program Kerja PPNI3. Pergantian
Kepengurusan:
Ketua
: Drs. Husein, SKM
Sekretaris
: Drs. Zaidin Ali1. Sekretariat : Jalan Kimia 10 Jakarta PusatMusyawarah Nasional
Keenam (VI) diselenggarakan di Bandung pada tanggal 16-18 April 2000, Munas
dibuka oleh Menteri Kesehatan RI Bapak dr. Sujudi, MPH.Hasil kesepakatan Munas VI
antara lain:1. AD/ART PPNI2. Garis-Garis Program Kerja PPNI3. 13 Keputusan
dan Rekomendasi diantaranya:1. Kode Etik Keperawatan Indonesia2. Legislasi
Praktek Keperawatan3. Dewan Pimpinan Pusat diganti Dewan Pengurus Pusat4.
Dewan Pimpinan Daerah Tingkat I diganti Pengurus Propinsi5. Dewan Pimpinan
Daerah Tingkat II diganti Pengurus Kabupaten / KotaPergantian Kepengurusan
:Ketua
: Achir Yani S. Hamid, DNScSekretaris : Dra. Herawani Aziz, M. Kes.,
M. Kep.Sekretariat : Jalan Kimia 10 Jakarta PusatMusyawarah Nasional Ketujuh
(VII) dilaksanakan pada tanggal 24-28 Juli 2005 di Menado Convention Centre (MCC)
Jalan Piere Tendean Boulevard Manado.Sejarah perkembangan keperawatan
Indonesia setelah kemerdekaan adalah sebagai berikut:1. Sebelum tahun 1950 :
Indonesia belum mempunyai konsep dasar tentang keperawatan. 2. Tahun 1950
: Indonesia mendirikan pendidikan perawat yaitu Sekolah Penata Rawat
(SPR). 3. Tahun 1945-1950 : Berdirinya beberapa organisasi profesi, diantaranya
yaitu Persatuan Djuru Rawat dan Bidan Indonesia (PDBI), Serikat Buruh Kesehatan,
Persatuan Djuru Kesehatan Indonesia (PDKI), Persatuan Pegawai Dalam
Kesehatan. 4. Tahun 1962
: Berdirinya Akademi Keperawatan (Akper). 5.
Tahun 1955-1974 : Organisasi profesi keperawatan mengalami perubahan yaitu
Ikatan Perawat Indonesia, Ikatan Bidan Indonesia, Ikatan Guru Perawat Indonesia,
Korps Perawat Indonesia, Majelis Permusyawaratan Perawat Indonesia Sementara
(MAPPIS), dan Federasi Tenaga Keperawatan. 6. Tahun 1974
: Rapat Kerja
Nasional tentang Pendidikan Tenaga Perawat Tingkat Dasar yaitu berdirinya Sekolah
Perawat Kesehatan (SPK) yang mengganti Sekolah Penata Rawat (SPR). 7. Tahun
1974
: Berdirinya Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI).8. Tahun
1876
: Pendidikan Keperawatan di Indonesia yang semula menyatu dengan
pelayanan di rumah sakit, telah mulai memisahkan diri (terpisah) dari rumah
sakit. 9. Pada Januari 1983 : Dilaksanakannya Lokakarya Nasional Keperawatan I
yang menghasilkan:a) Peranan Independen dan Interdependen yang lebih
terintegrasi dalam pelayanan kesehatan;b) Program gelar dalam pendidikan
keperawatan;c) Pengakuan terhadap keperawatan sebagai suatu profesi yang
mempunyai identitas profesional berotonomi, berkeahlian, mempunyai hak untuk

mengawasi praktek keperawatan dan pendidikan keperawatan. 10. Tahun 1985


: Berdiri Pendidikan Keperawatan Setingkat Sarjana (S1-Keperawatan) yang
pertama yaitu Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia yang menjadi
momentum terbaik kebangkitan Profesi Keperawatan di Indonesia. 11. Tahun
1999
: Berdiri Pendidikan Keperawatan Pasca Sarjana (S2 Keperawatan). 12.
Tahun 2000
: Keluarnya Lisensi Praktek Keperawatan berupa Peraturan Menteri
Kesehatan.2.3 Perkembangan Pendidikan Keperawatan di Indonesia
Keperawatan adalah sebuah profesi, di mana di dalamnya terdapat sebuah body of
knowledge yang jelas. Profesi Keperawatan memiliki dasar pendidikan yang kuat,
sehingga dapat dikembangkan setinggi-tingginya. Hal ini menyebabkan Profesi
Keperawatan selalu dituntut untuk mengembangkan dirinya untuk berpartisipasi
aktif dalam Sistem Pelayanan Kesehatan di Indonesia dalam upaya meningkatakan
profesionalisme Keperawatan agar dapat memajukan pelayanan masyarakat akan
kesehatan di negeri ini. Berdasarkan pemahaman tersebut dan untuk
mencapainya, dibentuklah suatu Sistem Pendidikan Tinggi Keperawatan, yang
bertujuan untuk memelihara dan meningkatakan pelayanan kesehatan yang
berkualitas. Dalam melaksanakan hal ini tentunya dibutuhkan sumber daya
pelaksana kesehatan termasuk di dalamnya terdapat tenaga keperawatan yang
baik, baik dalam kuantitas maupun dalam kualitas. Saat ini, kebanyakan
pendidikan Keperawatan di Indonesia masih merupakan pendidikan yang bersifat
vocational, yang merupakan pendidikan keterampilan, sedangkan idealnya
pendidikan Keperawatan harus bersifat profesionalisme, yang menyeimbangkan
antara teori dan praktik. Oleh karena itu diperlukan adanya penerapan Sistem
Pendidikan Tinggi Keperawatan, yaitu dengan didirikannya lembaga-lembaga
Pendikan Tinggi Keperawatan. Hal ini telah dilakukan oleh Indonesia dengan
membentuk sebuah lembaga Pendidikan Tinggi Keperawatan yang dimulai sejak
tahun 1985, yang kemudian berjalan berdampingan dengan pendidikan-pendidikan
vocational. Selanjutnya, dalam perjalanan perkembangan
keprofesionalismeannya, ternyata keprofesionalismean Keperawatan sulit tercapai
bila pendidikan vocational lebih banyak dari pada pendidikan yang bersifat
profesionalisme, dalam hal ini pendidikan tinggi Keperawatan. Oleh karena itu,
diperlukan adanya standarisasi kebijakan tentang pendidikan Keperawatan yang
minimal berbasis S1 Keperawatan. Terkait hal tersebut, Direktorat Pendidikan
Tinggi mengeluarkan SK No 427/ dikti/ kep/ 1999, tentang landasan dibentuknya
pendidikan Keperawatan di Indonesia berbasis S1 Keperawatan. SK ini didasarkan
karena Keperawatan yang memiliki body of knowladge yang jelas, dapat
dikembangkan setinggi-tingginya karena memilki dasar pendidikan yang kuat2.
Selain itu, jika ditelaah lagi, penerbitan SK itu sendiri tentu ada pihak-pihak yang
terkait yang merekomendasikannya, dalam hal ini yakni Departemen Kesehatan
(DepKes) dan Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). Jika dilihat dari hal ini,
maka dapat disimpulkan adanya kolaborasi yang baik antara Depkes dan PPNI
dalam rangka memajukan dunia Keperawatan di Indonesia. Namun dalam
kenyataannya tidaklah demikian. Banyak sekali kebijakan-kebijakan yang
dikeluarkan oleh Depkes yang sangat merugikan dunia keperawatan, termasuk

kebijakan mengenai dibentuknya pendidikan Keperawatan DIV (Diploma IV) di


Politeknik-politeknik Kesehatan (Poltekes), yang disetarakan dengan S1
Keperawatan, dan bisa langsung melanjutkan ke pendidikan strata dua (S2).
Padahal beberapa tahun lalu telah ada beberapa Program Studi Ilmu Keperawatan di
negeri ini seperti PSIK Univesitas Sumatera Utara dan PSIK Universitas Diponegoro
yang telah membubarkan dan menutup pendidikan DIV Keperawatan karena sangat
jelas menghambat perkembangan profesi keperawatan. Selain itu masih
beraktivitasnya poltekes-poltekes yang ada di Indonesia sekarang ini sebetulnya
melanggar hukum Sistem Pendidikan Nasional yang ada tentang pendirian Poltekes,
yakni Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Pendidikan Kedinasan, di mana
pendirian Poltekes yang langsung berada dalam wewenang Depkes bertujuan dalam
rangka mendidik pegawai negeri atau calon pegawai negeri di bidang kesehatan,
sehingga setelah lulus, lulusan-lulusan Poltekes tersebut akan langsung diangkat
menjadi pegawai negeri. Sedangkan saat ini, Poltekes bukan lagi merupakan
Lembaga Pendidikan Kedinasan, sehingga para lulusannya tidak lagi mendapat
ikatan dinas menjadi pegawai negeri. Oleh karena itu, seharusnya Poltekes-Poltekes
yang sekarang ada ini tidak dapat lagi melakukan aktivitasnya memberikan
pendidikan keperawatan. Selain itu akhir-akhir ini Depkes telah membuat
kebijakan yang mengghentikan utilisasi S1 Keperawatan, dan walaupun masih ada,
mereka dijadikan perawat-perawat S1 yang siap dikirim ke luar negeri. Hal ini
bertujuan untuk menggoalkan DIV Keperawatan. Hal ini tentu saja sudah sangat
keterlaluan. Profesi Keperawatan secara sedikit demi sedikit melalui cara-cara yang
sistematis dibawa pada jurang kehancuran. Namun, Jika memang perawat
professional di zaman ini mau berusaha utuk memperbaiki nasibnya di masa
depan , mungkin tidak akan ada kesulitan bagi generasi selanjutnya untuk
mengecap pendidikan keperawatan samapai strata 1 (S1).2.4 Pendirian Fakultas
Ilmu KeperawatanPendirian Program Studi Ilmu Keperawatan (PSIK) pada tahun
1985 merupakan momentum kebangkitan profesi keperawatan di Indonesia.
Sebagai embrio dari Fakultas Ilmu Keperawatan, institusi ini dipelopori oleh tokohtokoh keperawatan di Indonesia antar lain, Achir Yani S, Hamid, DN. Sc.,mendiang
Dra. Christin S Ibrahim, MN, Phd., Tien Gartinah, MN, dan Dewi Irawaty, MA., dibantu
beberapa pakar dari Konsorsium Ilmu Kesehatan dan sembilan pakar Keperawatan
dari Badan Kesehatan Dunia (WHO). Tujuan pendiriannya adalah menghasilkan
sarjana keperawatan sebagai perawat profesional. Agar perawat dapat bermitra
dengan dokter dan perawat dapat bekerja secara ilmiah, tidak hanya berdasarkan
intruksi dokter, tegas Prof. Dr. Asri Rasyad, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesi, tempat diselenggarakannya PSIK pertama di Indonesia, ketika melantik
lulusan PSIK angkatan pertama, 1988. Secara konseptual pendirian Program Studi
Ilmu keperawatan bertujuan menghasilkan sarjana keperawatan sebagai perawat
profesional memantapkan peran dan fungsi perawat sebagai pendidik, pelaksana,
pengelola, peneliti di bidang keperawatan profesional yang dapat mengimbangi
kemajuan dan ilmu pengetahuan terutama iptek di bidang kedokteran.Pendidikan
program Studi Ilmu Keperawatan (PSIK) tidak dapat dipisahkan dari peran
Konsorsium Ilmu Kesehatan (CHS) di samping tokoh-tokoh keperawatan diatas.

Dalam hal ini peran Prof. Dr. Marifin Husein selaku Ketua Konsorsium Ilmu
Kesehatan. Meskipun beliau berprofesi sebagai dokter, beliau sangat gigih
membantu pendirian PSIK sebagai cikal bakal Fakultas Ilmu Keperawatan (FIK-UI)
yang merupakna institusi pendidikan tinggi keperawatan profesional pertama di
Indonesia, setingkat sajana.Saat ini melalui surat keputusan Mentri Pendidikan dan
Kebudayaan RI tahun 1995, PSIK-FKUI telah berubah status sebagai fakultas mandiri
menjadi Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia (FIK-UI). Melengkapi
Fakultas Ilmu Keperawatan-UI, pada Universitas Pajajaran Bandung di tahun 1994
didirikan pula Program Studi Ilmu Keperawatan dan telah berubah status menjadi
Fakultas Ilmu Keperawatan (FIK-UNPAD).

http://gudangilmukeperawatan.blogspot.com/2013/02/sejarah-keperawatan-diindonesia.html

Vous aimerez peut-être aussi