Vous êtes sur la page 1sur 34

BAB II

BENTUK TINDAK PIDANA AKSI UNJUK RASA YANG ANARKHIS

A. Aturan Hukum Terkait Dengan Unjuk Rasa


Salah satu dari 10 prinsip dasar demokrasi Pancasila yang dianut oleh
negara Indonesia adalah demokrasi yang berkedaulatan rakyat, yaitu demokrasi di
mana kepentingan rakyat harus diutamakan oleh wakil-wakil rakyat, rakyat juga
dididik untuk ikut bertanggung jawab dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Kebebasan menyampaikan pendapat melalui unjuk rasa atau demonstrasi
merupakan bagian dari implementasi prinsip dasar tersebut, oleh karena itu
kebebasan mendapat di muka umum dijamin oleh:
1. Undang-Undang Dasar 1954 (Amandemen IV)
-

Pasal 28, Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran


dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undangundang.

Pasal 28 E Ayat 3, Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat,


berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.

2. Ketetapan MPR No. XVV/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 19.
Setiap orang berhak atas kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan
mengeluarkan pendapat.
3. UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di
Muka Umum Pasal 2.
Setiap warga negara, secara perorangan atau kelompok, bebas menyampaikan
pendapat sebagai perwujudan hak dan tanggung jawab demokrasi dalam
17
Universitas Sumatera Utara

kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Undang-undang ini


mengatur tentang:
a. Konsep Dasar dan Asas
Konsep dasarnya adalah:
-

Kemerdekaan menyampaikan pendapat adalah hak setiap warga negara.

Unjuk rasa atau demonstrasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh


seorang atau lebih, untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan, tulisan
dan sebagainya secara demonstratif dimuka umum berdasarkan UU
Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat
di Muka Umum.

Pawai adalah cara penyampaian pendapat dengan arak-arakan di jalan


umum.

Mimbar bebas adalah kegiatan menyampaikan pendapat di muka umum


secara bebas dan terbuka tanpa tema tertentu.

Asasnya adalah keseimbangan antara hak dan kewajiban, musyawarah


mufakat, kepastian hukum dan keadilan, proposionalitas, serta asas
manfaat.
b. Hak dan Kewajiban:
Hak dan kewajiban warga negara adalah:
-

Mengeluarkan pikiran secara bebas.

Memperoleh perlindungan hukum.

Menghormati hak-hak kebebasan orang lain.

Menghormati aturan-atauran moral umum yang dihormati.

Universitas Sumatera Utara

Menaati hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang


berlaku.

Menjaga dan menghormati keamanan dan ketertiban umum.

Menjaga keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa.

Hak dan kewajiban aparatur negara adalah:


-

Melindungi Hak Asasi Manusia.

Menghargai asas legalitas.

Menghargai prinsip praduga tak bersalah.

Menyelengarakan pengamanan.

c. Bentuk-bentuk Penyampaian Pendapat


-

Unjuk rasa atau demonstrasi.

Pawai.

Rapat umum.

Mimbar bebas.

d. Tata Cara Pemberitahuan Kegiatan


-

Penyampain pendapat di muka umum dalam bentuk unjuk rasa atau


demonstrasi, pawai, rapat umum dan mimbar bebas wajib
diberitahukan

secara

tertulis

kepada

Polri.

Pemberitahuan

disampaikan oleh yang bersangkutan, pemimpin atau penangung


jawab kelompok. Pemberitahuan secara tertulis sebagaimana di atas,
tidak berlaku bagi kegiatan-kegiatan ilmiah di dalam kampus dan
kegiatan keagamaan.
-

Pemberitahuan dilakukan selambat-lambatnya 3x24 ( tiga kali dua

Universitas Sumatera Utara

puluh empat) jam sebelum kegiatan dimulai dan telah diterima oleh
Polri setempat.
e. Surat Pemberitahuan
Surat pemberitahuan ini mencakup:
-

Maksud dan tujuan.

Tempat, lokasi, dan rute.

Waktu dan lama.

Bentuk.

Penangung jawab.

Nama dan alamat organisasi, kelompok, atau perorangan.

Alat peraga yang digunakan.

Jumlah peserta.

f. Tanggung Jawab Polri


Setelah menerima surat pemberitahuan akan adanya aksi unjuk rasa, Polri
wajib:
-

Bertangung jawab dan memberikan perlindungan keamanan terhadap


pelaku atau peserta unjuk rasa.

Bertangungjawab menyelengarakan pengamanan untuk menjamin


keamanan dan ketertiban umum sesuai dengan prosedur yang berlaku.

Universitas Sumatera Utara

B. Bentuk Kejahatan Unjuk Rasa Yang Anarkhis


Membicarakan bentuk kejahatan penghasutan terhadap aksi unjuk rasa
yang berakibat anarkhis maka pokok permasalahan yang terlebih dahulu harus
diketahui adalah keberadaan delik penghasutan itu sendiri.
Pasal 160 KUHP berbunyi sebagai berikut:
Barang siapa di muka umum dengan lisan atau dengan tulisan menghasut
supaya melakukan pidana, melakukan kekerasan terhadap penguasa umum atau
tidak menuruti, baik ketentuan undang-undang maupun perintah jabatan yang
diberikan berdasarkan ketentuan undang-undang diancam dengan pidana penjara
paling lama enam tahun, denda sebanyak-banyaknya Rp. 4.500,00 (empat ribu
lima ratus rupiah).
Meskipun tidak ada penjelasan resmi terhadap makna kata menghasut,
namun menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia tindakan penghasutan adalah suatu
perwujudan untuk membangkitkan hati orang supaya marah (untuk melawan atau
memberontak19, atau menurut Blacks Law Dictionary edisi ke-8 halaman 1.262
dengan menggunakan padanan kata menghasut dengan provocation diartikan
sebagai, something (such as word or action) that affects a persons reason and
self-control, esp. causing the person to commit a crime impulsively.20
Sejalan dengan itu, R. Soesilo dalam komentarnya terhadap Pasal 160
KUHP, menjelaskan:
19

Departemen Pendidikan Nasional, Op.Cit, halaman 392.


Zain Al Ahmad, Delik Penghasutan Dengan Lisan (Pasal 160 KUHP) - Otokritik
Terhadap
Pemahaman
Berdasarkan
Komentar
R.
Soesilo,
http://catatansangpengadil.blogspot.com/2010/11/delik-penghasutan-dengan-lisan-Pasal.html,
Diakses tanggal 13 Mei 2012.
20

Universitas Sumatera Utara

Menghasut artinya mendorong, mengajak, membangkitkan atau membakar


semangat orang supaya berbuat sesuatu. Dalam kata menghasut tersimpul sifat
dengan sengaja. Menghasut itu lebih keras dari pada memikat atau membujuk,
yang tersebut dalam Pasal 55 akan tetapi bukan memaksa. Orang memaksa orang
lain untuk berbuat sesuatu itu itu bukan berarti menghasut. Cara menghasut orang
itu rupa-rupa, misalnya dengan cara yang langsung, seperti: Seranglah polisi yang
tidak adil itu, bunuhlah dan ambil senjatanya ditujukan terhadap seorang pegawai
polisi yang sedang menjalankan pekerjaannya yang sah. Dapat pula secara tidak
langsung, seperti: Lebih baik, andaikata polisi yang tidak adil itu dapat diserang,
dibunuh, dan diambil senjatanya.Mungkin pula dalam bentuk pertanyaan, seperti:
Saudara-saudara apakah polisi yang tidak adil itu kamu biarkan saja, apakah tidak
kamu serang, bunuh dan ambil senjatanya.21
Sampai di sini, berdasarkan penjelasan R. Soesilo tersebut dikaitkan dengan
pengertian menghasut dalam kamus dan bunyi Pasal 160 KUHP di atas, diperoleh
pemahaman bahwa: Yang dimaksud dengan menghasut dengan lisan dalam Pasal
160 KUHP adalah peristiwa dimana penghasut mengeluarkan kata-kata atau
kalimat-kalimat yang berisi saran, anjuran atau perintah di muka umum, agar si
terhasut melakukan perbuatan yang dilarang oleh hukum.
R. Soesilo melanjutkan komentarnya yaitu:
Menghasut itu dapat dilakukan baik dengan lisan maupun dengan tulisan.
Apabila dilakukan dengan lisan, maka kejahatan itu menjadi selesai, jika kata-kata
yang bersifat menghasut itu telah diucapkan, sehingga suatu percobaan pada delik
21

R. Soesilo, Op.Cit, halaman 136.

Universitas Sumatera Utara

ini tidak mungkin terjadi. Lain halnya, apabila hasutan itu dilakukan dengan
tulisan. Karangan yang sifatnya menghasut harus ditulis dahulu, kemudian tulisan
itu disiarkan atau dipertontonkan pada publik, dan haruslah delik itu dianggap
selesai. Orang yang hanya baru menulis karangan itu, belum merupakan percobaan
pada delik ini. Jika tulisan itu selesai dan ia bertindak untuk menyiarkan atau
mempertontonkan tulisan tersebut, tetapi belum sampai berhasil lalu digagalkan,
maka orang itu telah melakukan percobaan yang dapat dihukum. Dalam arti kata
tulisan itu tidak termasuk suatu gambar, karena gambar yang bersifat menghasut
sukar dipikirkan.22
Selanjutnya R. Soesilo berkomentar:
Orang hanya dapat dihukum, apabila hasutan itu dilakukan di tempat
umum, tempat yang didatangi publik atau dimana publik dapat mendengar. Tidak
perlu, bahwa penghasut itu harus berdiri di tepi jalan raya misalnya, akan tetapi
yang disyaratkan ialah, bahwa di tempat itu ada orang banyak. Tidak
mengurangkan syarat bahwa harus di tempat umum dan ada orang banyak, maka
hasutan itu bisa terjadi meskipun hanya ditujukan pada satu orang. Orang yang
menghasut di tengah alun-alun yang kosong dan tidak ada orang sama sekali yang
mendengarkan itu, tidak dapat dihukum. Orang menghasut dalam rapat umum
dapat dihukum demikian pula di gedung bioskop, meskipun masuknya dengan
karcis, karena itu adalah tempat umum, sebaliknya menghasut dalam pembicaraan
yang bersifat kita sama kita (onder onsjes vertrouwelijk) itu tidak dapat dihukum.
Jika menghasut itu dilakukan dengan tulisan, misalnya surat selebaran, majalah,

22

Ibid.

Universitas Sumatera Utara

panflet dan sebagainya, maka surat-surat itu harus tersiar luas atau ditempelkan
(dipertontonkan) di tempat yang dapat dibaca oleh orang banyak. Jika hanya
tersiar pada satu dua orang saja atau hanya ditempelkan di tempat yang tidak dapat
dilihat oleh orang banyak itu tidak masuk dalam delik ini.23
Adapun pemahaman yang didapatkan dari komentar R. Soesilo dimaksud
yaitu sebagai berikut: bahwa menghasut dengan lisan merupakan kejahatan selesai
jika kata-kata yang bersifat menghasut itu telah diucapkan, jadi tidak soal bila apa
yang dihasutkan tersebut tidak betul-betul dilakukan oleh si terhasut (delik formil).
Tidak mungkin terjadi suatu percobaan dalam kejahatan ini. Kata-kata
yang bersifat menghasut itu harus diucapkan di tempat yang ada orang lain di situ
dan ucapan tersebut bersifat terbuka walaupun di tempat itu hanya ada 1 (satu)
orang saja. Jadi bukan bersifat pembicaraan kita sama kita yang bersifat tertutup.
Maksud hasutan ditujukan supaya orang melakukan perbuatan yang dapat
dihukum dan tidak disyaratkan si penghasut harus mengerti apa isi hasutannya,
cukup jika dapat dibuktikan isi hasutan tersebut ditujukan agar orang melanggar
hukum.
Dari pemahaman di atas, maka dapat dikatakan terdapat 2 (dua) syarat
terjadinya perbuatan menghasut secara lisan dalam Pasal 160 KUHP adalah:
1. Kata-kata berisi hasutan diucapkan di tempat umum dan ditujukan kepada
orang lain yang ada di situ.
2. Kata-kata yang diucapkan tersebut berisi ajakan untuk melakukan perbuatan
yang dapat dipidana.
23

Ibid, halaman 136-137.

Universitas Sumatera Utara

Kemudian dengan metode otokritik dipertanyakan keadaan tentang syarat


terjadinya perbuatan menghasut dengan lisan dengan mengemukakan pertanyaan
sebagai berikut: Bagaimana jika orang lain sebagai mana dimaksud dalam
simpulan angka 1 (satu) di atas, ada di situ karena niat yang sama dengan isi
hasutan. Misalnya: A dan B berada di tempat yang sama. A berada di tempat itu
karena ingin membunuh Polisi C dengan perencanaan dan persiapan yang matang
(perbuatan persiapan telah terjadi). Lalu B meneriakan kata-kata Ayo, bunuh polisi
itu, ditujukan kepada Polisi C yang ada di situ. Apakah B dapat dianggap
melakukan penghasutan?
Sebelum menjawab pertanyaan di atas, terlebih dahulu akan dikemukakan
hal-hal sebagai berikut:
1. Tentang kualifikasi delik
Dalam ilmu hukum pidana, kualifikasi delik dapat dibagi menjadi dua
bagian besar, yaitu delik formil dan delik materiil. Delik formil ialah delik yang
dalam perumusannya hanya menitikberatkan pada suatu perbuatan yang
dilarang/diancam pidana oleh undang-undang, tanpa perlu melihat ada tidaknya
akibatnya dari perbuatan itu. Sementara delik materiil dalam perumusannya, lebih
menekankan pada terjadinya akibat dari suatu perbuatan pidana.
Sebagaimana disebutkan di atas, R. Soesilo menggolongkan delik
penghasutan sebagai delik formil, hal ini dapat dilihat dari penjelasannya yang
pada pokoknya menganggap seseorang cukup telah dapat dianggap melakukan

Universitas Sumatera Utara

penghasutan walaupun isi dari kata-kata hasutan yang diucapkannya tidak betulbetul dilakukan oleh orang yang terhasut.24
Mahkamah Konstitusi dalam Putusan No.

Nomor: 7/PUU-VII/2009,

menegaskan bahwa: "... dalam penerapannya, Pasal a quo (baca: Pasal 160 KUHP)
harus ditafsirkan sebagai delik materiil dan bukan sebagai delik formil. Hal ini
berarti, penjelasan R. Soesilo sepanjang mengenai kualifikasi delik dalam Pasal
160 KUHP tidak dapat diterapkan lagi, sehingga persyaratan terjadinya perbuatan
penghasutan dalam Pasal 160 KUHP bertambah satu syarat sejalan dengan sifat
delik materiil yaitu: Akibat dari perbuatan penghasutan itu harus benar-benar
terjadi, yakni: si terhasut melakukan isi hasutan. 25
2. Tentang Asas Culpabilitas
Asas culpabilitas yaitu asas tiada pidana tanpa kesalahan (afwijzigheid van
alle schuld) sebagaimana terkandung dalam Pasal 6 ayat (2) UU No. 48 Tahun
2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yaitu:
Tidak seorang pun dapat dijatuhi pidana, kecuali apabila pengadilan karena alat
pembuktian yang sah menurut undang-undang, mendapat keyakinan bahwa
seseorang yang dianggap dapat bertanggungjawab, telah bersalah atas perbuatan
yang didakwakan atas dirinya.

Adapun tentang ajaran kesalahan (schuld) yang dikenal dalam ilmu


hukum pidana yaitu kesalahan (schuld) terdiri atas kesengajaan (dolus/opzet) atau
24
25

R. Soesilo, Op.Cit, halaman 136.


R. Sugandhi, 1980, KUHP dan Penjelasannya, Jakarta: Usaha Nasional, halaman 122..

Universitas Sumatera Utara

kealpaan (culpa). Yang dimaksud dengan kesengajaan (dolus/opzet) ialah


perbuatan yang dikehendaki dan si pelaku menginsafi akan akibat dari perbuatan
itu. Sedangkan yang dimaksud dengan kealpaan (culpa) adalah sikap tidak hati-hati
dalam melakukan suatu perbuatan sehingga menimbulkan akibat yang dilarang
oleh undang-undang di samping dapat menduga akibat dari perbuatan itu adalah
hal yang terlarang. 26
Kesengajaan (dolus/opzet) mempunyai 3 (tiga) bentuk yaitu:
a. Kesengajaan sebagai maksud (opzet als oogmerk).
b. Kesengajaan dengan keinsyafan pasti (opzet als zekerheidsbewustzijn)
dan
c. Kesengajaan dengan keinsyafan kemungkinan (dolus eventualis),
sedangkan kealpaan (culpa) dapat dibedakan dalam dua bentuk yaitu
kealpaan dengan kesadaran (bewuste schuld) dan kealpaan tanpa
kesadaran (onbewuste schuld).27

Pokok komentar R. Soesilo sebagaimana disebutkan di atas, yang pada


pokoknya menegaskan: tidak disyaratkan si penghasut harus mengerti apa isi
hasutannya, cukup jika dapat dibuktikan isi hasutan tersebut ditujukan agar orang
melanggar hukum, jelas menabrak asas culpabilitas ini sehingga perlu diluruskan.
Penambahan satu syarat lagi untuk menyatakan seseorang bersalah
melakukan delik penghasutan yaitu: Orang yang menghasut tersebut harus
melakukannya dengan sengaja.

26

Ibid.
PAF Lamintang, 1997, Dasar-DAsar Hukum Pidana Indonesia, Bandung: Citra Aditya
Bakti, halaman 158.
27

Universitas Sumatera Utara

Selanjutnya akan dijawab pertanyaan tersebut di atas berdasarkan


pemahaman yang telah disebutkan di muka dan dikaitkan dengan logika sebabakibat dalam ilmu hukum pidana serta pengertian "menghasut" dalam kamus,
yaitu: Tidak logis jika B dikatakan menghasut, karena keberadaan si A di situ,
dimana si A sebagai satu-satunya orang yang mendengar ucapan itu memang
berniat ingin membunuh Polisi C. Ada atau tidaknya ucapan si B, si A telah
melakukan perbuatan persiapan untuk membunuh atau hampir pasti dia akan
membunuh Polisi C. Jadi, dalam contoh kasus ini, si B tidak dapat dipersalahkan
melakukan perbuatan menghasut.
Berdasarkan alasan di atas, dianggap perlu penambahan satu syarat lagi
yaitu syarat: Keberadaan orang lain yang ada di situ tidak mempunyai niat yang
sama dengan isi hasutan.
Dari uraian pembahasan tersebut maka dapat dikatakan bentuk kejahatan
penghasutan terhadap aksi unjuk rasa yang berakibat anarkhis adalah meliputi:
1. Menghasut yang diucapkan di tempat umum dan ditujukan kepada orang lain
yang ada di situ.
2. Keberadaan orang lain yang ada di situ tidak mempunyai niat yang sama
dengan isi hasutan.
3. Kata-kata yang diucapkan tersebut berisi ajakan untuk melakukan perbuatan
yang dapat dipidana.
4. Isi hasutan harus benar-benar dilakukan oleh orang yang terhasut.
5. Adanya unsur kesengajaan pada diri pelaku penghasutan.

Universitas Sumatera Utara

Hal ini senada dengan apa yang dikemukakan oleh R. Soesilo yaitu:
Maksud suatu hasutan itu harus ditujukan supaya:
1. Dilakukan sesuatu peristiwa pidana (pelanggaran atau kejahatan), semua
perbuatan yang diancam dengan hukuman.
2. Melawan pada kekuasaan umum dengan kekerasa, yang diartikan dengan
kekuasaan umum yaitu semua orang yang ditugaskan menjalankan
kekuasaan pemerintah, dimana termasuk semua bagian dari organisasi
pemerintah pusat atau daerah.
3. Jangan mau menurut peraturan undang-undang, yang diartikan dengan
peraturan undang-undang yaitu semua peraturan yang dibuat oleh
kekuasaan legislatif, baik dari pemerintah pusat maupun daerah.
4. Jangan mau menurut perintah yang sah yang diberikan menurut undangundang, perintah itu harus syah dan diberikan menurut undang-undang,
jadi kalau diberikan oleh pembesar yang tidak berhak untuk memberikan
perintah itu, maka tidak termasuk dalam Pasal ini.28

Pendapat di atas didukung pula oleh S.R. Sianturi yang mengatakan:


Ada empat macam tindakan/perbuatan yang dihasutkan:
1. Menghasut supaya melakukan suatu tindak pidana.
2. Menghasut supaya melakukan suatu perbuatan kekerasan kepada
penguasa umum.
3. Menghasut supaya tidak mematuhi suatu peraturan perundang-undangan.
4. Menghasut supaya tidak mematuhi suatu perintah jabatan yang diberikan
berdasarkan peraturan perundangan.29

Pembahasan berikut ini akan diuraikan tentang kasus yang diajukan dalam
penelitian ini yaitu Putusan Mahkamah Agung No. 470.K/Pid/1995, yaitu:
Kasus posisi:
1. Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (S.B.S.I) Cabang Medan terdiri dari : Amosi

28

R. Soesilo, Op.Cit, halaman 137.


S.R. Sianturi, 1983, Tindak Pidana di KUHP Berikut Uraiannya, Jakarta: Alumni AHM
PTHM, Halaman 307.
.
29

Universitas Sumatera Utara

Telaumbanua sebagai Ketua Umum, dengan Saniman Lafoa sebagai sekretariat


serta Bendahara Hayati, di bawah nauangan SBSI pusat dipimpin oleh ketua
umum : Muchtar Pakpahan.
2. Amosi sebagai Ketua SBSI Cabang Medan adalah penggerak organisasinya. Ia
banyak mengetahui masalah-masalah yang sedang dihadapi buruh saat ini.
Amosi juga mengerti akan hak-hak para buruh yang mestinya diterima dari
para pengusaha, namun masih belum terpenuhi.
3. Diantara cabang-cabang SBSI di daerah, maka SBSI Medan termasuk yang
paling aktif mengadakan kegiatan SBSI. Salah satu kegiatan SBSI adalah
melakukan pengukuhan kepada buruh tentang hak-hak yang seharusnya
diperoleh. Dalam kegiatan tersebut. Amosi memberikan pengarahan dengan
materi

mengenai

perburuhan,

termasuk

tentang

Undang-Undang

Ketenagakerjaan dan pelaksanaannya.


4. Penyuluhan-penyuluhan yang diberikan SBSI nyatanya menarik perhatian dan
keikut sertaan buruh di Medan. Kegiatan SBSI Medan selalu dihadiri oleh
banyak buruh. Bukan hanya anggota sBSI saja, para simpatisan juga hadir
dalam kegiatan-kegiatan SBSI yang dilakukan secara berkala. Pada separuh
pertama tahun 1994, SBSI memberikan pengarahan pada buruh, berturut-turut
pada bulan Pebruari, Maret, tanggal 3, 4, 10, 12, 13 April. Kegiatan SBSI
dilakukan di rumah para buruh atau kantor Sekretariat SBSI Cabang Medan
Jalan Mangaan III Benteng Medan. Para buruh Medan memang mempunyai
beberapa masalah yang belum diselesaikan secara tuntas, baik oleh pihak
perusahaan maupun oleh Pemerintah daerah setempat. Bagi mereka masalah-

Universitas Sumatera Utara

masalah yang harus segera diselesaikan itu antara lain :


a. Kenaikan upah buruh dari Rp. 3.000, - perhari menjadi Rp. 7.000,b. Kebebasan berorganisasi
c. Kematian Rusli rekan kerja mereka
d. Pencabutan surat Menaker No. 1 tahun 1994.
5. Pengarahan yang diberikan amosi agaknya menyulut emosi, para buruh
merencanakan unjuk rasa untuk merealisasikan pembicaraan yang telah
dilakukan. Sebagai langkah awal, amosi dan rekan pengurus SBSI Cabang
Medan lainnya menyebarkan lembaran pamplet seruan mogok kepada buruh di
Kawasan Industri Medan, selebaran selebaran itu diperoleh dari DPP SBSI di
Jakarta.
6. Pada hari yang telah ditentukan tanggal 14 April 1994, sekitar 20.000 orang
buruh berkumpul di depan Kantor Gubernur Sumut. Mereka ingin
menyampaikan

dan

membicarakan

persoalan-persoalan

yang

belum

diselesaikan. Tetapi aparat Pemda tidak menanggapinya. Melihat kenyataan itu,


Amosi menyuruh para buruh untuk membubarkan diri Pulanglah kalaian
dengan tenang seru Amosi. Pengunjuk rasa memang menuruti seruan itu.
Namun diperjalanan pulang, para buruh tidak dapat mengendalikan
kekecewaannya. Emosi mereka kembali memuncak, dan tindakan mereka
benar-benar sulit untuk dikontrol. Kantor pabrik yang terletak di jalan yang
dilalui, sepanjang perjalanan pulang menjadi sasaran kemarahan mereka.
Mereka melempari bangunan-bangunan itu dengan batu tanpa ada perintah dari
Pimpinan mereka. Namun demikian aparat keamanan telah mengetahui siapa

Universitas Sumatera Utara

pimpinan SBSI yang memprakarsai mogok dan unjuk rasa para buruh tersebut.
Polisi setempat menangkap para pengurus SBSI Cabang Medan, termasuk
Amosi Talaumbanua. Mereka diperiksa dan diajukan ke pengadilan Negeri
Medan dalam berkas perkara secara terpisah.
7. Jaksa Penuntut Umum mengajukan Amosi sebagai terdakwa di Pengadilan
Negeri Medan dan didakwa melakukan perbuatan pidana sebagai berikut:
I. Kesatu:
Primair : ex Pasal 160 jo. Pasal 55 ayat (1) ke- 1e , KUH Pidana.
Secara lisan atau dengan tulisan di depan umum menghasut untuk melakukan
sesuatu perbuatan yang dapat dihukum; melawab para kekuasaan umum
dengan

kekerasan,

dst,

dan

seterusnya,
seterusnya,

..dst, .
(Seruan mogok dan unjuk rasa, dst ..).
Subsidair: Ex Pasal 161 ayat (1) jo Pasal 55 ayat (1) ke 1e KUH Pidana.
menyebarluaskan, mempertunjukkan secara terbuka, menempelkan sesuatu
tulisan yang berisi hasutan untuk melakukan suatu perbuatan yang dapat
dihukum, .dst, dst .
II. Kedua :
Ex Pasal 170 ayat (1). Jo Pasal 55 (1) ke-2e KUH Pidana Secara terbuka dan
secara bersama-sama melakukan kekerasan terhadap manusia atau barang
..dst, dst .

Universitas Sumatera Utara

Jaksa Penuntut Umum dalam reguitoirnya yang diajukan di persidangan


Pengadilan Negeri Medan menuntut agar supaya hakim menyatakan :
a. Terdakwa AMOSI TALAUMBANUA, bersalah melakukan delik: secara
bersama-sama menghasut orang lain dengan lisan atau tulisan agar
melakukan perbuatan yang dapat dihukum ex Pasal 160. 55 (1) ke.1e
KUH Pidana dalam dakwaan kesatu primair.
b. Menuntut hukuman penjara satu tahun dan enam bulan dan dikurangi
selama berada dalam tahanan sementara.
c. Dan seterusnya, .. dt, dst,
PENGADILAN NEGERI:
1. Hakim pertama yang mengadili perkara ini memberikan pertimbangan sebagai
berikut :
2. Mejelis akan mempertimbangkan Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUH Pidana. Menurut
Pasal tersebut, sebagai pembuat (dadaer) sesuatu perbuatan pidana antara lain
adalah mereka yang melakukan yang menyuruh lakukan dan yang turut serta
melakukan perbuatan.
3. Menurut putusan Mahkamah Agung No. 111.7K.Pid/1990, tanggal 30/II/1990
untuk dapat dikualifikasikan sebagai turut serta melakukan perbuatan pidana
dalam arti bersama-sama melakukan, sedikitnya harus ada 2 orang, yaitu orang
yang melakukan perbuatan pidana itu. Dalam hal ini kedua orang itu semuanya
melakukan perbuatan pelaksanaan yaitu melakukan nasir dari perbuatan
pidana.
4. Selain itu. Putusan HR No. 1047 tanggal 29/6/1936 yang dalam prakteknya

Universitas Sumatera Utara

tetap digunakan menyatakan : bahwa suatu perbuatan yang dilakukan bersamasama adalah turut serta melakukan dapat terjadi jika dua atau lebih melakukan
secara bersama-sama suatu perbuatan yang dapat dilakukan. Sedang dengan
perbuatan masing-masing saja, maksud itu tidak akan sampai.
5. Dipersidangan telah terbukti, baik terdakwa maupun saksi-saksi Saniman
Lafao; Risman L; fatiwanolo ; Hayati (berkas perkara terpisah), sebagai
pengurus SBSI, telah memberikan pengarahan tentang hak-hak dan kewajiban
kaum buruh serta hak mogok buruh, jika masalah dengan pengusaha tidak ada
penyelesaian. Terutama tentang kenaikan upah. Apalagi jika dihubungkan
dengan seruan mogok /unjuk rasa dari Ketua Umum SBSI, Muchtar
Pakpahan dan sekretaris Umum SBSI, disepakati untuk diperbanyak dan
disebarluaskan kepada buruh pada setiap kegiatan pemogokan kaum buruh di
unit-unit semua perusahaan masing-masing terdakwa secara bergiliran bersama
saksi-saksi tersebut, telah mendampingi buruh yang mogok. Demikian pula
pada peristiwa unjuk rasa tanggal 14 4 1994, menurut Terdakwa, kegiatan
buruh selalu ada hubungannya dengan organisasi buruh SBSI.
6. Dari uraian tersebut telah terbukti bahwa antara terdakwa dengan saksi-saksi
saniman, Riswan, Fatiwanolo dan Hayati bekerjasama dalam melaksanakan
perbuatan pelaksanaan sehingga terjadi unjuk rasa.
7. Unjuk rasa tersebut menimbulkan kerusuhan dan pelemparan batu terhadap
perusahaan-perusahaan dan rumah-rumah penduduk. Karenanya, Pasal 55 ayat
(1) ke 1 KUH Pidana terpenuhi dalam perbuatan terdakwa.
8. Selanjutnya, Mejelis membertimbangkan unsur pertama Pasal 160 jo. Pasal 55

Universitas Sumatera Utara

ayat (1) ke 1 KUH Pidana.


9. Dipersidangan diperoleh fajta bahwa sebelum terjadinya unjuk rasa para buruh,
dilakukan pertemuan setiap hari. Pertemuan itu dihadiri oleh 50 100 buruh,
baik di rumah terdakwa maupun di kantor cabang SBSI Medan. Terdakwa
memberikan penjelasan, pengarahan, tentang hak-hak buruh, diantaranya
tentang upah dan hak mogok jika permasalahan dengan pengusaha tidak ada
penyelesaian. Tempat pertemuan adalah di rumah Terdakwa di Jalan Mangaan
III Lorong Benteng No. 106 Medan dan di Kantor SBSI di jalan Tapian Nauli
III No. 116 Medan. Tempat itu didatangi buruh berserta simpatisan-simpatisan
SBSI (umum) atau orang banyak dapat mendengar pengarahan terdakwa.
Fakta-fakta tersebut memenuhi unsur pertama Pasal 160 KUH Pidana.
10. Mengenai unsur kedua, pengarahan-pengarahan yang diberikan kepada para
buruh serta para simpatisan SBSI oleh Terdakwa adalah secara lisan. Oleh
karenanya unsur tersebut terpenuhi.
11. Untuk unsur ketiga, diperoleh fakta-fakta bahwa terdakwa bersama-sama
pengurus SBSI cabang Medan lainnya seperti tersebut pada pertimbangan
unsur ke satu telah memperbanyak seruan mogok/unjuk rasa dari PP SBSI
kepada para buruh serta simpatisan SBSI. Seruan mogok tersebut berisi
tuntutan bahwa upah minimum untuk hidup layak adalah 173.500/bulan atau
rp. 7.000/hari. Tuntutan tersebut diberlakukan mulai 1-4-1994. Sehubungan
dengan seruan mogok tersebut, terdakwa beserta pengurus SBSI cabang Medan
lainnya, hampir tiap hari memberikan pengarahan pada para buruh tentang hakhak mereka. Diantaranya tentang upah dan hak buruh untuk mogok jika tidak

Universitas Sumatera Utara

ada penyelesaian.
12. Terdakwa beserta pengurus SBSI bergantian mendampingi buruh yang mogok
di perusahaannya. Menurut terdakwa setiap kegiatan buruh selalu ada
hubungannya dengan SBSI. Pengarahan-pengarahan pada buruh diberikan
sejak awal, setiap hari, hingga tanggal 1241994. Karena pengarahanpengarahan tersebut buruh melakukan unjuk rasa yang diikuti kurang lebih
20.000 orang tanpa izin. Terdakwa selaku ketua sBSI cabang Medan tidak
mencegah/membiarkan unjuk rasa tanggal 1441994.
13. Fakta-fakta tersebut menurut Pengadilan termasuk dalam kwalifikasi perbuatan
menghasut, supaya tidak menuruti ketentuan undang-undang maupun perintah
jabatan yang diberikan berdasarkan undang-undang.
14. Sekalipun Pasal 160 KUH Pidana tidak mencantumkan kata sengaja, namun
menurut azas hukum pidana, setiap perbuatan pidana harus dilakukan dengan
kesengajaan, kecuali, terhadap perbuatan yang dilakukan karena lalai.
15. Hakekatnya unsur kesengajaan dalam Pasal tersebut telah terkandung dalam
awalan me pada kata menghasut, Oleh karenanya, unsur sengaja harus
dibuktikan dalam perbuatan terdakwa.
16. Oleh karena undang-undang tidak memberikan pengertian tentang kesengajaan,
maka doktrin dan jurisprudensi tentang kesengajaan, maka doktrin dan
jurisprudensi memberikan arti sebagai dikehendaki dan diketahui sehingga
dalam paraktek dikenal adanya teori kehendak dan teori pengetahuan.
17. Pengadilan cenderung akan menerapkan teori kehendak (Will Theory) dalam
perkara ini, Di persidangan, ternyata bahwa keberadaan SBSI di Medan tidak

Universitas Sumatera Utara

diakui oleh Pemerintah, sehingga SBSI dilarang melakukan kegiatan kepala


kantor Sosial Politik Pemda Tingkat II Medan, telah memberikan
penjelasan/peringatan kepada terdakwa, agar SBSI tidak melakukan kegiatan.
Namun terdakwa malah memberikan pengarahan-pengarahan pada kaum buruh
dan mendukung untuk mengadakan unjuk rasa. Selaku Ketua SBSI Cabang
Medan, terdakwa membiarkan, tidak mencegah rencana diadakannya unjuk
rasa kaum buruh. Terdakwa telah mendampingi kaum buruh ketika melakukan
unjuk rasa.
Dari fakta-fakta tersebut Pengadilan berkeyakinan bahwa Perbuatan menghasut,
telah dilakukan terdakwa dengan sengaja. Perbuatan terdakwa telah memenuhi
unsur ketiga Pasal 160 jo Pasal 55 (1) KUH Pidana. Oleh karenanya, terdakwa
terbukti dengan sah dan meyakinkan bersalah melakukan dakwaan kesatu Primair :
Pasal 160 jo. Pasal 55 (1) ke 1 KUH Pidana. Dengan terbuktinya dakwaan ke 1
Primair, maka dakwaan selebihnya tidak perlu dibuktikan lagi selain alasan-alasan
yuridis, Pengadilan juga mempertim-bangkan faktor keadaan.
Yang Memberatkan:
-

Perbuatan Terdakwa meresahkan masyarakat

Terdakwa tidak menyesali perbuatannya

Terdakwa melakukan kegiatan-kegiatan organisasinya sekalipun telah dilarang


oleh Pemerintah yang bersangkutan

Yang Meringankan:
-

Terdakwa belum pernah dihukum

Terdakwa sopan di dalam persidangan

Universitas Sumatera Utara

Atas dasar pertimbangan tersebut Pengadilan Negeri Medan memutuskan :

Menyatakan terdakwa: Amosi Talaumbanua sebagaimana tersebut di atas


menurut bukti-bukti yang sah dan meyakinkan terang bersalah telah melakukan
perbuatan pidana : Menghasut yang dilakukan secara bersama-sama .

Menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa selama 1 satu tahun 3 (tiga)


bulan

Menetapkan pidana itu dikurangkan seluruhnya dengan masa terdakwa berada


dalam tahanan

Dan seterusnya, dan seterusnya, dst

PENGADILAN TINGGI
-

Terdakwa Amosi Telaumbauna menyatakan banding putusan Pengadilan


Negeri Medan. Dalam memori banding yang diajukannya, terdakwa mohon
agar dapat dibebaskan dari segala dakwaan maupun tuntutan hukum. Unjuk
rasa yang terjadi bukan kehendak Terdakwa, tetapi kehendak buruh yang hakhaknya dilanggar oleh Pengusaha.

Hakim Tinggi yang mengadili perkara ini, menganggap pertimbangan Hakim


Pertama telah tepat dan benar sehingga disetujui dan dijadikan pertimbangan
Pengadilan Tinggi. Namun Pengadilan Tinggi menganggap pidana yang
dijatuhkan terlalu ringan, tidak sesuai dengan rasa keadilan. Selain mengingat
hal-hal yang meringankan dan memberatkan sebagaimana dikemukakan oleh
Hakim Pertama. Pengadilan Tinggi memperhatikan fakta bahwa unjuk rasa
yang dipimpin Terdakwa menimbulkan keresahan dalam masyarakat yang
menjurus dalam perbuatan rasialis.

Universitas Sumatera Utara

Perbuatan terdakwa menimbulkan kerugian harta benda dan jatuhnya korban.


-

Pengadilan Tinggi akan menjatuhkan pidana penjara untuk memenuhi tujuan


pemindanaan yang bersifat korektif preventif dan edukatif. Selebihnya,
Pengadilan Tinggi menguatkan putusan hakim Pertama.

Pengadilan tinggi memperbaiki amar putusan pengadilan Negeri Medan


mengenai pidana yang dijatuhkan terhadap Terdakwa dengan amar putusan
yang pada pokoknya sebagai berikut :

MENGADILI
-

Memperbaiki putusan pengadilan Negeri Medan yang dimohon banding,


sekedar mengenai pidana yang dijatuhkan, sehingga amarnya sebagai berikut :

Menghukum terdakwa oleh karena itu dengan hukuman penjara 3 (tiga) tahun.

Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani Terdakwa di kurangkan masa


seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan

Memerintahkan Terdakwa tetap ditahan dalam rumah tahanan negara.


Menguatkan putusan Pengadilan Negeri tersebut yang selebihnya.
Menghukum Terdakwa lagi untuk membayar biaya perkara dalam tingkat
banding sebesar Rp. 1.000 (seribu rupiah),-

MAHKAMAH AGUNG RI:


-

Terdakwa, Amosi menolak putusan Pengadilan Tinggi dan mengajukan


permohonan kasasi dengan alasan kasasi sebagai berikut:
1. Dalam putusannya, Pengadilan Tinggi tidak memuat hal-hal yang
memberatkan dan meringankan terdakwa.

Universitas Sumatera Utara

2. Pengadilan tinggi memperberat hukuman, tanpa pertimbangan yang cukup.


3. Pengadilan Tinggi menyatakan terdakwa terbukti melanggar Pasal 160 jo.
55 (1) KUH Pidana, tidak ada saksi atau bukti bahwa Terdakwa menghasut
buruh untuk melakukan perbuatan pidana atau melawan kekuasaan hukum
dengan kekerasan, atau menghasut buruh untuk melanggar undang-undang.
Para saksi menerangkan bahwa terdakwa hanya menjelaskan hak dan
kewajiban buruh dalam pertemuan tersebut. Pada waktu terjadi unjuk rasa
terdakwa menyuruh pengunjuk rasa pulang, setelah delegasi diterima
gubernur.
4. Petimbangan pengadilan Tinggi yang menjatuhkan terdakwa menimbulkan
keresahan dalam masyarakat tidak berdasarkan fakta hukum. Yang dituntut
buruh hanya kenaikan upah, kebebasan berorganisasi, masalah-masalah
kematian buruh Rusli, dan penyelesaian PHK buruh persoalan tersebut
adalah hak buruh yang seharusnya diterima.
5. Judex facti tidak secara jelas menguraikan perbuatan Terdakwa yang
melawan hukum, perintah yang sah yang mana yang terdakwa tidak turuti
atau terdakwa menganjurkan kaum buruh untuk tidak mentaatinya.
6. Judex facti salah menafsirkan pengertian mogok dan unjuk rasa
dalam hubungannya dengan menghasut , mogok adalah tindakan pasip,
sehingga seruan mogok tidak dapat dikualifikasikan sebagai menghasut
unjuk rasa.
7. Mahkamah Agung stelah memeriksa perkara ini dalam putusan kasasi
memberikan pertimbangan hukum yang pokoknya sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

a. Keberatan tersebut, tidak dapat dibenarkan, Pengadilan Tinggi tidak


salah menerapkan hukum.
b. Keberatan tersebut juga tidak dapat dibenarkan, keberatan tersebut
mengenai penilaian hasil pembuktian yang bersifat penghargaan tentang
suatu kenyataan, keberatan demikian tidak dapat dipertimbangkan dalam
pemeriksaan ditingkat kasasi. Di tingkat kasasi pemeriksaan hanya
berkenaan dengan tidak diterapkan suatu peraturan hukum atau
peraturan hukum tidak diterapkan sebagaimana mestinya, atau apakah
cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undang-undang
dan apakah pengadilan telah melampaui batas wewenangnya,
sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 253 KUHAP.
d. Dan 5. Keberatan ini dapat dibenarkan, namun hanya sebagai alasan
perbaikan pertimbangan, bahwa dengan menghasut dalam Pasal 160
KUH Pidana dimaksud: berupaya agar orang melakukan sesuatu yang
tidak diperbolehkan.
Pasal 1 dan 2 Undang-Undang No. 22 tahun 1957 membolehkan buruh
untuk secara kolektif menghentikan/memperlambat jalannya pekerjaan. Namun
untuk itu ditentukan tata cara pengawasan pelaksanaannya, termasuk kewajiban
Pengusaha atau pejabat tata usha negara setempat yang tugasnya antara lain
memelihara dan bertanggungjawab atas rust en orde ketertiban umum dalam
daerah wewenangnya. Tata cara tersebut antara lain pemberitahuan kepada pihak
pengusaha dan Ketua P4D setempat (Pasal 6 ayat (1) yang dewasa ini dilakukan
berdasarkan ketentuan Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia

Universitas Sumatera Utara

Nomor 9 Tahun I998 Tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Di Muka


Umum, yang berbunyi:
-

Tidak dilakukannya hal itu, istilah kini mogok liar diancam dengan pidana
Pasal 26

Untuk melakukan arak-arakan dijalanan umum, dalam perkara ini sebagai


unjuk rasa harus juga dengan izin dari Pengusaha setempat (polisi atau
pejabat Tata Usaha Negara yang ditunjuk).

Tidak dilakukannya hal itu diancam dengan pidana Pasal 510 KUH Pidana.
Tindak pidana yang dimaksud adalah sebagaimana ditentukan dalam Pasal 26
Undang-Undang No. 22 Tahun 1957 dan Pasal 510 KUH Pidana.

Ad 2 dan ad 4. Keberatan ini dapat dibenarkan karena Pengadilan Tinggi telah


menjatuhkan pidana yang jauh lebih berat dari pidana yang dijatuhkan
Pengadilan Negeri. Bahkan dua kali lebih berat dari pidana yang dituntut
jaksa/Penuntut Umum tanpa pertimbangan yang cukup.

Keresahan telah dipertimbangkan oleh Pengadilan Negeri sebagai hal yang


memberatkan. Untuk pidana tersebut seharusnya diperhatikan pidana yang
diancam terhadap tindak pidana yang dihasut untuk dilakukan tersebut.
Ternyata tidak dipertimbangkan tindak pidan tersebut, diancam dengan pidana
penjara 3 (tiga) bulan atau denda Rp. 10.000,- maupun denda Rp. 15.000,-

Namun demikian, Terdakwa yang menganggap dirinya sebagai pemimpin,


dapat diharapkan bahkan dipercaya mengantisipasi akibat dari unjuk rasa
tersebut, berdasarkan situasi dan kondisi setempat yang tidak dapat disamakan
dengan situasi dan kondisi di Jawa. peristiwa-peristiwa sebagai buntut dari

Universitas Sumatera Utara

unjuk rasa itu seharusnya telah dapat diperhitungkan kemungkinannya


walaupun tidak terbukti sengaja dimaksudkan, harus dianggap termasuk hal-hal
yang memberatkan, sebagaimana pertimbangan Pengadilan Negeri.
-

Kualifikasi tindak pidna yang terbukti, perlu diperbaiki karena secara


bersama-sama adalah bukan unsur Pasal 160 KUH Pidana.

Dengan pertimbangan tersebut, Mahkamah Agung berpendirian bahwa putusan


Pengadilan Tinggi Medan, tidak dapat dipertahankan lagi, karenanya harus
dibatalkan sepanjang mengenai pidana yang dijatuhkan.

Mahkamah Agung menyetujui pertimbangan Pengadilan Negeri tentang


perbuatan Terdakwa yang terbukti, serta barang bukti, menjadikannya sebagai
pertimbangan Mahkamah Agung sendiri.

Berdasarkan alasan-alasan yuridis tersebut, mahkamah Agung memberikan


putusan yang amarnya sebagai berikut :
Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun I998

Tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum, yang berbunyi:


(1) Penyampaian pendapat di muka umum sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 wajib diberitahukan secara tertulis kepada Polri.
(2) Pemberitahuan secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
disampaikan oleh yang bersangkutan pemimpin, alau penanggungjawab
kelompok.
(3) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) selambatlambatnya 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat ) jam sebelum kegiatan
dimulai telah diterima oleh Polri setempat.
(4) Pemberitahuan secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak
berlaku bagi kegiatan ilmiah di dalam kampus dan kegiatan keagamaan.
MENGADILI:
Membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Medan tanggal 18 Pebruari 1995 No.
204/Pid/1994 PT Medan

Universitas Sumatera Utara

Mengadili Sendiri :
-

Menyatakan Amosi Telaumbauna, terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah


melakukan tindak pidana: Dimuka Umum Dengan Tulisan Menghasut Supaya
Melakukan Perbuatan Pidana.

Menghukum terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 1 (satu)
tahun, 3 (tiga) bulan.

Dan seterusnya dan seterusnya


Dari uraian di atas maka jelas dapat dilihat bahwa Mahkamah Agung juga

sependapat dengan uraian bahwa salah satu bentuk kejahatan penghasutan aksi
unjuk rasa dalam Putusan Mahkamah Agung No. 470.K/Pid/195 adalah dimuka
umum dengan tulisan menghasut supaya melakukan perbuatan pidana. Sehingga
dengan demikian dapat dikatakan bentuk kejahatan penghasutan aksi unjuk rasa
yang berakibat anarkhis adalah adanya kegiatan terpidana berupa menghasut
dengan tulisan supaya pihak-pihak tertentu yang terlibat dalam kasus unjuk rasa
tersebut melakukan perbuatan pidana, seperti mengancam buruh lain yang tidak
ingin berunjuk rasa, atau melakukan tindak pidana lainnya seperti merusak sarana
prasarana umum.

C. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Tindak Pidana Unjuk Rasa Yang Berakibat


Anarkhis
Unjuk rasa atau demonstrasi selalu mengiringi perjalanan bangsa Indonesia
mulai sebelum Indonesia merdeka, Orde lama, Orde baru hingga era Reformasi,
bahkan beralihnya Orde lama ke era Reformasi adalah hasil perjuangan dari para
demonstran, demo pada masa ini adalah demo terbesar sepanjang sejarah
berdirinya Indonesia, bahkan hingga di warnai dengan insiden penembakan oleh

Universitas Sumatera Utara

aparat, yang mengakibatkan jatuhnya korban jiwa, namun akhirnya perjuangan


itupun berhasil dan hasil perjuangan itu adalah era reformasi.
Mulai era reformasi hingga sekarang unjuk rasa masih tetap bermunculan,
unjuk rasa sesalu muncul ketika ada permasalahan yang muncul. Sebagai negara
yang demokrasi pelaksanaan unjuk rasa tentunya di anggap sebuah hal yang wajar,
karena dalam demokrasi Negara harus mengakui, melaksanakan serta melindungi
adanya Hak Azasi Manusia (HAM). HAM sendiri terdiri atas beberapa macam,
salah satunya adalah hak untuk mengemukakan pendapat yang diatur dalam
Undang-undang Dasr 1945 Pasal 28 yang berbunyi bahwa kemerdekaan
berserikat dan berkumpul mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan
ditetapkan dengan undang-undang
Unjuk rasa merupakan salah satu perwujudan dari hak untuk mengeluarkan
pendapat, unjuk rasa masih dianggap sah apabila masih berada pada alur yang
benar, berjalan tertib, tidak menggunakan kekerasan atau anarkisme serta tidak
melanggar peraturan yang ada. Akan tetapi tidak demikian dengan unjuk rasa yang
terjadi dewasa ini, masyarakat seolah menganggap unjuk rasa sebagai wahana atau
tempat untuk menghina, mencaci dan memaki para lawan politik, atau pihak yang
tidak sependapat dan para pejabat pemerintahan lainnya.
Menurut Amien Rais, aksi demo dengan membawa kerbau merupakan
tindakan tidak bermoral (amoral). Orang demo bawa kerbau, dan menyatakan ini
cocok dengan tokoh ini. Hal ini sudah tidak bermoral.30
Lebih lanjut mengenai kemerdekaan mengemukakan pendapat diatur

Universitas Sumatera Utara

Dalam UU No. 9 tahun 1998, namun kebebasan bukan diartikan bebas sebebasbebasnya, atau bebas tanpa batas, pengungkapan pendapat harus tetap
menghormati hak-hak orang lain, menghormati dan mematuhi aturan yang berlaku,
menjaga ketertiban serta menjaga keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa, tetapi
demonstrasi yang terjadi sepertinya tidak memperdulikan semua itu.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan munculnya tindakan anarkis
dalam unjuk rasa:

1. Sikap para demonstran yang menganggap pendapat mereka paling benar dan
harus dituruti.
Hal ini bisa kita lihat dalam pelaksanaan unjuk rasa/demonstrasi, para
demonstran menganggap bahwa aspirasi atau pendapat yang mereka suarakan
merupakan merupakan aspirasi yang benar, mereka juga menganggap bahwa
aspirasi yang mereka suarakan merupakan aspirasi yang mewakili suara hati
seluruh rakyat Indonesia, dengan dasar itulah mereka mengaggap bahwa apa yang
mereka pikirkan, apa yang mereka ucapkan dan apa yang mereka lakukan
merupakan hal yang benar dan mereka menginginkan agar apa yang mereka
suarakan bisa terrealisasikan.
Dengan dasar kebenaran ini maka dalam pelaksanaan unjuk rasa para
demonstran bukan hanya sekedar mengemukakan pendapat namun lebih mengarah
pada memaksakan pendapat, sehingga untuk meksakan kehendaknya ini mereka
melakukan tindakan anarkis. Jadi tindakan anarkis yang dilakukan merupakan
wujud dari pemaksaan kehendak, dengan harapan agar kehendak atau aspirasi
yang mereka suarakan diperhatikan.
30

Setetes
Ilmu,
Anarkisme
Dalam
Demonstrasi,
http://setetesilmublog.blogspot.com/2010/05/anarkisme-dalam-demonstrasi.html, Diakses tanggal

Universitas Sumatera Utara

2. Suasana panas, sesak dan penat akan membuat para demonstran cenderung
mudah terpancing emosi.
Anarkisme dalam unjuk rasa juga bisa di sebabkan karena situasi ketika
demo terjadi, umumnya dalam suatu demonstrasi memerlukan waktu yang tidak
sebentar dan dilakukan di siang hari, suasana yang panas, sesak dan penat akan
mudah membuat para demonstran untuk terpancing emosinya dan mudah marah.
Ketika demonstrasi kondisi fisik dari para anggota juga pasti mengalami kelelahan,
dengan kondisi ini jika dalam suasana yang panas atau hujan deras maka akan
membuat para demonstran mudah marah, hal ini akan mengakibatkan tindakan
anarkis, jika salah satu anggota demonstran melakukan tindakan anarkis maka
anggota lain akan mudah tertular untuk melakukan tindakan yang serupa.
3. Tidak ada perwakilan yang bersedia menanggapi dan berbicara dengan
demonstran.
Ketika ada niat untuk melakukan unjuk rasa, tentunya suatu kelompok atau
pihak yang akan melakukan demonstrasi sudah mempunyai suatu pandangan,
gagasan dan pemikiran yang mereka yakini kebenarannya, inilah yang nantinya
akan mereka suarakan dengan harapan apa yang mereka suarakan bisa menjadi
kenyataan, atau paling tidak mendapatkan tanggapan dari pihak yang mereka
harapkan. Namun banyak kejadian ketika ada demonstrasi tidak ada satupun orang
yang bersedia menemui para demonstran untuk berbicara dan member penjelasan,
hal ini membuat para demonstran kecewa, marah sehingga melakukan berbagai
tindakan anarkis sebagai luapan emosinya.

4. Solidaritas yang tinggi antara para anggota demonstran.

11 Mei 2012.

Universitas Sumatera Utara

Dalam suatu demonstrasi umunya, para demonstran memiliki solidaritas


yang sangat tinggi antara anggota satu dengan anggota yang lainnya, jika salah
satu anggota melakukan hal yang baik maka kemungkinan besar anggota yang lain
akan melakukan hal yang sama, tetapi yang dalam demo selama ini bukanlah
solidaritas yang baik, tetapi lebih mengarah pada solidaritas yang buruk, jika salah
satu anggota berteriak SBY maling, maka yang lain juga akan melakukan hal yang
sama.
Salah satu hal yang menyebabkan tindakan anarkis dalam demonstrasi
adalah kuatnya solidaritas antara demonstran satu dengan yang alainnya, tindakan
anarkis awalnya hanya dilakukan oleh satu atau beberapa orang saja, namun karena
para demonstran mempunyai kesamaan visi, misi dan tujuan maka mereka
mempunyai solidaritas yang tinggi. Jika salah seorang anggota melakukan
tindakan anarkis maka anggota lain akan melakukan hal yang sama, jika salah
seorang anggota di amankan oleh pihak kepolisian maka anggota yang lain akan
berusaha menyelamatkan rekannya. Hal ini terkadang memicu kerusuhan antara
demonstran dengan aparat kepolisian.
5. Kerusuhan dalam demo memang sudah direncanakan
Salah satu faktor yang menyebabkan tindakan anarkis dalam unjuk rasa
yaitu kerusuhan dalam unjuk rasa memang sudah direncanakan sebelumnya,
kerusuhan ini biasanya dilakukan oleh lawan politik atau pihak-pihak lain yang
tidak suka dengan pemeritahan yang sedang berjalan.
Kasus seperti ini sering terjadi di Indonesia, yang paling hangat adalah
kasus demonstrasi di Mojokerto, dalam demo di mojokerto beberapa waktu lalu

Universitas Sumatera Utara

terjadi kerusuhan yang mengakibatkan kerugian hingga 1,4 M, demo ini


disebabkan karena salah satu kandidat calon bupati tidak diloloskan menjadi calon
bupati oleh KPU setempat. Akibatnya para pendukung bupati yang tidak lolos
berdemo di depan KPU Mojokerto dan melakukan pengerusakan terhadap fasilitas
Negara. Dalam demo ini hampir 100 orang di tahan, dari barang bukti yang
berhasil di amankan oleh Polisi bisa di simpulkan bahwa kerusuhan memang sudah
di rencanakan.31
Kasus serupa juga terjadi pada tanggal 20 Mei 2008, pada saat itu terjadi
demonstrasi anarkis dalam rangka kenaikan harga BBM yang berujung pada
kerusuhan, dalam kerusuhan ini terjadi pembakaran Toyota Avansa di depan
gedung DPR-RI, demo ini melibatkan sekitar 4000 orang. Dalam kasus ini Ferry
Julianto di tuding sebagai dalang kerusuhan, Ferry telah merencanakan
demonstrasi sebelumnya dan mengeluarkan biaya sebesar 14 juta rupiah. Dan
akhirnya dia di jebloskan kedalam penjara.32
Dalam demonsatrasi Century dan juga 100 hari pemerintahan SBYBudiono, mungkin saja bila tindakan anarkis juga sudah direncanakan sebelumnya
oleh pihak-pihak tertentu. Hal ini mungkin saja dilakukan oleh partai oposisi,
karena partai oposisi selalu mengkritisi kebijakan pemerintahan SBY-Budiono.33
Jika difikirkan dengan akal sehat kita, tidak mungkin pihak yang Pro dengan
kebijakan pemerintah saat ini meneriaki SBY maling, Boediono maling dan Sri
31

Ibid.
Ibid.
33
Setetes
Ilmu,
Anarkisme
Dalam
Demonstrasi,
http://setetesilmublog.blogspot.com/2010/05/anarkisme-dalam-demonstrasi.html, Diakses tanggal
21 Mei 2012
32

Universitas Sumatera Utara

Mulyani maling, bahkan hingga menyamakan SBY seperti kerbau. Tindakan


seperti ini hanya mungkin dilakukan oleh lawan politik dari SBY yang berasal dari
luar Partai Demokrat. Bisa partai oposisi yang selalu menguatkan kritikan dan juga
kecaman terhadap pemerintah dan juga bisa juga dilakukan oleh partai mitra
koalisi yang memang kecewa dengan sikap pemerintah. Yang jelas tindakan
anarkis dalam demonstrasi 100 hari pemerintahan SBY-Boediono dan juga demo
Century dilakukan oleh pihak diluar partai Demokrat.

6. Adanya provokasi
Setiap unjuk rasa tentunya melibatkan banyak orang, hal ini membuat
situasi sangat sulit untuk di kontrol dan di kendalikan, selain itu banyaknya
demonstran juga sangat rawan dengan provokasi, baik provokasi dari dalam
maupun dari luar, provokasi dari dalam biasanya dilakukan oleh salah satu anggota
demonstran yang mempunyai kecenderungan prilaku menyimpang dalam
kesehariannya, sehingga dimanapun orang tersebut berada maka akan ada potensi
untuk rusuh akibat perilaku yang dilakukannya. Lalu provokasi juga mungkin
dilakukan oleh pihak-pihak dari luar yang menginginkan suasana demo menjadi
rusuh. Dalam suatu demonstrasi umumnya pihak atau
Kelompok yang melakukan demo mempunyai visi dan misi yang sama,
sehingga dengan kesamaan ini para demonstran cenderung memiliki solidaritas
yang tinggi antar sesama anggota. Sehingga jika salah satu anggota melakukan
tindakan anarkis maka anggota lain juga akan sangat mudah untuk mengikuti
tindakan itu.

Universitas Sumatera Utara

Vous aimerez peut-être aussi