Vous êtes sur la page 1sur 13

ASPEK BIOLOGI DEPRESI

I. PENDAHULUAN
Gangguan mood meliputi sekolompok besar gangguan, demgan mood
patologis serta gangguan yang terkait moodyang mendominasi gambaran
klinisnya. Istilah gangguan mood, yang dalam edisi Diagnostic and Statitiscal
Manual of Mental Disorders (DSM ) sebelumnya dikenal dengan gangguan
afektif, istilah ini mengacu pada keadaan emosi yang menetap bukan hanya
ekspresi eksternal (afektif ) pada keadaan emosional sementara. Gangguan mood
paling baik dianggap sebagai suatu sindrom ( bukannya penyakit yang terpisah,
yang terdiri atas sekolompok tandadan gejala yang bertahan selama berminggu
mimggu hingga berbulan bulan yang menunjukkan penyimangan nyata fungsi
habitual seseorang serta kecenderungan untuk kambuh, sering dalam bentuk
periode atau siklik. Depresi merupakan salah satu gangguan mood yang ditandai
oleh hilangnya perasaan kendali dan pengalaman subjektif adanya penderitaan
berat. 1
II.

DEFNISI
Menurut WHO Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi
manusia yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya,
termasuk perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi,
anhedonia, kelelahan, rasa putus asa dan tidak berdaya, serta bunuh diri. 2
Maslim berpendapat bahwa depresi adalah suatu kondisi yang dapat
disebabkan oleh defisiensi relatif salah satu atau beberapa aminergik
neurotransmiter (noradrenalin, serotonin, dopamin) pada sinaps neuron di SSP

(terutama pada sistem limbik).


III.
ASPEK BIOLOGI DEPRESI
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terdapat kelainan pada amin
biogenik, seperti: 5 HIAA (5-Hidroksi indol asetic acid), HVA (Homovanilic
acid), MPGH (5 methoxy-0-hydroksi phenil glikol), di dalam darah, urin dan

cairan serebrospinal pada pasien gangguan mood. Neurotransmiter yang terkait


dengan patologi depresi adalah serotonin dan epineprin. Penurunan serotonin
dapat mencetuskan depresi, dan pada pasien bunuh diri, beberapa pasien
memiliki serotonin yang rendah. Pada terapi despiran mendukung teori bahwa
norepineprin berperan dalam patofisiologi depresi Selain itu aktivitas dopamin
pada depresi adalah menurun.
Penelitian awal mengenai dasar penyebab biologis dari depresi berfokus
pada berkurangnya tingkat neurotransmiter dalam otak, pada tahun 1950-an.
Penemuan yang dilaporkan pada masa itu adalah pasien hipertensi (tekanan
darah tinggi) yang meminum obat reserpine sering menjadi depresi. Reserpine
menurunkan suplai dari berbagai neurotransmiter di dalam otak, termasuk
norepinephrine dan serotonin. Kemudian muncul penemuan bahwa obat-obatan
yang menaikkan tingkat neurotransmiter seperti norepinephrine dan serotonin
di otak dapat mengurangi depresi. Obat yang meningkatkan konsentrasi
dopamin, seperti tyrosin, amphetamine, dan bupropion, menurunkan gejala
depresi. 1
Disregulasi neuroendokrin. Hipotalamus merupakan pusat pengaturan aksis
neuroendokrin, menerima input neuron yang mengandung neurotransmiter amin
biogenik. Pada pasien depresi ditemukan adanya disregulasi neuroendokrin.
Disregulasi ini terjadi akibat kelainan fungsi neuron yang mengandung amin
biogenik. Sebaliknya, stres kronik yang mengaktivasi aksis HypothalamicPituitary-Adrenal (HPA) dapat menimbulkan perubahan pada amin biogenik
sentral. Aksis neuroendokrin yang paling sering terganggu yaitu adrenal, tiroid,
dan aksis hormon pertumbuhan. Aksis HPA merupakan aksis yang paling
banyak diteliti, hipersekresi CRH merupakan gangguan aksis HPA yang sangat
fundamental pada pasien depresi. Hipersekresi yang terjadi diduga akibat
adanya defek pada sistem umpan balik kortisol di sistem limpik atau adanya
kelainan pada sistem monoaminogenik dan neuromodulator yang mengatur

CRH, Sekresi CRH dipengaruhi oleh emosi. Emosi seperti perasaan takut dan
marah berhubungan dengan Paraventriculer nucleus (PVN), yang merupakan
organ utama pada sistem endokrin dan fungsinya diatur oleh sistem limbik.
Emosi mempengaruhi CRH di PVN, yang menyebabka n peningkatan sekresi
CRH . Pada orang lanjut usia terjadi penurunan produksi hormon estrogen.
Estrogen berfungsi melindungi sistem dopaminergik negrostriatal terhadap
neurotoksin seperti MPTP, 6 OHDA dan methamphetamin. Estrogen bersama
dengan antioksidan juga merusak monoamine oxidase.1,3
Analisis dari sistem anterotemporal paralimbic dan orbitofrontal yang
melibatkan depresi primer atau depresi dapatan. Pencitraan pada pasien dengan
riwayat depresi pada keluarga menunjukkan peningkatan aliran darah otak dan
metabolism amigdala, korteks orbital, thalamus medial dan penurunan aliran
darah otak, dan metabolisme dari dorsomedial atau dorsoanterolateral prefrontal
cortex dan kortex cingulate anterior. Kerusakan dari korteks preforontal akibat
tumor atau stroke atau striatum akibat penyakit degenerative seperti hipertensi
dan Parkinson dihubungkan dengan depresi. Pencitraan fungsional dari
subcortical termasuk korteks anterotemporal dan cingulate anterior dimana
terdapat korelasi dengan depresi pada pasien. Depresi pada pada Parkinson,
hipertensi dan epilepsy terdapat korelasi denagn penurunan metabolisme pada
korteks orbitofrontal dan nucleus caudatus. Metode lain dari penelitian berfokus
pada kemungkinan abnormalitas dalam korteks prafrontal (preforontal cortex),
area dari lobus frontal yang terletak di depan area motorik. Peneliti menemukan
bukti dari aktivitas metabolism yang lebih rendah dan ukuran korteks prefrontal
yang lebih kecil pada diri orang yang secara klinis mengidap depresi bila
dibandingkan dengan kelompok kontrol yang sehat. Korteks prefrontal terlibat
dalam pengaturan neurotransmiter yang dipercaya terlibat dalam gangguan
mood, termasuk serotonin dan norepinephrine, sehingga tidak mengagetkan bila
bukti menunjukkan ketidakteraturan pada bagian otak ini 3

Kehilangan saraf atau penurunan neurotransmiter. Sistem saraf pusat


mengalami kehilangan secara selektif pada sel sel saraf selama proses menua.
Walaupun ada kehilangan sel saraf yang konstan pada seluruh otak selama
rentang hidup, degenerasi neuronal korteks dan kehilangan yang lebih besar pada
sel-sel di dalam lokus seroleus, substansia nigra, serebelum dan bulbus
olfaktorius Bukti menunjukkan bahwa ada ketergantungan dengan umur tentang
penurunan aktivitas dari noradrenergik, serotonergik, dan dopaminergik di dalam
otak. Khususnya untuk fungsi aktivitas menurun menjadi setengah pada umur
80-an tahun dibandingkan dengan umur 60-an tahun.1
Hubungan antara ekspresi gen dengan penyakit Depresi Mayor tidak terdapat
bukti yang kuat, perilaku genetic sedang diteliti pada polimorfisme genetic
terhadap factor predisposisi kejadian depresi dan bentuk stressor terhadap
lingkungannya.3
IV. GEJALA KLINIS
Untuk menegakkan diagnosa depresi seseorang, maka yang dipakai pedoman
adalah ada tidaknya gejala utama dan gejala penyerta lainnya, lama gejaa yang
muncul, dan ada tidaknya episode depresi ulang (Rusdi Maslim, 2001).
Sebagaimana tersebut berikut ini :4
1. Gejala utama pada derajat ringan, sedang dan berat:
a. Afek depresi
b. Kehilangan minat dan kegembiraan
c. Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan yang mudah
lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya
aktivitas.
2. Gejala penyerta lainnya:
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Konsentrasi dan perhatian berkurang


Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri
Tidur terganggu

g. Nafsu makan berkurang


Untuk episode depresi dan ketiga tingkat keparahan tersebut diperlukan masa
sekurang-kurangnya 2 minggu untuk penegakkan diagnosis, akan tetapi periode
lebih pendek dapat dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan berlangsung
cepat.
Kategori diagnosis depresi ringan (F.32.0), sedang (F.32.1) dan berat (F.32.2) hanya
digunakan untuk episode depresi tunggal (yang pertama). Episode depresi berikutnya
harus diklasifikasikan di bawah salah satu diagnosis gangguan depresi berulang
(F.33).
Pedoman Diagnostik Episode Depresi Ringan
1. Sekurang-kurangnya harus ada 2 dan 3 gejala utama depresi seperti tersebut di
atas
2. Ditambah sekurang-kurangnya 2 dari gejala lainnya
3. Tidak boleh ada gejala yang berat diantaranya lamanya seluruh episode
berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2 minggu
4. Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang biasa
dilakukannya.

Pedoman Diagnostik Episode Depresi Sedang


1.
2.
3.
4.

Sekurang-kurangnya harus ada 2 dan 3 gejala utama


Ditambah sekurang-kurangnya 3 atau 4 dari gejala lainnya
Lamanya seluruh episode berlangsung minimum 2 minggu
Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan, dan
urusan rumah tangga.

Pedoman Diagnostik Episode Depresi Berat Tanpa Gejala Psikotik


1. Semua 3 gejala utama depresi harus ada
2. Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya dan beberapa diantaranya
harus berintensitas berat

3. Bila ada gejala penting (misal retardasi psikomotor) yang menyolok, maka
pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu untuk melaporkan banyak
gejalanya secara rinci. Dalam hal demikian, penilaian secara menyeluruh
terhadap episode depresi berat masih dapat dibenarkan.
4. Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan sosial,
pekerjaan atau urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang sangat terbatas.
Pedoman Diagnostik Episode Depresi Berat dengan Gejala Psikotik

Episode depresi berat yang memenuhi kriteria menurut No. 3 di atas (F.32.2)
tersebut di atas, disertai waham, halusinasi atau stupor depresi.Waham biasanya
melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan atau malapetaka yang mengancam dan
pasien merasa bertanggung jawab atas hal itu. Halusinasi auditorik atau
alfatorik biasanya berupa suara yang menghina atau menuduh, atau bau
kotoran. Retardasi psikomotor yang berat dapat menuju pada stupor.

Berdasarkan DSM IV-TR gejala depresi adalah sebagai berikut :5


A. Lima (atau lebih) gejala berikut diteruskan selama periode 2 minggu yang sama
dan menunjukkan suatu perubahan dari fungsi sebelumnya; paling kurang satu gejala
dari salah satu mood depresi atau dua kehilangan minat atau kesenangan. Jangan
masukkan gejala yang jelas disebabkan oleh suatu kondisi medis umum atau waham
atau halusinasi yang sesuai mood.6
1. Mood depresi hampir sepanjang hari, hampir setiap hari seperti yang
ditunjukkan baik oleh laporan subjektif (misalnya, perasaan sedih atau
kosong) maupun pengamatan yang dilakukan oleh orang lain (misalnya,
tampak sedih). Pada anak-anak dan remaja dapat berupa mood yang
iritabel (mudah kesal).
2. Kehilangan minat atau kesenangan yang nyata pada semua atau hampir
semua, aktivitas hampir sepanjang hari, hampir setiap hari (seperti yang

ditunjukkan baik oleh laporan subjektif maupun pengamatan yang


dilakukan oleh orang lain).
3. Penurunan berat badan yang bermakna jika tidak melakukan diet atau
penambahan berat badan (misalnya, perubahan berat badan lebih dari 5%
sebulan), atau penurunan atau peningkatan nafsu makan hampir setiap hari.
4. Catatan : Pada anak-anak, pertimbangkan kegagalan untuk mencapai
peningkatan berat badan yang diharapkan.
5. Insomnia atau hipersomnia hampir setiap hari.
6. Agitasi atau retardasi psikomotor hampir setiap hari (dapat diamati oleh
orang lain, bukan hanya perasaan subjektif tentang adanya kegelisahan atau
menjadi lamban). 5
7. Kelelahan atau kehilangan tenaga hampir setiap hari.
8. Perasaan tidak berharga atau perasaan bersalah yang berlebihan yang tidak
sesuai (yang dapat berupa waham) hampir setiap hari (bukan hanya
menyalahkan diri sendiri atau bersalah karena sakit).
9. Penurunan kemampuan untuk berpikir atau berkonsentrasi, atau keraguraguan, hampir setiap hari (baik oleh laporan subjektif maupun yang
diamati oleh orang lain).
10. Pikiran tentang kematian yang berulang (tidak hanya ketakutan akan
kematian), ide bunuh diri berulang tanpa suatu rencana yang spesifik, atau
percobaan bunuh diri atau rencana khusus untuk melakukan bunuh diri.
B. Gejala tidak memenuhi kriteria Episode Campuran.
C. Gejala menyebabkan penderitaan secara klinis yang bermakna atau gangguan
pada fungsi sosial, pekerjaan atau fungsi bidang penting lainnya.
D. Gejala bukan karena efek fisiologis langsung dari zat (misalnya,
penyalahgunaan zat pengobatan) atau suatu kondisi medis umum (misalnya,
hipotirodisme).
E. Gejala tidak lebih baik dijelaskan oleh berduka yaitu setelah kehilangan orang
yang dicintai, gejala menetap lebih lama dari 2 bulan atau ditandai oleh gangguan
fungsional yang nyata, preokupasi morbid dengan perasaan tidak berharga, ide
bunuh diri, gejala psikotik atau retardasi psikomotor.

V.

TERAPI
Depresi dapat diobati dan disembuhkan, banyak orang merasa baik kembali
dalam beberapa minggu setelah menjalani pengobatan serius dengan treatmen yang
ditentukan. Ada bebarapa treatmen yang biasanya dilakukan kepada penderita
depresi antara lain :1,6
Terapi Psikofarmakologi, yang dimaksud dengan terapi psikofarmakologi
adalah penangan masalah psychiatry dengan memakai obat obatan.. Obat yang
diberikan berupa : antidepressant (untuk memperbaiki kekurangan zat kimia
tertentu di otak), minor transquilizers (untuk mengurangi rasa takut, cemas dan
gangguan perasaan yang lain) dan stimulan (untuk membantu memperbaiki
ketidakseimbangan zat kimia di otak). Obat yang tersedia dalam penanganan
depresi antara lain adalah golongan Tricyclic Compound ( Amitriptiline,
Imipramine, Clomipramine, Opipramol ), Golongan Tetracyclic Compund
( Maprotilin, Mianserin, Amoxapine ), Golongan Mono-Amine-Oxydase Inhibitor
Reversible, Selective Serotonin Re-Uptake Inhibitor, dan Atypical Antidepresants.
Hipotesis Amin didasarkan pada studi mekanisme kerja berbagai jenis
antidepressant. Trisikilik menyekat transorter amin (yang dikenal sebagai
transporter norepinephrine, atau serotonin, masing masing NET dan SERT. NET
dan SERT berfungsi menghetikan neurotransmitter amins ehinga blockade
transporter-transporter ini akan memungkinkan neurotransmitter berada lebih lama
di ruang intrasinaptik pada situs reseptor. Penghambat MAO menutup jalur
degradasi interneuronal utama untuk neurotransmitter amin sehingga amin dapat
lebih banyak menumpuk pada sistem pada simpanan prasinaptik dan dilepaskan,
beberapa antidepresan generasi kedua memiliki pengaruh yang smaa kuatnya pada
transporter amin, sementara antidepressant lainnya hanya memiliki efek sedang
atau minimal pada reuptake atau metabolisme. Untuk merespon peningkatan
aktivitas sinaptik, dilaporkan terjadi regulasi prasinaptik pada pembebasan

neurotransmitter.

Autoreseptor

prasinaptik

berespon

terhadap

peningkatan

transmitter sinaptik melalui penurunan sinesis dan pembebasan transmitter. Selain


itu beberapa reseptor pengatur mungkin juga ikut berkurang jumlahnya. Perubahan
perubahan yang digambarkan secara runut ini sebenarnya terjadi sangat cepat
untuk mendapatkan efek klinis. Trazodone, nefazodone, dan mirtazapine adalah
agen agen antagonis berbagai subtype reseptor serotonin ( 5HT 2 atau 5HT).
Mirtazapine merupakan agen yang unik karena juga bekerja sebagai antagonis
reseptor norepinephrine 2. Pemberian bupropion jangka panjang mengubah
manifestasi norepinephrine pada manusia melalui mekanisme primer yang belum
diketahui serta menempati 25% dopamine uptake transpoter di otak. Peningkatan
dopamine sinaptik sering kali dianggap berperan menimbulkan efektivitas MAOI.6
Pada berbagai uji seputar efek pascasinaptik terutama efek pascasinaptik,
terutama efek pascasinaptik dari trisiklik, kosentras cAMP selalu menurun
ketimbang meningkat. Selain itu jumlah reseptor neurotransmitter juga dapat
menurun seiring dengan membaiknya klinis pasien. Jadi, peningkatan
neurotransmitter di awal terapi yang terlihat pada beberapa antidepresan
tampaknya lama kelamaan menimbulkan penurunan aktivitas reseptor, yaitu
berkurangnya jumlah reseptor prasinaptik dan pascasinaptik tertentu, sebagai
respons kompensasi.6
Meningkatnya transmisi serotonergic, walaupun dipereantarai oleh berbagai
macam mekanisme mungkin merupakan efek antidepresan yang umum meskipun
tanpa disertai peningkatan serotonin sinaptik. Antagonisme selektif reseptor
norephinephrine

atau

serotonin

terhadap

reseptor

5HT

menyebabkan

meningkatnya serotonin eksternal melalui cara yang amat rumit yang melibatkan
berbagai neurotransmitter tersebut. Perubahan intrasel jangka panjang yang
melibatkan fosforilasi berbagai elemen pengatur, termasuk elemen yang berada di
nucleus diperkirakan menimbulkan efek antidepressant. Kemungkinan, efek pada
factor neurotrofik tertentu factor yang penting menjaga kelangsungan hidup dan

fungsi neuron dalam sistem saraf orang dewasa. Pendekatan yang digunakan
adalah dengan menurunkan asam amino precursor serotonin yakni triptofan,
dalam diet dan sebagai akibatnya jumlah serotonin yang tersedia dalam otak,
karena triptofan menentukan pembentukan serotonin. Diet yang sangat rendah
kadar triptofan ini menurunkan kadar triptofan dalam plasma dan secara akut
memulihkan respins terhadap antidepresan SSRI tapi tidak terhadap NET. Dengan
cara yang serupa penurunan kadar asam amino precursor norepinephrine yakni
tirosin dapat memulihkan respons terhadap antidepressant penghambat NET yang
relative selektif yakni despiramine.6
SSRI adalah obat paling luas yang digunakan, karena obat ini merupakan agen
yang paling efektif, dan efek sampinya relative sedikit bahkan pada dosis yang
tinggi, sedangkan MAOI lebih jarang digunakan karena dapat meyebabkan
hipertensi krisis begitu pula dengan obat trisiklin dan tetrasiklik. Namun, semua
antidepresan yang tersedia bersifat toksik bila overdosis serta memiliki efek
samping seperti penglihatan kabur, mulut kering, konstipasi, kesulitan buang air
kecil, mengantuk, berat badan bertambah dan mungkin disfungsi seksual. dan
membutuhkan 3 sampai 4 minggu hingga memberika pengaruh teraupetik yang
berkmana, selain itu sejumlah pasien tidak memberikan respons terhadap terapi
pertama. 1,6
Dengan melakukan pengobatan secara aktif, dapat mengurangi kemungkinan
gangguan depresi berulang. Obat-obatan anti depresan dapat meningkatkan
tingkat (berfungsinya) otak dan mungkin fungsi dari neurotransmitter, walaupun
memiliki efek tunda, biasaya membutuhkan beberapa minggu (rata-rata 2-8
minggu) penanganan sebelum suatu manfaat terapeutik dicapai. Berdasarkan
analisis rangkuman dari lebih dari 100 studi (American Psychiatric Association,
2000; Depression Guideline Panel, 1993), tricyclic (imipramine, amitriptyline,
desipramine, dan doxepin) mengurangi depresi pada kira-kira 50% pasien
dibanding dengan dengan kira-kira 25%-30% yang minum pil placebo.

10

ECT (Electroconvulsif terapi ), Indikasi ECT yang paling lazim adalah


gangguan depresif berat, untuk gangguan ini terapi ECT merupakan terapi
tercepat dan paling efektif yang tersedia, ECT harus dipertimbangkan untuk
diberikan dengan pasien yang gagal pengobatan, tidak metoleransi obat, emiliki
gejala yang berat atau gejala psikotik, memiliki kecenderungan akut untuk bunuh
diri atau membunuh atau memeliki gejala agitasi atau stupor yang nyata. Pada
studi control 70% pasien yang gagal bersepon terhadap antidepressant dam
memberikan respon terhadap ECT. Terapi ECT merupakan terapi antidepressant
yang efektif dan secara masuk akal dapat digunakan sebagai terapi pilihan pada
sejumlah pasien terutama pada pasien depresi usia lanjut. ECT tidak memiliki
kontraindikasi absolut, hanya situasi saat pasien memiliki resiko yang meningkat
dan meningkatnya kebutuhan pemantauan ECT secara ketat. Kehamilan bukanlah
kontraindikasi untuk ECT kecuali pada kehamilan dengan resiko tinggi,
Kekhwatiran terbesar pada ECT adalah hubungan antara ECT dan kehilangan
memori.1

11

KESIMPULAN
Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan
dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada
pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus
asa dan tidak berdaya, serta bunuh diri
Depresi menempati peringkat pertama sebagai penyakit yang menyebabkan
kecacatan pada seseorang, dan juga sebagai kontributor utama beban global penyakit
didunia yang menganggu hubungan komunikasi antar manusia, dan di perkirakan
mempengaruhi 350 juta orang.
Neurotransmiter yang terkait dengan patologi depresi adalah serotonin dan
epineprin. Penurunan serotonin dapat mencetuskan depresi, dan pada pasien bunuh
diri, beberapa pasien memiliki serotonin yang rendah. Pada terapi despiran
mendukung teori bahwa norepineprin berperan dalam patofisiologi depresi Selain itu
aktivitas dopamin pada depresi adalah menurun. Hal tersebut tampak pada
pengobatan yang menurunkan konsentrasi dopamin seperti Respirin, dan penyakit
dimana konsentrasi dopamin menurun seperti parkinson, adalah disertai gejala
depresi. Obat yang meningkatkan konsentrasi dopamin, seperti tyrosin, amphetamine,
dan bupropion, menurunkan gejala depresi.1
Hipersekresi CRH merupakan gangguan aksis HPA yang sangat fundamental pada
pasien depresi. Hipersekresi yang terjadi diduga akibat adanya defek pada sistem
umpan balik kortisol di sistem limpik atau adanya kelainan pada sistem
monoaminogenik dan neuromodulator yang mengatur CRH, Sekresi CRH
dipengaruhi oleh emosi. peningkatan sekresi CRH .

Daftar Pustaka

1. Sadock, Benjamin James; Sadock, Virginia Alcott. 2007. Depression anda


Biolar Disorder. Kaplan & Sadock's Synopsis of Psychiatry: Behavioral
Sciences/Clinical Psychiatry, 10th Edition. New York. Aptara. p:189-95
2. Marina Marcus, M. Taghi Yasamy, Mark van Ommeren, and Dan Chisholm,
Shekhar Saxena. 2012. Depression. WHO Department of Mental Health and
Substance Abuse
3. Murray D Evan et al. Depression and Psychosis Neurological Practice at
Bradley Neurology Practice. Sixth Edition. New York. Elsevier. 2012. p:98-9
4. Maslim Rusdi. Diagnosis Gangguan Jiwa. Jakarta. FK Unika Atma Jaya.
2001.p:58
5. Practice Guideline for the Treatment of Patients With Major Depressive
Disorder (MDD). 2011. Diagnosis of Depression - DSM-IV-TR Criteria for
Major Depressive Episode and Major Depressive Disorder. Third Edition,
Washington. American Psychiatric Association.
6. Katzung G Bertram. Farmakologi Dasar dan Klinis Edisi 10.EGC. Jakarta.
2007.p 491-92

Vous aimerez peut-être aussi