Vous êtes sur la page 1sur 28

Bab

4
4 Analisis Struktur Dermaga
Eksisting
Penanganan Kerusakan Dermaga Studi Kasus Dermaga A I Pelabuhan Palembang

4.1

Umum

Analsis struktur dermaga eksisting dengan menggunakan perangkat lunak Structural


Analysis Program (SAP) 2000. Untuk mengetahui kehandalan struktur dermaga
eksisting terhadap beban-beban operasional. Elemen struktur yang rusak tentunya
mengalami pengurangan kekuatan. Perlu dilakukan estimasi seberapa besar
pengurangan kekuatan yang terjadi dengan mengacu pada standar yang berlaku (jika
ada) atau dengan melakukan judgment dikaitkan dengan seberapa parah kerusakan
yang terjadi.
SAP2000 memiliki kemampuan untuk memodelkan struktur portal 2 dimensi maupun
3 dimensi berdasarkan metode analisis linear dan non linear pada kondisi beban statis
dan dinamis. Selain itu SAP2000 memiliki antarmuka pengguna grafis (Graphical User
Interface/GUI) yang memungkinkan penyusunan model lebih interaktif.
Analisis struktur Dermaga A - I Pelabuhan Palembang dilakukan dalam 2 tahap:
1. Tahap pertama adalah analisis struktur untuk kondisi yang ada (eksisting),
tujuannya adalah untuk mencari gaya-gaya dalam yang bekerja sebagai akibat
adanya gaya-gaya operasional dan gaya lingkungan yang bekerja.
2. Tahap kedua adalah pengecekan kapasitas penampang berdasarkan data properti
mekanik yang diperoleh dari survei material & struktur dermaga.
Input yang diperlukan berupa geometri struktur eksisting dan properti mekanik dari
struktur dermaga eksisting diperoleh dari hasil survei kondisi alinyemen dermaga dan
survei material & struktur dermaga.

4.2

Model Struktur Dermaga A I

Langkah awal melakukan analisis struktur dengan SAP2000 adalah membuat model
struktur. Model struktur untuk Dermaga A - I dibagi menjadi 3 bagian yaitu :
1. Bagian 1, sepanjang 280 meter : Dermaga A-G.
2. Bagian 2, sepanjang 100 meter : Dermaga H.
3. Bagian 3, sepanjang 100 meter : Dermaga I.
Sketsa layout Dermaga A - I Pelabuhan Palembang dapat dilihat pada Gambar 4.1.

4-1

4-2

Gambar 4.1

Pembagian model struktur Dermaga A I.

Komponen struktur yang dimodelkan dalam SAP2000 adalah balok, dan tiang
pancang. Komponen struktur yang letaknya paling atas adalah pelat lantai. Pelat
lantai ditopang oleh balok melintang dan memanjang, sedangkan balok melintang dan
memanjang ditopang oleh tiang pancang. Komponen struktur poer (pile cap) tidak
dapat dimodelkan dalam peragkat lunak SAP2000.
Asumsi penjepitan diperoleh dari kebiasan yang biasa digunakan yaitu panjang tiang
pancang di atas mudline ditambah 4 meter.
Adapun kriteria kapal yang dilayani adalah sebagai berikut :

Ukuran kapal yang dilayani

: 10.000

DWT

Draft maksimum kapal

: -7,00

m LWS

Length Over All

: 137

Overall Width

: 19,9

4.3

Beban Operasiona & Beban Lingkungan

4.3.1

Beban Hidup

Beban hidup yang biasa bekerja pada dermaga sehari-hari adalah 2,5 ton/m2. Beban
ini merupakan beban merata diseluruh lantai dermaga. Beban merata pada lantai
dermaga didistribusikan ke balok melintang dan memanjang seperti pada Gambar
4.2.

Gambar 4.2

Distribusi beban hidup pada balok.

Selain beban merata, struktur juga menerima beban terpusat akibat truck dan crane.
Truck yang digunakan merupakan truck dengan berat 26 ton ketika kondisi penuh.
Sementara mobile crane yang digunakan memiliki bobot 50 ton.

Gambar 4.3

Truck 26 ton.

4-3

Gambar 4.4

Crane 50 ton.

Beban truck sebesar 26 ton dibagi kedalam 4 titik roda, sehingga masing-masing roda
menanggung beban sebesar 6,53 ton. Beban mobile crane sebesar 50 ton dibagi
kedalam 6 titik roda, sehingga masing-masing roda menanggung beban sebesar 8,26
ton.

4.3.2

Beban Berthing

A. Prosedur Perhitungan
Gaya berthing adalah gaya yang diterima dermaga saat kapal sedang bersandar pada
dermaga. Gaya maksimum yang diterima dermaga adalah saat kapal merapat ke
dermaga dan membentur dermaga pada sudut 10 terhadap sisi depan dermaga (The
Overseas Coastal Area Development Institute of Japan, 2002). Gaya benturan
diterima dermaga dan energinya diserap oleh fender pada dermaga. Besar energi
tersebut dapat dihitung sesuai dengan ketentuan The Overseas Coastal Area
Development Institute of Japan (OCDI), 2002 sebagai berikut:

E=

M s V 2
Ce Cm Cs Cc ........................................................................(4.1)
2

dimana :

= Energi berthing (kNm).

Ms

= Massa kapal (ton).

= Kecepatan kapal saat membentur dermaga (m/s).

Ce

= Koefisien eksentrisitas.

Cm

= Koefisien massa virtual.

Cs

= Koefisien kekasaran (nilai standar 1).

Cc

= Koefisien konfigurasi penambatan (nilai standar 1).

4-4

Gambar 4.5

Berthing kapal.

Koefisien Eksentrisitas (Ce)

Koefisien eksentrisitas adalah koefisien yang mereduksi energi yang disalurkan ke


fender.

Ce =

1
l
1+
r

....................................................................................... (4.2)

Jarak l ditentukan dari :

l1 = (0,5 ek ) Lpp cos

........................................................................ (4.3)

l2 = 0,5 + e(1 k ) Lpp cos .................................................................... (4.4)


r adalah jari-jari girasi, ditentukan dengan :
r = (0,19Cb + 0,11) Lpp .......................................................................... (4.5)
Dimana :

Lef
Lpp

............................................................................................. (4.6)

Catatan : Lef adalah panjang bagian kapal yang mengalami kontak dengan fender
besarnya antara 0,33 sampai dengan 0,5 Lpp.

e=

Jarak Fender

Lpp cos

.................................................................................. (4.7)

= Sudut antara kapal dengan dermaga.

4-5

k=

Jarak antara titik kontak kapal dengan fender terdekat

eLpp cos

......................... (4.8)

Catatan : nilai dari k berkisar antara 0-1.


Untuk k=0,5 pakai harga l1 atau l2 yang memberikan Ce terbesar.
Untuk k<0,5 pakai harga l1.
Untuk k>0,5 pakai harga l2.

Cb =

LppBd

........................................................................................ (4.9)

Cb

= Koefisien blok.

= Volume air yang dipindahkan oleh kapal (m3).

Lpp

= Length between perpendicular.

= Lebar kapal (m).

= Draft kapal saat penuh.

Koefisien Masa Virtual (Cm)

Koefisien masa virtual dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :

Cm = 1 +

2Cb

d
................................................................................... (4.10)
B

Gambar 4.6

Dimensi-dimensi pokok kapal.

Koefisien Softness (Cs)

Koefisien softness merupakan koefisien yang mempengaruhi energi bentur yang


diserap oleh lambung kapal. Nilai koefisien softness diambil sebesar 1 (OCDI, 2002).

4-6

Koefisien Konfigurasi penambatan (Cc)

Koefisien konfigurasi penambatan merupakan koefisien yang diambil dari efek massa
air yang terperangkap antara lambung kapal dan sisi dermaga. Nilai koefisien
konfigurasi penambatan bergantung pada jenis struktur derrnaga, adapun besar CC
sebagai berikut (OCDI, 2002):
a)

Cc = 1 untuk jenis struktur dermaga dengan pondasi tiang.

b) 0,8 <

Cc < 1 untuk jenis struktur dermaga dengan dinding penahan.

B. Perhitungan Gaya Berthing Dermaga A - I


Perhitungan gaya berthing Dermaga A I dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Perhitungan Gaya Berthing
Parameter
Ukuran Kapal
Length Overall (Loa)
Molded Breadth (B)
Full load draft (d)
Length Perpendicular (Lpp)
Massa Kapal (Ms)
Sudut Kapal- Dermaga ()
Kecepatan Berthing (V)
Volume ( )

Cm
Cb
r
k

e
l2
l1
Ce
Cs
Cc
E

Nilai
10.000
137
19,9
8,2
128
13996
10
0,075
13655
1,99
0,65
30
0,50
0,5
0,03
2
29,5
0,99
1
1
77,9

Satuan
DWT
m
m
m
Ton
derajat
m/s
m3

kNm

Dari perhitungan di atas dapat disimpulkan bahwa energi kinetik akibat berthing kapal
adalah sebesar 77,9 kNm atau setara dengan 8 tonm. Hasil pengamatan di lapangan
vender yang digunakan adalah vender berbentuk V dengan tinggi 0,4 m dan
panjang 2 m. Untuk mengetahui reaction force yang dihasilkan perhatikan katalog
fender di bawah ini.

4-7

Tabel 4.2

Persentase Defleksi, Energi, dan Gaya Reaksi pada Fender

Deflection
Perfor
Reaction
mance
Force
Length Rubber
ton
m
Grade
V1
34,20
V2
30,00
1,0
V3
22,50
V4
15,00
V1
51,30
V2
45,00
1,5
V3
33,80
V4
22,50
V1
68,40
V2
60,00
2,0
V3
45,00
V4
30,00
V1
85,50
V2
75,00
2,5
V3
56,30
V4
37,50
V1
103,00
V2
90,00
3,0
V3
67,50
V4
45,00
V1
120,00
V2
105,00
3,5
V3
78,80
V4
52,50

Designed 45%
Energy
Hull
Abs.
Pressure
ton.m
4,56
4,00
3,00
2,00
6,84
6,00
4,50
3,00
9,12
8,00
6,00
4,00
11,40
10,00
7,50
5,00
13,70
12,00
9,00
6,00
16,00
14,00
10,50
7,00

ton/m2
110,00
96,00
72,00
48,00
110,00
96,00
72,00
48,00
110,00
96,00
72,00
48,00
110,00
96,00
72,00
48,00
110,00
96,00
72,00
48,00
110,00
96,00
72,00
48,00

Maximum 50%
Energy
Reaction
Abs.
Force
ton.m
ton
46,20
5,36
40,50
4,70
30,40
3,53
20,30
2,35
69,30
8,04
60,80
7,05
45,60
5,30
30,50
3,53
92,40
10,70
81,00
9,40
60,80
7,06
40,60
4,70
116,00
13,40
101,00
11,80
76,00
8,83
50,80
5,88
139,00
16,10
122,00
14,10
91,20
10,60
60,90
7,05
162,00
18,80
142,00
16,50
106,00
12,40
71,10
8,23
Sumber : Katalog produsen.

Dari katalog tersebut dapat dilihat bahwa yang mampu menahan energi sebesar 8
tonm adalah vender 400 x 2000 dengan grade V2. Kolom disebelah kiri menunjukan
bahwa saat terjadi defleksi sebesar 45 % akan dihasilkan gaya reaksi sebesar 60 ton.
Sketsa fender yang dimaksud dapat dilihat pada Gambar 4.7.

4-8

4-9

Gambar 4.7

Gambar fender.

4.3.3

Gaya Mooring

Mengacu pada OCDI, gaya tarik yang dialami oleh bollard ke semua arah dapat
diperoleh dari Tabel 4.3 di bawah.
Tabel 4.3

Gaya Tarik pada Bollard

Ukuran Kapal (GT)

Gaya Tarik pada


Bollard (kN)

200 < GT < 500


500 < GT < 1.000
1.000 < GT < 2.000
2.000 < GT < 3.000
3.000 < GT < 5.000
5.000 < GT < 10.000
10.000 < GT < 20.000
20.000 < GT < 50.000
50.000 < GT < 100.000

150
250
250
350
350
500
700
1.000
1.000

Kapal yang dilayani Dermaga A I, adalah kapal dengan ukuran 10.000 DWT. Untuk
mengkonversi satuan DWT menjadi DT bisa digunakan persamaan berikut ini :

log DT = 0,55 + 0,899 log DWT ................................................................ (4.11)


GT =

DT
2,83

........................................................................................(4.12)

Hasil perhitungan diperoleh bahwa 10.000 DWT setara dengan 5.000 GT, sehingga
gaya tarik bollard adalah sebesar 500 kN.

4.3.4

Gaya Arus

A. Prosedur Perhitungan
Untuk mengestimasi gaya arus digunakan persamaan gaya gesek pada persamaan
Morison sebagai berikut :

1
FD = CD 0 AU 2 ....................................................................................(4.13)
2
Dimana :

FD

= Gaya gesek (kN).

CD

= Koefisien gesek.

= Masa jenis air (t/m3).

= Luas proyeksi objek dalam arah arus (m2).

= Kecepatan arus (m/s).

Gaya arus bekerja pada tiang pancang yang berada di bawah permukaan air.
Nilai koefisien gesek (CD) sesuai dengan OCDI dapat dilihat pada Tabel 4.4.

4 - 10

Tabel 4.4

Nilai Koefisien Gesek

B. Perhitungan Gaya Arus Dermaga A I


Pada Dermaga A I terdapat tiga jenis tiang pancang, antara lain : tiang pancang
diameter 0,3 m (persegi), tiang pancang diameter 0,4 m (persegi) dan tiang pancang
0,5 m (bulat). Perhitungan gaya arus untuk ketiga macam tiang pancang dapat dilihat
pada Tabel 4.5.
Tabel 4.5
Jenis Tiang Pancang
Persegi 0,4 m
Persegi 0,3 m
Bulat 0,5 m

Perhitungan Gaya Arus Dermaga A - I

CD
2
2
1

1025
1025
1025

(m2)
0,4
0,3
0,5

(m/s)
2
2
2

FD

(kN/m)
1,39
1,04
0,87

Gaya arus dikenakan pada tiang pancang merata sepanjang tiang pancang tersebut.
Kondisi sebenarnya gaya gesek akibat arus berubah terhadap kedalaman karena besar
kecepatan arus berubah terhadap kedalaman. Dalam permodelan diasumsikan bahwa
arus seragam terhadap kedalaman, diambil arus maksimum pada permukaan yaitu
sebesar 2 m/s.

4 - 11

4.3.5

Gaya Angin

A. Prosedur Perhitungan
Perhitungan gaya angin mengacu pada SNI 1727-1989 : Tata Cara Perencanaan
Pembebanan untuk Rumah dan Gedung. Untuk menghitung gaya akibat angin dapat
digunakan persamaan sebagai berikut :

1
P = AV 2 ....................................................................................(4.14)
2
Dimana :

= Gaya akibat angin (kN/m).

= Masa jenis udara (t/m3).

= Luas proyeksi objek dalam arah arus (m2).

= Kecepatan angin (m/s).

B. Perhitungan Gaya Angin Dermaga


Gaya angin yang diperoleh merupakan beban merata yang dikenakan pada balok
memanjang sepanjang dermaga. Perhitungan gaya angin adalah sebagai berikut :
Diketahui :

= 1,25 kg/m3

= 7,2 m/s

= 4,6 m2

P = .1,25.4,6.7,22 = 149N = 0,149kN ..............................................(4.15)


2

4.3.6

Beban Gempa

A. Prosedur Perhitungan

Beban gempa dasar diperhitungkan berdasarkan Peraturan Perencanaan Tahan


Gempa Indonesia untuk Gedung, Departemen Pekerjaan Umum, 1981. Pendekatan
yang dilakukan merupakan analisa beban statik ekivalen.
Gaya gempa struktur dermaga dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai
berikut :

V = C1

I
Wt ....................................................................................(4.16)
R

Dimana

= Gaya geser horizontal akibat gempa.

C1

= Koefisien gempa dasar yang merupakan fungsi lokasi dan jenis tanah.

= Faktor kepentingan struktur.

= Faktor reduksi.

Wt

= Berat total struktur.

4 - 12

4 - 13

Gambar 4.8

Daerah gempa Indonesia.

B. Perhitungan Gaya Gempa

Lokasi studi berada di kota Palembang yang merupakan zona gempa dua. Langkah
pertama yang dilakukan adalah mencari perioda getar alamiah dari struktur, perioda
getar alamiah struktur dapat dilihat pada Tabel 4.6. Perioda getar diperoleh dengan
melakukan analisis struktur dengan SAP2000.
Tabel 4.6

Perioda Alami Struktur

T (detik)

Struktur
Dermaga A-G (bagian 1)
Dermaga H (bagian 2)
Dermaga I (bagian 3)

3,9
2,0
2,7

Penentuan jenis tanah sesuai dapat dilihat pada Tabel 4.7.


Tabel 4.7

Jenis tanah

Tanah Keras
Tanah Sedang

Tanah Lunak

Tanah Khusus

Jenis-jenis Tanah

Kecepatan rambat
gelombang geser rata-

Nilai hasil Test


Penetrasi Standar
rata-rata

rata, v s (m/det)

vs

> 350

175 < v s

vs

< 350

< 175

15

Kuat geser
niralir rata-rata

S u (kPa)

N > 50

S u > 100

< N < 50

N < 15

50 < S u <
100

S u < 50

atau, setiap profil dengan tanah lunak yang tebal total lebih dari 3 m
dengan PI > 20, wn > 40 % dan Su < 25 kPa
Diperlukan evaluasi khusus di setiap lokasi.

Diketahui bahwa rata-rata nilai SPT di lokasi kajian adalah sebesar 37, mengacu pada
Tabel 4.7 dapat disimpulkan bahwa tanah di lokasi kajian termasuk kedalam jenis
tanah sedang. Untuk tanah sedang waktu getar alami sudut (Tc) adalah sebesar 0,6
detik. Dari Tabel 4.6 diketahui bahwa waktu getar alami struktur (T) lebih besar dari
pada waktu getar alami sudut (Tc). Sehingga C1 dapat dirumuskan sebagai berikut :

C1 =

Ar
..................................................................................(4.17)
T

Dimana :

C1

= Koefisien gempa dasar yang merupakan fungsi lokasi dan jenis tanah.

Ar

= Pembilang dalam persamaan hiperbola Faktor Respons Gempa C pada


Spektrum Respons Gempa Rencana.

= Perioda alamaiah struktur.

Nilai dari Ar dapat dilihat pada Tabel 4.8.

4 - 14

Tabel 4.8

Spektrum Respons Gempa Rencana


Tanah
Sedang

Tanah Keras
Tc = 0,5 det.

Wilayah
Gempa

Tc = 0,6 det.

Tanah Lunak
Tc = 1,0 det.

Am

Ar

Am

Ar

Am

Ar

0,10

0,05

0,13

0,08

0,20

0,20

0,30

0,15

0,38

0,23

0,50

0,50

0,45

0,23

0,55

0,33

0,75

0,75

0,60

0,30

0,70

0,42

0,85

0,85

0,70

0,35

0,83

0,50

0,90

0,90

0,83

0,42

0,90

0,54

0,95

0,95

Berdasarkan jenis tanah sedang dan lokasi studi berada pada zona gempa 2 maka
nilai Ar adalah 0,23. Perhitungan gaya gempa untuk tiga bagian permodelan dapat
dilihat pada Tabel 4.9. I diambil sebesar 1,5 (bangunan lain) sementara R diambil
sebesar 3,5 (rangka pemikul momen).
Tabel 4.9
Struktur

Dermaga A-G (bagian 1)


Dermaga H (bagian 2)
Dermaga I (bagian 3)

4.3.7

Perhitungan Beban Gempa

1,5
1,5
1,5

3,5
3,5
3,5

C1

0,059
0,115
0,085

Wt
(kN)
56781
27262
20386

Vx
(kN)
10,32
36,31
28,62

Vy
(kN)
478,37
223,94
148,85

Kombinasi Pembebanan

Berikut ini adalah kombinasi pembebanan yang digunakan untuk memperoleh besar
gaya struktur yang bekerja pada elemen-elemen struktur :
1. 1,4 DL + 1,4 CR
2. 1,2 DL + 1,6 LL
3. 1,2 DL + 1 LL + 1 EQX + 0,3 EQY
4. 1,2 DL + 1 LL 1 EQX + 0,3 EQY
5. 1,2 DL + 1 LL + 1 EQX - 0,3 EQY
6. 1,2 DL + 1 LL + 0,3 EQX +1 EQY
7. 1,2 DL + 1 LL - 0,3 EQX + 1EQY
8. 1,2 DL + 1LL + 0,3 EQX - 1EQY
9. 1,2 DL + 1,6 LL + 1,2 CR + 1,2 BRT + 0,8 WNX + 0,8 WNY
10. 1,2 DL + 1,6 LL + 1,2 CR + 1,2 BRT - 0,8 WNX +0,8 WNY
11. 1,2 DL + 1,6 LL + 1,2 CR + 1,2 BRT + 0,8 WNX - 0,8 WNY
12. 1,2 DL + 1,6 LL + 1,2 CR + 1,2 MRNG + 0,8 WNX + 0,8 WNY
13. 1,2 DL + 1,6 LL + 1,2 CR + 1,2 MRNG - 0,8 WNX + 0,8 WNY

4 - 15

14. 1,2 DL + 1,6 LL + 1,2 CR + 1,2 MRNG + 0,8 WNX - 0,8WNY


Keterangan :
DL

= Beban mati.

LL

= Beban hidup.

CR

= Beban arus.

MRNG = Beban mooring.


EQX

= Beban gempa tegak lurus alinyemen dermaga.

EQY

= Beban gempa sejajar alinyemen dermaga.

WNX

= Beban angin tegak lurus alinyemen dermaga.

WNY

= Beban angin sejajar alinyemen dermaga.

4.4

Pemodelan Struktur 3D

4.4.1

Dermaga A-G (bagian 1)

Model struktur 3D Dermaga A-G (bagian 1) dapat dilihat pada Gambar 4.8.

Gambar 4.9

Model Dermaga A G (bagian 1).

Gaya dalam dermaga A-G (bagian 1) dapat dilihat pada Tabel 4.10.

4 - 16

Tabel 4.10

Gaya Dalam Pemodelan 3D Dermaga A-G (Bagian 1)

Elemen Code
B0.4x0.5P-AG10
B0.4x0.5P-AG135
B0.4x0.5P-AG270
B0.55x0.5L-AG10
B0.55x0.5L-AG135
B0.55x0.5L-AG270
B0.75x0.5L-AG10
B0.75x0.5L-AG135
B0.75x0.5L-AG270
B0.75x0.5P-AG10
B0.75x0.5P-AG135
B0.75x0.5P-AG270
B1.17x0.65P-AG10
B1.17x0.65P-AG135
B1.17x0.65P-AG270
K 0.3-AG
K 0.4-AG-10
K 0.4-AG-135
K 0.4-AG-270

P
KN
118,03
-370,02
268,11
-411,24
268,11
-411,24
141,07
-350,59
153,83
-252,00
44,23
-373,11
85,27
-278,97
94,93
-89,98
170,84
-287,04
226,36
-3804,63
3499,42
-4244,42
853,43
-1324,62
5513,38
-474,92
5542,51
-4574,85
1903,48
-1223,33
42,12
-252,30
2439,05
-2483,37
1343,10
-1374,75
6627,08
-6732,48

V
KN
375,93
-396,93
402,61
-454,95
481,59
-468,19
446,80
-384,79
436,76
-351,28
444,33
-351,26
247,50
-377,66
219,76
-367,18
195,83
-412,14
302,85
-326,26
369,88
-343,85
342,64
-373,89
504,66
-489,49
503,75
-487,65
601,24
-564,18
3,01
-3,07
24,82
-24,82
77,81
-13,75
70,98
-88,85

M
KN-m
285,91
-485,40
427,75
-526,32
427,75
-727,71
315,77
-522,89
303,08
-486,30
305,31
-522,70
510,58
-263,25
498,45
-301,23
517,72
-424,66
496,09
-512,60
539,83
-538,42
516,20
-798,43
880,99
-839,36
870,54
-826,21
822,73
-1175,64
7,64
-8,12
193,05
-193,07
106,81
-1198,26
659,96
-688,12

4 - 17

4.4.2

Dermaga H (bagian 2)

Model struktur 3D Dermaga H (bagian 2) dapat dilihat pada Gambar 4.9.

Gambar 4.10
Tabel 4.11

Gaya Dalam Pemodelan 3D Dermaga H (Bagian 2)

Elemen Code
B0.3x0.65L-H
B0.3x0.75L-H
B0.3x0.75P-H
B0.4x0.65P-H
B0.4x0.65L-H
B0.4x0.75L-H
B0.56x2.2P-H
B0.67x0.65P-H
B0.6x0.75P-H
K0.4
K0.5

Model Dermaga H (bagian 2).

P
KN
6,677
-18,092
6,285
-134,385
29,209
-21,32
18,831
-55,939
10,063
-4,864
8,395
-22,05
481,004
-249,897
72,939
-86,312
16,181
-13,757
-123,151
-2008,93
-164,368
-2655,25

V
KN
200,955
-188,693
200,955
-188,693
340,602
-340,746
340,602
-340,746
200,955
-188,693
200,955
-188,693
340,602
-340,746
340,602
-546,228
340,602
-340,746
3,084
-8,374
6,783
-11,221

M
KN-m
133,3554
-111,05
133,3554
-111,05
108,9915
-188,757
172,9378
-313,54
133,3554
-111,05
133,3554
-111,05
209,6729
-701,958
250,8952
-280,699
108,9915
-188,757
53,695
-58,9073
78,3376
-80,9594

4 - 18

4.4.3

Dermaga I (bagian 3)

Model struktur 3D Dermaga I (bagian 3) dapat dilihat pada Gambar 4.11.

Gambar 4.11
Tabel 4.12

Model Dermaga I (bagian 3).

Gaya Dalam Pemodelan 3D Dermaga I (Bagian 3)

Elemen Code
Balok Melintang 3D
Balok Memanjang 3D
K0.4

P
KN
100,854
-113,263
80,764
-74,817
241,933
-1332,45

V
KN
262,672
-277,97
182,281
-203,875
23,822
-25,384

M
KN-m
147,9098
-383,761
131,0175
-166,189
185,8523
-176,771

4.5

Pengecekan Kapasitas Penampang

4.5.1

Prosedur Pengecekan Kapasitas Penampang

A. Perhitungan Kapasitas Lentur

Berikut ini adalah diagram tegangan dan regangan yang terjadi pada suatu elemen
balok.

4 - 19

Tulangan Tekan
0.003

d1
h d

c2

0.85fc

Cs1 0.5a2

es1 a2=C2

Cc

T=Asfy
Tulangan Tarik

Diagram tegangan dan regangan balok beton bertulang.

Gambar 4.12

Algoritma perhitungan kapasitas lentur balok secara ringkas adalah sebagai berikut :
1. Menentukan Mu (momen ultimate) baik positif maupun negatif. Mu diperoleh dari
perhitungan analisis struktur berdasarkan beban kerja (applied load).
2. Menghitung Mn perlu.

Mn perlu =

Mu

.......................................................................(4.18)

= 0,8 ...................................................................................(4.19)

3. Asumsikan nilai C.
4. Hitung nilai a.

a = x C .................................................................................(4.20)
Dimana : = 0,85.
5. Cek apakah tulangan tekan telah leleh atau belum.

s ' =

C d1
0,003 ...................................................................(4.21)
C

Apabila

s ' < y maka tulangan tekan telah leleh, apabila s ' y

maka tulangan

tekan telah leleh.


6. Hitung kuat tekan akibat beton (Cc).

Cc = 0,85 fc ' a b
Dimana : fc = Mutu beton.
7. Hitung kuat tekan akibat tulangan tekan (Cs). Perhitungan kuat tekan akibat
tulangan tergantung pada kondisi tulangan tekan telah leleh atau belum leleh
(poin nomor 5).

4 - 20

a. Kondisi Leleh ( s ' y )

Cs = f y As1 .......................................................................(4.22)
Dimana : As1 = Luas tulangan tekan.

fy = Tegangan leleh baja.


b. Kondisi Sebelum Leleh ( s ' < y )

Cs = f s As1 .......................................................................(4.23)
Dimana : As1 = Luas tulangan tekan.

fs = s ' Es .......................................................(4.24)
Es = Modulus elastisitas baja.
8. Hitung kuat tarik akibat tulangan tarik.

T = f y As 2 ............................................................................(4.25)
Dimana : As 2 = Luas tulangan tarik.

fy = Tegangan leleh baja.


9. Harus dipenuhi persyaratan resultan gaya yang bekerja adalah sama dengan nol
(

H = 0 ). Sehingga :

T = Cc + Cs ...........................................................................(4.26)
T Cc + Cs
T

0,02 ............................................................(4.27)

Apabila persamaan (4.27) maka kembali ke poin 3 kemudian ulangi poin 4 sampai
dengan poin 9, lakukan terus iterasi nilai C sampai persamaan (4.27) terpenuhi.
10. Hitung kapasitas lentur penampang (Mn) dengan menggunakan persamaan di
bawah ini.

M n = Cc ( d 0,5 a ) + Cs (d d1 ) ............................................(4.28)
Apabila Mn > Mn maka kapasitas penampang mencukupi.
B. Perhitungan Kapasitas Geser

Berikut adalah algoritma perhitungan kapasitas geser penampang balok beton.


1. Menentukan Vu (gaya geser ultimate) baik positif maupun negatif. Vu diperoleh dari
perhitungan analisis struktur berdasarkan beban kerja (applied load).
2. Menghitung Vn perlu.

Vn perlu =

Vu

......................................................................(4.29)

= 0,75 .............................................................................(4.30)

4 - 21

3. Menghitung kapasitas geser sebagai kontribusi beton.


1

Vc =

fc ' b d ...............................................................(4.31)

Dimana : fc = Mutu beton.


4. Menghitung kapasitas geser sebagai kontribusi tulangan sengkang.

Vs =

f y Av d

....................................................................(4.32)

Dimana : fy = Tegangan leleh baja.


5. Cek concrete crushing.

2
Vs max =
3

fc ' b d .............................................................(4.33)

Apabila Vsmax < Vs maka akan terjadi concrete crushing atau kehancuran tiba-tiba.
Hal seperti ini bias ditanggulangi dengan memperbesar ukuran penampang beton.
6. Menghitung kapasitas geser total.

Vn = Vs + Vc ........................................................................(4.34)
Apabila Vn > Vn maka kapasitas penampang mencukupi.
C. Perhitungan Kapasitas Kolom

Kolom adalah elemen struktur yang menahan kombinasi beban gaya aksial (biasanya
tekan) dan momen lentur. Terdapat dua tipe keruntuhan yang terjadi pada kolom
antara lain :
1. Keruntuhan tarik.
2. Keruntuhan tekan.
Berhubung ada dua tipe keruntuhan yang bergantung pada kombinasi beban aksial
(Pn) dan momen (Mn) maka interaksi antara momen Pn & Mn menghasilkan diagram
interaksi keruntuhan sebagai berikut :

Po

Compression
Failur

Pnmax
kPnmax

k=0,7

Desain
Kekuatan Nominal

balanced failure
C

eb

Tension
Failur

(Mnb,Pnb)

tan

= Mu/Pn=e

e>eb tension failure


0,1fcAg

e<eb compression failure

E M
n
Mn

Gambar 4.13

Diagram interaksi.

Untuk desain kolom, selama kombinasi Pn & Mn mempunyai koordinat didalam failure
surface desain dapat diterima.

4 - 22

Berikut ini adalah algoritma pengecekan kapasitas kolom dengan membuat diagram
interaksi.

Pot A-A
A

As

A d

d
d

Pn

1.

Cs
Cc

s
s

Gambar 4.14

fc

ca

As
Plastic
Centroid

0,85

0,003

Beban kombinasi lentur dan aksial.

k Pnmax (Poin A)
Pnmax = 0,8 (0,85 fcAg + Ast fy) ..............................................(4.35)
Dimana :

fc = Mutu beton.
fy = Tegangan leleh baja.
Ag = Luas penampang kolom.
Ast = Luas tulangan total.

2. Kondisi Balanced (Poin C)


a. Hitung Cb menggunakan persamaan sebagai berikut :

600
Cb =
600 + f y

d ..............................................................(4.36)

b. Hitung nilai a.

ab = x C .........................................................................(4.37)
c. Lakukan perhitungan seperti pada poin 5 sampai dengan poin 8 pada
perhitungan kapasitas lentur.
d. Hitung Pnb dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :

Pnb = Cc + Cs T ................................................................(4.38)
e. Hitung Mnb dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :

Mnb = Ccx(d-0,5ab)+ Ccx(d-d) Tx(d-d) ...........................(4.39)


f.

Hitung Mnb dan Pnb.

4 - 23

3. Mnb (Poin E)
Analisis dilakukan dengan asumsi As=0 (pengaruh terhadap Mn relatif kecil).
a. Hitung nilai a.

a=

As f y
0,85 fc ' b

..............................................................(4.40)

b. Hitung Mn dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :

M n = As f y d .......................................................(4.41)
2

c. Hitung Mn..
4. Titik antara B dan C
Ambil suatu nilai C yang lebih besar dari Cb (daerah compression failure). Lakukan
perhitungan seperti pada kondisi balance (poin b sampai dengan f).
5. Titik D saat 0,1 fcAg = Pn
Ambil suatu nilai C sehingga diperoleh nilai Pn = 0,1 fcAg. Lalu hitung nilai Mn
dengan persamaan (4.39).

4 - 24

4.5.2

Hasil Perhitungan Kapasitas Penampang Balok


Tabel 4.13

P
KN
118,03
-370,02
268,11
-411,24
268,11
-411,24
141,07
-350,59
153,83
-252,00
44,23
-373,11
85,27
-278,97
94,93
-89,98
170,84
-287,04
226,36
-3804,63
3499,42
-4244,42
853,43
-1324,62
5513,38
-474,92
5542,51
-4574,85
1903,48
-1223,33

Elemen Code
B0.4x0.5P-AG10
B0.4x0.5P-AG135
B0.4x0.5P-AG270
B0.55x0.5L-AG10
B0.55x0.5L-AG135
B0.55x0.5L-AG270
B0.75x0.5L-AG10
B0.75x0.5L-AG135
B0.75x0.5L-AG270
B0.75x0.5P-AG10
B0.75x0.5P-AG135
B0.75x0.5P-AG270
B1.17x0.65P-AG10
B1.17x0.65P-AG135
B1.17x0.65P-AG270

Tabel 4.14
Elemen Code
B0.3x0.65L-H
B0.3x0.75L-H
B0.3x0.75P-H
B0.4x0.65P-H
B0.4x0.65L-H
B0.4x0.75L-H
B0.56x2.2P-H
B0.67x0.65P-H
B0.6x0.75P-H

Balok Melintang 3D
Balok Memanjang 3D

V
M
KN
KN-m
375,93
285,91
-396,93 -485,40
402,61
427,75
-454,95 -526,32
481,59
427,75
-468,19 -727,71
446,80
315,77
-384,79 -522,89
436,76
303,08
-351,28 -486,30
444,33
305,31
-351,26 -522,70
247,50
510,58
-377,66 -263,25
219,76
498,45
-367,18 -301,23
195,83
517,72
-412,14 -424,66
302,85
496,09
-326,26 -512,60
369,88
539,83
-343,85 -538,42
342,64
516,20
-373,89 -798,43
504,66
880,99
-489,49 -839,36
503,75
870,54
-487,65 -826,21
601,24
822,73
-564,18 -1175,64

Vn
KN

Vn
KN

Status

253,97

190,48

GAGAL

293,36

220,02

GAGAL

285,19

213,89

GAGAL

318,17

238,63

GAGAL

315,44

236,58

GAGAL

329,13

246,85

GAGAL

386,75

290,06

GAGAL

383,03

287,27

GAGAL

401,69

301,27

GAGAL

389,8

292,35

GAGAL

436,65

327,49

GAGAL

421,33

316,00

GAGAL

OK

883,83

662,87

OK

1549,6

OK

984,88

738,66

OK

1557,6

OK

951,83

713,87

OK

Mn
KN-m
527,84
-405,97
549,8
-407,98
543,94
-400,87
553,38
-410,16
541,56
-410,05
562,11
-408,18
715,62
-446,15
718,67
-449,37
738,52
-443,17
707,37
-434,61
749,26
-453,83
725,11
-455,31

Mn
KN-m
422,272
-324,78
439,84
-326,38
435,152
-320,7
442,704
-328,13
433,248
-328,04
449,688
-326,54
572,496
-356,92
574,936
-359,5
590,816
-354,54
565,896
-347,69
599,408
-363,06
580,088
-364,25

OK
GAGAL
OK
GAGAL
OK
GAGAL
OK
GAGAL
OK
GAGAL
OK
GAGAL
OK
OK
OK
OK
OK
GAGAL
OK
GAGAL
OK
GAGAL
OK
GAGAL

1902

1521,6

1937
1947

Status

Resume Perhitungan Kapasitas Penampang (Bagian 2)

P
KN
6,677
-18,092
6,285
-134,385
29,209
-21,32
18,831
-55,939
10,063
-4,864
8,395
-22,05
481,004
-249,897
72,939
-86,312
16,181
-13,757

Tabel 4.15
Elemen Code

Resume Perhitungan Kapasitas Penampang (Bagian 1)

V
KN
200,955
-188,693
200,955
-188,693
340,602
-340,746
340,602
-340,746
200,955
-188,693
200,955
-188,693
340,602
-340,746
340,602
-546,228
340,602
-340,746

M
KN-m
133,3554
-111,0499
133,3554
-111,0499
108,9915
-188,7571
172,9378
-313,5398
133,3554
-111,0499
133,3554
-111,0499
209,6729
-701,9583
250,8952
-280,6994
108,9915
-188,7571

Mn
KN-m

Mn
KN-m

Status

Vn
KN

Vn
KN

Status

415,34

332,272

OK

331,04

248,28

OK

483,63

386,904

OK

386,21

289,66

OK

501,48

401,184

OK

390,4

292,80

GAGAL

584,18

467,344

OK

377,05

282,79

GAGAL

561

448,8

OK

372,27

279,20

OK

692,24

553,792

OK

434,3

325,73

OK

3832

3065,6

OK

1570

1594,00

OK

621,08

496,864

OK

499,22

374,42

GAGAL

692,27

553,816

OK

538,88

404,16

OK

Resume Perhitungan Kapasitas Penampang (Bagian 3)

P
KN
100,854
-113,263
80,764
-74,817

V
KN
262,672
-277,97
182,281
-203,875

M
KN-m
147,9098
-383,7605
131,0175
-166,1887

Mn
KN-m

Mn
KN-m

Status

Vn
KN

Vn
KN

Status

328,94

263,152

OK

348,56

261,42

GAGAL

352,53

282,024

OK

409,13

306,85

OK

4 - 25

4.5.3

Hasil Perhitungan Kapasitas Penampang Tiang Pancang

Gambar 4.15

Gambar 4.16

Kapasitas tiang pancang 0,4 m x 0,4 m (AG-10).

Kapasitas tiang pancang 0,4 m x 0,4 m (AG-135).

4 - 26

Gambar 4.17

Gambar 4.18

Kapasitas tiang pancang 0,4 m x 0,4 m (AG-270).

Kapasitas tiang pancang 0,4 m x 0,4 m (H).

4 - 27

Gambar 4.19

Kapasitas tiang pancang diameter 0,5 (H).

Gambar 4.20

Kapasitas tiang pancang 0,4 m x 0,4 m (I).

4 - 28

Vous aimerez peut-être aussi