Vous êtes sur la page 1sur 3

AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK

A. Pengertian
Saat ini, organisasi sektor publik tengah menghadapi tekanan untuk lebih
efisien, memperhitungkan biaya ekonomi dan biaya sosial, serta dampak negatif atas
aktivitas yang dilakukan. Berbagai tuntutan tersebut menyebabkan akuntansi dapat
dengan cepat diterima dan dikaui sebaiagi ilmu yang dibutuhkan untuk mengelola
urusan-urusan publik. Akuntansi sektor publik pada awalnya merupakan aktifitas yang
terspesialisasi dari suatu profesi yang relatif kecil. Namun demikian, saat ini
akuntansi sektor publik sedang mengalami proses untuk menjadi disiplin ilmu yang
lebih dibutuhkan dan subtansial keberadaannnya.
Standar akuntansi merupakan pedoman umum atau prinsip-prinsip yang
mengatur perlakukan akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan untuk tujuan
pelaporan kepada para pengguna laporan keuangan, sedangkan prosedur akuntansi
merupakan praktek khusus yang digunakan untuk mengimplementasikan standar.
Untuk memastikan diikutinya prosedur yang telah ditetapkan, sistem akuntansi sektor
publik harus dilengkapi dengan sistem pengendalian intern atas penerimaan dan
pengeluaran dana publik.
Akuntansi sector publik memiliki standar yang sedikit berbeda dengan
akuntansi biasa. Karena, akuntansi biasa belum mencakup pertanggungjawaban
kepada masyarakat yang ada di sektor publik. Ikatan Akuntansi Indonesia sebenarnya
telah memasukan standar untuk organisasi nirlaba di Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan (PSAK). Standar ini tercantum pada PSAK nomor 45 tentang organisasi
nirlaba. Namun, standar ini belum mengakomodasi praktik-praktik lembaga
pemerintahan ataupun organisasi nirlaba yang dimilikinya. Karna itu, pemerintah
mencoba menyusun suatu standar yang disebut dengan Standar Akuntansi
Pemerintahan (SAP).
B. Perkembangan Regulasi dan Standar Akuntansi Sektor Publik
1) Regulasi Akuntansi Sektor Publik di Era Pra Reformasi
Peraturan dan karakter pengelolaan keuangan daerah yang ada pada masa
Era pra Reformasi dapat dirincikan sebagai berikut :
1. UU 5/1975 tentang Pengurusan, Pertanggungjawaban dan Pengawasan
Keuangan Daerah

2. PP 6/1975 tentang Penyusunan APBD, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan


Daerah dan Penyusunan Perhitungan APBD. Indikator kinerja Pemda,yaitu
meliputi :
Perbandingan anggaran dan realisasi
Perbandingan standar dan realisasi
Target prosentase fisik proyek
3. Kepmendagri No.900-099 tahun 1980 tentang Manual Administrasi
Keuangan Daerah. Dalam sistem ini, pencatatan transaksi ekonomi
diperkenalkan double entry bookkeeping.
4. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 2/1994 tentang Pelaksanaan APBD.
5. UU 18/1997 tentang Pajak dan Retribusi Daerah.
6. Kepmendagri 3/1999 tentang Bentuk dan susunan Perhitungan APBD.
Bentuk laporan perhitungan APBD :

Perhitungan APBD

Nota Perhitungan

Perhitungan Kas dan Pencocokan sisa Kas dan sisa Perhitungan


(PP/1975)
Regulasi Akuntansi Sektor Publik di Era Reformasi
Tujuan dari regulasi Akuntansi Sektor Publik di Era Reformasi adalah untuk
mengelola keuangan negara/daerah menuju tata kelola yang baik Bentuk Reformasi yang ada
meliputi :
1.
2.
3.
4.

Penataan peraturan perundang-undangan;


Penataan kelembagaan;
Penataan sistem pengelolaan keuangan negara/daerah; dan
Pengembangan sumber daya manusia di bidang keuangan
Paradigma Baru Akuntansi Sektor Publik di Era Reformasi
Kebutuhan atas standar akuntansu sektor publik terus berkembang akibat kedinamisan
regulasi pemerintah. Kedinamisan ini ditandai dengan pelaksanaan otonomi daerah dan
reformasi keuangan.
Otonomi daerah berlaku akibat Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintah Daerah. UU ini menjelaskan bahwa pemerintah melaksanakan otonomi daerah
dalam rangka penyelenggaraan urusan pemeirntah yang lebih efisien, efektif, dan bertanggun
jawab. UU ini mulai berlaku sejak tahun 2001.
Lalu, pemerintah merasa UU Nomor 22 Tahun 1999 tidak lagi sesuai dengan
perkembangan yang ada. Oleh karena itu, pemerintah mengeluarkan UU baru, yaitu :

1.
2.

Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah


Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimabangan Keuangan antara Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah.

Undang-undang di atas menjadikan pedoman pelaksanaan otonomi daerah lebih jelas


dan terperinci, khusunya tentang pengelolaan keuangan daerah dan pertanggungjawaban.
Perubahan undang-undang tersebut merupakan salah satu hal yang signifikan dalam
perkembangan otonomi daerah. Perubahan itu sendiri dilandasi oleh beberapa hal, antara
lain :
1.

Adanya semangan desentralisasi yang menekankan pada upaya efektivitas dan efisiensi

pengelolaan sumber daya daerah.


2. Adanya semangat tata kelola yang baik (good governance).
3.
Adanya konsekuensi berupa penyerahan urusan dan pendanaan ( money follows function )
yang mengatur hak dan kewajiban daerah terkait dengan keuangan daerah.
4.
Perlunya penyelarasan dengan paket Undang-undang (UU) Keuangan Negara, yaitu UU
Nomor 17 Tahun 2003 tentang keuangan Negara, UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang
perbendeharaan negara, UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang pemeriksaan pengelolaan dan
Tanggung Jawab Keuangan Negara, serta UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional.
Peraturan perundangan terus bergerak dinamis khususnya Peraturan Pemerintahan
(PP) sebagai turunan berbagai undang-undang di atas, antara lain :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

PP Nomor 23 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum


PP Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan.
PP Nomor 54 Tahun 2005 tentang Pinjaman Daerah.
PP Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan.
PP Nomor 56 Tahun 2005 tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah.
PP Nomor 57 Tahun 2005 tentang Hibah kepada Daerah.
PP Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengeloalaan Keuangan Daerah.
PP Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan

Minimal.
9. PP 71 tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah
PP 71 tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah sebagai pengganti PP 24
tahun 2005

Vous aimerez peut-être aussi