Vous êtes sur la page 1sur 23

A.

Asuhan Keperawatan Klien dengan TB Paru


1.Pengertian
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tubeculosis.

2. Etiologi
Tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh basil
mikrobakterium tuberkulosis tipe humanus, sejenis kuman yang berbentuk batang
dengan ukuran panjang 1-4/mm dan tebal 0,3-0,6/mm. Sebagian besar kuman
terdiri atas asam lemak (lipid). Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan
terhadap asam dan lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisik. Kuman ini
tahan hidup pada udara
kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari
es). Hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant. Dari sifat dormant
ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan tuberkulosis aktif kembali. Sifat
lain kuman adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi
jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan bagian apikal
paru-paru lebih tinggi dari pada bagian lainnya, sehingga bagian apikal ini
merupakan tempat predileksi penyakit tuberkulosis. Tuberkulosis paru merupakan
penyakit infeksi penting saluran pernapasan. Basil mikrobakterium tersebut
masuk kedalam jaringan paru melalui saluran napas (droplet infection) sampai
alveoli, maka terjadilah infeksi primer (ghon) selanjutnya menyebar kekelenjar
getah bening setempat dan terbentuklah primer kompleks (ranke). Keduanya
dinamakan tuberkulosis primer, yang dalam perjalanannya sebagian besar akan
mengalami penyembuhan. Tuberkulosis paru primer, peradangan terjadi sebelum
tubuh mempunyai kekebalan spesifik terhadap basil mikobakterium. Tuberkulosis

yang kebanyakan didapatkan pad usia 1-3 tahun. Sedangkan yang disebut
tuberkulosis post primer (reinfection) adalah peradangan jaringan paru oleh
karena terjadi penularan ulang yang mana di dalam tubuh terbentuk kekebalan
spesifik terhadap basil tersebut.
3. Proses Penularan
Tuberkulosis tergolong airborne disease yakni penularan melalui droplet
nuclei yang dikeluarkan ke udara oleh individu terinfeksi dalam fase aktif.
Setiapkali penderita ini batuk dapat mengeluarkan 3000 droplet nuclei. Penularan
umumnya terjadi di dalam ruangan dimana droplet nuclei dapat tinggal di udara
dalam waktu lebih lama. Di bawah sinar matahari langsung basil tuberkel mati
dengan cepat tetapi dalam ruang yang gelap lembab dapat bertahan sampai
beberapa jam. Dua factor penentu keberhasilan pemaparan Tuberkulosis pada
individu baru yakni konsentrasi droplet nuclei dalam udara dan panjang waktu
individu bernapas dalam udara yang terkontaminasi tersebut di samping daya
tahan tubuh yang bersangkutan. Di samping penularan melalui saluran pernapasan
(paling sering), M. tuberculosis juga dapat masuk ke dalam tubuh melalui saluran
pencernaan dan luka terbuka pada kulit (lebih jarang).
4. Insiden
Penyakit tuberkulosis adalah penyakit yang sangat epidemik karena kuman
mikrobakterium tuberkulosa telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia.
Program penaggulangan secara terpadu baru dilakkan pada tahun 1995 melalui
strategi DOTS (directly observed treatment shortcourse chemoterapy), meskipun
sejak tahun 1993 telah dicanangkan kedaruratan global penyakit tuberkulosis.
Kegelisahan global ini didasarkan pada fakta bahwa pada sebagian besar negara di
dunia, penyakit tuberkulosis tidak terkendali, hal ini disebabkan banyak penderita
yang tidak berhasil disembuhkan, terutama penderita menular (BTA positif). Pada
tahun 1995, diperkirakan setiap tahun terjadi sekitar sembilan juta penderita

dengan kematian tiga juta orang (WHO, 1997). Di negara-negara berkembang


kematian karena penyakit ini merupakan 25 % dari seluruh kematian, yang
sebenarnya dapat dicegah. Diperkirakan 95 % penyakit tuberkulosis berada di
Negara berkembang, 75 % adalah kelompok usia produktif (15-50 tahun).
Tuberkulosis juga telah menyebabkan kematian lebih banyak terhadap wanita
dibandingkan dengan kasus kematian karena kehamilan, persalinan dan nifas. Di
indonesia pada tahun yang sama, hasil survey kesehatan rumah tangga (SKRT)
menunjukkan bahwa penyakit tuberculosis merupakan penyebab kematian nomor
tiga setelah penyakit jantung dan penyakit infeksi saluran pernapasan pada semua
kelompok usia, dan nomor satu dari golongan penyakit infeksi. WHO
memperkirakan setiap tahun menjadi 583.000 kasus baru tuberkulosis dengan
kematian sekitar 140.000. secara kasar diperkirakan setiap 100.000 penduduk
Indonesia terdapat 130 penderita baru tuberkulosis dengan BTA positif.

5. Anatomi dan Fisiologi


Saluran penghantar udara hingga mencapai paru-paru adalah hidung, farinx,
larinx trachea, bronkus, dan bronkiolus. Hidung ; Nares anterior adalah saluransaluran di dalam. rongga hidung. Saluran-saluran itu bermuara ke dalam bagian
yang dikenal sebagai vestibulum. (rongga) hidung. Rongga hidung dilapisi
sebagai selaput lendir yang sangat kaya akan pembuluh darah, dan bersambung
dengan lapisan farinx dan dengan selaput lendir sinus yang mempunyai lubang
masuk ke dalam. rongga hidung. Farinx (tekak) ; adalah pipa berotot yang
berjalan dari dasar tengkorak sampai persambungannya dengan oesopagus pada
ketinggian tulang rawan krikoid. Maka letaknya di belakang larynx (larinxfaringeal). Laringx (tenggorok) terletak di depan bagian terendah farinx yang
mernisahkan dari columna vertebrata, berjalan dari farinx. sampai ketinggian
vertebrata servikals dan masuk ke dalarn trachea di bawahnya. Larynx terdiri atas

kepingan tulang rawan yang diikat bersama oleh ligarnen dan membran. Trachea
atau batang tenggorok kira- kira 9 cm panjangnya trachea berjalan dari larynx
sarnpai kira-kira ketinggian vertebrata torakalis kelima dan di tempat ini
bercabang mcnjadi dua bronckus (bronchi). Trachea tersusun atas 16 - 20
lingkaran tak- lengkap yang berupan cincin tulang rawan yang diikat bersama
oleh jaringan fibrosa dan yang melengkapi lingkaran disebelah belakang trachea,
selain itu juga membuat beberapa jaringan otot. Bronchus yang terbentuk dari
belahan dua trachea pada ketinggian kira-kira vertebrata torakalis kelima,
mempunyai struktur serupa dengan trachea dan dilapisi oleh.jenis sel yang sama.
Bronkus - bronkus itu berjalan ke bawah dan kesamping ke arah tampuk paru.
Bronkus kanan lebih pendek dan lebih lebar daripada yang kiri, sedikit lebih
tinggi darl arteri pulmonalis dan mengeluarkan sebuah cabang utama lewat di
bawah arteri, disebut bronckus lobus bawah. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih
langsing dari yang kanan, dan berjalan di bawah arteri pulmonalis sebelurn di
belah menjadi beberapa cabang yang berjalan kelobus atas dan bawah. Cabang
utama bronchus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronchus lobaris dan
kernudian menjadi lobus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus menjadi
bronchus yang ukurannya semakin kecil, sampai akhirnya menjadi bronkhiolus
terminalis, yaitu saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveoli (kantong
udara). Bronkhiolus terminalis memiliki garis tengah kurang lebih I mm.
Bronkhiolus tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan. Tetapi dikelilingi oleh otot
polos sehingga ukurannya dapat berubah. Seluruh saluran udara ke bawah sampai
tingkat bronkbiolus terminalis disebut saluran penghantar udara karena fungsi
utamanya adalah sebagai penghantar udara ke tempat pertukaran gas paru-paru.
Alveolus yaitu tempat pertukaran gas assinus terdiri dari bronkhiolus dan
respiratorius yang terkadang memiliki kantong udara kecil atau alveoli pada
dindingnya. Ductus alveolaris seluruhnya dibatasi oleh alveoilis dan sakus

alveolaris terminalis merupakan akhir paru-paru, asinus atau.kadang disebut


lobolus primer memiliki tangan kira-kira 0,5 s/d 1,0 cm. Terdapat sekitar 20 kali
percabangan mulai dari trachea sampai Sakus Alveolaris. Alveolus dipisahkan
oleh dinding yang dinamakan pori-pori kohn. Paru-paru terdapat dalam rongga
thoraks pada bagian kiri dan kanan. Dilapisi oleh pleura yaitu parietal pleura dan
visceral pleura. Di dalam rongga pleura terdapat cairan surfaktan yang berfungsi
untuk lubrikai. Paru kanan dibagi atas tiga lobus yaitu lobus superior, medius dan
inferior sedangkan paru kiri dibagi dua lobus yaitu lobus superior dan inferior.
Tiap lobus dibungkus oleh jaringan elastik yang mengandung pembuluh limfe,
arteriola, venula, bronchial venula, ductus alveolar, sakkus alveolar dan alveoli.
Diperkirakan bahwa stiap paru-paru mengandung 150 juta alveoli, sehingga
mempunyai permukaan yang cukup luas untuk tempat permukaan/pertukaran gas.
Proses fisiologi pernafasan dimana 02 dipindahkan dari udara ke dalam jaringanjaringan, dan C02 dikeluarkan keudara ekspirasi dapat dibagi menjadi tiga
stadium. Stadium pertama adalah ventilasi yaitu masuknya campuran gas- gas ke
dalam dan keluar paru-paru. karena ada selisih tekanan yang terdapat antara
atmosfer dan alveolus akibat kerja mekanik dari otot-otot. Stadium kedua,
transportasi yang terdiri dan beberapa aspek yaitu : (1) Difusi gas antara alveolus
dan kapiler paru-paru (respirasi eksternal) dan antara darah sistemik dan sel.-sel
jaringan (2) Distribusi darah dalam sirkulasi pulmonal dan penyesuaiannya
dengan distribusi udara dalam alveolus. (3) Reaksi kimia dan fisik dari 02 dan
C02 dengan darah respimi atau respirasi interna menipak-an stadium akhir dari
respirasi, yaitu sel dimana metabolik dioksida untuk- mendapatkan energi, dan
C02 terbentuk sebagai sampah proses metabolisme sel dan dikeluarkan oleh paruparu (4) Transportasi, yaitu. Tahap kcdua dari proses pemapasan mencakup proses
difusi gas-gas melintasi membrane alveolus kapiler yang tipis (tebalnya kurang
dari 0,5 urn). Kekuatan mendorong untuk pemindahan ini adalah selisih tekanan

parsial antara darah dan fase gas. (5) Perfusi, yaitu pemindahan gas secara efektif
antara. alveolus dan kapiler paru-paru membutuhkan distribusi merata dari udara
dalam paru-paru dan perfusi (aliran darah) dalam kapiler dengan perkataan lain
ventilasi dan perfusi. dari unit pulmonary harus sesuai pada orang normal dengan
posisi tegak dan keadaan istirahat maka ventilasi dan perfusi hampir seimbang
kecuali pada apeks paru-paru. Secara garis besar bahwa Paru-paru memiliki fungsi
sebagai berikut: (1) Terdapat permukaan gas-gas yaitu mengalirkan Oksigen dari
udara atmosfer kedarah vena dan mengeluarkan gas carbondioksida dari alveoli ke
udara atmosfer. (2) menyaring bahan beracun dari sirkulasi (3) reservoir darah (4)
fungsi utamanya adalah pertukaran gas-gas.

6. Patofisiologi
Port de entri kuman microbaterium tuberculosis adalah saluran pernafasan,
saluran pencernaan, dan luka terbuka pada kulit, kebanyakan infeksi tuberculosis
terjadi melalui udara (air borne), yaitu melalui inhalasi droppet yang mengandung
kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi. Basil
tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi terdiri dari satu
sampai tiga gumpalan basil yang lebih besar cenderung tertahan di saluran hidung
dan cabang besar bronkus dan tidak menyebabkan penyakit. Setelah berada dalam
ruang alveolus biasanya di bagian bawah lobus atau paru-paru, atau di bagian atas
lobus bawah. Basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit
polimorfonuklear tampak pada tempat tersebut dan memfagosit bacteria namun
tidak membunuh organisme tersebut. Sesudah hari-hari pertama maka leukosit
diganti oleh makrofag. Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan
timbul gejala pneumonia akut. Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan
sendirinya sehingga tidak ada sisa yang tertinggal, atau proses dapat juga berjalan
terus, dan bakteri terus difagosit atau berkembang biak di dalam sel. Basil juga

menyebar melalui getah bening menuju ke kelenjar bening regional. Makrofag


yang mengadakan infiltrasi mcajadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga
membentuk sel tuberkel epiteloit, yang dikelilingi oleh fosit. Reaksi ini biasanya
membutuhkan waktu 10 sampai 20 hari.

7. Manifestasi Klinik
Tuberkulosis sering dijuluki the great imitator yaitu suatu penyakit yang
mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit lain yang juga memberikan gejala
umum seperti lemah dan demam. Pada sejumlah penderita gejala yang timbul
tidak jelas sehingga diabaikan bahkan kadang-kadang asimtomatik. Gambaran
klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan, gejala respiratorik dan gejala
sistemik:

1. Gejala respiratorik, meliputi:


a. Batuk
Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang
paling sering dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif kemudian
berdahak bahkan bercampur darah bila sudah ada kerusakan jaringan.
b. Batuk darah
Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak
berupa garis atau bercak-bercak darak, gumpalan darah atau darah segar
dalam jumlah sangat banyak. Batuk darak terjadi karena pecahnya
pembuluh darah. Berat ringannya batuk darah tergantung dari besar
kecilnya pembuluh darah yang pecah.
c. Sesak napas
Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau
karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothorax,
anemia dan lain- lain.

d. Nyeri dada
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan.
Gejala ini timbul apabila sistem persarafan di pleura terkena.

2. Gejala sistemik, meliputi:


a. Demam
Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore
dan malam hari mirip demam influenza, hilang timbul dan makin lama
makin panjang serangannya sedang masa bebas serangan makin pendek.
b. Gejala sistemik lain
Gejala sistemik lain ialah keringat malam, anoreksia, penurunan
berat badan serta malaise. Timbulnya gejala biasanya gradual dalam
beberapa minggu-bulan, akan tetapi penampilan akut dengan batuk,
panas, sesak napas walaupun jarang dapat juga timbul menyerupai gejala
pneumonia. Gejala klinis Haemoptoe: Kita harus memastikan bahwa
perdarahan dari nasofaring dengan cara membedakan ciri-ciri sebagai
berikut :
1. Batuk darah
a. Darah dibatukkan dengan rasa panas di tenggorokan
b. Darah berbuih bercampur udara
c. Darah segar berwarna merah muda
d. Darah bersifat alkalis
e. Anemia kadang-kadang terjadi
f. Benzidin test negatif
2. Muntah darah
a. Darah dimuntahkan dengan rasa mual
b. Darah bercampur sisa makanan
c. Darah berwarna hitam karena bercampur asam lambung

d. Darah bersifat asam


e. Anemia seriang terjadi
f. Benzidin test positif
3. Epistaksis
a. Darah menetes dari hidung
b. Batuk pelan kadang keluar
c. Darah berwarna merah segar
d. Darah bersifat alkalis
e. Anemia jarang terjadi

8. Test Diagnostik
Foto thorax PA dengan atau tanpa literal merupakan pemeriksaan radiology
standar. Jenis pemeriksaan radiology lain hanya atas indikasi Top foto, oblik,
tomogram dan lain-lain. Karakteristik radiology yang menunjang diagnostik
antara lain :
a. Bayangan lesi radiology yang terletak di lapangan atas paru.
b. Bayangan yang berawan (patchy) atau berbercak (noduler)
c. Kelainan yang bilateral, terutama bila terdapat di lapangan atas paru
d. Bayang yang menetap atau relative menetap setelah beberapa minggu
e. Bayangan bilier

9. Pemeriksaan Bakteriologik (Sputum)


Ditemukannya kuman micobakterium TBC dari dahak penderita memastikan
diagnosis tuberculosis paru. Pemeriksaan biasanya lebih sensitive daripada
sediaan apus (mikroskopis). Pengambilan dahak yang benar sangat penting untuk
mendapatkan hasil yang sebaik-baiknya. Pada pemeriksaan pertama. sebaiknya 3
kali pemeriksaan dahak. Uji resistensi harus dilakukan apabila ada dugaan
resistensi terhadap pengobatan. Pemeriksaan sputum adalah diagnostic yang

terpenting dalam prograrn pemberantasan TBC paru di Indonesia.

10. Klasifikasi
Klasifikasi TB Paru dibuat berdasarkan gejala klinik, bakteriologik,
radiologik dan riwayat pengobatan sebelumnya. Klasifikasi ini penting karena
merupakan salah satu faktor determinan untuk menetapkan strategi terapi. Sesuai
dengan program Gerdunas P2TB klasifikasi TB Paru dibagi sebagai berikut:

a. TB Paru BTA Positif dengan kriteria:


1. Dengan atau tanpa gejala klinik
2. BTA positif: mikroskopik positif 2 kali, mikroskopik positif 1 kali
disokong biakan positif satu kali atau disokong radiologic positif 1 kali.
3. Gambaran radiologik sesuai dengan TB paru.

b. TB Paru BTA Negatif dengan kriteria:


1. Gejala klinik dan gambaran radilogik sesuai dengan TB Paru aktif
2. BTA negatif, biakan negatif tetapi radiologik positif.

c. Bekas TB Paru dengan kriteria:


1. Bakteriologik (mikroskopik dan biakan) negatif
2. Gejala klinik tidak ada atau ada gejala sisa akibat kelainan paru.
3. Radiologik menunjukkan gambaran lesi TB inaktif, menunjukkan
serial foto yang tidak berubah.
4. Ada riwayat pengobatan OAT yang adekuat (lebih mendukung).

11. Penanganan Medik


Tujuan pengobatan pada penderita TB Paru selain untuk mengobati juga
mencegah kematian, mencegsah kekambuhan atau resistensi terhadap OAT serta

memutuskan mata rantai penularan. Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2


fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan (4-7 bulan). Paduan obat yang
digunakan terdiri dari obat utama dan obat tambahan. Jenis obat utama yang
digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO adalah Rifampisin, INH,
Pirasinamid, Streptomisin dan Etambutol. Sedang jenis obat tambahan adalah
Kanamisin, Kuinolon, Makrolide dan Amoksisilin + Asam Klavulanat, derivate
Rifampisin/INH. Untuk keperluan pengobatan perlu dibuat batasan kasus terlebih
dahulu berdasarkan lokasi tuberkulosa, berat ringannya penyakit, hasil
pemeriksaan bakteriologik, hapusan dahak dan riwayat pengobatan sebelumnya.
Di samping itu perlu pemahaman tentang strategi penanggulangan TB
yangdikenal sebagai Directly Observed Treatment Short Course (DOTS) yang
direkomendasikan oleh WHO yang terdiri dari lima komponen yaitu:
1. Adanya komitmen politis berupa dukungan pengambil keputusan dalam
penanggulangan TB.
2. Diagnosis TB melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopik langsung
sedang pemeriksaan penunjang lainnya seperti pemeriksaan radiologis dan
kultur dapat dilaksanakan di unit pelayanan yang memiliki sarana tersebut.
3. Pengobatan TB dengan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan
langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO) khususnya dalam 2 bulan
pertama dimana penderita harus minum obat setiap hari.
4. Kesinambungan ketersediaan paduan OAT jangka pendek yang cukup.
5. Pencatatan dan pelaporan yang baku.

B. PROSES KEPERAWATAN
1. Pengkajian

Data-data yang perlu dikaji pada asuhan keperawatan dengan Tuberkulosis


paru (Doengoes, 2000) ialah sebagai berikut :

1. Riwayat PerjalananPenyakit
a. Pola aktivitas dan istirahat Subjektif : Rasa lemah cepat lelah, aktivitas
berat timbul. sesak (nafas pendek), sulit tidur, demam, menggigil,
berkeringat pada malam hari. Objektif : Takikardia, takipnea/dispnea saat
kerja, irritable, sesak (tahap, lanjut; infiltrasi radang sampai setengah
paru), demam subfebris (40 -410C) hilang timbul.
b. Pola nutrisi Subjektif : Anoreksia, mual, tidak enak diperut, penurunan
berat badan. Objektif : Turgor kulit jelek, kulit kering / bersisik,
kehilangan lemak sub kutan.
c. Respirasi Subjektif : Batuk produktif / non produktif sesak napas, sakit
dada. Objektif : Mulai batuk kering sampai batuk dengan sputum
hijau/purulent, mukoid kuning atau bercak darah, pembengkakan kelenjar
limfe, terdengar bunyi ronkhi basah, kasar di daerah apeks paru, takipneu
(penyakit luas atau fibrosis parenkim paru dan pleural), sesak napas,
pengembangan pernapasan tidak simetris (effusi pleura.), perkusi pekak
dan penurunan fremitus (cairan pleural), deviasi trakeal (penyebaran
bronkogenik).
d. Rasa nyaman / nyeri Subjektif : Nyeri dada meningkat karena batuk
berulang. Obiektif : Berhati-hati pada area yang sakit, prilaku distraksi,
gelisah, nyeri bias timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga
timbul pleuritis.
e. Integritas ego Subjektif : Faktor stress lama, masalah keuangan,
perasaan tak berdaya/tak ada harapan. Objektif : Menyangkal (selama
tahap dini), ansietas, ketakutan, mudah tersinggung.

2. Riwayat Penyakit Sebelumnya:


a. Pernah sakit batuk yang lama dan tidak sembuh-sembuh.
b. Pernah berobat tetapi tidak sembuh.
c. Pernah berobat tetapi tidak teratur.
d. Riwayat kontak dengan penderita Tuberkulosis Paru.
e. Daya tahan tubuh yang menurun.
f. Riwayat vaksinasi yang tidak teratur.

3. Riwayat Pengobatan Sebelumnya:


a. Kapan pasien mendapatkan pengobatan sehubungan dengan sakitnya.
b. Jenis, warna, dosis obat yang diminum.
c. Berapa lama. pasien menjalani pengobatan sehubungan dengan
penyakitnya.
d. Kapan pasien mendapatkan pengobatan terakhir.

4. Riwayat Sosial Ekonomi:


a. Riwayat pekerjaan. Jenis pekerjaan, waktu dan tempat bekerja, jumlah
penghasilan.
b. Aspek psikososial. Merasa dikucilkan, tidak dapat berkomunikisi
dengan bebas, menarik diri, biasanya pada keluarga yang kurang marnpu,
masalah berhubungan dengan kondisi ekonomi, untuk sembuh perlu
waktu yang lama dan biaya yang banyak, masalah tentang masa
depan/pekerjaan pasien, tidak bersemangat dan putus harapan.

5. Faktor Pendukung:
a. Riwayat lingkungan.
b. Pola hidup. Nutrisi, kebiasaan merokok, minum alkohol, pola istirahat
dan tidur, kebersihan diri.

c. Tingkat pengetahuan / pendidikan pasien dan keluarga tentang


penyakit, pencegahan, pengobatan dan perawatannya.

6. Pemeriksaan Diagnostik:
a. Kultur sputum: Mikobakterium Tuberkulosis positif pada tahap akhir
penyakit.
b. Tes Tuberkulin: Mantoux test reaksi positif (area indurasi 10-15 mm
terjadi 48-72 jam).
c. Poto torak: Infiltnasi lesi awal pada area paru atas ; Pada tahap dini
tampak gambaran bercak-bercak seperti awan dengan batas tidak jelas ;
Pada kavitas bayangan, berupa cincin ; Pada kalsifikasi tampak bayangan
bercak-bercak padat dengan densitas tinggi.
d. Bronchografi: untuk melihat kerusakan bronkus atau kerusakan paru
karena TB paru.
e. Darah: peningkatan leukosit dan Laju Endap Darah (LED).
f. Spirometri: penurunan fuagsi paru dengan kapasitas vital menurun.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang lazim terjadi pada klien dengan Tuberkulosis
paru adalah sebagai berikut:
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan: Sekret kental atau
secret darah, Kelemahan, upaya batuk buruk. Edema trakeal / faringeal.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan: Berkurangnya keefektifan
permukaan paru, atelektasis, Kerusakan membran alveolar kapiler, Sekret
yang kental, Edema bronchial.
3. Resiko tinggi infeksi dan penyebaran infeksi berhubungan dengan: Daya
tahan tubuh menurun, fungsi silia menurun, sekret yang inenetap, Kerusakan
jaringan akibat infeksi yang menyebar, Malnutrisi, Terkontaminasi oleh

lingkungan, Kurang pengetahuan tentang infeksi kuman.


4. Perubahan kebutuhan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan:
Kelelahan, Batuk yang sering, adanya produksi sputum, Dispnea, Anoreksia,
Penurunan kemampuan finansial.
5.

Kurang

pengetahuan

tentang

kondisi,

pengobatan,

pencegahan

berhubungan dengan: Tidak ada yang menerangkan, Interpretasi yang salah,


Informasi yang didapat tidak lengkap / tidak akurat, Terbatasnya
pengetahuan/kognitif

3. Rencana Keperawatan
Adapun rencana keperawatan yang ditetapkan berdasarkan diagnosis
keperawatan yang telah dirumuskan sebagai berikut:
1. Bersihan jalan napas tidak efektif
Tujuan: Mempertahankan jalan napas pasien. Mengeluarkan sekret
tanpa bantuan. Menunjukkan prilaku untuk memperbaiki bersihan jalan
napas. Berpartisipasi dalam program pengobatan sesuai kondisi.
Mengidentifikasi potensial komplikasi dan melakukan tindakan tepat.
Intervensi:
a. Kaji fungsi pernapasan: bunyi napas, kecepatan, imma, kedalaman
dan penggunaan otot aksesori. Rasional: Penurunan bunyi napas
indikasi

atelektasis,

ronki

indikasi

akumulasi

secret

ketidakmampuan membersihkan jalan napas sehingga otot aksesori


digunakan dan kerja pernapasan meningkat.
b. Catat kemampuan untuk mengeluarkan secret atau batuk efektif,
catat karakter, jumlah sputum, adanya hemoptisis. Rasional:
Pengeluaran sulit bila secret tebal, sputum berdarah akibat kerusakan
paru atau luka bronchial yang memerlukan evaluasi/intervensi lanjut.
c. Berikan pasien posisi semi atau Fowler, Bantu/ajarkan batuk

efektif dan latihan napas dalam. Rasional: Meningkatkan ekspansi


paru, ventilasi maksimal membuka area atelektasis dan peningkatan
gerakan sekret agar mudah dikeluarkan
d. Bersihkan sekret dari mulut dan trakea, suction bila perlu.
Rasional: Mencegah obstruksi/aspirasi. Suction dilakukan bila pasien
tidak mampu mengeluarkan sekret.
e. Pertahankan intake cairan minimal 2500 ml/hari kecuali
kontraindikasi. Rasional: Membantu mengencerkan secret sehingga
mudah dikeluarkan
f. Lembabkan udara / oksigen inspirasi. Rasional: Mencegah
pengeringan membran mukosa.
g. Berikan obat: agen mukolitik, bronkodilator, kortikosteroid sesuai
indikasi. Rasional: Menurunkan kekentalan sekret, lingkaran ukuran
lumen trakeabronkial, berguna jika terjadi hipoksemia pada kavitas
yang luas.
h. Bantu inkubasi darurat bila perlu. Rasional: Diperlukan pada kasus
jarang bronkogenik. dengan edema laring atau perdarahan paru akut.

2. Gangguan pertukaran gas


Tujuan: Melaporkan tidak terjadi dispnea. Menunjukkan perbaikan
ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang
normal. Bebas dari gejala distress pernapasan. Intervensi:
a. Kaji dispnea, takipnea, bunyi pernapasan abnormal. Peningkatan
upaya respirasi, keterbatasan ekspansi dada dan kelemahan.
Rasional: Tuberkulosis

paru

dapat

rnenyebabkan

meluasnya

jangkauan dalam paru-pani yang berasal dari bronkopneumonia yang


meluas menjadi inflamasi, nekrosis, pleural effusion dan meluasnya
fibrosis dengan gejala-gejala respirasi distress.

b. Evaluasi perubahan-tingkat kesadaran, catat tanda-tanda sianosis


dan perubahan warna kulit, membrane mukosa, dan warna kuku.
Rasional: Akumulasi secret dapat menggangp oksigenasi di organ
vital dan jaringan.
c. Demonstrasikan/anjurkan untuk mengeluarkan napas dengan bibir
disiutkan, terutama pada pasien dengan fibrosis atau kerusakan
parenkim. Rasional: Meningkatnya resistensi aliran udara untuk
mencegah kolapsnya jalan napas.
d. Anjurkan untuk bedrest, batasi dan bantu aktivitas sesuai
kebutuhan. Rasional: Mengurangi konsumsi oksigen pada periode
respirasi.
e. Monitor GDA. Rasional: Menurunnya saturasi oksigen (PaO2)
atau meningkatnya PaC02 menunjukkan perlunya penanganan yang
lebih. adekuat atau perubahan terapi.
f. Berikan oksigen sesuai indikasi. Rasional: Membantu mengoreksi
hipoksemia yang terjadi sekunder hipoventilasi dan penurunan
permukaan alveolar paru.

3. Resiko tinggi infeksi dan penyebaran infeksi


Tujuan: Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan
resiko penyebaran infeksi. Menunjukkan/ melakukan perubahan pola
hidup untuk meningkatkan lingkungan yang. aman. Intervensi:
a. Review patologi penyakit fase aktif / tidak aktif, penyebaran
infeksi melalui bronkus pada jaringan sekitarnya atau aliran darah
atau sistem limfe dan resiko infeksi melalui batuk, bersin, meludah,
tertawa., ciuman atau menyanyi. Rasional: Membantu pasien agar
mau mengerti dan menerima terapi yang diberikan untuk mencegah
komplikasi.

b. Identifikasi orang-orang yang beresiko terkena infeksi seperti


anggota keluarga, teman, orang dalam satu perkumpulan. Rasional:
Orang-orang yang beresiko perlu program terapi obat untuk
mencegah penyebaran infeksi.
c. Anjurkan pasien menutup mulut dan membuang dahak di tempat
penampungan yang tertutup jika batuk. Rasional: Kebiasaan ini
untuk mencegah terjadinya penularan infeksi.
d.

Gunakan

masker

setiap

melakukan

tindakan.

Rasional:

Mengurangi risilio penyebaran infeksi.


e. Monitor temperatur. Rasional: Febris merupakan indikasi
terjadinya infeksi.
f. Identifikasi individu yang berisiko tinggi untuk terinfeksi ulang
Tuberkulosis paru, seperti: alkoholisme, malnutrisi, operasi bypass
intestinal, menggunakan obat penekan imun/ kortikosteroid, adanya
diabetes melitus, kanker. Rasional: Pengetahuan tentang faktorfaktor ini membantu pasien untuk mengubah gaya hidup dan
menghindari/ mengurangi keadaan yang lebih buruk.
g. Tekankan untuk tidak menghentikan terapi yang dijalani. Rasional:
Periode menular dapat terjadi hanya 2-3 hari setelah permulaan
kemoterapi jika sudah terjadi kavitas, resiko, penyebaran infeksi
dapat berlanjut sampai 3 bulan.
h. Pemberian terapi INH, etambutol, Rifampisin. Rasional: INH
adalah

obat

pilihan

bagi

penyakit

Tuberkulosis

primer

dikombinasikan dengan obat-obat lainnya. Pengobatan jangka


pendek INH dan Rifampisin selama 9 bulan dan Etambutol untuk 2
bulan pertama.
i. Pemberian terapi Pyrazinamid (PZA) / Aldinamide, para-amino
salisik (PAS), sikloserin, streptomisin. Rasional: Obat-obat sekunder

diberikan jika obat-obat primer sudah resisten.


j. Monitor sputum BTA Rasional: Untuk mengawasi keefektifan obat
dan efeknya serta respon pasien terhadap terapi.

4. Perubahan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan


Tujuan: Menunjukkan berat badan meningkat mencapai tujuan
dengan nilai laboratoriurn normal dan bebas tanda malnutrisi. Melakukan
perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan mempertahankan berat
badan yang tepat. Intervensi:
a. Catat status nutrisi paasien: turgor kulit, timbang berat badan,
integritas mukosa mulut, kemampuan menelan, adanya bising usus,
riwayat mual / rnuntah atau diare. Rasional: berguna dalam
mendefinisikan derajat masalah dan intervensi yang tepat.
b. Kaji pola diet pasien yang disukai/tidak disukai. Rasional:
Membantu intervensi kebutuhan yang spesifik, meningkatkan intake
diet pasien.
c. Monitor intake dan output secara periodik. Rasional: Mengukur
keefektifan nutrisi dan cairan.
d. Catat adanya anoreksia, mual, muntah, dan tetapkan jika ad
hubungannya dengan medikasi. Awasi frekuensi, volume, konsistensi
Buang Air Besar (BAB). Rasional: Dapat menentukan jenis diet dan
mengidentifikasi pemecahan masalah untuk meningkatkan intake
nutrisi.
e. Anjurkan bedrest. Rasional: Membantu menghemat energy khusus
saat demam terjadi peningkatan metabolik.
f. Lakukan perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan
pernapasan. Rasional: Mengurangi rasa tidak enak dari sputum atau
obat-obat yang digunakan yang dapat merangsang muntah.

g. Anjurkan makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein


dan karbohidrat. Rasional: Memaksimalkan intake nutrisi dan
menurunkan iritasi gaster.
h. Rujuk ke ahli gizi untuk menentukan komposisi diet. Rasional:
Memberikan bantuan dalarn perencaaan diet dengan nutrisi adekuat
unruk kebutuhan metabolik dan diet.
i. Konsul dengan tim medis untuk jadwal pengobatan 1-2 jam
sebelum/setelah makan. Rasional: Membantu menurunkan insiden
mual dan muntah karena efek samping obat.
j. Awasi pemeriksaan laboratorium. (BUN, protein serum, dan
albumin). Rasional: Nilai rendah menunjukkan malnutrisi dan
perubahan program terapi.
k. Berikan antipiretik tepat. Rasional: Demam meningkatkan
kebutuhan metabolik dan konsurnsi kalori.

5. Kurang pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan.


Tujuan: Menyatakan pemahaman proses penyakit / prognosis dan
kebutuhan pengobatan. Melakukan perubahan perilaku dan pola hidup
untuk memperbaiki kesehatan umurn dan menurunkan resiko pengaktifan
ulang tuberkulosis paru. Mengidentifikasi gejala yang mernerlukan
evaluasi/intervensi. Menerima perawatan kesehatan adekuat. Intervensi:
a. Kaji kemampuan belajar pasien misalnya: tingkat kecemasan,
perhatian, kelelahan, tingkat partisipasi, lingkungan belajar, tingkat
pengetahuan, media, orang dipercaya. Rasional: Kemampuan belajar
berkaitan dengan keadaan emosi dan kesiapan fisik. Keberhasilan
tergantung pada kemarnpuan pasien.
b. Identifikasi tanda-tanda yang dapat dilaporkan pada dokter
misalnya: hemoptisis, nyeri dada, demam, kesulitan bernafas,

kehilangan pendengaran, vertigo. Rasional: Indikasi perkembangan


penyakit atau efek samping obat yang membutuhkan evaluasi
secepatnya.
c. Tekankan pentingnya asupan diet Tinggi Kalori Tinggi Protein
(TKTP) dan intake cairan yang adekuat. Rasional: Mencukupi
kebutuhan

metabolik,

mengurangi

kelelahan,

intake

cairan

membantu mengencerkan dahak.


d. Berikan Informasi yang spesifik dalam bentuk tulisan misalnya:
jadwal minum obat. Rasional: Informasi tertulis dapat membantu
mengingatkan pasien.
e. jelaskan penatalaksanaan obat: dosis, frekuensi, tindakan dan
perlunya terapi dalam jangka waktu lama. Ulangi penyuluhan
tentang interaksi obat Tuberkulosis dengan obat lain. Rasional:
Meningkatkan partisipasi pasien mematuhi aturan terapi dan
mencegah putus obat.
f. jelaskan tentang efek samping obat: mulut kering, konstipasi,
gangguan penglihatan, sakit kepala, peningkatan tekanan darah
Rasional: Mencegah keraguan terhadap pengobatan sehingga mampu
menjalani terapi.
g. Anjurkan pasien untuk tidak minurn alkohol jika sedang terapi
INH. Rasional: Kebiasaan minurn alcohol berkaitan dengan
terjadinya hepatitis
h. Rujuk perneriksaan mata saat mulai dan menjalani terapi
etambutol. Rasional: Efek samping etambutol: menurunkan visus,
kurang mampu melihat warna hijau.
i. Dorong pasien dan keluarga untuk mengungkapkan kecemasan.
Jangan
menyangkal. Rasional: Menurunkan kecemasan. Penyangkalan dapat

memperburuk mekanisme koping.


j. Berikan gambaran tentang pekerjaan yang berisiko terhadap
penyakitnya misalnya: bekerja di pengecoran logam, pertambangan,
pengecatan. Rasional: Debu silikon beresiko keracunan silikon yang
mengganggu fungsi paru/ bronkus.
k. Anjurkan untuk berhenti merokok. Rasional: Merokok tidak
menstimulasi kambuhnya Tuberkulosis; tapi gangguan pernapasan/
bronchitis.
l. Review tentang cara penularan Tuberkulosis dan resiko
kambuh lagi. Rasional: Pengetahuan yang cukup dapat
mengurangi resiko penularan/ kambuh kembali. Komplikasi
Tuberkulosis: formasi abses, empisema, pneumotorak, fibrosis,
efusi pleura, empierna, bronkiektasis, hernoptisis, u1serasi
Gastro, Instestinal (GD, fistula bronkopleural, Tuberkulosis
laring, dan penularan kuman.

4. Evaluasi
a. Keefektifan bersihan jalan napas.
b. Fungsi pernapasan adekuat untuk mernenuhi kebutuhan individu.
c. Perilaku/pola hidup berubah untuk mencegah penyebaran infeksi.
d. Kebutuhan nutrisi adekuat, berat badan meningkat dan tidak terjadi
malnutrisi. e. Pemahaman tentang proses penyakit / prognosis dan program
pengobatan dan perubahan perilaku untuk memperbaiki kesehatan.

DAFTAR PUSTAKA
Basford, Lynn, 2006, Teori dan Praktik
Keperawatan, EGC, Jakarta.

www.inna-ppni.or.id
keperawatan-gun.blogspot.com
one.indoskripsi.com
www.keperawatan.ugm.ac.id
mediakeperawatan.com

Vous aimerez peut-être aussi