Vous êtes sur la page 1sur 44

1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ikan nila (Oreochromis nilotica) memiliki ciri morfologi, yaitu berjari-jari
keras, sirip perut torasik yaitu sirip ventral yang terletak dibawah sirip pektoral,
letak mulut subterminal dan berbentuk meruncing. Selain itu, tanda lainnya yang
dapat dilihat dari ikan nila adalah warna tubuhnya hitam dan agak keputihan.
Bagian bawah tutup insang berwarna putih, sedangkan pada nila lokal, putih
agak kehitaman bahkan ada yang kuning. Sisik ikan nila besar, kasar dan
tersusun rapi. Sepertiga sisik belakang menutupi sisi bagian depan. Tubuhnya
memiliki garis lateris yang terputus antara bagian atas dan bawahnya. Garis
lateralis bagian atas memanjang mulai dari tutup insang hingga belakang sirip
punggung sampai pangkal sirip ekor. Ukuran kepalanya relatf kecil dengan mulut
berada di ujung kepala serta mempunyai mata yang besar (Kottelat et al. 1993).
Ikan nila memiliki kemampuan menyesuaikan diri yang baik dengan
lingkungan sekitarnya. Ikan ini memiliki toleransi yang tinggi terhadap lingkungan
hidupnya, sehingga bisa dipelihara di dataran rendah yang berair payau maupun
dataran yang tinggi dengan suhu yang rendah (Trewavas, 1986).
Pengolahan merupakan salah satu cara untuk memperpanjang masa
simpan serta mutu dari suatu bahan pangan. Menggunakan proses pengolahan
yang baik tentunya akan menghasilkan produk yang baik pula. Namun, dari
sekian banyak jenis pengolahan, perlu diketahui pengolahan yang paling
tepat

untuk

menghasilkan

suatu

produk sehingga

dapat

meminimalisir

tingkat kehilangan atau penurunan kandungan gizi yang dikandung oleh ikan
nila setelah diolah, sehingga nutrisi yang terdapat pada bahan tersebut tetap
dapat dipertahankan (Mustar, 2013).
Diversifikasi atau penganekaragaman pangan merupakan salah satu usaha
dalam meningkatkan konsumsi ikan masyarakat. Diversifikasi ini bertujuan untuk
memenuhi selera konsumen yang beragam dan terus berkembang sehingga
selalu ada alternatif dan penyegaran menu, dengan demikian kejenuhan pasar
dapat teratasi. Selain itu diversifikasi pangan merupakan salah satu upaya untuk
meningkatkan daya serap pasar, atau dengan kata lain meningkatkan

permintaan serta menciptakan alternatif lebih banyak lagi para pengolah hasil
perikanan untuk mengembangkan usahanya (Agustini dan Swastawati, 2003).
1.2 Tujuan
Tujuan dari pelaksanaan Praktek Kerja Magang (PKM) adalah :
1. Mengetahui proses ikan nila (Oreochromis sp.) menjadi produk ikan
krispi, stick ikan dan untir-untir tulang ikan di UMKM Balibu
Kecamatan Godean Kabupaten SlemanYogyakarta.
2. Mengetahui bahan baku dan bahan tambahan yang digunakan pada
pengolahan krispi ikan, stick ikan dan untir-untir tulang ikan di UMKM
Balibu Kecamatan Godean Kabupaten Sleman Yogyakarta.
3. Mengetahui kandungan gizi dari produk krispi ikan, stick ikan dan
untir-untir tulang ikan di UMKM Balibu Kecamatan Godean Kabupaten
Sleman Yogyakarta.
4. Mengetahui alat dan prasarana yang digunakan pada proses
pengolahan krispi ikan, stick ikan dan untir-untir tulang ikan di UMKM
Balibu Kecamatan Godean Kabupaten Sleman Yogyakarta.
1.3 Manfaat
1. Mahasiswa diharapkan mendapatkan pengalaman mengenai dunia
kerja.
2. Mahasiswa

diharapkan

dapat

meningkatkan

kemampuan,

ketrampilan, dan kerjasama dalam tim kerja.


3. Mahasisea diharapkan dapat mengetahui penerapan dari ilmu
pengolahan hasil perikanan dalam dunia kerja.
1.4 Waktu dan Tempat
Kegiatan Praktek Kerja Magang (PKM) ini dilaksanakan pada tanggal 27
Juli 2015 sampai 04 September 2015 di UMKM Balibu Kecamatan Godean
Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta.

2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Ikan Nila
2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi
2

Ikan nila selama ini dikenal dengan nama ilmiah Tilapia nilotica, namun
menurut klasifikasi terbaru pada tahun 1982 nama ilmiah ikan nila adalah
Oreochromis nilotica. Perubahan klasifikasi terbaru tersebut dipelopori oleh
Trewavas pada Tahun 1980 dengan membagi Tilapia menjadi tiga genus
berdasarkan perilaku kepedulian induk ikan terhadap anaknya (Suyanto, 1994).
Menurut Saanin (1984), ikan nila (Oreochromis niloticus) mempunyai
klasifikasi sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Class : Osteichthyes
Sub-class : Actinopterygii
Ordo : Percomorphi
Sub-ordo : Percoidea
Family : Cichlidae
Genus : Oreochromis
Species : Oreochromis niloticus
Ikan nila (O. niloticus) merupakan genus ikan yang dapat hidup dalam
kondisi lingkungan yang memiliki toleransi tinggi terhadap kualitas air yang
rendah, sering kali ditemukan hidup normal pada habitat-habitat yang ikan dari
jenis lain tidak dapat hidup. Bentuk dari ikan nila panjang dan ramping berwarna
kemerahan atau kuning keputih-putihan. Perbandingan antara panjang total dan
tinggi badan 3 : 1. Ikan nila merah memiliki rupa yang mirip dengan ikan mujair,
tetapi ikan ini berpunggung lebih tinggi dan lebih tebal, ciri khas lain adalah garisgaris kearah vertikal disepanjang tubuh yang lebih jelas dibanding badan sirip
ekor dan sirip punggung. Mata kelihatan menonjol dan relatif besar dengan tepi
bagian mata berwarna putih (Sumantadinata, 1999).

Gambar 1. Ikan Nila (Oreochromis nilotica)


Sumber: Sumantadinata (1999)
2.1.2

Kandungan Gizi Ikan Nila


Ikan nila adalah ikan air tawar. Ikan nila memiliki kandungan protein tinggi

dan keunggulan berkembang dengan cepat. Kandungan gizi ikan nila yaitu
protein 16-24%, kandungan lemak berkisar antara 0,2-2,2% dan mempunyai
kandungan karbohidrat, mineral serta vitamin. Ikan nila mempunyai pertahanan
yang tinggi terhadap gangguan dan serangan penyakit. Namun demikian, tidak
berarti tidak ada hama dan penyakit yang akan mempengaruhi kesehatan dan
pertumbuhan ikan nila, terlebih pada fase benih (Mulia, 2006). Komposisi kimia
ikan nila disajikan pada tabel 1.
Tabel 1. Komposisi Kimia Ikan Nila
Komposisi kimia
Jumlah (%)
Air

79,44

Protein

12,52

Karbohidrat

4,21

Lemak

2,57

Abu

1,26

Sumber: Suyanto (1994)


2.2 Ikan Krispi
Salah satu produk olahan yang biasa dikonsumsi masyarakat yaitu ikan
krispi. Ikan krispi atau biasa disebut baby fish chips adalah salah satu bentuk
olahan pangan dari ikan yang dibalut oleh tepung krispi yang banyak dikonsumsi
dan digemari oleh berbagai lapisan masyarakat Indonesia. Hal ini dikarenakan
ikan krispi dapat disajikan secara cepat, mudah, renyah dan bercita-rasa tinggi,
juga dapat disajikan sebagai makanan cemilan di kehidupan sehari-hari (Razi,
2014). Produk ikan krispi dapat dilihat pada gambar 2.

Gambar 2. Ikan Krispi


Sumber: Razi (2014)
2.2.1

Proses Pengolahan

Menurut Razi (2014), proses pengolahan ikan nila krispi dapat dilihat pada
gambar 3.
Bahan Baku

Pencucian

Penyiapan Bumbu

Pencampuran
Bahan Baku Dengan
Bumbu

Penggorengan
Gambar 3. Proses Pengolahan Ikan Krispi
Sumber: Razi (2014)
2.2.1.1 Bahan Baku
Bahan baku yang digunakan ialah ikan nila yang berukuran kecil atau
Ikan balita merupakan masih anak-anak, ukuran ikan balita ini kira-kira sebesar
kelingking yang digoreng kering sehingga bisa dimakan beserta tulangtulangnya. Ikan nila balita ini dipilih karena produk makanan bercita rasa lezat,
renyah dan sehat yang dapat mencukupi kebutuhan akan kalsium pada tulang
(Razi, 2014).

2.2.1.2 Pencucian
Dalam proses pencucian, ikan dicuci didalam bak yang berisi air yang
mengalir. pencucian bertujuan untuk menghilangkan kotoran, sisik, dan lendir
dengan membelah bagian perut sampai dekat anus. Cara pencucian yang baik
adalah menggunakan air dingin bersuhu < 5 0C dan bersih, serta aiir itu mengalir
untuk menghilangkan kotoran yang terikut pada bahan baku (Suseno, 2008).
2.2.1.3 Penyiapan Bumbu
Dalam tahap penyiapan bumbu ini menggunakan bumbu dasar tepung
tapioka, tepung beras, telur, bawang putih yang sudah dihaluskan, garam, dan
santan.

Bumbu-bumbu

dimasukkan

kedalam

wadah

atau

baskom

lalu

ditambahkan air sedikit agar dapat tercampur merata. Setelah itu diaduk
menggunakan sendok hingga rata dan tidak ada yang menggumpal. Karena
penggumpalan akan mempengaruhi kerenyahan dan rasa dari ikan krispi
(Permadi dan Dharmayanti, 2011)
2.2.1.4 Pencampuran Bahan Baku Dengan Bumbu
Proses pencampuran dilakukan dengan cara mengaduk ikan dengan
bumbu-bumbu yang sudah disiapkan. Proses pengadukan ini berperan sangat
penting sekali. Karena proses pengadukan lumatan ikan dengan bumbu
dilakukan dengan tujuan membuat rasa dan kerenyahan produk ikan krispi yang
dihasilkan merata (Asosiasi Pemandu Wirausaha Indonesia, 2015).
2.2.1.5 Penggorengan
Proses penggorengan dilakukan dengan suhu berkisar antara 130C 145C selama kurang lebih 45 menit. Suhu selalu dijaga selama proses
penggorengan, apabila terlalu panas akan mengakibatkan warna produk ikan
krispi yang dihasilkan kurang menarik. Ikan krispi yang telah matang ditandai
dengan warna kerupuk yang kuning keemasan dan tekstur mengeras tanpa
kembali mengempes (Asosiasi Pemandu Wirausaha Indonesia, 2015).
2.2.2

Bahan Pengolahan Ikan Krispi


Bahan yang digunakan dalam proses pembuatan krispi ikan merupakan

menggunakan ikan yang tentunya sebagai bahan baku dan ditambahkan bahan
tambahan yang sebagai bumbu atau penyedap yaitu meliputi, tepung tapioka (1
kg), tepung beras (1kg), telur (1 butir), bawang putih (50 gram), garam (40 gram),
merica (20 gram), minyak goreng dan lada (20 gram) (Koswara, 2009).
2.3 Stick Ikan

Stick merupakan salah satu makanan ringan atau jenis kue kering dengan
bahan dasar tepung terigu, tepung tapioka atau tepung sagu, lemak, telur serta
air, yang berbentuk pipih panjang dan cara penyelesaiannya dengan cara
digoreng, mempunyai rasa gurih serta bertekstur renyah sehingga banyak
disukai masyarakat. Adonan stick tergolong dalam adonan goreng jenis padat.
Stick dapat dihidangkan setiap saat baik sebagai makanan selingan, makanan
camilan, sebagai teman minum teh dan dapat juga sebagai buah tangan saat
mengunjungi saudara. Stick merupakan kata serapan dari bahasa Inggris yang
artinya tongkat atau sesuatu yang berbentuk seperti batang (Salim, 2011).
Produk stick ikan dapat dilihat pada gambar 4.

Gambar 4. Stick Ikan Nila


Sumber: Sukarwanto (2006)
2.3.1

Proses Pengolahan
Proses pembuatan stick ikan. Pertama-tama bahan baku ikan disiapkan,

sebelum itu ikan sudah dibersihkan sisik, insang dan isi perut ikan tersebut serta
dicuci sampai bersih. Selanjutnya ikan dimasukkan dalam panci untuk dikukus,
pada saat pengukusan air ditunggu sampai mendidih baru ikan dimasukkan
dalam panci. Setelah ditunggu kira-kira selama 30 menit ikan diangkat dan
ditaruh dalam wadah, lalu Ikan diambil dagingnya dan tulang serta kepala ikan
dibuang. Setelah itu, ikan di campur dengan bumbu, bumbu yang digunakan
pada pengolahan stick ikan ini yaitu tepung tapioka, tepung beras, telur, bawang
putih, garam dan merica. Setelah dicampur dengan bumbu adonan tersebut
diuleni hingga merata. Adonan yang telah diuleni di buat lembaran kira-kira
setebal 0,5 cm dan lebarnya 10cm. Selanjutnya adonan dicetak memanjang
setinggi 10 cm dan lebarnya 0,5 cm. Selanjutnya ikan digoreng dan dikemas.
Proses pengolahan stick ikan disajikan pada gambar 5.
Ikan

Pengukusan

Pengambilan daging

Pencampuran Bumbu

Telur
Bawang putih
Garam

Pengulenan

Pembuatan lembaran

Pencetakan

Penggorengan

Stick Ikan
Gambar 5. Proses Pengolahan Stick Ikan
Sumber: Sukarwanto (2006)
2.3.1.1 Pengukusan
Ikan setelah dicuci selanjutnya dikukus atau direbus untuk mematangkan
bahan. Secara umum pengukusan ini bertujuan untuk membuat tekstur daging
ikan menjadi empuk. Kondisi tekstur daging ikan yang empuk dapat
memudahkan pemfilletan dan pencampuran dengan bumbu merata. Pengukusan
yang dilakukan selama 1-2 jam dengan suhu 120 0-1350C. Karena jika terlalu
lama dan suhu terlalu tinggi akan menyebabkan penurunan tekstur menjadi
lembek (Fachruddin, 1997).
2.3.1.2 Pengambilan Daging
Pengambilan daging ikan biasa disebut dengan penyiangan. Penyiangan
dilakukan untuk membuang bagian-bagian bahan yang tidak dapat digunakan
dalam pembuatan sick ikan. Ikan disiangi dengan membuang bagian kepala,

sirip, insang, sisik dan isi perutnya. Setelah ikan disiangi, daging ikan tersebut
dicuci dwngan air mengalir sampai bersih (Fachruddin, 1997)
2.3.1.3 Pencampuran Bumbu
Menurut Rukmana (2000), setelah pengambilan daging ikan dan dicuci
sampai

bersih.

Daging

ikan

dicampur

dengan

bumbu-bumbu.

Tujuan

pencampuran untuk memberikan keseimbangan pada flavor makanan sehingga


tercapai kepuasan konsumen secara maksimum. Selain itu bumbu untuk
memberikan rasa dan bau lebih sedap disamping juga untuk memperpanjang
masa penyimpanannya.
2.3.1.4 Pengulenan
Proses selanjutnya menguleni adonan ikan tersebut dengan bumbunya.
Tujuan menguleni adalah untuk memperkuat protein gluten dalam adonan agar
terbentuk tekstur yang bagus dan enak. Karena itu, pastikan menguleni adonan
sampai kalis sebelum diproses. Ciri-ciri adonan yang sudah kalis yaitu, adonan
menjadi elastis seperti karet saat di tarik, apabila adonan ditekan tidak kembali
ke bentuk asalnya, apabila adonan dibentuk lembaran tipis dan direntangan tidak
mudah sobek dan apabila adonan tidak lengket di tangan adalah cara termudah
melihat apakah adonan yang dibuat telah menjadi kalis atau tidak (Vemale,
2014).
2.3.1.5 Pembuatan Lembaran
Pembuatan adonan menjadi lembaran disebut juga dengan pemipihan.
Pemipihan dilewatkan pada roll press yang berputar berlawanan arah sehingga
adonan berbentuk lembaran. Proses pemipihan ini berlangsung sebanyak 3 kali
agar mendaapatkan hasil akhir yang lebih tipis dari pemipihan yang pertama dan
kedua. Selama proses pemipihan, adonan juga diberi angin yang berasal dari
blower yang bertujuan supaya adonan tidak lengket pada alat pemipihannya dan
saat masuk pada proses pencetakan (Hadiwiyoto, 1993).
2.3.1.6 Pencetakan Adonan
Setelah pemipihan adonan, proses selanjutnya adonan tersebut dicetak
dengan mesin pencetak secara vertikal dengan alat pencetak sekaligus
pemotongan secara vertikal. Sehingga adonan yang tidak tercetak akan kembali
ke bagian awal mesin penipis. Sisa adonan tadi, akan proses pemipihan untuk
dicetak kembali. Selama 1 menit mesin pencetak vertikal mampu mencetak 115
buah stick (Fellous, 1990).
2.3.1.7 Penggorengan

Penggorengan

merupakan

salah

satu

metode

pengeringan

untuk

menghilangkan sebagian air dengan menggunakan energi panas dari minyak.


Dengan menguapnya air ini, terjadi penetrasi minyak kedalam bahan yang
digoreng. Api yang digunakan tidak boleh terlalu besar agar bahan tidak gosong.
Selama digoreng, bahan diaduk-aduk agar matang merata. Penggorengan
dilakukan hingga warna cokelat kekuning-kuningan. Penggorengan memberikan
aroma dan rasa yang lebih baik (Fachruddin, 1997).
2.3.2

Bahan Pengolahan Stick Ikan


Bahan-bahan yang akan digunakan untuk pembuatan stick ikan meliputi

bahan

baku

dan

bahan

tambahan

atau

bumbu.

Bahan

baku

utama

menggunakan tentunya ikan, sedangkan bahan tambahan atau bumbunya


adalah 300 gram tepung terigu, 1 sdm tepung tapioka, 150 gram margarine, 2
butir telur, sdt garam dan minyak goreng (Rita, 2014).
2.4 Untir-untir Tulang Ikan
Pengolahan sumberdaya perikanan, pada umumnya ikan hampir selalu
dihasilkan limbah berupa padatan (tulang, kepala) dan cairan yang secara
langsung maupun tidak akan memberikan dampak kurang baik terhadap
lingkungan karena menimbulkan pencemaran. Limbah padat yang berasal dari
usaha industri perikanan maupun pengolahan rumah tangga cukup besar, salah
satunya adalah tulang ikan (Kaya, 2008)
Tulang ikan biasanya dibuang atau dikubur dalam tanah, padahal tulang
ikan mengandung mineral yang tinggi. Mineral tersebut merupakan salah satu
zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh manusia. Tulang ikan berpotensi untuk
meningkatkan nutrisi produk pangan (Muchtadi dan Sugiono, 1989). Produk
untir-untir tulang ikan dapat dilihat pada gambar 6.

Gambar 6. Untir-untir Tulang Ikan


Sumber: Rita (2014)
2.4.1

Proses Pengolahan
10

Untir-untir atau disebut juga dengan kue tambang ini merupakan kue kering
yang digunakan untuk cemilan. Menurut Rita (2014), proses pembuatan untiruntir yaitu pada gambar7.

Ikan Utuh

Pemfilletan dan Pemisahan


Tulang Dengan Daging

Pencucian

Penggilingan 1

Pencampuran Dengan Bumbu

Tepung terigu
Gula
Garam
Mentega
Telur

Penggilingan 2
Diaduk
Pemotongan

Pemilinan
Gambar 7. Proses Pengolahan Untir-untir Tulang Ikan
Sumber: Rita
(2014)
Penggorengan
2.4.1.1
Pemfilletan dan
Pemisahan Tulang
Dengan

Untir untir Tulang Ikan

Daging

Ikan yang telah disiangi dan dicuci kemudian di fillet yaitu mengambil dan
memisahkan antara daging, kulit dan tulang ikan. Pemfilletan ini dilakukan
dengan cara ikan diletakkan di atas talenan, kemudian disayat memanjang
dengan pisau pada ekor hingga ke arah kepala. Selama proses, bahan baku
ditangani secara hati-hati, cepat, cermat dan memperhatikan kebersihannya
serta tetap mempertahankan suhu ikan maksimal 5C. Agar tulang ikan yang
dihasilkan baik, maka daging ikan yang masih menempel di tulang diambil

11

(dikerok) menggunakan sendok. Proses ini dapat dilakukan menggunakan mesin


maupun secara manual. Daging hasil filletan tadi dipisahkan tidak dibuang,
melainkan dapat dijadikan produk yang lainnya (Asosiasi Pemandu Wirausaha
Indonesia, 2015).
2.4.1.2 Pencucian
Proses selanjutnya ialah pencucian pada bahan baku tulang yang akan
digunakan. Pada pencucian ini dilakukan menggunakan wadah atau baskom
dengan menggunakan air bersih dan diberi sedikit es curah didalam wadah atau
baskom tersebut. Tujuan dari pencucian ini adalah membersihkan tulang dari
sisa daging yang masih menempel pada tulang ikan dan kotoran-kotoran yang
menempel yang akan mempengaruhi tekstur dan rasa dari untir-untir tulang ikan
nantinya (Suseno, 2008).
2.4.1.3 Penggilingan 1
Tulang ikan dihancurkan dengan menggunakan alat penghancur. Proses
dilakukan dengan tetap mempertahankan suhu 0C- 5C. Penggilingan tulang
ikan ini dilakukan dengan menggunakan mesin penggiling yang umummya
disebut alat penghancur (blender) selama kurang lebih 5 menit hingga tulang
ikan hancur dan halus. Penggilingan yang kurang lama akan menyebabkan
tekstur tulang ikan yang menjadi tepung kurang halus sehingga produk yang
dihasilkan tidak dapat dibentuk atau dicetak dengan sempurna (Asosiasi
Pemandu Wirausaha, 2015)
2.4.1.4 Pencampuran Dengan Bumbu
Proses selanjutnya pembuatan adonan dilakukan dengan mencampurkan
antara tepung tulang ikan yang sudah halus dengan bumbu-bumbu dan bahanbahan lain. Menurut Pii (2014), Adonan dibuat secara manual dengan
menggunakan tangan dengan harapan adonan yang dibuat benar-benar merata.
Apabila komposisi dari bahan pembuat untir-untir ikan ini tidak benar maka akan
terlihat sekali dari hasil adonan yang dibuat. Apabila terlalu banyak tepung terigu
akan mengakibatkan adonan keras dan rasanyapun kurang sempurna,
sedangkan bila terlalu banyak tulang ikan akan terlalu lunak. Oleh karena itu
sangat diperlukan penambahan tepung dengan komposisi yang tepat.
2.4.1.5 Penggilingan 2
Selanjutnya dilakukan proses penggilingan, dalam penggilingan ini
dilakukan menggunakan alat penghancur yaitu

food processor supaya

pencampuran merata. Tujuan dari penggilingan ini adalah agar tepung dari

12

tulang ikan dengan bumbu akan lebih tercampur secara merata dan
menghasilkan adonan yang kalis. Selain itu, menghasilkan tekstur, rasa yang
sempurna dan memudahkan proses selanjutnya (Purnomo, 1990).
2.4.1.6 Pemotongan
Sebelum dilakukan pemotongan adonan memasuki proses penggilasan
terlebih dahulu. Proses penggilasan ialah proses pembentukan atau pencetakan
adonan yang dilakukan secara manual yaitu dengan menggunakan tangan.
Adonan dibentuk menjadi silinder memanjang, ukuran adonan yang dibentuk
kira-kira berdiameter kurang lebih 1 cm. Setelah adonan yang telah terbentuk,
maka dilakukan proses pemotongan. Pemotongan adonan dilakukan dengan
menggunakan lempeng besi. Panjang potongan adonan adalah 10 cm (Rumenta
dan Yuliati, 2011)
2.4.1.7 Pemilinan
Adoanan yang telah di dipotong-potong dengan panjang 10 cm tersebut.
Selanjutnya adonan dilakukan pembentukan dengan cara dipilin melingkar
sehingga bentuknya menyerupai tali tambang dan adonan dipotong kembali
kurang lebih panjangnya 3-4 cm. Setelah adonan dipilin sampai adonan habis,
selama proses ini sebaiknya adonan yang telah dipilin di masukan langsung
kedalam minyak goreng yang masih dingin (Mustofa, 2013).
2.4.1.8 Penggorengan
Selanjutnya adonan memasuki tahap penggorengan. Menurut Mustofa
(2013), Adonan yang telah siap dalam penggorengan di goreng menggunakan
minyak yang banyak, dengan diawali minyak harus dalam kondisi dingin
kemudian di goreng hingga berwarna kuning keemasan. Setelah berwarna
kuning keemasan angkat dan tiriskan. Menggoreng adonan tidak diperbolehkan
langsung menggunakan minyak panas karena adonan dapat meletus dan
mengakibatkan teksturnya tidak halus.
2.4.2

Bahan Pengolahan Untir-untir Tulang Ikan


Bahan-bahan untuk pengolahan kue kering untir-untir ialah tulang ikan

sebagai bahan baku utama. Sedangkan bumbu-bumbu atau bahan tambahannya


yaitu, 200 gram tepung terigu, 80 gram gula, 75 gram margarine, 2 butir telur,
garam secukupnya dan minyak goreng (Rita, 2014).
2.5 Bahan Tambahan
2.5.1 Tepung Tapioka
Menurut

Astawan

(2009), Tepung tapioka sering digunakan dalam

kehidupan sehari-hari pada masyarakat Indonesia. Penggunaan tepung tapioka


13

sebagai bahan produk atau bahan tambahan pada pembuatan makanan seperti
roti, kue, kerupuk dan lain sebagainya. Kegunaan tepung tapioka yang lainnya
sebagai bahan pengental dan bahan pengisi, seperti dalam pembuatan puding,
sup, makanan bayi, pengolahan sosis daging, industri farmasi, dan lain
sebagainya.
Cara pembuatan tepung tapioka secara tradisional meliputi pengupasan
dan pencucian, penggilingan, pengeringan dan pengayakan. Pengolahan tepung
tapioka yang berasal dari ubi kayu dengan cara tradisional lebih praktis dan
hemat biaya untuk penyajiannya (Amin, 2006). Komposisi kimia tepung tapioka
dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Komposisi Kimia Tepung Tapioka
Komposisi
Serat (%)

2.5.2

Jumlah
0,5

Air (%)

15

Karbohidrat (%)

85

Protein (%)

0,5-0,7

Lemak (%)

0,2

Energi (kalori/100gram)
Sumber: Rahman (2007)

307

Tepung Beras
Tepung beras memiliki bentuk tekstur yang lembut, tetapi tidak lengket

saat dimasak. Tepung beras mengandung pati beras yang memberikan tampilan
tidak bening setelah proses pemasakan. Contoh produk yang menggunakan
tepung beras sebagai bahan utama adalah bubur sum-sum, es cendol, palu
butung dan kue pisang (Imanningsih, 2012).
Kandungan gizi beras merah per 100 gram, terdiri atas protein 7,5 g, lemak
0,9 g, karbohidrat 77,6 g, kalsium 16 mg, fosfor 163 mg, zat besi 0,3 g, vitamin
B1 0,21 mg dan antosianin. Pembuatan tepung beras ini selain memiliki nilai gizi
yang tidak kalah dengan tepung tapioka, tepung terigu dan tepung lainnya.
Pembuatan Tepung beras juga menunjang program diversifikasi konsumsi
pangan yang berbahan baku beras (Indriyani et, al., 2013). Syarat tepung beras
dapat dilihat pada tabel 3.
No

Tabel 3. Syarat Tepung Beras


Kriteria Uji
Satuan

Persyaratan

14

1
1.1
1.2
1.3
2
3

Keadaan
Bentuk
Bau
Warna
Benda asing
Serangan dalam semua
bentuk stadia
dan potongan-potongannya
yang tampak
Jenis pati lain selain pati beras
Kehalusan, lolos ayakam 80
mesh (b/b)
Kadar air (b/b)
Kadar abu (b/b)
Belerang dioksida
Silikat (b/b)
Ph
Cemaran logam
Kadmium (Cd)
Timbal (Pb)
Merkuri (Hg)
Cemaran arsen (As)
Cemaran mikroba
Angka lempeng total
Escherichia coli
Bacillus cereus
Kapang

4
5
6
7
8
9
10
11
11.1
11.2
11.3
12
13
13.
1
13.
2
13.
3
14

Serbuk halus
Normal
Putih, khas tepung beras
Tidak boleh ada
Tidak boleh ada

Tidak boleh ada


Min. 90

%
%
%
-

Maks. 13
Maks. 1,0
Tidak boleh ada
Maks. 0,1
5-7

Mg/kg
Mg/kg
Mg/kg
Mg/kg

Maks. 0,4
Maks. 0,3
Maks. 0,05
Maks. 0,5

Koloni/g
APM/g
Koloni/g
Koloni/g

Maks. 1x108
Maks. 10
Maks. 1x104
Maks. 1x104

Sumber: SNI 3549-2009


2.5.3

Tepung Terigu
Tepung terigu yang mempunyai kadar protein tinggi akan memerlukan air

lebih banyak agar gluten yang terbentuk dapat menyimpan gas sebanyakbanyaknya.
protein

Umumnya,

tinggi

untuk

dalam pembuatan
mendapatkan

roti

volume

digunakan
yang

tepung

terigu

besar, tetapi

ada

kemungkinan roti menjadi keras. Oleh karena itu, dalam pembuatan roti
perlu penambahan bahan-bahan lain yang berfungsi untuk mengempukkan
roti

seperti

gula,

margarin atau

mentega,

dan

kuning

telur

dengan

komposisi tertentu (Mudjajanto dan Yuliati, 2004).


Menurut Astawan (2004), keistimewaan tepung terigu diantara serealia
lain adalah adanya gluten yang merupakan protein yang menggumpal,
elastis serta mengembang bila dicampur dengan air. Gluten digunakan sebagai
bahan tambahan untuk

mempertinggi

kandungan

protein

dalam

roti.
15

Biasanya mutu terigu yang dikehendaki adalah terigu yang memiliki kadar air
14%, kadar protein 8-12%, kadar abu 0,25-0,60% dan gluten basah 24-36%.
Kandungan gizi tepung terigu dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4. Kandungan Zat Gizi Tepung Terigu
Zat gizi
Kalori (kal)

Kandungan
362

Protein (gram)

8,9

Lemak (gram)

1,3

Karbohidrat (gram)

72,3

Kalsium (mg)

16,0

Phospor (mg)

106,0

Besi (mg)

1,2

Vitamin A (mg)

Vitamin B (mg)

0,12

Vitamin C (mg)
0
Sumber: Astawan (2004)
2.5.4

Bawang Putih
Bawang putih (Allium sativum) merupakan tanaman rempah yang

mempunyai nilai ekonomi tinggi karena bawang putih memiliki beragam


kegunaan. Tidak hanya dibuat dalam masakan atau bahan tambahan pangan,
bawang putih juga memegang peranan sebagai tanaman apotik hidup. Manfaat
utama bawang putih adalah sebagai bumbu penyedap masakan yang membuat
masakan menjadi beraroma dan mengundang selera. Meskipun kebutuhan untuk
bumbu masakan hanya sedikit, namun tanpa adanya bawang putih ini masakan
akan terasa hambar (Tim Penulis Swadaya, 1999).
Menurut Amiruddin (2009), zat yang diduga berperan memberi aroma
bawang

putih

yang

khas

adalah alisin karena alisin mengandung sulfur

dengan struktur tidak jenuh dan dalam beberapa saat terurai menjadi senyawa
dialil-disulfida. Di dalam tubuh, alisin dapat merusak protein bakteri, sehingga
bakteri penyebab penyakit tersebut mati. Alisin merupakan zat aktif yang
mempunyai daya antibiotika cukup ampuh. Kadar gizi bawang putih dapat dilihat
pada tabel 5.
Tabel 5. Kadar Zat Gizi Bawang Putih
Kandungan

Nilai Gizi

16

Protein (g)

4,50

Lemak (g)

0,20

Hidrang arang (g)

23,10

Kalsium (mg)

42,00

Fosfor (mg)

134,00

Besi (mg)

1,00

Vitamin B1 (mg)

0,22

Vitamin C (mg)

15,00

Air (g)

71,00

Kalori (kal)
95,00
Sumber: Wibowo (1999)
2.5.5

Lada
Kegunaan lada adalah sebagai bumbu masakan, bahan obat-abatan dan

bahan minyak lada. Sebagai bahan pengawet daging misalnya pada daging yang
dibuat dendeng. Lada dapat menghasilkan minyak lada. Minyak lada ini
dihasilkan dari penyulingan. Minyak

lada mempunyai bau yang sedap yang

dapat digunakan sebagai wangi - wangian (Hapsoh dan Husanah, 2011).


Lada tidak hanya berfungsi sebagai sumber rasa pedas, namun juga
sebagai penyedap rasa dan aroma. Lada mengandung beberapa zat kimia
seperti alkaloid, eteris, dan resin. Alkaloid tidak berdampak negatif terhadap
kesehatan bila dikonsumsi dalam jumlah yang tidak berlebihan. Eteris adalah
sejenis minyak yang dapat memberikan aroma sedap dan rasa enak pada
masakan. Resin adalah zat yang dapat memberikan aroma harum dan khas bila
dipakai sebagai bumbu ataupun parfum (Sarpian, 2003). Komposisi kimia yang
terkandung dalam lada dapat dilihat pada tabel 6.
Tabel 6. Komposisi Kimia Pada Lada
Komponen
Energi

Komposisi
359 kal

Air

13 g

Protein

11.5 g

Lemak

6.8 g

Karbon

64.4 g

Komponen
Kalsium (Ca)

Komposisi
460 mg

Fosfor (P)

200 mg

padat atau semi padat yang

Besi (Fe)

16.8 mg

dibuat dari lemak nabati dan

Vitamin B

0.20 mg

Sumber:
Sediaoetama (1987)
2.5.6

Margarine
Menurut SNI (1994),

margarin

adalah

produk

makanan berbentuk emulsi

17

air, dengan atau tanpa penambahan bahan lain yang diizinkan. Margarin
merupakan emulsi dengan tipe emulsi air dalam minyak, yaitu fase air berada
dalam fase minyak atau lemak. Ditambahkan oleh Wahyuni dan Astawan (1998),
margarin

dimaksudkan

sebagai

pengganti

mentega

dengan

rupa,

bau

konsistensi rasa dan nilai gizi yang hampir sama dengan mentega. Margarin
mengandung 80 % lemak, 16 % air dan beberapa zat lain.
Margarin adalah mentega buatan. Bisa dibuat dari minyak nabati, atau
minyak hewani. Margarin mengandung lemak lebih sedikit dari pada mentega,
sehingga margarin digunakan sebagai pengganti mentega. Fungsi margarin
adalah untuk menjaga kue agar tahan lama, menambah nilai gizi, memberi
aroma pada kue dan membuat kue terasa empuk serta menimbulkan rasa enak
(Tobing, 2010). Komposisi kimia dari margarine dapat dilihat pada tabel 7.
Tabel 7. Komposisi Kimia Margarine
Komposisi
Lemak
Vitamin
-katoren
TBHQ
Skim milk
Garam dapur (NaCl)
Natrium benzoat (Na2CO3)
Air
Lecithin
Sumber: (Tobing, 2010)
2.5.7

80
0.0005
0.0005
0.015
0.01
4 maks
0.09
16.2
0.1 0.5

Nilai (%)
60
0.0005
0.0005
0.015
0.01
4 maks
37.36
0.1 0.5

40
0.0005
0.0005
0.015
0.01
4 maks
54.86
0.1 0.5

Telur
Telur adalah salah satu bahan makanan hewani yang dikonsumsi.

Umumnya telur yang dikonsumsi berasal dari unggas. Sebagian besar produk
telur ayam ditujukan untuk dikonsumsi orang tidak disterilkan. Telur yang
disterilkan dapat pula dipesan dan dimakan sebagaimana telur-telur yang tidak
disterilkan, dengan sedikit perbedaan kandungan nutrisi. Telur yang disterilkan
tidak akan mengandung embrio yang telah berkembang. (Haryoto, 1996).
Telur dalam pengertian sehari-hari mempunyai dua kriteria yaitu sebagai
bahan biologi dan sebagai bahan pangan. Sebagai bahan biologi, telur
merupakan sumber nutrisi kompleks yang lengkap bagi pertumbuhan sel yang
dibuahi. Sedangkan sebagai bahan pangan, telur merupakan salah satu sumber
protein hewani kedua yang mudah dijangkau setelah ikan (Varcania,2008).
Komposisi gizi telur ayam dalam 100 gram bahan dapat dilihat pada Tabel 8.

18

Tabel 8. Komposisi Gizi Telur Ayam


Komposisi Gizi
Kalori (kal)

Telur Ayam
Kuning Telur
361,0

Putih telur
50,0

Air (g)

49,4

87,8

Protein (g)

16,3

10,8

Lemak (g)

31,9

0,0

Karbohidrat (g)

0,7

0,8

Kalsium (mg)

147,0

6,0

Fosfor (mg)

586,0

17,0

Vitamin A (SI)
2000,0
Sumber: (Varcania,2008)
2.5.8

0,0

Gula
Gula merupakan salah satu bahan pemanis yang sangat penting karena

hampir setiap produk mempergunakan gula. Gula pasir diperoleh dari batang
tebu, warnanya putih dan butiran kasar. Gula terdiri dari 99,9% gula murni yang
berguna untuk menghasilkan salah satu bahan utama dalam pembuatan roti
karena dapat memenuhi beberapa fungsi yaitu sebagai bahan penambah rasa,
memberi warna dan bahan pengawetan makanan (Hamidah, 1996).
Menurut Buckle et al., (1987), gula biasa mempunyai tingkat kemurnian
yang tinggi terdapat dalam ukuran kristal normal, untuk gula ukuran menengah
(gula kastor atau gula halus yang lembut) biasanya mengandung seperti pati,
yang ditambahkan untuk mencegah terjadinya pengerasan. Gula banyak
digunakan dalam pengawetan produk makanan. Daya larut yang tinggi dari gula
merupakan salah satu sifat gula maka pengawetan bahan pangan. Syarat mutu
gula menurut Standar Nasional Indonesia dapat dilihat pada tabel 9.
Tabel 9. Syarat Mutu Gula
No.

Kriteria Uji

1.

Keadaan :
1.1. Bau
1.2. Rasa

2.

Warna (nilai remisi yang


direduksi)

Satuan

Persyaratan
GKP (SHS)

GKM (HS)

Normal

Normal

Normal

Normal

%, b/b

Min. 53

Min. 53

19

3.

Besar jenis butir

Mm

0,8 - 1,2

0,8 - 1,2

4.

Air

% b/b

Maks. 0,1

Maks. 0,1

5.

Sakarosa

%, b/b

Min. 99,3

Min. 99,0

6.

Gula pereduksi

%, b/b

Mmaks. 0,1

Maks. 0,2

7.

Abu

%, b/b

Maks. 0,1

Maks. 0,2

8.

Bahan asing tidak larut

Derajat

Maks. 5

9.

Bahan tambahan makanan:

mg/kg

Maks. 20

Maks. 70

Belerang dioksida (SO2)


10.

11.

Cemaran logam :
10.1. Timbal (Pb)

mg/kg

Maks. 2,0

Maks. 2,0

10.2. Tembaga (Cu)

mg/kg

Maks. 2,0

Maks. 2,0

10.3. Raksa (Hg)

mg/kg

Maks. 0,03

Maks. 0,03

10.4. Seng (Zn)

mg/kg

Maks. 40,0

Maks. 40,0

10.5. Timah (Sn)

mg/kg

Maks. 40,0

Maks. 40,0

Maks. 1,0

Maks. 1,1

Arsen (As)

mg/kg

Sumber: Buckle et al., (1987)

2.5.9

Garam
Menurut Suprapti (2000), garam merupakan bumbu utama dalam makanan

yang menyehatkan. Tujuan penambahan garam adalah untuk menguatkan rasa


bumbu yang sudah ada sebelumnya. Bentuk garam berupa butiran kecil seperti
tepung berukuran 80 mesh (178), berwarna putih, dan rasanya asin. Jumlah
penambahan garam tidak boleh terlalu berlebihan karena akan menutupi rasa
bumbu yang lain dalam makanan. Jumlah penambahan garam dalam resep
masakan biasanya berkisar antara 15%-25%. Pengukuran tepat atau tidaknya
garam disesuaikan dengan selera konsumen.
Garam merupakan NaCl atau natrium klorida yang diperoleh dengan cara
penguapan air laut maupun cara lain, dan aman digunakan sebagai bahan
makanan. Selain itu, garam juga berfungsi untuk meningkatkan daya simpan,
karena dapat menghambat pertumbuhan organisme pembusuk. Penambahan

20

garam pada produk kering sebaiknya tidak kurang dari 2%, karena konsentrasi
garam yang kurang dari 1,8% akan menyebabkan rendahnya protein yang
terlarut (Usmiati dan Priyanti, 2008). Komposisi gizi garam konsumsi beryodium
dapat dilihat pada tabel 10.
Tabel 10. Komposisi Garam Konsumsi Beryodium
Senyawa
Natrium klorida
Air
Iodium sebagai KI
Logam timbal (Pb)
Logam tembaga (Cu)
Logam air raksa (Hg)
Logam arsen
Ca
Mg
Fe

Kadar
Min 94,7 %
Maks 5 %
Min 30 mg/Kg
Maks 10,0 mg/Kg
Maks 10,0 mg/Kg
Maks 0,1 mg/Kg
Maks 0,5 mg/Kg
Maks 2,0 mg/Kg
Maks 2,0 mg/Kg
Maks 2,0 mg/Kg

Sumber: SNI 01-3556-2000


2.5.10 Minyak Goreng
Menurut Winarno (2004), dalam pengolahan bahan pangan minyak dan
lemak berfungsi sebagai media penghantar panas, seperti minyak goreng.
Disamping itu, untuk menambah kalori serta memperbaiki tekstur dan cita rasa
bahan pangan. Untuk penggorengan yang menggunakan minyak goreng
menurut Ketaren (2008), menggoreng biasa merupakan proses penggorengan
dengan bahan pangan yang digoreng terendam dalam minyak dan suhu minyak
dapat mencapai 20002050C. Sistem menggoreng dalam minyak umumnya
digunakan oleh masakan masyarakat Indonesia.
Menurut Ketaren (2005), sifat minyak goreng terbagi menjadi 2, yaitu sifat
fisik dan sifat kimia sebagai berikut :
a. Sifat Fisik
Sifat fisik pada minyak diawali dengan warnanya. Pada warna minyak
goreng terdiri dari 2 golongan. golongan pertama yaitu zat warna alamiah. Zat
warna alamiah adalah warna secara alamiah terdapat dalam bahan yang
mengandung minyak dan ikut terekstrak bersama minyak pada proses ekstraksi.
Golongan kedua yaitu zat warna dari hasil degradasi zat warna alamiah. Zat
warna dari hasil degradasi zat warna alamiah adalah warna gelap yang

21

disebabkan oleh proses oksidasi terhadap vitamin E. Kedua, berdasarkan


kelarutannya, minyak tidak larut dalam air kecuali minyak jarak dan minyak
sedikit larut dalam alkohol, etil eter, karbon disulfida dan pelarut-pelarut halogen.
Berdasarkan titik cairnya, minyak tidak mencair dengan tepat pada suatu
temperatur tertentu. Berdasarkan titik didihnya (boiling point), titik didih minyak
akan semakin meningkat dengan bertambah panjangnya rantai karbon asam
lemak tersebut. Berdasarka titik lelehnya, maksudnya dimana temperatur pada
saat terjadi tetesan pertama dari minyak atau lemak. Titik asap, titik nyala dan
titik api, dapat terjadi pada saat minyak dipanaskan. Hal ini merupakan kriteria
mutu yang penting dalam hubungannya dengan minyak yang akan digunakan
untuk menggoreng.
b. Sifat Kimia
Sifat kimia dari minyak diketahui dalam

beberapa hal.

Pertama

berdasarkan hidrolisanya, pada reaksi hidrolisa minyak akan diubah menjadi


asam lemak bebas dan gliserol. Reaksi hidrolisa ini dapat menyebabkan
kerusakan minyak. Hal ini terjadi karena adanya sejumlah air dalam minyak
tersebut. Kedua oksidasi, proses oksidasi terjadi karena adanya kontak antara
sejumlah oksigen dengan minyak. Akibat reaksi oksidasi akan menimbulkan bau
tengik pada minyak dan lemak. Ketiga hidrogenasi, tujuan proses hidrogenasi
untuk menumbuhkan ikatan rangkap dari rantai karbon asam lemak pada
minyak. Keempat esterifikasi, tujuan proses esterifikasi untuk mengubah asamasam lemak dari trigliserida dalam bentuk ester. Menurut Departemen
Perindustrian (SNI 01-3741-1995), Syarat mutu minyak goreng yang baik dapat
dilihat pada tabel 11.
Tabel 11. Syarat Mutu Minyak Goreng
Kriteria Uji
Keadaan bau, warna dan

Satuan
-

Syarat
Normal

rasa

Maks 0,30

Air

Maks 0,30

Asam lemak bebas (dihitung

Sesuai SNI.2002- dan

Sesuai SNI.2002- dan

sebagai asam laurat)

Pemkes No.

Pemkes No.

Bahan makanan tambahan

722/Menkes/Per/IX/88

722/Menkes/Per/IX/8

Cemaran logam :
-

Besi (Fe)
Tembaga (Cu)
Raksa (Hg)
Timbal (Pb)

8
Mg/kg
Mg/kg

Maks 1,5

Mg/kg

Maks 0,1
22

Timah (Sn)
Seng (Zn)
Arsen (As)

Mg/kg

Maks 0,1

Mg/kg

Maks 40,0

Mg/kg

Maks 0,005

Maks 40,0/250,0

% mg 02/gr

Maks 0,1

Angka Peroksida

Maks 1
Sumber: SNI 01-3741-1995
2.5.11 Air
Air terdiri dari molekul-molekul H2O yang terikat satu sama lain dengan
ikatan hidrogen yang bersifat polar. Sifat ini mampu melemahkan ikatan hidrogen
bahan lain sehingga mempercepat proses pencampuran dan pembentukan
adonan. Daya larut bahan yang melibatkan ikatan hidrogen meningkat dengan
meningkatnya suhu misalnya kelarutan gula (Winarno,2002).
Air merupakan zat yang sangat dibutuhkan oleh semua makhluk hidup
yakni manusia, hewan serta tumbuh tumbuhan. Penyediaan air merupakan
salah satu kebutuhan utama bagi manusia untuk kelangsungan hidupnya. Air
yang bersih mutlak diperlukan, karena air merupakan salah satu media dari
berbagai

macam

penularan

penyakit,

terutama

penyakitpenyakit

pada

pencernaan (Setiaty, 1995).

2.6 Analisa Proksimat


Salah satu penentuan kualitas bahan makanan dan kaitannya dengan
kebutuhan oby ektif teknologi pengolahan mau pun nilai gizi dapat dilakukan
melalui analisis kadar makronutrien dan mikronutrien. Analisis makronutrien
dapat dilakukan dengan analisis proksimat, yaitu merupakan analisis kasar yang
meliputi kadar abu total, air total, lemak total, protein total dan karbohidrat total,
sedangkan

untuk

kandungan

mikronutrien

difokuskan

pada

kandungan

provitamin A (- karoten). (Sudarmadji et al., 1997).


2.6.1 Kadar Air
Menurut Sudarmadji, et. al., (1997) pengukuran kadar air sampel dilakukan
dengan metode pengeringan menggunakan oven. Prosedur kerja kadar air dapat
dilihat pada gambar 8.
Cawan Kosong
Masukkan oven 15 menit
23
Sampel ditimbang 5 gram
dan dimasukkan cawan

Dimasukkan oven dengan suhu


1000C selama 3 jam

Sampet ditimbang
Dimasukkan lagi dalam oven
dengan suhu 1000C selama 3
jam dengan interval 30 menit
sampai berat konstan
Sampet ditimbang
Dihitung kadar air sampel
Gambar 8. Prosedur Kerja Pengukuran Kadar Air Pengeringan (oven)
Sumber: Sudarmadji, et. al., (1997)
Perhitungan kadar air dengan rumus :
%Kadar air = berat awal berat akhir x 100%
berat akhir
2.6.2 Kadar Protein
Menurut Sudarmadji et. al., (1997), kadar protein ditentukan dengan
metode kjedahl. Analisa protein cara kjeldahl pada dasarnya dapat dibagi
menjadi tiga tahapan yaitu proses destruksi, proses destilasi dan tahap titrasi.
Prosedur kerja analisa protein dapat dilihat pada gambar 9.
Masukan H2SO4 pekat dan batu didih ke
dalam labu kjeldahl 100 ml

Merangkai alat destrusi


Destruksi
Melakukan proses destruksi sampai
warna larutan dalam labu bening

Dinginkan larutan dan tambahkan


100 ml aquadest
24

Tambahkan NaOH 30% pada destilator


Pasang labu kjeldahl pada destilator
Memasang destilat berupa asam borat
2% 100 ml yang ditambahkan indikator
campuran
Destilasi
Tambahkan larutan NaOH 30% hingga
volume 200 ml

Menutup aliran NaOH kemudian


nyalakan steam. Destilasi berjalan
sampai destilat bervolume 200 ml

Matikan steam kemudian buka aliran


keluar untuk mengeluarkan NaOH

Menyiapkan larutan HCl dalam buret dan


bakukan dengan larutan boraks

Menitrasi destilat dengan


menggunakan HCl

Titrasi

Titik akhir titrasi ditunjukan


dengan warna merah muda
Gambar 9. Prosedur Kerja Analisa Protein Metode Kjeldahl
Sumber: Kurniawan (2013)
Perhitungan kadar protein dilakukan sebagai berikut :
%Kadar protein = V1 x Normalitas H2SO4 x 6,25 x p x 100 %
gram sampel
Keterangan :
V1 = volume titrasi sampel
25

N = normaliter larutan HCL atau H2SO4 0,02 N


P = faktor pengenceran = 100/5
2.6.3 Kadar Lemak
Kadar lemak ditentukan dengan metode soxhlet. Prinsip Soxhlet ialah
ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya sehingga terjadi
ekstraksi kontiyu dengan jumlah pelarut konstan dengan adanya pendingin balik
(Darmasih,1997). Penentuan kadar lemak diawali dengan preparasi sampel dan
diteruskan dengan pengujian atau ekstraksi kadar lemak, prosedur kerja analisa
kadar lemak dapat dilihat pada gambar 10.
Preparasi sampel
Labu lemak
Dikeringkan dalam oven dengan
suhu 1050C selama 2 jam

Didinginkan dalam desikator dan


ditimbang hingga berat tetap

Hasil
Pengujian atau ekstraksi kadar lemak
Sampel
Ditimbang 2 gram
Dibungkus kertas
saring

Pelarut PE 70 ml

Dimasukkan
tabung destilasi

Dimasukan labu
soxhlet

Dirangkai alat sesuai metode

Di reflox 5 jam

26

Diuapkan sisa pelarut ke dalam


oven 1050C, 2 menit

Ditimbang

Dihitung persen lemak


Gambar 10. Prosedur Kerja Analisa Kadar Lemak Metode Soxhlet
Sumber: Sari (2014)
Perhitungan kadar lemak kasar dengan rumus sebagai berikut :
%Kadar lemak =

P x (b-a)
x 100%
gram sampel
P = Pengenceran = 10/5

2.6.4 Kadar Abu


Pengukuran kadar abu meliputi pengabuan kering. Prinsip pengukuran
kadar abu adalah metode pengabuan kering dalam tanur dengan pemanasan
pada suhu 4000-600C (Yongki, 2009). Prosedur kerja pengukuran kadar abu
dapat dilihat pada gambar 11.

Cawan
Dikeringkan dalam oven 1050C
Dikeringkan dalam eksilator
Ditimbang

Sampel

Cawan sebagai berat awal

Ditimbang

Dimasukan pada cawan


Didinginkan dalam tanur 6000C
Didinginkan dalam eksilator
selama 1 jam
27

Ditimbang

Dihitung

Kadar abu
Gambar 11. Prosedur Kerja Analisa Kadar Abu Metode Pengabuan Kering
Sumber: Yongki (2009)
Perhitungan kadar abunya dengan rumus :
%Kadar abu =
2.6.5

berat abu(gram) x 100%


berat sampel(gram)

Kadar Karbohidrat
Menurut Winarno (1992), bahwa perhitungan kadar karbohidrat suatu

bahan pangan dapat dihitung secara perbedaan antara jumlah kandungan air,
protein, lemak dan abu. Ditambahkan Legowo dan Nurwantoro (2004), pada
analisis karbohidrat sering kali ditujukan untuk menentukan jumlah golongan
karbohidrat tertentu, misal pada laktosa, kadar gula pereduksi, kadar dekstrin
dan kadar pati. Kadar karbohidrat suatu bahan pangan ditentukan dengan cara
menghitung selisih dari angka 100 dengan jumlah komponen bahan yang lain
(kadar air, kadar protein, kadar lemak dan kadar abu). Cara penentuan kadar
karbohidrat ini sering disebut sebagai metode karbohidrat by difference.
Pengukuran karbohidrat dapat juga dihitung dengan rumus karbohidrat yaitu :
% Kadar karbohidrat = 100% - % (protein+lemak+abu+air)
2.6.6

Daya Kembang
Daya kembang produk penggorengan merupakan salah satu faktor yang

menentukan mutu dari ikan krispi, stick ikan dan untir-untir ikan. Pada dasarnya
pengembangan produk penggorengan disebabkan oleh tekanan uap yang
terbentuk dari pemanasan kandungan air dalam bahan, sehingga mengakibatkan
struktur produk menjadi mengembang. Mekanisme terjadinya pengembangan
produk diakibatkan terlepasnya air yang terikat pada gel pati sewaktu
penggorengan (Koswara, 2009). Pengukuran daya kembang dapat dihitung
menggunakan rumus :
% daya kembang = V1 x 100%

28

V2
Keterangan :
V1 : Volume sebelum digoreng
V2 : Volume sesudah digoreng
2.6.7

Daya Patah
Daya patah produk penggorengan berbanding terbalik dengan daya

kembangnya. Daya kembang produk disebabkan semakin tingginya kandungan


pati tepung tapioka yang ditambahkan dalam adonan membuat proses
gelatinisasi semakin baik dan produk mengembang dengan baik. Sehingga
semakin besar pengembangan produk yang dihasilkan, menyebabkan daya
patah produk semakin mudah dipatahkan (Mulyana et, al., 2014).
Daya patah suatu produk juga berhubungan dengan kerenyahannya. Untuk
menentukan daya patah dilakukan dengan mematahkan produk menggunakan
tangan atau digigit. Penilaian berdasarkan bunyi yang dihasilkan produk saat
dipatahkan. Biasanya untuk produk yang semakin renyah akan menghasilkan
bunyi yang lebih nyaring. Semakin rendah nilai daya patah maka akan semakin
meningkatkan nilai kerenyahannya (Ernawati, 2011).

3. METODE DAN TEKNIK PENGAMBILAN DATA


3.1 Metode Praktek Kerja Magang
Metode yang digunakan dalam Praktek Kerja Magang (PKM) ini adalah
deskriptif. Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status kelompok
manusia, objek, kondisi, sistem pemikiran, ataupun suatu peristiwa pada masa
sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif adalah untuk membuat deskripsi,
gambaran secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat sifat
serta hubungan antar fenomena yang diselidiki (Nazir, 2003).
Metode deskriptif ini mendiskripsikan tentang proses pembuatan ikan
krispi, stick ikan dan untir-untir tulang ikan berbahan dasar ikan nila
(Oreochromis niloticus) dimana metode ini menjelaskan dan menklasifikasikan
data yang diperoleh dari berbagai teknik pengambilan data. Teknik pengambilan
data dalam praktek kerja magang ini dilakukan melalui kegiatan observasi,
wawancara, partisipasi dan dokumentasi.
3.2 Pengambilan Data

29

Data yang diambil pada praktek kerja magang tentang proses pembuatan
ikan krispi, stick ikan, dan untir-untir tulang ikan Berbahan Dasar Ikan nila
(Oreochromis niloticus) di UMKM Balibu desa Sidoarum kecamatan Godean
kabupaten Sleman, Provinsi Yogyakarta meliputi data primer dan data sekunder.
3.2.1

Data Primer
Data primer yaitu data yang dibuat oleh peneliti untuk maksud

khusus

menyelesaikan

permasalahan

yang

sedang

ditanganinya. Data

dikumpulkan sendiri oleh peneliti langsung dari sumber pertama atau tempat
objek penelitian dilakukan (Sugiyono, 2009). Data primer ini dapat diperoleh
melalui kegiatan observasi, survey atau wawancara dan partisipasi aktif dalam
kegiatan proses pembuatan ikan krispi, stick ikan, dan untir-untir tulang ikan
Berbahan Dasar Ikan nila (Oreochromis niloticus).
3.2.1.1 Observasi
Observasi

adalah

memperhatikan

sesuatu

dengan

menggunakan

pengamatan yang meliputi kegiatan pemusatan perhatian terhadap suatu objek


dan menggunakan seluruh panca indera (Marzuki, 2002).
Observasi pada proses pembuatan ikan krispi, stick ikan, dan untir-untir
tulang ikan Berbahan Dasar Ikan nila (Oreochromis niloticus) meliputi :
- Bahan baku
- Bahan tambahan
- Sarana dan prasarana
- Proses pengolahan
- Pengemasan dan penyimpanan
3.2.1.2 Interview atau Wawancara
Informasi diperoleh melalui permintaan keterangan-keterangan kepada
pihak yang memberikan keterangan atau jawaban (responden). Datanya berupa
jawaban-jawaban atas pertanyaan-pertanyaaan yang diajukan. Menurut Marzuki
(2002), disebut juga questionnaire method, karena untuk memperoleh data itu
biasanya diajukan serentetan pertanyaan-pertanyaan yang tersusun dalam suatu
daftar. proses pembuatan ikan krispi, stick ikan, dan untir-untir tulang ikan
Berbahan Dasar Ikan nila (Oreochromis niloticus) wawancara meliputi :
- Sejarah berdirinya usaha
- Lokasi dan tata letak usaha
- Jumlah tenaga kerja
3.2.1.3 Partisipasi Aktif
Pengertian yang sederhana tentang partisipasi menurut Dedi (2001),
dimana partisipasi dapat juga berarti bahwa pembuat keputusan menyarankan
kelompok atau masyarakat ikut terlibat dalam bentuk penyampaian saran dan

30

pendapat, barang, keterampilan, bahan dan jasa. Partisipasi aktif dilakukan


dengan mengikuti beberapa tahapan proses pembuatan ikan krispi, stick ikan,
dan untir-untir tulang ikan Berbahan Dasar Ikan nila (Oreochromis niloticus)
3.2.1.4 Dokumentasi
Teknik dokumentasi adalah teknik mengumpulkan data dengan cara
mengumpulkan gambar, teknik ini hanya digunakan untuk memperkuat data-data
yang telah diambil dengan menggunakan teknik pengambilan data sebelumnya.
3.2.2 Data Sekunder
Menurut Sugiyono (2009), data sekunder yaitu data yang telah
dikumpulkan untuk maksud selain menyelesaikan masalah yang sedang
dihadapi. Data ini dapat ditemukan dengan cepat meliputi literatur, artikel, jurnal
serta situs di internet yang berkenaan dengan penelitian yang dilakukan.
Data sekunder juga diperoleh dari kantor kelurahan atau balai desa dan
kecamatan setempat. Data sekunder meliputi :
- Lokasi dan keadaan geografis
- Kondisi sosial ekonomi penduduk.
DAFTAR PUSTAKA

Agustini, T.W dan F. Swastawati. 2003. Pemanfaatan Hasil Perikanan Sebagai


Produk

Bernilai

Tambah

(Value-Added)

Dalam

Upaya

Penganekaragaman Pangan. Junal Teknologi dan Industri Pangan, Vol.


XIV, No. 1. Universitas Diponegoro. Semarang.
Amin, H. 2006. Tinjauan Pustaka-Umbi Ubi Kayu. http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/9376/bab%202_2006ham.pdf?sequence=8.
Diakses tanggal 1 Juli 2015.
Amirrudin S.H. 2009. Daya Hambat Ekstrak Bawang Putih (Allium sativum)
Terhadap

Pertumbuhan

Streptococcus

Mutans

Secara

In

Vitro.

Universitas Hasanuddin Fakultas Kedokteran Gigi . Makassar


Asosiasi Pemandu Wirausaha Indonesia. 2015. Teknologi Pengolahan Ikan Lele.
http://www.apwi-pwu.com. Diakses pada 1 Juli 2015
Astawan, M. 2004. Sehat Bersama Aneka Serat Pangan Alami. Cetakan I.
Penerbit Tiga Serangkai, Solo.

31

__________. 2009. Tepung Tapioka, Manfaatnya, dan Cara Pembuatannya.


http://yongkikastanyaluthana.wordpress.com.

Diakses tanggal 1 Juli

2015.
BSN. 1994. Margarin. SNI 01-3541-1994. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta
____. 1995. Minyak Goreng. SNI 01-3741-1995. Badan Standarisasi Nasional.
Jakarta
____. 2009. Tepung Beras. SNI 3549-2009. Badan Standarisasi Nasional.
Jakarta.
____. 2000. Garam Konsumsi Beryodium. SNI 01-3556-2000 Badan Standarisasi
Nasional. Jakarta.
Buckle, K.A., R.A. Edward, G.H. Fleet, M. Wooton. 1987. Ilmu Pangan.
Universitas Indonesia Press. Jakarta. 365 hlm.
Cahyadi. 2009. Sifat Fisik dan Kimia Bahan. Universitas Sumatera Utara.
Sumatera Utara
Darmasih. 1997. Prinsip Soxhlet. peternakan.litbang.deptan.go.id/user/ptek9724.pdf. diakses pada tanggal 2 Juli 2015.
Dedi,

S.

2010.

Partisipasi

Aktif.

http://eprints.uny.ac.id/9785/2-/bab205101241004.html . Diakses pada


tanggal 1 Juli Mei 2015.
Ernawati. 2011. Pengembangan Produk Tahu Menjadi Tofu Chips (Kajian Jenis
Bahan Baku, Suhu Penggorengan Dan Biaya Produksi). Jurnal Teknologi
Pangan Vol.1 No.1 : 86. Universitas Yudharta Pasuruan. Pasuruan
Fachruddin, L. 1997. Membuat Aneka Abon. Penerbit Kanisius. Yogyakarta
Fellous,

P, J.

1990.

Food Processing

and

Technology, Principles

and

Practise. Ellis Harwod. New York.


Hadiwiyoto,S. 1993. Pengolahan Produk Serealia dan Biji-Bijian. Jurusan
Teknologi Pangan dan Gizi. ITB Bandung.
Hamidah, S.1996. Patiseri. Yogyakarta: FPTK IKIP.
Hapsoh dan Yaya Hasanah. 2011. Budidaya Tanaman Obat Dan Rempah.
Medan : USU Press.
Haryoto. (1996). Pengawetan Telur Segar. Yogyakarta: Kanisius.
32

Imanningsih, N. 2012. Profil Gelatinisasi Beberapa Formulasi Pendugaan Sifat


Pemasakan. Jurnal Panel Gizi Makan No. 35(1): 13-22.
Indriyani, F., Nurhidajah dan A. Suyanto. 2013. Karakteristik Fisik, Kimia Dan
Sifat Organoleptik Tepung Beras Merah Berdasarkan Variasi Lama
Pengeringan. Jurnal Pangan dan Gizi No. 08 (04)
Kaya, A. 2008. Pemanfaatan Tepung Tulang Ikan Patin (Pangasius sp) sebagai
Sumber Kalsium dan Fosfor dalam Pembuatan Biskuit. Program Studi
Teknologi Hasil Perairan, IPB. Bogor
Ketaren, S. 2005. Minyak Dan Lemak Pangan. Penerbit Universitas Indonesia.
Jakarta
_________. 2008. Minyak dan Lemak Pangan. Penerbit Universitas Indonesia,
Jakarta.
Koswara, S. 2009. Pengolahan Aneka Kerupuk. Universitas Muhammadiyah
Semarang. Semarang
Kottelat, M., A.J. Whitten, S.N. Kartikasari & S. Wirjoatmodjo. 1993. Fresh Water
Fishes of Western Indonesia and Sulawesi. Periplus Editions Limited,
Jakarta.
Kurniawan,

Gigih.

2013.

Protein

Analysis

Kjeldahl

Metodh.

https://himka1polban.wordpress.com/laporan/kimia-pangan/penentuankadar-protein-metode-kjeldahl-dan-lowry/. Diakses pada 2 Juli 2015


Legowo, A. M., dan Nurwanto. 2004. Analisis Pangan. Fakultas Peternakan.
Uiversitas Diponegoro. Semarang
Marzuki. 2002. Metodologi Riset. BPFE UII. Yogyakarta.
Muchtadi T.R, S. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Bogor: PAU IPB.
Mudjajanto, Setyone dan Yulianti, L. N. 2004. Membuat Aneka Roti. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Mulia, D.S. 2006. Tingkat Infeksi Ektoparasit Proozoa Pada Benih Ikan Nila
(Oreochromis niloticus) di Balai Benih Ikan (BBI) Pandak dan Sidabowa,
Kabupaten Banyumas. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas
Muhammadiyah Purwokerto. Purwokerto.

33

Mulyana, W. H. Susanto dan I. Purwantiningrum. 2014. Pengaruh Proporsi


(Tepung Tempe Semangit : Tepung Tapioka) dan Penambahan Air
Terhadap Karakteristik Kerupuk Tempe Semangit. Jurnal Pangan dan
Agroindustri Vol. 2 No 4 Hal: 113-120.
Mustar, Y. S. (2013). Analisis Kualitas Udara dan Gangguan Fungsi Paru Pada
Masyarakat

di

Sekitar

Kabupaten Bantul

TPA

Yogykarta).

(Studi

Kasus

Yogyakarta:

di

TPAS

Program

Piyungan
Studi

Ilmu

Kesehatan Masyarakat.
Mustofa, B. K. 2013. Pembuatan Telur Gabus Dari Bahan Dasar Pati Garut.
Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang. Semarang.
Nazir. 2003. Objek dan Metode Penelitian. http://repository.widyatama.ac.id/bitstream/handle/103/869/content 2.html. Diakses pada tanggal 1 Juli
2015.
Permadi,A. dan N. Dharmayanti. 2011. Modul Penyuluh Perikanan. Pusat
Penyuluhan Kelautan dan Perikanan. Jakarta.
Pii. 2014. Pengolahan Nugget dan Kerupuk Kemplang Ikan Lele. Jakarta.
Purnomo, H. 1990. Kajian mutu bakso daging, bakso urat dan bakso aci di
Bogor. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Rahman, A. M., 2007. Mempelajari Karakteristik Kimia Dan Fisik Tepung Tapioka
Dan Mocal (Modified Cassava Flour) Sebagai Penyalut Kacang Pada
Produk Kacang Salut. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor.
Razi, F. 2014. Keripik Ikan Nila Balita (Baby Fish Chips). Komunitas Penyuluhan
Perikanan. Yogyakarta
Rita, T.N. 2014. 101 Resep Kue Kering Klasik Dan Modern. Cetakan I Penerbit
Kata Hati. Yogyakarta.
Rukmana,R. 2000. Garut Budidaya dan Pasca Panen. Yogyakarta: Kanisius.
Rumenta, R. S. dan Yuliati, H. S. 2011. Penyuluh Perikanan di bidang
Pengolahan Hasil Perikanan. Jakarta
Saanin, H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan, Bina Cipta. Jakarta.
Salim, E. 2011.Mengolah Singkong Menjadi Tepung Mocaf, Bisnis Alternatif
Pengganti Terigu. Andi Offset, Gamedia. Jakarta.

34

Sari, N. P. 2014. Diagram Alir Lemak. http://id.scribd.com/doc/216088858/Diagram-Alir-Lemak#scribd. Diakses pada 2 Juli 2015.
Sarpian, T. 2003. Pedoman Berkebun Lada Dan Analisis Usaha Tani. Kanisius.
Yogyakarta.
Sediaoetama, A.D. 1987. Ilmu Gizi Untuk Mahasiswa dan Profesi di Indonesia.
Jilid 1 Dian Rakyat. Jakarta.
Setiaty, P. 1995. Kimia Lingkungan. Universitas Gadjah mada. Yogyakarta.
Sudarmadji, S., B. Haryono, dan Suhardi. 1997. Prosedur Analisis untuk Bahan
Makanan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta.
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta. Cetakan ke 8, hal. 137.
Sukarwanto, A. 2006. Teknologi Pengolahan Hasil Laut Dan Pemberdayaan
Ekonomi Masyarakat Kabupaten Alor Melalui Teknologi Tepat Guna.
Sumantadinata, K. 1999. Program Penelitian Genetika Ikan. Infigrad. Jakarta.
Suprapti, L. 2000. Membuat Saus Tomat. Trubus Agrisana. Surabaya.
Suseno, A. 2008. Diktat Penanganan Hasil Perikanan. Akademi Perikanan
Sidoarjo. Sidoarjo
Suyanto, R. 1994. Usaha Budidaya Ikan Nila. Penebar Swadaya. Jakarta. 105
halaman.
Tim Penulis Penebar Swadaya. 1999. Bawang Putih Dataran Rendah. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Tobing, A. Hayatinufus, L. 2010. Modern Indonesian Chef. Jakarta: Dian Rakyat.
Trewevas F. 1986. Tilapias: Taxonomi and Speciation. In R.S.V. Dullin and R.H
Low Mc.Connell (Eds.) The Biology and Culture of Tilapias. ICLARM
Converence, Mamalia.
Usmiati,

S.

dan

A.

Priyanti.

2008.

Sifat

fisikokimia

dan

palatabilitas

bakso daging kerbau. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pascapanen


Pertanian, Bogor.
Varcania, D. R. 2008. Penetapan Kadar Asam Dokosaheksaenoat (DHA) dalam
Kuning Telur yang Diperkaya Omega 3 Secara Kromatografi Gas. FMIPA
Universitas Indonesia. Jakarta.
35

Vemale, 2014. Ciri Adonan Yang Anda Uleni Telah Kalis Sempurna.
http://www.vemale.com/kuliner/tips-dapur/74396-ciri-adonan-yang-andauleni-telah-kalis-sempurna.html. diakses pada tanggal 1 Juli 2015.
Wahyuni, M dan M. Astawan. 1998. Teknologi Pengolahan Pangan Hewani
Tepat Guna. Jakarta : Cv Akademika Pressindo.
Wibowo, S. 1999. Budidaya Bawang Putih, Merah dan Bombay. Penebar
Swadaya, Jakarta.
Winarno, F. G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama.
____________. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia: Jakarta.
____________. 2004. Pangan, Gizi, Teknologi dan Konsumen. Gramedia
Pustaka Utama: Jakarta.

LAMPIRAN
Lampiran 1
RENCANA PENYUSUNAN LAPORAN PRAKTEK KERJA MAGANG
JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN
RINGKASAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan
1.3 Manfaat
1.4 Waktu dan Tempat Pelaksanaan
METODE PENELITIAN
2.1 Metode
2.2 Teknik Pengambilan Data
2.2.1 Data Primer
2.2.2 Data Sekunder
KEADAAN UMUM UMKM

36

3.1 Sejarah dan Pengembangan UMKM


3.2 Lokasi dan Tata Letak UMKM
3.3 Tenaga Kerja dan Kesejahteraan
3.4 Fasilitas Usaha
3.5 Kontruksi Bangunan
3.6 Peralatan
PROSES PEMBUATAN PRODUK
4.1 Ikan Nila
4.2 Ikan Krispi
4.2.1 Spesifikasi Produk Ikan Krispi
4.2.2 Bahan Pengolahan Ikan Krispi
4.2.3 Alat Pengolahan Ikan Krispi
4.2.4 Proses Pengolahan Ikan Krispi
4.2.5 Pengawasan Mutu Ikan Krispi
4.3 Stick Ikan
4.3.1 Spesifikasi Produk Stick Ikan
4.3.2 Bahan Pengolahan Stick Ikan
4.3.3 Alat Pembuatan Stick Ikan
4.3.4 Proses Pengolahan Stick Ikan
4.3.5 Pengawasan Mutu Stick Ikan
4.4 Untir-untir Tulang Ikan
4.4.1 Spesifikasi Produk Untir-untir Tulang Ikan
4.4.2 Bahan Pengolahan Untir-untir Tulang Ikan
4.4.3 Alat Pengolahan Untir-untir Tulang Ikan
4.4.4 Proses Pengolahan Untir-untir Tulang Ikan
4.4.5 Pengawasan Mutu Untir-untir Tulang Ikan
ANALISA PROKSIMAT
5.1 Analisa Proksimat Krispi Ikan Nila
5.1.1 Kadar Air Krispi Ikan Nila
5.1.2 Kadar Protein Krispi Ikan Nila
5.1.3 Kadar Abu Krispi Ikan Nila
5.1.4 Kadar Lemak Krispi Ikan Nila
5.1.5 Kadar Karbohidrat Krispi Ikan Nila
5.2 Analisa Proksimat Stick Ikan Nila
5.2.1 Kadar Air Stick Ikan Nila
5.2.2 Kadar Protein Stick Ikan Nila
5.2.3 Kadar Abu Stick Ikan Nila
5.2.4 Kadar Lemak Stick Ikan Nila
5.2.5 Kadar Karbohidrat Stick Ikan Nila
5.3 Analisa Proksimat Untir-untir Tulang Ikan Nila
5.3.1 Kadar Air Untir-untir Tulang Ikan Nila
5.3.2 Kadar Protein Untir-untir Tulang Ikan Nila
5.3.3 Kadar Abu Untir-untir Tulang Ikan Nila
5.3.4 Kadar Lemak Untir-untir Tulang Ikan Nila
5.3.5 Kadar Karbohidrat Untir-untir Tulang Ikan Nila
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
6.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

37

Lampiran 2
Daftar pertanyaan Praktek Kerja Magang (PKM)
Daftar Pertanyaan

38

1.
1.1

1.2

1.3

1.4

2.
2.1

KEADAAN UMUM UMKM


Sejarah Dan Perkembangan UMKM
a Kapan UMKM didirikan dan siapa yang mendirikan
b Latar belakang pendirian
c Bentuk usaha
d Status UMKM
e Hambatan eksternal dan internal
Lokasi Dan Tata Letak UMKM
a Lokasi UMKM
b Pertimbangan penentuan lokasi
c Jarak unit usaha dengan jalan raya, pusat kota dan sumber bahan
baku
d Luas area tanah
e Luas bangunan
f Konstruksi bangunan
g Bentuk bangunan
Tenaga Kerja Dan Kesejahteraan
a Jumlah tenaga kerja keseluruhan (Pria dan Wanita)
b Rata rata usia pekerja
c Pembagian jam kerja dan waktu istirahat
Fasilitas Usaha
a Fasilitas kerja (Cuti, Hari Besar, Sakit dsb)
b Kesejahteraan pekerja meliputi THR, Bonus dan Jaminan kesehatan
c Fasilitas umum
SARANA PRODUKSI
Konstruksi Bangunan
a Konstruksi bangunan (dinding, ventilasi, lantai, atap dan penerangan,

2.3

dsb)
b Jumlah ruangan dan luas masing - masing ruangan
c Penataan ruang
d Luas unit pemasaran
Peralatan
a Jenis peralatan
b Fungsi peralatan
c Kapasitas peralatan
d Pemeliharaan peralatan
e Dokumentasi alat
Jenis Bahan

2.3.1

Bahan Baku

2.2

a
b
c
d
e
f

Bahan baku yang digunakan


Asal bahan baku dan cara pengangkutan
Kebutuhan bahan baku tiap kali proses
Cara penanganan bahan baku
Harga perkilogram dan cara pembayaran bahan baku
Kontinuitas ketersediaan bahan baku

2.3.2 Bahan Tambahan


a
b

Macam macam bahan tambahan


Asal bahan tambahan
39

c
d
2.3.3

Bahan Pengemas
a
b
c

2.3.4

Manfaat bahan tambahan


Tujuan penambahan bahan tambahan
Jenis bahan pengemas
Asal bahan pengemas
Kebutuhan pengemas setiap kali proses

Air
a
b

Dari mana asal air


Fungsi air

3. PROSES PEMBUATAN PRODUK


3.1 Ikan Krispi
Berapa bahan baku yang digunakan dalam pembuataan ikan krispi
Macam-macam bahan tambahan pembuatan ikan krispi
Apa tujuan penambahan bahan tambahan dalam pembuatan ikan

krispi
Penanganan awal bahan baku ikan krispi
Berat ikan nila untuk ikan krispi
Dokumentasi persiapan bahan baku ikan krispi
Alat dan bahan yang digunakan dalam persiapan bahan baku ikan

krispi
Jumlah tenaga yang menangani persiapan bahan baku ikan krispi
Apa formulasi bahan tambahan dalam pembuatan ikan krispi
Berapa lama proses pengolahan ikan krispi
Berapa suhu dalam proses pembuatan ikan krispi
Mesin apa saja yang digunakan dalam pembuatan ikan krispi
Metode pengolahan yang digunakan dalam pembuatan ikan krispi
Kapasitas mesin yang digunakan ikan krispi
Jumlah tenaga kerja tiap proses pengolahan ikan krispi
Dokumentasi tiap proses dan alat ikan krispi
Bahan pengepak, alasan menggunakan bahan pengepak ikan krispi
Kapasitas bahan pengepak ikan krispi
Alat dan bahan yang digunakan dalam proses pengepakan ikan krispi
Cara kerja dan fungsinya pengepakan ikan krispi
Dokumentasi tiap perlakuan ikan krispi
Waktu yang diperlukan pengepakan ikan krispi
Faktor yang harus diperhatikan dalam pengepakan ikan krispi
Jumlah tenaga kerja yang menangani pengepakan ikan krispi
Bagaimana pengawasan mutu ikan krispi
Cara penyimpanan ikan krispi
Cara pengaturan (penyusunan) ikan krispi
Lama waktu penyimpanan ikan krispi
Suhu penyimpanan untuk ikan krispi
Jumlah tenaga kerja yang menangani pengepakan ikan krispi

40

Dokumentasi proses penyimpanan ikan krispi


Sistem dan daerah pemasaran ikan krispi
Sistem transportasi untuk ikan krispi
Dokumentasi ikan krispi
Kapasitas dan intensitas pengiriman ikan krispi
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan pemasaran ikan krispi
3.2 Stick Ikan
Berapa bahan baku yang digunakan dalam pembuatan stick ikan
Macam-macam bahan tambahan pembuatan stick ikan
Apa tujuan penambahan bahan tambahan dalam pembuatan stick

ikan
Penanganan awal bahan baku sick ikan
Berat ikan nila untuk stick ikan
Dokumentasi persiapan bahan baku stick ikan
Alat dan bahan yang digunakan dalam persiapan bahan baku stick

ikan
Jumlah tenaga yang menangani persiapan bahan baku stick ikan
Apa formulasi bahan tambahan dalam pembuatan stick ikan
Berapa lama proses pengolahan stick ikan
Berapa suhu dalam proses pembuatan stick ikan
Mesin apa saja yang digunakan dalam pembuatan stick ikan
Metode pengolahan yang digunakan dalam pembuatan stick ikan
Kapasitas mesin yang digunakan stick ikan
Jumlah tenaga kerja tiap proses pengolahan stick ikan
Dokumentasi taip proses dan alat stick ikan
Bahan pengepak, alasan menggunakan bahan pengepak stick ikan
Kapasitas bahan pengepak stick ikan
Alat dan bahan yang digunakan dalam proses pengepakan stick ikan
Cara kerja dan fungsinya pengepakan stick ikan
Dokumentasi tiap perlakuan stick ikan
Waktu yang diperlukan pengepakan stick ikan
Faktor yang harus diperhatikan dalam pengepakan stick ikan
Jumlah tenaga kerja yang menangani pengepakan stick ikan
Bagaimana pengawasan mutu stick ikan
Cara penyimpanan stick ikan
Cara pengaturan (penyusunan) stick ikan
Lama waktu penyimpanan stick ikan
Suhu penyimpanan untuk stick ikan
Jumlah tenaga kerja yang menangani pengepakan stick ikan
Dokumentasi proses penyimpanan stick ikan
Sistem dan daerah pemasaran stick ikan
Sistem transportasi untuk stick ikan
Dokumentasi stick ikan
Kapasitas dan intensitas pengiriman stick ikan
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan pemasaran stick ikan
3.3 Untir-untir Tulang Ikan

41

Berapa bahan baku yang digunakan dalam pembuatan untir-untir

tulang ikan
Macam macam bahan tambahan pembuatan untir-untir tulang ikan
Apa tujuan penambahan bahan tambahan dalam pembuatan untir-

untir tulang ikan


Penanganan awal bahan baku untir-untir tulang ikan
Berat ikan nila untuk untir-untir tulang ikan
Dokumentasi persiapan bahan baku untir-untir tulang ikan
Alat dan bahan yang digunakan dalam persiapan bahan baku untir-

untir tulang ikan


Jumlah tenaga yang menangani persiapan bahan untir-untir tulang

ikan
Apa formulasi bahan tambahan dalam pembuatan untir-untir tulang

ikan
Berapa lama proses pengolahan untir-untir tulang ikan
Berapa suhu dalam proses pembuatan untir-untir tulang ikan
Mesin apa saja yag digunakan dalam pembuatan untir-untir tulang

ikan
Metode pengolahan yang digunakan dalam pembuatan untir-untir

tulang ikan
Kapasitas mesin yang digunakan untir-untir tulang ikan
Jumlah tenaga kerja tiap proses pengolahan untir-untir tulang ikan
Dokumentasi tiap proses dan alat untir-untir tulang ikan
Bahan pengepak, alasan menggunakan bahan bahan baku untir-untir

tulang ikan
Kapasitas bahan pengepak untir-untir tulang ikan
Alat dan bahan yang digunakan dalam proses pengepakan untir-untir

tulang ikan
Cara kerja dan fungsinya pengepakan untir-untir tulang ikan
Dokumentasi tiap perlakuan untir-untir tulang ikan
Waktu yang diperlukan pengepakan untir-untir tulang ikan
Faktor yang harus diperhatikan dalam pengepakan untir-untir tulang

ikan
Jumlah tenaga kerja yang menangani pengepakan untir-untir tulang

ikan
Bagaimana pengawasan mutu untir-untir tulang ikan
Cara penyimpanan untir-untir tulang ikan
Cara pengaturan (penyusunan) untir-untir tulang ikan
Lama waktu penyimpanan untir-untir tulang ikan
Suhu penyimpanan untuk untir-untir tulang ikan
Jumlah tenaga kerja yang menangani pengepakan untir-untir tulang
ikan

42

Dokumentasi proses penyimpanan untir-untir tulang ikan


Sistem dan daerah pemasaran untir-untir tulang ikan
Sistem transportasi untuk untir-untir tulang ikan
Dokumentasi untir-untir tulang ikan
Kapasitas dan intensitas pengiriman untir-untir tulang ikan
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan pemasaran untir-untir tulang
ikan

Lampiran 3
JADWAL PELAKSANAAN PRAKTEK KERJA MAGANG
Praktek Kerja Magang ini akan dilaksanakan pada bulan Juli hingga
September 2015 dengan jadwal sebagai berikut :

43

Jenis Kegiatan
Minggu ke-

Juli
1

Agustus
4

5 1 2

September
1 2

Keadaan Umum
UMKM dan Sarana
Produksi (Kontruksi
bangunan dan
Peralatan)
Persiapan Bahan
Baku dan Bahan
Tambahan
Proses Pembuatan
Pengolahan Produk
(Krispi Ikan, Stick
Ikan dan Untir-untir
Tulang Ikan)
Pengepakan dan
Penyimpanan
Produk
Proses Pemasaran
Produk
Mesin dan Peralatan
yang Digunakan
Tata Letak Pabrik
dan Peralatan
Jenis Kegiatan
Minggu ke-

Juli
1

Agustus
4

5 1 2

September
1 2

Sanitasi Tempat
Usaha
Penyiapan Bahan
Baku dan Bahan
Tambahan
Pembuatan produk
sendiri
Pengujian Produk di
Laboratorium

44

Vous aimerez peut-être aussi