Vous êtes sur la page 1sur 14

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tubuh kita sepanjang waktu terpapar dengan bakteri, virus, jamur, dan parasit,
semuanya terjadi secara normal dan dalam berbagai tingkatan pada kulit, mulut,
jalan napas, saluran cerna, membran yang melapisi mata, dan bahkan saluran
kemih. Banyak dari agen infeksius ini mampu menyebabkan kelainan fungsi
fisiologis yang serius atau bahkan kematian bila agen infeksius tersebut masuk ke
jaringan yang lebih dalam.
Tubuh manusia telah diciptakan dengan berbagai macam sistem yang berfungsi
sebagai pertahanan tubuh. Selain itu juga terdapat respon-respon tubuh terhadap
benda asing yang bersifat merugikan. Apabila terjadi cedera jaringan yang
dikarenakan oleh bakteri, trauma, bahan kimia, panas, atau fenomena lainnya maka
maka jaringan yang cedera itu akan melepaskan berbagai zat yang menimbulkan
perubahan sekunder yang sangat dramatis disekeliling jaringan yang tidak
mengalami cedera.

Dewasa ini penyakit infeksi sudah merupakan penyakit dimana para sarjana
Kedokteran telah mengembangkan, baik terapi maupun penelitian-penelitian
tentang perkembangan, pencegahan dan pengobatan infeksi maupun penyakitpenyakit, yang berhubungan dengan infeksi.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang didapatkan dari pembelajaran ini antara lain:
1.

Apa yang dimaksud dengan infeksi?

2.

Bagaimana mekanisme terjadinya infeksi?

3.

Apa saja jenis-jenis infeksi?

4.

Apa definisi inflamasi?

5.

Apa saja ciri-ciri inflamasi?

6.

Apa penyebab terjadinya radang akut?

7.

Bagaimana proses terjadinya peradangan?

8.

Bagaimana proses pembentukan pus?

9.

Apa saja efek yang berguna dan merugikan dari radang akut?

C. Tujuan
Tujuan-tujuan yang didapatkan antara lain:
1.

Agar dapat mengetahui definisi infeksi dan radang

2.

Agar dapat memahami penyebab terjadinya infeksi dan inflamasi

3.

Agar mengetahui mekanisme terjadinya infeksi dan inflamasi

4.

Agar mengetahui ciri-ciri inflamasi

5.

Agar mengetahui proses pembentukan pus

6.

Agar mengetahui efek-efek dari radang akut

D. Manfaat
Manfaat-manfaat yang diperoleh yaitu:
1.

Mengetahui definisi infeksi dan radang

2.

Memahami penyebab terjadinya infeksi dan inflamasi

3.

Mengetahui mekanisme terjadinya infeksi dan inflamasi

4.

Mengetahui ciri-ciri inflamasi

5.

Mengetahui proses pembentukan pus

6.

Mengetahui efek-efek dari radang akut

BAB II
PEMBAHASAN
A. Tinjauan Pustaka
Pengertian
Infeksi yaitu invasi dan pembiakan mikroorganisme di jaringan tubuh, secara klinis
tidak tampak atau timbul cedera selular lokal akibat kompetisi metabolisme,
toksin, replikasi intrasel, atau respon antigen-antibodi. (Dorland, 2002)
Radang atau inflamasi merupakan respon protektif setempat yang ditimbulkan oleh
cedera atau kerusakan jaringan, yang berfungsi menghancurkan, mengurangi, atau
mengurunng (sekuester) baik agen pencedera maupun jaringan yang cedera itu.
(Dorland, 2002)
Infeksi
Infeksi menembus permukaan kulit atau berasal dari dalam tubuh. Gambaran
klinisnya tergantung pada:
1.

Letaknya di dalam kulit

2.

Sifat alami organisme

3.

Sifat respon tubuh terhadap organisme


Sebagian besar infeksi melalui jalan eksternal dengan menembus barier kulit yang
dapat menyebabkan lesi kulit saat organisme menginfeksi tubuh lainnya dan
menimbulkan bercak-bercak kulit. Infeksi dapat disebabkan oleh berbagai macam
organisme, seperti fungi, virus, bakteri, protozoa dan virus metazoa. Banyak
organisme yang hidup atau bahkan tumbuh di dalam kulit tetapi tidak
menimbulkan kerugian terhadap inang yang disebut komensal, atau apabila
organisme ini mengkonsumsi bahan-bahan yang mati maka mereka disebut
saprofit.
(Underwood, 1999)

Mekanisme kerusakan jaringan yang diakibatkan organisme infeksius beraneka


ragam, karena produk atau sekresi yang berbahaya dari bakteri-bakteri. Jadi, sel
hospes menerima rangsangan bahan kimia yang mungkin bersifat toksik terhadap
metabolisme atau terhadap keutuhan membran sel. Sebagai tambahan, sering
timbul respon peradangan dari hospes yang dapat menyebabkan kerusakan kimiawi
terhadap sel. Agen intraseluler misalnya virus sering menyebabkan ruptura sel
yang terinfeksi. Selanjutnya terjadi kerusakan jaringan lokal. (Underwood, 1999)
Infeksi kronik adalah infeksi yang virusnya secara kontinu dapat dideteksi, sering
pada kadar rendah, gejala klinis dapat ringan atau tidak terlihat. Terjadi akibat
sejumlah virus hewan, dan persistensi pada keadaan tertentu bergantung pada usia
orang saat terinfeksi. Pada infeksi kronik oleh virus RNA, populasi virus sering
mengalami banyak perubahan genetik dan antigenik.
Infeksi laten adalah infeksi yang virusnya kebanyakan menetap dalam bentuk
samar atau kriptik. Penyakit klinis dapat timbul serangan akut intermiten; virus
infeksius dapat ditemukan selama timbulnya serangan tersebut.
Infeksi subklinik (tidak tampak) adalah infeksi yang tidak memperlihatkan tanda
jelas adanya infeksi.
(Brooks, 2007)
Radang
Peradangan ditandai oleh:
1.

Vasodilatasi pembuluh darah lokal yang mengakibatkan terjadinya aliran darah


setempat yang berlebihan

2.

Peningkatan permeabilitas kapiler, memungkinkan kebocoran banyak sekali


cairan ke dalam ruang intersisiel

3.

Seringkali terjadi pembekuan cairan di dalam ruang intersisiel yang disebabkan


oleh fibrinogen dan protein yang lainnya yang bocor dari kapiler dalam jumlah
besar

4.

Migrasi sejumlah besar granulosit dan monosit ke dalam jaringan

5.

Pembengkakan sel jaringan


(Guyton, 2007)
Biasanya diklasifikasikan berdasarkan waktu kejadiannya, antara lain:

1.

Radang akut
Yaitu reaksi jaringan yang segera dan hanya dalam waktu yang tidak lama

2.

Radang kronis
Yaitu reaksi jaringan selanjutnya yang diperlama mengikuti respon awal
Penyebab utama radang akut adalah:

Infeksi mikrobial
Merupakan penyebab yang paling sering ditemukan. Virus menyebabkan kematian
sel dengan cara multiplikasi intraseluler. Bakteri melepaskan endotoksin yang
spesifik atau melepaskan endotoksin yang ada hubungannya dengan dinding sel. Di
samping itu, beberapa macam organisme, melalui reaksi hipersensitivitas, dapat
menyebabkan radang yang diperantarai imunologi.

Reaksi hipersensitivitas
Terjadi bila perubahan kondisi respon imunologi mengakibatkan tidak sesuainya
atau berlebihannya reaksi imun yang akan merusak jaringan.

Agen fisik
Kerusakan jaringan yang terrjadi pada proses radang dapat melalui trauma fisik,
ultraviolet atau radiasi ion, terbakar atau dingin yang berlebihan (fostbite).

Bahan kimia iritan dan korosif


Bahan kimiawi yang menyebabkan korosif (bahan oksidan, asam, basa) akan
merusak jaringan, yang kemudian akan memprovokasi terjadinya proses radang. Di
samping itu, agen penyebab infeksi dapat melepaskan bahan kimiawi spesifik yang
mengiritasi, dan langsung mengakibatkan radang.

Jaringan nekrosis
Aliran darah yang tidak mencukupi akan menyebabkan berkurangnya pasokan
oksigen dan makanan pada daerah bersangkutan, yang akan mengakibatkan
terjadinya kematian jaringan. Kematian jaringan sendiri merupakan stimulus yang
kuat untuk terjadinya infeksi. Pada tepi daerah infark sering memperlihatkan suatu
respon radang akut.
(Underwood, 1999)
Proses peradangan
Salah satu efek pertama dari peradangan adalah pembatasan (wall of) area yang
cedera dari sisa jaringan yang tidak mengalami radang. Ruang jaringan dan cairan
limfatik di daerah yang meradang dihalangi oleh bekuan fibrinogen, sehingga
untuk sementara waktu hampir tidak ada cairan yang melintasi ruangan. Proses
pembatasan akan menunda penyebaran bakteri atau produk toksik.
Dalam waktu beberapa menit setelah peradangan dimulai, makrofag telah ada di
dalam jaringan dan segera memulai kerja fagositiknya. Bila diaktifkan oleh produk
infeksi dan peradangan, efek yang mula-mula terjadi adalah pembengkakan setiap
sel-sel ini dengan cepat. Selanjutnya, banyak makrofag yang sebelumnya terikat
kemudian lepas dari perlekatannya dan menjauh mobil, membentuk lini pertama
pertahanan tubuh terhadap infeksi selama beberapa jam pertama.
Dalam beberapa jam setelah peradangan dimulai, sejumlah besar netrofil dari darah
mulai menginvasi daerah yang meradang. Hal ini disebabkan oleh produk yang
berasal dari jaringan yang meradang akan memicu reaksi berikut:

1.

Produk tersebut mengubah permukaan bagian dalam endotel kapiler,


menyebabkan netrofil melekat pada dinding kapiler di area yang meradang. Efek
ini disebut marginasi.

2.

Produk ini menyebabkan longgarnya perlekatan interseluler antara sel endotel


kapiler dan sel endotel vanula kecil sehingga terbuka cukup lebar, dan
memungkinkan netrofil untuk melewatinya dengan cara diapedesis langsung dari
darah ke dalam ruang jaringan.

3.

Produk peradangan lainnya akan menyebabkan kemotaksis netrofil menuju


jaringan yang cedera.
Jadi, dalam waktu beberapa jam setelah dimulainya kerusakan jaringan, tempat
tersebut akan diisi oleh netrofil. Karena netrofil darah telah berbentuk sel matur,
maka sel-sel tersebut sudah siap untuk segera memulai fungsinya untuk membunuh
bakteri dan menyingkirkan bahan-bahan asing.
Dalam waktu beberapa jam sesudah dimulainya radang akkut yang berat, jumlah
netrofil di dalam darah kadang-kadang menigkat sebanyak 4-5 kali lipat menjadi
15.000-25.000 netrofil per mikroliter. Keadaan ini disebut netrofilia. Netrofilia
disebabkan oleh produk peradangan yang memasuki aliran darah, kemudian
diangkut ke sumsum tulang, dan disitu bekerja pada netrofil yang tersimpan dalam
semsum untuk menggerakkan netrofil-netrofil ini ke sirkulasi darah. Hal ini
membuat lebih banyak lagi netrofil yang tersedia di area jaringan yanng meradang.
Bersama dengan invasi netrofil, monosit dari darah akan memasuki jaringan yang
meradang dan membesar menjadi makrofag. Setelah menginvasi jaringan yang
meradang, monosit masih merupakan sel imatur, dan memerlukan waktu 8 jam
atau lebih untuk membengkak ke ukuran yang jauh lebih besar dan membentuk
lisosom dalam jumlah yang sangat banyak, barulah kemudian mencapai kapasitas
penuh sebagai makrofag jaringan untuk proses fagositosis. Ternyata setelah
beberapa hari hingga minggu, makrofag akhirnya datang dan mendominasi sel-sel
fagositik di area yang meradang, karena produksi monosit baru yang sangat
meningkat dalam sumsum tulang.

Pertahanan tubuh yang keempat adalah peningkatan hebat produksi granulosit dan
monosit oleh sumsum tulang. Hal ini disebabkan oleh perangsangan sel-sel
progenitor granulositik dan monositik di sumsum. Namun hal tersebut memerlukan
waktu 3-4 hari sebelum granulosit dan monosit yang baru terbentuk ini mencapai
tahap meninggalkan sumsum tulang. (Guyton, 2007)
Pembentukan pus
Bila netrofil dan makrofag menelan sejumlah besar bakteri dan jaringan nekrotik,
pada dasarnya semua netrofil dan sebagian besar makrofag akhirnya akan mati.
Sesudah beberapa hari, di dalam jaringan yang meradang akan terbentuk rongga
yang mengandung berbagai bagian jaringan nekrotik, netrofil mati, makrofag mati,
dan cairan jaringan. Campuran seperti ini biasanya disebut pus. Setelah proses
infeksi dapat ditekan, sel-sel mati dan jaringan nekrotik yang terdapat dalam pus
secara bertahap akan mengalami autokatalisis dalam waktu beberapa hari, dan
kemudian produk akhirnya akan diabsorpsi ke dalam jaringan sekitar dan cairan
limfe hingga sebagian besar tanda kerusakan jaringan telah hilang.
(Guyton, 2007)
Efek radang akut
Cairan dan eksudat seluler, keduanya dapat mempunyai efek yang berguna.
Manfaat cairan eksudat adalah sebagai berikut:

Mengencerkan toksin
Pengenceran toksin yang diproduksi oleh bakteria akan memungkinkan
pembuangannya melalui saluran limfatik

Masuknya antibodi
Akibat naiknya permeabilitas vaskuler, memugkinkan antibodi masuk ke dalam
rongga ekstravaskuler. Antibodi dapat mengakibatkan lisisnya mikro-organisme
dengan mengikutsertakan komplemen, atau mengakibat-kan fagositosis melalui
opsonisasi. Antibodi juga penting untuk menetralisir toksin.

Transpor obat
Seperti antibiotik ke tempat bakteri berkembang biak.

Pembentukan fibrin
Dari

eksudat

fibrinogen

dapat

menghalangi

gerakan

mikro-organsme,

menangkapnya dan memberikan fasilitas terjadinya fagositosis.

Mengirim nutrisi dan oksigen


Yang sangat penting untuk sel seperti neutrofil yang mempunyai aktivitas
metabolisme yang tinggi, yang dibantu dengan menaikkan aliran cairan melalui
daerah tersebut

Merangsang respon imun


Dengan cara menyalurkan cairan eksudat ke dalam saluran limfatik yang
memungkinkan partikel dari larutan antigen mencapai limfonodus regionalnya,
dimana partikel dapat merangsang respon imun.
Pembebasan enzim-enzim lisosom oleh sel radang dapat pula mempunyai efek
yang merugikan, yaitu:

Mencerna jaringan normal


Enzim-enzim seperti kolagenase, protease dapat mencerna jaringan normal, yang
menyebabkan kerusakan. Kondisi ini mungkin terutama sebagai hasil kerusakan
vaskuler, misalnya pada reaksi hipersensitivitas tipe III.

Pembengkakan
Pembengkakan jaringan yang mengalami radang akut dapat merugikan.
Pembengkakan karena radang akan berbahaya apabila terjadi di dalam ruang yang
tertutup seperti rongga kepala.

Respon radang yang tidak sesuai

Kadang-kadang respon radang akut tampak tidak sesuai, seperti yang terjadi pada
reaksi hipersensitivitas tipe I, dimana antigen di sekitarnya berkemampuan
menyebabkan reaksi yang tidak mengancam dan merugikan individu. Pada respon
radang karena alergi mungkin dapat mengancam hidupnya, misalnya asma
ekstrinsik.
B. Analisis Skenario
Akibat cedera
Warna kemerahan (rubor)
Diakibatkan oleh adanya dilatasi pembuluh darah kecil dalam daerah yang
mengalami kerusakan.
Panas (kalor)
Peningkatan suhu hanya tampak pada bagian perifer tubuh (kulit). Peningkatan
suhu ini diakibatkan karena meningkatnya aliran darah sehingga sistem vaskuler
dilatasi dan mengalirkan darah yang hangat pada daerah tersebut.
Bengkak (tumor)
Pembengkakan sebagai hasil adanya edema dan kelompok sel radang dalam
jumlah sedikit yang masuk ke dalam daerah tersebut.
Nyeri (dolor)
Rasa nyeri diakibatkan oleh regangan dan distorsi jaringan akibat edema dan
terutama karena tekanan pus di dalam rongga abses.
Demam
Demam merupakan manifestasi sistemik yang paling sering terjadi pada respon
radang dan merupakan gejala utama penyakit infeksi. Dalam kasus, Amir terkena
demam setelah 3 hari, hal itu dapat terjadi dikarenakan selama 3 hari tersebut
terjadi infeksi pada luka yang dialaminya. Tubuh memerlukan rentan waktu untuk

melawan masuknya mikroorganisme patogen yang dinamakan masa inkubasi. Zatzat yang dapat menimbulkan demam, yaitu:
-

Endotoksin bakteri gram negatif

Sitokin yang dilepaskan dari sel-sel limfoid


Mekanisme demam antara lain:
Aktivator (mikroba, toksin, kompleks antigen-antibodi, proses radang; dll)
menginduksi fagosit MN dan sel lain melepaskan interleukin-1 pusat
pengatur suhu (hipotalamus) melalui darah respon fisiologik demam
Vulnus excoriatum
Vulnus Amir tidak berbau karena tidak adanya pembusukan protein. Berbau atau
tidaknya luka dipengaruhi oleh bakteri piogenik yang dapat mengeluarkan gas.
Selain itu bakteri piogenik juga menimbulkan pus dan menyebabkan pus berwarna
kehijauan.
Komposisi vulnus yaitu:

1.

Fibrin

2.

Darah

3.

Jaringan nekrosis

4.

Dll
Penanganan luka
Prinsipnya adalah pada luka bersih tidak perlu diberikan antibiotik dan pada luka
kotor maka perlu diberikan antibiotik. Tindakan penanganan luka harus dilakukan
sesuai teknik aseptik (steril).

1.

Bersihkan tepi luka menggunakan alkohol

2.

Lanjutkan dengan pemakaian desinfektan seperti betadine pada luka

3.

Balut luka agar tidak terjadi infeksi lebih lanjut


Pemeriksaan mikroskopis dan kultur kuman

Tujuannya adalah memberikan indikasi awal dan penting berkenaan dengan sifat
organisme penginfeksi sehingga membantu pemilihan obat antimikroba.
Kultur kuman yaitu pemiaraan kuman, sehingga sewaktu-waktu perlu, kuman atau
bakteri itu selalu tersedia. Jika mengambil bahan dari salah satu koloni, kemudian
bahan itu ditanam pada medium baru yang steril, maka bahan itu akan tumbuh
menjadi koloni yang murni asalkan pekerjaan pemindahan itu dilakukan dengan
cermat menurut teknik aseptik.
Pengambilan sampel jaringan
Eksudat yang terkumpul harus diaspirasi dengan teknik aseptik. Jika materi secara
jelas terlihat purulen, apusan dan biakan dibuat secara langsung. Jika cairan jernih,
dapat disentrifugasi pada kecepatan tinggi selama 10 menit dan sedimen digunakan
untuk apusan selama 10 menit dan sedimen digunakan untuk apusan dan biakan
yang diwarnai. Metode biakan yang digunakan harus cocok untuk pertumbuhan
organisme yang dicurigai berdasarkan gejala dan tanda klinis demikian juga bakteri
pirogen yang sering ditemukan.
Presentase sel PMN dalam darah
Total jumlah sel darah putih pada orang dewasa adalah 7000 sel/mikroliter.
Netrofil

: 62,0%

Monosit

: 5,3%

Eosinofil

: 2,3 %

Limfosit

: 30,0 %

Basofil

: 0,4%

(Guyton, 2007)
Perbedaan radang akut dan kronis
-

Radang akut
Respon terhadap gangguan
-

Radang kronis
Respon bersifat lama

bersifat cepat dan langsung


-

Terjadi 2-3 hari

Hitungan

Jumlah sel darah putih (PMN) bulan

dalam

minggu-

meningkat

Terdapat sel MN

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Infeksi merupakan proses invasi mikroba atau parasit ke dalam jaringan yang
mengakibatkan perubahan setempat dan sistemik di dalam tubuh. Sedangkan
radang adalah reaksi jaringan terhadap cedera, secara khas terdiri dari respon
vaskular dan seluler, yang secara bersama berusaha menghancurkan substansi yang
dikenal sebagai benda asing dalam tubuh. Adapun tanda pokok radang akut yaitu
nyeri (dolor), kemerahan (rubor), panas (kalor), bengkak (tumor), dan gangguan
fungsi (functiolaesa).
B. Saran
1.

Jika terjadi luka lecet, maka segera bersihkan luka tersebut agar tidak terjadi
infeksi

2.

Untuk luka yang sudah lama dan mengeluarkan eksudat dan pus maka luka perlu
dikompres untuk mengeluarkan cairan abnormal tersebut

3.

Usahakan untuk selalu menjaga ketahanan tubuh melalui makanan yang bergizi
seimbang

4.

Segera periksakan ke pihak kesehatan jika ada reaksi infeksi atau peradangan
yang semakin memburuk
DAFTAR PUSTAKA

Brooks, Geo F. 2007. Mikrobiologi Kedokteran Jawetz, Melnick, dan Adelberg.Jakarta:


Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Dorland, W. A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta: Penerbit Buku


Kedokteran EGC.
Guyton, Arthur C. 2006. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Underwood, J. C. E. 1999. Patologi Umum dan Sistematik. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Sacher, Ronald A. 2004. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius.
http://library.usu.ac.id/index.php/component/journals/index.php?
option=com_journal_review&id=3866&task=view
http://rac.uii.ac.id/index.php/record/view/77246
http://library.usu.ac.id/download/fk/histologi-zukesti2.pdf

Vous aimerez peut-être aussi