Vous êtes sur la page 1sur 439

Materi CBT - Interna 2

Author :
dr. Yan Mardian
dr. Wirawan Prabowo

Outline Interna Part 2


Gastro Entero Hepatologi

Ginjal Hipertensi

Kardiologi

Gastro-Entero-Hepatology

Outline Materi
Irritable Bowel
Syndrome

Inflammatory
Bowel Disease

Dyspepsia

GERD

Perdarahan
Saluran Cerna

Cholecystitis
dan
Cholelithiasis

Cholangitis

Hepatitis

Jaundice

Pancreatitis
akut

Sirosis hepatis

Malignancy
abdominal

Liver Abscess

Diarrhea

IBS
(Irritable Bowel Syndrome)
Definition:
IBS adalah kelainan fungsional usus kronis berulang dengan nyeri atau
rasa tidak nyaman abdomen yang berkaitan dengan defekasi atau
perubahan kebiasaan buang air besar setidaknya selama 3 bulan

Epidemiology:
Prevalensi IBS pada wanita sekitar 1,5-2 kali prevalensi pada laki-laki.
IBS dapat terjadi pada semua kelompok umur dengan mayoritas pada
usia 20-30 tahun dan cenderung menurun seiring bertambahnya usia.

Kriteria Diagnosis (Rome III)


Nyeri abdomen atau sensasi tidak nyaman berulang paling tidak
selama 3 hari dalam satu bulan pada 3 bulan terakhir dengan 2
atau lebih gejala berikut :
Perbaikan dengan defekasi
Onset terkait dengan perubahan frekuensi buang air
besar

Onset terkait dengan perubahan bentuk atau


tampilan feses
Kriteria diagnostik terpenuhi selama 3 bulan terakhir dengan onset gejala
setidaknya 6 bulan sebelum diagnosis.

Menurut kriteria Roma III dan karakteristik feses, IBS dibagi menjadi 3 subkelas:

1. IBS dengan diare (IBS-D)


Feses lembek/cair 25% waktu dan
feses padat/bergumpal <25% waktu

Lebih umum ditemui pada laki-laki

Ditemukan pada satu pertiga kasus

2. IBS dengan konstipasi (IBS-C)


Feses padat/bergumpal 25% dan
feses lembek/cair <25% waktu

Lebih umum ditemui pada wanita

Ditemukan pada satu pertiga kasus

3. IBS dengan campuran kebiasaan buang air besar atau pola siklik (IBS-M)
Feses padat/bergumpal dan lembek/cair 25% waktu

Catatan: 25% waktu adalah 3 minggu dalam 3 bulan

Ditemukan pada satu pertiga kasus

IBD
(Inflammatory Bowel Disease)

Characteristic

Ulcerative Colitis

Chrons Disease

Segmen involved

Colonic mucosa only

Any part of GI

Most Common Site

Rectosigmoid (44%)

Ileocaecal junction (40%),


terminal ileum (35%)

Distribution

Continous

Discontinous, segmented

Ulceration

Fine, superficial

Deep, with submucosal


extension

Abdominal Pain, Fever

+-

+++

Diarrhea, Rectal Bleeding

+++

+-

Weight loss, malnourished

+-

+++

Abdominal Mass

Stricture, Fistule

Cancer

++

DCBE appearance

Lead pipe

String Sign

Cobble stone appearance,


Aphtous and linear ulcer

Pseudopolyps

++

Lead Pipe Colon


Rigid, ahaustral appearance of colon
classically seen with chronic
ulcerative colitis

String Sign
Very thin luminal contrast usually in
terminal ileum from spasm and
eventually fibrosis seen in mostly
crohns disease

Dyspepsia

Definisi (Konsensus Nasional


Dispepsia, 2014)

Dispepsia
merupakan rasa
tidak nyaman
yang berasal dari
daerah abdomen
bagian atas.

Rasa tidak nyaman dapat


berupa salah satu atau
beberapa gejala berikut yaitu:
nyeri epigastrium dan rasa
terbakar di epigastrium
rasa penuh setelah makan
cepat kenyang
rasa kembung pada saluran
cerna atas
mual, muntah, dan sendawa

Dispepsia (Roma III) adalah penyakit


dengan satu atau lebih gejala:
Rasa penuh
atau tidak
Rasa
Nyeri
terbakar di
nyaman
epigastrium
setelah
epigastrium
makan

Rasa cepat
kenyang

Gejala yang dirasakan harus berlangsung setidaknya selama tiga bulan


terakhir dengan awitan gejala enam bulan sebelum diagnosis ditegakkan

Klasifikasi Dyspepsia
Fungsional

Organik

Non-GI

epigastric
pain
syndrome
postprandial
distress
syndrome

ulkus gaster
ulkus
duodenum
gastritis
duodenitis
proses
keganasan.

Penyakit
Jantung
Myalgia
Hepatobilliar
Pankreatitis

Alur manajemen dyspepsia

Strategi tata laksana adalah memberikan terapi


empirik selama 1-4 minggu sebelum hasil investigasi
awal, yaitu pemeriksaan adanya Hp

Tanda Bahaya Dyspepsia:


penurunan berat badan (unintended)
disfagia progresif
muntah rekuren/persisten
perdarahan saluran cerna
anemia

Tidak

demam
Massa daerah abdomen bagian atas
riwayat keluarga kanker lambung

Ya
Ya

Tidak

dispepsia awitan baru pada pasien >45 tahun.


Obat yang dipergunakan dapat berupa antasida, antisekresi asam lambung (PPI misalnya omeprazole,
rabeprazole dan lansoprazole dan/atau H2-Receptor Antagonist [H2RA]), prokinetik, dan sitoprotektor
(misalnya rebamipide), di mana pilihan ditentukan berdasarkan dominasi keluhan dan riwayat
pengobatan pasien sebelumnya.

Patogenesis Dyspepsia Fungsional


Gangguan motilitas gastroduodenal

Inflamasi mukosa dan infeksi bakteri (Helicobacter pylorii)


Peningkatan sekresi asam lambung sebagai respon peningkatan
gastrin

Hipersensitivitas viseral,

Faktor psikologis.

Kebiasaan/ Lifestyle:
Diet tinggi asam,
diet pedas
Konsumsi alkohol dan merokok (tidak terlalu bermakna)

Penggunaan prokinetik seperti


metoklopramid, domperidon, cisaprid,
itoprid dan lain sebagainya dapat
memberikan perbaikan gejala pada beberapa
pasien dengan dispepsia fungsional.

Hal ini terkait dengan perlambatan


pengosongan lambung sebagai salah satu
patofisiologi dispepsia fungsional.

Data penggunaan obat-obatan antidepresan


atau ansiolitik pada pasien dengan dispepsia
fungsional masih terbatas.

Ulkus peptikum

Ulkus peptikum
Suatu penyakit yang diakibatkan oleh ketidakseimbangan faktor protektif dan agresif pada mukosa
lambung dan duodenum.
Faktor Defensif: sekresi mukus, bikarbonat

Faktor Agresif: asam lambung, pepsin, NSAIDs,


h.pylori

Sangat mungkin disertai infeksi Helicobacter pylorii (Ulkus gaster:


70%; Ulkus duodenum: 90%)

Gejala: rasa nyeri/ terbakar pada daerah epigastrium atau hipokondrium yang dapat menyebar
hingga ke punggung.
Ulkus Gaster: pain food pain

Ulkus Duodenum: pain food relieved

Klasifikasi di atas tidak selalu menunjukkan adanya


pola anatomis, namun sering digunakan

Terapi Ulkus
Peptikum

NSAIDs induced

COX-1, COX-2
5-LOX

Pencegahan untuk meminimalkan efek NSAIDs

Jika memungkinkan hentikan konsumsi NSAIDs

Atau berikan obat spesifik selektif COX-2 inhibitor/ NO-NSAID,


walaupun hal ini tidak 100% mencegah efek GI

Pemberian NSAIDs bersamaan dengan PPI/ prostaglandin/ H2RI

Recommendation NSAID Ulcer

Helicobacter Infection

Metode Diagnosis
H. pylory

Metronidazole can be substituted for amoxicillin in penicillin-allergic individuals

Evaluasi Terapi H. pylori


Pada daerah dengan resistensi klaritromisin tinggi, disarankan untuk melakukan
kultur dan tes resistensi (melalui sampel endoskopi) sebelum memberikan terapi.

Setelah pemberian terapi eradikasi, maka pemeriksaan konfirmasi harus


dilakukan dengan menggunakan UBT atau H. pylori stool antigen monoclonal
test.

Pemeriksaan dapat dilakukan dalam waktu paling tidak 4 minggu setelah akhir
dari terapi yang diberikan.

Keganasan lambung
Jarang menjadi penyebab dari dispepsia
kronis (< 1%)

Sering terdeteksi secara tidak sengaja


melalui gastroscopy

Infeksi Helicobacter pylorii


meningkatkan resiko terjadinya
adenokarsinoma gaster antara 5,6 7,1
kali

Terapi: Gastroduodenectomi radikal


disertai anastomosis esofago-ileal,
ditambah dengan kemoterapi dengan 5FU atau Cisplatin

GERD

GERD
Definisi:
suatu gangguan di mana isi lambung mengalami refluks secara berulang ke dalam
esofagus, yang menyebabkan terjadinya gejala dan/atau komplikasi yang mengganggu.
Gejala Khas
Heartburn (rasa terbakar di dada yang kadang disertai rasa nyeri dan pedih)
regurgitasi (rasa asam dan pahit di lidah)
nyeri epigastrium
disfagia
Odinofagia
Dua kelompok pasien GERD
Pasien dengan esofagitis erosif yang ditandai dengan adanya kerusakan mukosa esofagus
pada pemeriksaan endoskopi (Erosive Esophagitis/ERD)
Gejala refluks yang mengganggu tanpa adanya kerusakan mukosa esofagus pada
pemeriksaan endoskopi (Non-Erosive Reflux Disease/NERD)

Gejala spesifik untuk GERD


Heartburn dan/ atau regurgitasi
yang timbul setelah makan.

Penunjang Dx
GERD-Q
Endoskopi (GOLD STD)
Histopatologi
pH-metri 24 jam
PPI test

PPI Test
Tes ini dilakukan dengan
memberikan PPI dosis ganda
selama 1-2 minggu tanpa didahului
dengan pemeriksaan endoskopi.

Jika gejala menghilang dengan


pemberian PPI dan muncul kembali
jika terapi PPI dihentikan, maka
diagnosis GERD dapat ditegakkan.
Dalam sebuah studi metaanalisis, PPI
test dinyatakan memiliki sensitivitas
sebesar 80% dan spesifitas sebesar
74%

Target Terapi GERD


Menghilangkan gejala/keluhan
Menyembuhkan lesi esofagus
Mencegah kekambuhan
Memperbaiki kualitas hidup

Terapi Non Farmakologi


GERD

Mencegah timbulnya komplikasi.

Perhatian utama ditujukan


kepada
memodifikasi berat badan berlebih
meninggikan kepala lebih kurang
15-20 cm pada saat tidur

Faktor-faktor tambahan lain


seperti
menghentikan merokok dan minum
alkohol
mengurangi makanan dan obatobatan yang merangsang asam
lambung dan menyebabkan refluks
makan tidak boleh terlalu kenyang
Makan malam paling lambat 3 jam
sebelum tidur

PPI paling efektif dalam menghilangkan gejala serta


menyembuhkan lesi esofagitis pada GERD.
PPI terbukti lebih cepat menyembuhkan lesi esofagitis
serta menghilangkan gejala GERD dibanding golongan
antagonis reseptor H2 dan prokinetik.

Apabila PPI tidak tersedia, dapat diberikan H2RA

Dosis inisial PPI adalah dosis tunggal per pagi hari


sebelum makan selama 2 sampai 4 minggu.
Apabila masih ditemukan gejala sesuai GERD (PPI
failure), sebaiknya PPI diberikan secara berkelanjutan
dengan dosis ganda sampai gejala menghilang.
Umumnya terapi dosis ganda dapat diberikan sampai 48 minggu

Complications
1. Stricture
2. Mallory Weiss
tear
3. Barrets
Esophagus

Bimbel UKDI MANTAP

Barrets Esophagus

Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas


DEFINISI

Kehilangan darah
dari saluran cerna
atas mulai dari
esofagus sampai
dengan duodenum
(dengan batas
anatomik di
ligamentum Treitz)

Dari seluruh kasus


perdarahan saluran cerna
sekitar 80% sumber
perdarahannya berasal dari

Di Indonesia penyebab
tersering perdarahan

esofagus

ruptur varises
gastroesofagus

gaster

ulkus peptikum

duodenum

gastritis erosif

Penampilan klinis pasien dapat berupa


Hematemesis : Muntah darah berwarna hitam seperti bubuk
kopi (coffee ground emesis)
Melena : Buang air besar berwarna hitam seperti ter atau aspal
Hematemesis dan melena
Hematoskezia :Buang air besar berwarna merah marun,
biasanya dijumpai pada pasien-pasien dengan perdarahan masif
dimana transit time dalam usus yang pendek
Penampilan klinis lainnya yang dapat terjadi adalah sinkope,
instabilitas hemodinamik karena hipovolemik dan gambaran
klinis dari komorbid seperti penyakit hati kronis, penyakit paru,
penyakit jantung, penyakit ginjal dsb.

Tindakan umum terhadap pasien


diutamakan untuk ABC.
Stabilkan Hemodinamik
Pemasangan IV line paling sedikit 2 dengan
jarum(kateter) yang besar minimal no 18. Hal ini
penting untuk keperluan transfusi. Dianjurkan
pemasangan CVP
Oksigen sungkup/ kanula. Bila ada gangguan A-B
perlu dipasang ETT
Mencatat intake output, harus dipasang kateter urine
Memonitor Tekanan darah, Nadi,saturasi oksigen
dan keadaan lainnya sesuai dengan komorbid yang
ada.

Melakukan bilas lambung agar


mempermudah dalam tindakan endoskopi

Dalam melaksanakan tindakan


umum ini, terhadap pasien dapat
diberikan terapi
Transfusi untuk mempertahankan
hematokrit > 25%, Hb > 10 (syarat terapi
endoskopi )
Pemberian vitamin K (Penyakit hati kronis)
Obat penekan sintesa asam lambung (PPI)
(ulkus peptik)
Terapi lainnya sesuai dengan komorbid

Portal Hypertensive Gastropathy (PHG)


Primary Prevention
Non selective Beta-blocker:
propanolol, nadolol
Variceal Endoscopic Band Ligation

Variceal Bleeding Treatment:


Vasoactive agents: Somatostatin,
Octreotide somastatin analogue
Endoscopic Variceal Treatment
(Sclerotherapy, Variceal Band
Ligation)
TIPS (Transjugular Intrahepatic
Portosystemic Shunt)
Surgery (Splenorenal Shunting)

Invasive Tx

Ulkus Peptik Hemorrhagik


Tukak peptik
Terapi medikamentosa
PPI
Terapi endoskopi
Injeksi (adrenalinsaline, sklerosan,
glue, etanol)
Termal (koagulasi,
heatprobe, laser)
Mekanik
(hemoklip,stapler)
Terapi bedah

Mallory Weiss vs.Boerhaaves Syndrome


Mallory-Weiss: tear of mucosa due to severe vomiting; alcoholics
and bulemics
Boerhaave: transmural rupture of esophagus due to violent
retching; emergency

Cholelithiasis dan Cholecystitis

Cholesterol stones
Often solitary and large

Pigment stones
Excess insoluble unconjugate bilirubin
Often associate with hemolytic anemia

Mixed stones
Accounts for most stones (75-80%)
Mixture of cholesterol and calcium salts

Symptoms and signs:


Demam
Kolik perut di sebelah kanan atas atau epigastrium dan
teralihkan ke bawah angulus scapula dekstra, bahu kanan
atau yang ke sisi kiri, kadang meniru nyeri angina pektoris,
berlangsung 30-60 menit tanpa peredaan, berbeda dengan
kolik bilier.
Serangan muncul setelah konsumsi makanan besar atau
makanan berlemak di malam hari.
Flatulens dan mual
Ikterik
Teraba massa kandung empedu
Tanda Murphy positif
Diagnostic Imaging
USG
CT Scan
Hepatobiliary scintigraphy
Endoscopic retrograde cholangiopancreatography (ERCP)
Complications:
Perforasi, peritonitis , sepsis
Treatment:
Tirah baring, Puasa, Pemasangan infus, Pemberian anti nyeri
dan anti mual, Pemberian antibiotik:
Surgical: Laparoscopic cholecystectomy, ERCP

cholangitis

DD RUQ PAIN
Parameter

Kolelitiasis

Koledokolitiasis

Kolesistitis

Kolangitis

Nyeri Kolik

+/-

+/-

Nyeri Tekan
(Murphys sign)

Demam

+ (low grade)

+ (high grade)

Ikterus

Hepatitis

Sifat Virus Hepatitis


Hepatitis

Penularan

Sifat

Oral

Akut

Darah/Cairan Tubuh

Akut/Kronik

Darah/Cairan Tubuh

Kronik

Darah/Cairan Tubuh

Akut/kronik

Oral

Akut

Infeksi Virus Hepatotropik


Kronis

Akut
Prodromal
Demam
Mual/muntah
Nyeri perut
Nafsu makan
berkurang

Ikterik
Sklera kuning
BAK gelap

Sembuh

Hepatitis A

Hepatitis A

Hepatitis B

>2 milyar penduduk dunia terinfeksi virus Hep B


Hep B kronik
20-25% akan berlanjut menjadi sirosis hepatis
5-10% akan berlanjut menjadi kanker hati

Prevalensi HbsAg positif di Asia Tenggara 9,1 %


Indonesia no 3 di kawasan Asia Pasifik, prevalensi sekitar 24,25 juta
(>9%)
Penyebab kematian no 2 pada semua golongan umur pada golongan
communicable disease

Transmission

Clinical Course Hepatitis B

Patologi HBV
Virus masuk dan hidup di hepatosit sebagai virus
non sitopatogenik (replikasi virus di sitoplasma)

Pembentukan antibodi
Antibodi yang muncul tidak efektif untuk HBV
intrasel
Kerusakan hepatosit karena respon imun seluler
yang melawan HbcAg intraselular
Injuri primer dengan lisis imun dari hepatosit
yang terinfeksi

Genome dan Genotype HBV


Genotype

Negara

Genotype A

Eropa Barat Laut, Amerika utara, Central Afrika

Genotype B dan C

Asia Tenggara, China, Jepang

Genotype D

Eropa Selatan, Mediterania. Timur Tengah, India

Genotype E

Afrika

Genotype F

Amerika (asli), polinesia, Central Amerika dan Selatan

Genotype G

US dan Prancis

Perjalanan Alamiah Hep B kronik


(EASL, 2012)
Fase Immune Tolerant
HBeAg (+), tingkat replikasi virus Hepatitis B tinggi, sehingga HBV DNA serum tinggi, AST rendah (nekro
inflaasi hepar rendah, progresifitas fibrosis rendah)

Fase Immune Reactive HBeAg-positive


Kadar AST fluktuatif, nekroinflamasi hati sedang sampai berat, progresifitas fibrosis yang cepat
Berlangsung beberapa tahun setelah fase pertama dan diakhiri dengan seroconversi HBeAg

Fase Inactive HBV carrier state


Dapat diikuti dengan seroconversi HBeAG menjadi anti-Hbe, titer HBV rendah (<20.000IU/ml), kadar AST
normal

HBeAg-negative hepatitis B kronik


Dapat diikuti dengan seroconversi HBeAg menjadi anti Hbe selama fase immune reactive atau muncul
beberapa tahun setelah fase inactive carrier state. Kadang sulit membedakan inactive carrier state dengan
active HbeAg negative
Kondisi dimana adanya reaaktivasi, ditunjukkan dengan peningkatan HBV DNA dan kadar ALT immune
escape

Fase HbsAg negative


Setelah HbsAg hilang dan tingkat replikasi HBV rendah
Menunjukkan penyembuhan, resiko rendah untuk berkembang menjadi sirosis dan/ KHS

Terapi HBV
Golongan Analog nukleos(t)ida (AN)
Lamivudine (LAM)
Adefovir (Adv)
Entecavir (ETV)
Telbivudine (Ldt)
Tenofovir (TDF)
Golongan immunomodulator
Interferon alfa

Tujuan
Utama
Terapi:

Menekan nekroinflamasi
Normalisasi ALT
Serokonversi HBeAg, HBV
DNA menjadi negative
Mencegah penularan
Mencegah sirosis dan KHS

Hepatitis C

HIV 40
M

HBV
350 M

HCV
170 M

Iceberg Phenomena
3 juta orang di Indonesia terinfeksi

315000 kasus baru/tahun

25% kasus kanker hati akibat Hep C


kronis yang tidak terobati
80% pasien yang datang sudah
dalam fase lanjut dan tdk dapat
diobati

Clinical Course

Criteria Diagnosis

Management
Skrining
Anti HCV

Diagnosis
HCV RNA
HCV Genotype
APRI
Fibroscan

Biopsi hati

Terapi
Kurangi pemakaian alkohol
PEG-IFN + RBV (Pegylated
Interferon Alfa injeksi +
Ribavirin kaplet) 24-48
minggu terapi
Tambahan obat: Telaprevir,
boceprevir, Sofosbuvir,
simeprevir tergantung
genotype

Sembuh

Hepatitis D

Hepatitis D
Virus defective
Need component of HBV for replication
Super infection of Hep D, in patient of chronic HB, infected by HDV

Very pathogenic
Cause acute HDV and Chronic HDV
Clinical symptom of co-infection HDV-HBV same with acute infection
of HBV

Diagnosis
Detection HD Ag in hepatic tissue/blood
Detection serum IgM anti HDV

Hepatitis E

Caused by SS RNA virus


Genus virus: Calcivirus

Trnasmission by fecal-oral route


(contaminated water)
Acute epidemic of acute, self limited
hepatitis
Incubation mild infection with jaundice.
Incubation period 40 days (15-60 days)
Does not evolve into chronic hepatitis or
carcinoma
During pregnancy sometimes acute fulminant
hepatitis

Case fatality rate


Overall 1-3 %
Pregnant women, 15-25 %

Chronic sequelae: None identified

Serologic Hep E

IgM Anti-HEV serum


Acute Infection HEV

HEV-RNA in faeces

Jaundice

Jaundice Type

Hemolytic Jaundice

Parenchymatous Jaundice

Obstructive Jaundice

Conclusion
Type of Jaundice

Blood

Urine

Stool Color

Indirect Bil

Direct Bil

Bilirubin

Urobilinogen

1. Hemolytic

Not Present

2. Hepatocellular
damage

3. Obstructive

Pale

Parameter

Prehepatic
(Hemolytic)

Hepatic
(Hepatocellular)

Posthepatic
(Obstructive)

Unconjugated
Bilirubin

Normal

Conjugated
Bilirubin

Normal

VDB

Indirect

Biphasic

Direct

AST & ALT

Normal

Normal

ALP & GT

Normal

Normal

Stool Stercobilin

Darker

Pale greyish

Absent (clay color)

Pankreatitis Akut
Terjadinya pankreatitis akut diawali karena
adanya jejas di sel asini pankreas akibat
(2) stimulasi hormon
(3) iskemia (misalnya pada
kolesistokinin (CCK)
pankreatitis akut pasca
sehingga akan mengaktivasi
(1) obstruksi duktus
prosedur endoscopic
pankreatikus (terutama
enzim peankreas (misalnya
retrograde
oleh migrasi batu empedu)
karena pengaruh
cholangiopancreatography
hipertrigliseridemia dan
(ERCP) atau aterosklerosis
alkohol)

Menurut Klasifikasi Atlanta (2012), diagnosis pankreatitis


akut tegak apabila memenuhi 2 dari 3 kriteria
Nyeri perut bagian atas
Peningkatan amilase atau lipase lebih dari tiga kali nilai batas
normal
Hasil pemeriksaan imaging (USG/CT scan atau MRI).

Rare sign (<1%)

Cirrhosis hepatis

Definisi
Suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium
akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang
ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan
pembentukan nodulus regeneratif

Terjadi akibat nekrosis hepatoselular

Temuan Lab
SGOT dan SGPT meningkat tapi tak begitu tinggi (SGOT >> SGPT)
Alkali phosphatase meningkat sampai 2-3 kali batas normal atas
Bilirubin (bisa normal, bisa meningkat)
Albumin menurun
Globulin meningkat
Prothrombin time memanjang
Na+ serum menurun
Anemia
Thrombositopenia
Leukopenia

Pemeriksaan USG
Menilai sudut hati, permukaan
hati, ukuran, homogenitas,
massa, ascites, splenomegali,
thrombosis vena porta,
pelebaran vena portal
Pada sirosis lanjut:
Hati mengecil dan nodular
Permukaan irregular
Echogenitas parenkim hati meningkat

Komplikasi
Peritonitis bakterial spontan (infeksi cairan ascites)
Hepatorenal sindrome (gangguan fungsi ginjal akut berupa oliguria,
peningkatan ureum, kreatinin)
Varises esophagus (manifestasi hipertensi portal)

Encephalopathy hepatic (gangguan tidur gangguan kesadaran koma)

Hepatopulmonal sindrome (hidrothoraks dan hipertensi portopulmonal)

Multifactorial Hypothesis of HE

Hepatic encephalopathy

Neurological Sign

Management

Specific Treatment of HE
Diet Protein: 0,8 1,0 g/kg/day
Non absorbable dissacharides (lactuloses)
Enema
Antibiotic : Neomycin, Rifaximine
L-ornithine L-aspartate
Branched-Chain amino, acid supplementation
Other tx: Flumazenil, Dopaminergic agonists, Bromocriptine and L-dopa, Molecular absorbent
recirculating system (MARS), Acarbose, Probiotics

Ascites

Hepatopulmonal Syndrome

Hepatorenal Syndrome

Abdominal Tumor in Adult

Hepatocellular Carcinoma

Major Risk Factor


HBV related HCC
HBV is an oncogenic virus
Frequent integration of HBV to HCC chromosomes
Transacting elements in HBV genome HB X antigen and pre S2/S protein
importance influence on cellular function
HCV related HCC
HCV is an RNA virus
Lack of reverse transcriptase enzyme
Cirrhosis persistent necrosis/inflammation spontaneous mutation
and gene instability
Other risk factor
Aflatoxin
Alkohol
Oral contraceptive

Geographic variation : high incidence in East Asia and


Central Asia, low incidence in USA and EUROPE

Epidemiology of HCC

Carcinoma of the Pancreas

Epidemiologi

70% carcinomas in the head of


pancreas
Jaundice and epigastric pain
May compress duodenum and
produce obstructive symptoms
May invade the stomach and
producing hematemesis
Common bile duct obstruction
cholangitis, jaundice

Colorectal Cancer

Letak Tersering Ca Colon

Colorectal cancers remain asymptomatic for years; symptoms develop


insidiously and frequently have been present for months, sometimes years,
before diagnosis.

Cecal and right


colonic cancers

Left-sided lesions

Fatigue,

Occult bleeding

Weakness,

Changes in bowel habit

Iron deficiency anemia.

Crampy left lower


quadrant discomfort.

Although anemia in females may arise from gynecologic causes, it is a clinical


maxim that iron deficiency anemia in an older man means gastrointestinal
cancer until proved otherwise.

Patients at sufficientlyincreased risk to change


screening recommendations are
those who have:
A personal history of CRC or
adenomatous polyp
A genetic syndrome predisposing to CRC
(ie, hereditary nonpolyposis colorectal
cancer [HNPCC], familial adenomatous
polyposis [FAP])
One first-degree relative with CRC or
advanced adenoma diagnosed at age
<60 years
Two or more first-degree relatives with
CRC or advanced adenoma at any age
IBD causing pancolitis or longstanding
(>8 to 10 years) active disease
Certain other clinical situations such as a
personal history of childhood cancer
requiring abdominal radiation therapy

Diagnosis

Liver Abscess

Etiology

Parameter

Pyogenic Liver Abscess

Amebic Liver Abscess

Number

Often Multiple

Usually Single

Location

Either lobe of liver

Usually right hepatic lobe,


near the diaphrag

Presentation

Subacute

Acute

Jaundice

Mild

Moderate

Diagnosis

USG or CT + Aspiration
Cluster sign on CT scan

USG/CT & amebic serology


(Titre 0,5)

Treatment

Drainage + Antibiotics IV

Metronidazole/Tinidazole

Diare

Definisi
BAB cair/ setengah padat, frekuensi >3 kali sehari, dengan
kandungan air dlm tinja >200 gr atau 200 ml/24jam

Diare akut: diare <14 hari


Diare kronik >15 hari
Persistent diarrhea: prolonged acute diarrhea, due to infection
Chronic diarrhea: Episode of diarrhea, lasts for > than several weeks,
caused by non-infectious etiology

Bimbel UKDI MANTAP

Bimbel UKDI MANTAP

Pendekatan pasien dewasa dengan


diare akut:
1. Melakukan penilaian awal dan memeriksa tanda dehidrasi
2. Terapi dehidrasi
3. Mencegah dehidrasi pada pasien tanpa tanda dehidrasi menggunakan cairan atau larutan rehidrasi oral:
a) Rehidrasi pasien dengan dehidrasi sedang menggunakan larutan rehidrasi oral dan koreksi dehidrasi berat dengan larutan intravena
yang tepat,
b) Memberikan hidrasi menggunakan larutan rehidrasi oral,
c) Mengobati gejala.

4. Stratifikasi manajemen:
a) Petunjuk epidemiologis: makanan, antibiotik, aktivitas seksual, perjalanan wisata, penyakit lainnya, wabah, musim.
b) Petunjuk klinis: diare berdarah, nyeri abdomen, disentri, penurunan berat badan, infl amasi fekal.

5. Mengambil spesimen fekal untuk analisis:


Jika diare berat, inflamasi, berdarah atau persisten, dan pada saat awal wabah atau epidemik.

6. Mempertimbangkan terapi antimikrobial untuk patogen spesifik.

Obat Anti Diare


Kelompok Opiat
Dalam kelompok ini tergolong kodein fosfat,
loperamid HCl, serta kombinasi difenoksilat dan
atropin sulfat.
Penggunaan kodein adalah 15-60 mg 3x sehari,
loperamid 2-4 mg/3-4 kali sehari.
Efek kelompok obat tersebut meliputi
penghambatan propulsi, peningkatan absorbsi
cairan, sehingga dapat memperbaiki konsistensi
feses dan mengurangi frekuensi diare.
Obat ini tidak dianjurkan pada diare akut dengan
gejala demam dan sindrom disentri

Probiotik
Kelompok probiotik terdiri dari
Lactobacillus dan Bifi dobacteria atau
Saccharomyces boulardii, bila meningkat
jumlahnya di saluran cerna akan memiliki
efek positif karena berkompetisi untuk
nutrisi dan reseptor saluran cerna.

Kelompok Absorbent
Arang aktif, attapulgit aktif, bismut subsalisilat,
pektin, kaolin, atau smektit diberikan atas dasar
argumentasi bahwa zat ini dapat menyerap
bahan infeksius atau toksin.
Melalui efek tersebut, sel mukosa usus terhindar
kontak langsung dengan zat-zat yang dapat
merangsang sekresi elektrolit.

Kelompok Anti-sekresi Selektif


Terobosan terbaru milenium ini adalah
mulai tersedianya secara luas racecadotril
yang bermanfaat sebagai penghambat
enzim enkephalinase, sehingga enkephalin
dapat bekerja normal kembali. Perbaikan
fungsi akan menormalkan sekresi
elektrolit, sehingga keseimbangan cairan
dapat dikembalikan.

Pemberian antibotik secara empiris jarang diindikasikan pada diare akut infeksi,
karena 40% kasus diare infeksi sembuh kurang dari 3 hari tanpa pemberian
antibiotik.

Antibiotik diindikasikan pada pasien dengan gejala dan tanda diare infeksi, seperti
demam,

feses berdarah,

leukosit pada feses,

persisten atau
penyelamatan jiwa
pada diare infeksi,

diare pada pelancong,

pasien
immunocompromised.

Nefrologi Dan Hipertensi

Outline Materi

Hipertensi

Infeksi Saluran
Kemih

Chronic
Kidney
Disease

Acute Kidney
Injury

Sindrom
Nefrotik

Sindrom
Nefritik

Diagnosis Hipertensi

Bimbel UKDI MANTAP

Klasifikasi ESC VS JNC

Bimbel UKDI MANTAP

95%
5%

tidak diketahui
penyebabnya
(hipertensi primer)
ada penyebab
tertentu: misal, oleh
karena gangguan
ginjal atau hormon
(hipertensi sekunder)
Bimbel UKDI MANTAP

Hipertensi
Sekunder

Menurunkan
berat badan

Hindari
alkohol

Mengubah
gaya hidup

Olahraga
teratur

Mengurangi
konsumsi
garam

Makanan
yang sehat

Bimbel UKDI MANTAP

Bimbel UKDI MANTAP

Bimbel UKDI MANTAP

If a drug is not tolerated or is contraindicated, then one


of the other classes proven to reduce cardiovascular
events should be used instead.
Treating SBP and DBP to targets that are <140/90
mmHg is associated with a decrease in CVD
complications.
In patients with hypertension and diabetes or renal
disease, the BP goal is <130/80 mmHg.

Bimbel UKDI MANTAP

Bimbel UKDI MANTAP

Obat
AntiHipertensi

Bimbel UKDI MANTAP

From: 2014 Evidence-Based Guideline for the Management of High Blood Pressure in
Adults: Report From the Panel Members Appointed to the Eighth Joint National
Committee (JNC 8)
JAMA. 2013;():. doi:10.1001/jama.2013.284427

Figure Legend:
Comparison of Current Recommendations With JNC 7 Guidelines
Date of download:
12/19/2013

Copyright 2012 American


Medical Association. All rights
reserved.

Bimbel UKDI MANTAP

2014 Guideline for Management of High Blood


Pressure : Step 1

2014 Guideline for Management of High Blood


Pressure : Step 2

2014 Guideline for Management of High Blood


Pressure : Step 3

2014 Guideline for Management of High Blood


Pressure : Step 4

Target TD

Krisis Hipertensi
Hypertensive urgency (hipertensi mendesak)
Tekanan darah yang sangat tinggi (>180/120 mmHg) JNC VII
Tidak disertai kelainan/ kerusakan organ target yang progresif
Dengan nyeri kepala (22%), anxietas, faintness, epistaxis (17%)
Hypertensive emergency (hipertensi darurat)
Tekanan darah yang sangat tinggi (> 180/120 mm Hg) JNC VII
Kelainan/ kerusakan target organ yang bersifat progresif (e.g.
hypertensive encephalopathy, cerebral vascular accident/ cerebral
infarction, SAH, ICH, myocardial ischemia/ infarction, acute
pulmonary edema, acute renal failure, retinopathy, eclampsia, etc.)

Bimbel UKDI MANTAP

Bimbel UKDI MANTAP

ETIOLOGI
Non compliance pada obat antihipertensi
Withdrawal obat antihipertensi (e.g.
alpha 2 agonist)
Konsumsi substansi yang bisa
meningkatkan tekanan darah
Bimbel UKDI MANTAP

MANAGEMENT DAN TERAPI


Urgency hypertension
Tekanan darah diturunkan dalam periode beberapa jam-hari dan bahkan lebih lambat
pada individu usia tua yang berisiko mengalami hipoperfusi serebral atau myokard
akibat penurunan tekanan darah yang terlalu cepat.
Target penurunan tekanan darah dapat diturunkan sampai < 160/110 mmHg akan tetapi
Mean Arterial Pressure (MAP) diturunkan tidak lebih dari 25% dalam beberapa jam.
Target untuk pengobatan jangka panjang adalah < 140/90 mmHg.
Emergency hypertension
Manajemen tekanan darah dilakukan dengan obat-obatan parenteral secara tepat dan
cepat.
Pasien harus berada di dalam ruangan ICU agar monitoring tekanan darah bisa
dikontrol dan dengan pemantauan yang tepat.
Secara umum tingkat ideal penurunan tekanan darah adalah dengan penurunan Mean
Arterial Pressure (MAP) 10-20% selama 1 jam awal dan 5-15% pada 23 jam berikutnya.
Penurunan tekanan darah yang mendadak menyebabkan iskemia renal, serebral atau
koroner

Bimbel UKDI MANTAP

Obat Hipertensi Oral


OBAT

SEDIAAN

ONSET

DURASI

DOSIS

PERHATIAN KHUSUS

Captopril

Tablet 12,5 mg
Tablet 25 mg
Tablet 50 mg

15-30 menit

6-8 jam

6,25-50 mg/kali
Dapat diulang per jam

KONTRAINDIKASI:
STENOSIS ARTERI RENAL
KEHAMILAN

Klonidin

Tablet 0,075 mg
Tablet 0,15 mg

30-60 menit

3-12 jam

0,075-0,15 mg/kali
Dapat diulang per jam
Dosis max 0,6 mg

EFEK SAMPING (SERING):


MULUT KERING
SOMNOLEN

Furosemide

Tablet 40 mg

30-60 menit

6-8 jam

20-80 mg/kali
Dapat diulang per 8 jam
Dosis max 600 mg

EFEK SAMPING
HIPERURISEMIA
HIPOKALEMIA

Nifedipine

Tablet 10 mg

5-15 menit

2-6 jam

10 mg/kali
Dapat diulang per 15
menit

KONTRAINDIKASI:
KASUS KRISIS HIPERTENSI
DENGAN GANGGUAN
OTAK DAN ISKEMIA
JANTUNG

HANYA
DIBERIKAN JIKA
TIDAK ADA OBAT
LAIN

Bimbel UKDI MANTAP

Obat Hipertensi Parenteral


OBAT & SEDIAAN
Propranolol
Inj. 1 mg/ml

DOSIS
Dosis inisial
1 mg IV tiap 3-5 menit, max
6,15 mg/kgBB
Dosis maintenance
2-6 mg IV tiap 4-6 jam

ONSET
2-10 menit

DURASI
6-12 jam

EFEK SAMPING
KETERANGAN
Mual/muntah, paresthesia, Digunakan pada kasus
bronkospasme, dizziness, diseksi aorta
blok kardial (cth. AV blok) Hindari penggunaan pada
gagal jantung akut, av blok
derajat 2/3, dan adanya
obstruksi jalan nafas
(PPOK, asma)

Nikardipin
Inj. 10 mg/10 ml
(Perdipine)

Infus drip intravena dengan 5-15 menit


dosis 0,5-6 mcg/kgBB/menit

1,5-4 jam atau


sepanjang infus
berjalan

Takikardia, nyeri kepala,


dizziness, mual, flushing,
phlebitis, lokal edema

Hindari penggunaan pada


gagal jantung akut dan
iskemia koroner

Nitrogliserin
Inj. 50 mg/10 ml
(Glyceryl Trinitrate
DBL)
Inj. 10 mg/10 ml
(Nitrocine,NTG)

Infus drip intravena 5-100


mcg/menit

5-10 menit atau


sepanjang infus
berjalan

Hypoxemia, takikardia
(aktivasi refleks
simaptetik), nyeri kepala,
muntah, flushing,
methemoglobinemia,
toleransi pada pemakaian
jangka panjang

Obat anti hipertensi


potensial pada pasien
dengan iskemia koroner
atau edem paru akut

Klonidin
Inf. 0,15 mg/ml
(Catapres)

Infus drip intravena


30-60 menit
0.2-0,5 mcg/kgBB/menit. Per
infus maximum 0,15 mg

6-10 jam atau


sepanjang infus
berjalan

Mulut kering, somnolen,


nyeri kepala, dizzines,
fatigue

Diltiazem
Inj. 50 mg/vial
(Herbesser)

Infus drip intravena 5-15


mcg/kgBB/menit

1-3 jam atau


sepanjang infus
berjalan

AV blok, denyut prematur


atrium, edema, nyeri
kepala, dizziness

Diberikan pada kasus


hipertensi emergensi yang
diakibatkan withdrawal
klonidin
Kontraindikasi pada kasus
syok kardiogenik, AV blok
derajat 2-3, sick sinus
syndrome, sindrom WPW
atau LGL

2-5 menit

5-10 menit

Bimbel UKDI MANTAP

Bimbel UKDI MANTAP

Bimbel UKDI MANTAP

Infeksi saluran kemih

Bimbel UKDI MANTAP

Definisi
Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah suatu penyakit yang ditandai dengan ada/ ditemukannya
mikroorganisme dalam urine

Kondisi ISK dapat diketahui dengan adanya mikroorganisme di dalam urine, yang paling
sering adalah ditemukannya bakteri dalam urine. Adanya bakteriuria bermakna
(significant bacteriuria) adalah ditemukannya pertumbuhan mikroorganisme murni lebih
dari 105 colony forming units/ milliliter (cfu/ml) pada biakan urine.
Dari data penelitian yang ada, hampir 25-35% dari semua perempuan dewasa telah
pernah mengalami ISK dalam hidupnya. ISK berulang pada laki-laki lebih jarang ditemukan
jika tidak ditemukan adanya faktor pencetus yang jelas. Pada individu perempuan,
prevalensi ISK pada usia sekolah adalah 1%, yang meningkat menjadi 5% pada fase seksual
aktif. (PAPDI, 2009)
Bimbel UKDI MANTAP

Klasifikasi ISK
Menurut Pembagian Anatomisnya

Menurut Tanda Klinisnya

Infeksi Saluran Kemih Bawah (ISKB), meliputi infeksi dan perdangan


pada:
Perempuan: Meliputi sistitis yakni
suatu presentasi infeksi kandung
kemih disertai bakteriuria
bermakna, dan sindroma uretra
akut (SUA) yakni adanya presentasi
sistitis tanpa adanya
mikroorgnisme/ steril.
Laki-Laki: Sistitis, prostatitis,
epididimitis, dan urethritis

Bakteriuria Asimptomatik/ Covert


Bacteriuria. Merupakan kondisi
ditemukannya bakteriuria bermakna
yang tidak disertai adanya keluhan
ataupun tanda-tanda klinis. Kondisi
ini sering diakibatkan oleh:
Pasien telah mendapatkan/ sedang
menggunakan terapi antimikroba
Terapi diuretika
Minum banyak
Waktu pengambilan sampel tidak
tepat
Peranan bakteriofag

Infeksi Saluran Kemih Atas (ISK-A):


Meliputi pielonefritis akut (PNA)
yakni adanya proses inflamasi pada
parenkim ginjal yang disebabkan
oleh infeksi bakteri, dan pielonefritis
kronis (PNK) yang merupakan
kondisi lanjut dari adanya infeksi
akut sejak masa kecil, obstruksi
saluran kemih dan refluks
vesikoureter dengan maupun tanpa
adanya bakteriuria kronik dan sering
diikuti terjadinya jaringan parut
pada ginjal.

Bakteriuria Simptomatik,
merupakan kondisi ditemukannya
bakteriuria bermakna yang juga
diikuti oleh adanya keluhan maupun
tanda-tanda klinis suatu ISK.

Bimbel UKDI MANTAP

Menurut Komplikasinya
Infeksi Saluran Kemih Sederhana
(Uncomplicated), Merupakan suatu
kondisi ISK yang tunggal maupun
berulang, namun tidak ditemukan
tanda-tanda maupun gejala
insufisiensi renal kronik.
Infeksi Saluran Kemih
Berkomplikasi (Complicated),
Merupakan suatu kondisi ISK yang
diikuti dengan terjadinya insufisiensi
renal kronik yang seringkali
berkaitan dengan refluks
vesikoureter sejak lahir yang
biasanya dapat berakhir pada gagal
ginjal terminal.

Etiologi dan faktor risiko


Menurut Harrison et al. (2009),
pencetus/ agen etiologik ISK pada
umumnya adalah bakteri. Pada
umumnya penyebabnya adalah
mikroorganisme tunggal seperti:
Eschericia
coli,
merupakan
mikroorganis
me yang
paling sering
diisolasi dari
pasien
dengan ISK
asimptomatik
maupun
simptomatik.

Mikroorganisme
lainnya yang
sering dtemukan
seperti Proteus
spp. (ditemukan
pada 33% ISK
anak laki-laki
berusia 5 tahun),
Klebsiella spp.,
dan
Staphyllococcus
spp. dengan
koagulase negatif.

Infeksi
Pseudomonas
spp. akibat
dari
pemasangan
kateter dan
infeksi
nosokomial.

Faktor Risiko

Riwayat diabetes melitus


Riwayat kencing batu (urolitiasis)
Higiene pribadi buruk
Riwayat keputihan
Kehamilan
Riwayat infeksi saluran kemih
sebelumnya
Riwayat pemakaian kontrasepsi
diafragma
Kebiasaan menahan kencing
Hubungan seksual
Anomali struktur saluran kemih

Bimbel UKDI MANTAP

Bimbel UKDI MANTAP

Tanda dan gejala ISK atas


ISK Atas, missal pada pielonefritis akut (PNA)
ditandai dengan
demam tinggi (dapat mencapai 40-410C)
Mengiggil, dan
sakit pinggang.

Gejala yang dapat dialami juga antara lain

kram punggung
nyeri punggung
mual-muntah
skoliosis, dan
hingga penurunan berat badan.

Gejala ISK-A biasanya didahului dengan gejala


ISK-B.
Bimbel UKDI MANTAP

Tanda dan gejala ISK Bawah


Gejala yang dapat dialami antara lain nyeri suprapubik,
disuria, peningkatan frekuensi berkemih, hematuria,
urgensi, stranguria, nokturia, dan polakisuria.
Pasien dapat mengalami ISK rekuren. Secara umum ISK
rekuren dibagi menjadi 2, yakni:
(1) Re-infeksi: pada umumnya episode infeksi berlangsung dengan interval > 6
minggu dengan mikroorganisme yang berlainan, dan
(2) Relaps: setiap kali infeksi diakibatkan oleh mikroorganisme yang sama,
disebabkan oleh pemberian terapi yang tidak adekuat. (Hooton, 2012)
Bimbel UKDI MANTAP

Pemeriksaan lanjutan
Investigasi lanjutan dengan menggunakan
renal imaging bukanlah suatu prosedur
rutin, dan harus didasari dengan indikasi
klinis yang tepat dan kuat, seperti:
ISK kambuhan (relaps)
Pasien laki-laki
Gejala urologis: kolik ginjal, piuria, atau hematuria
masif.
Hematuria persisten
Mikroorganisme non-regular: Pseudomonas spp dan
Proteus spp.
ISK berulang dengan interval 6 minggu.

Pilihan renal imaging antara lain adalah:


Ultrasonografi (USG) Renal
Radiografi
Foto Polos Abdomen/ BNO (Blaas-Neer Oversicht)
Pielografi Intravena (IVP)
Sistografi Mikturisi
Radioisotop Scanning

Bimbel UKDI MANTAP

Management ISK-A
Pasien dengan PNA pada umumnya dapat dilakukan rawat jalan kecuali
didapatkan indikasi rawat inap seperti:
Kegagalan mempertahankan hidrasi normal atau toleransi terhadap antibiotika oral.
Pasien sakit berat atau dengan debilitasi.
Terapi antibiotika oral selama rawat jalan mengalami kegagalan.
Diperlukan investigasi lanjutan.
Faktor predisposisi untuk ISK tipe komplikasi.
Komorbiditas seperti kehamilan, DM, dan usia lanjut.

Menurut konvensi The Infectious Disease Society of America (2008), dianjurkan


satu dari tiga pilihan antibiotika IV sebagai terapi awal selama 48-72 jam
sebelum mengetahui mikroorganisme penyebab, yakni sebagai berikut:
Fluorokuinolon
Aminoglikosida dengan atau tanpa Ampisilin
Sefalosporin dengan spektrum luas dengan ataupun tanpa Aminoglikosida
Bimbel UKDI MANTAP

Manajemen
ISK-A

Antimikroba

Dosis

Interval

Sefepim

1 gram

12 jam

Siprofloksasin

400 mg

12 jam

Levofloksasin

500 mg

24 jam

Ofloksasin

400 mg

12 jam

3 - 5 mg/kgBB

24 jam

1 mg/ kgBB

8 jam

1 2 gram

6 jam

3,2 gram

8 jam

3,375 gram

6 8 jam

250 500 mg

6 8 jam

Gentamisin (+Ampisilin)

Ampisilin (+Gentamisin)
Tikarsilin-Klavulanat
Piperasilin-Tazobaktam
Imipenem-Silastatin
Tabel 2. Antimikroba Pada ISK Atas Tak Berkomplikasi
Sumber: Panduan Pelayanan Medik PAPDI, 2009, hlm 175

Bimbel UKDI MANTAP

Manajemen
ISK-B

Antimikroba

Dosis

Lama Terapi

Kotrimoksazol (TMP-SMX)

2 x 960 mg

3 hari

Trimetoprim

2 x 100 mg

3 hari

Siprofloksasin

2 x 100-250 mg

3 hari

Levofloksasin

2 x 250 mg

3 hari

Sefiksim

1 x 400 mg

3 hari

Sefpodoksim Proksetil

2 x 100 mg

3 hari

Nitrofurantoin Makro

4 x 50 mg

7 hari

Nitrofurantoin Mono

2 x 100 mg

7 hari

Amoksisilin-Klavulanat

2 x 625 mg

7 hari

Tabel 1. Antimikroba Pada ISK Bawah Tak Berkomplikasi


Sumber: Panduan Pelayanan Medik PAPDI, 2009, hlm 175
Bimbel UKDI MANTAP

Bimbel UKDI MANTAP

Chronic Kidney Disease

Bimbel UKDI MANTAP

Definisi CKD
Merupakan suatu proses patofisiologis dengan etiologi
beragam, yang mengakibatkan penurunan fungsi ginjal.
Gagal ginjal: keadaan klinis yang ditandai dengan
penurunan fungsi ginjal secara ireversibel.

Pada tahap akhir memerlukan terapi penggantian ginjal


secara tetap, berupa dialysis atau pun transplantasi ginjal.

Bimbel UKDI MANTAP

Bimbel UKDI MANTAP

Kriteria CKD
Kerusakan ginjal yang terjadi selama
lebih dari 3 bulan, berupa kelainan
structural maupun fungsional, dengan
maupun tanpa penurunan laju filtrasi
glomerulus (LFG), dengan manifestasi:
Kelainan patologis
Terdapat kelainan ginjal, termasuk kelainan
dalam komposisi darah atau urine, atau
kelainan dalam tes pencitraan.

LFG =
LFG < 60 ml/menit/1,73 m2selama 3
bulan, dengan ataupun tanpa
kerusakan ginjal.

(140 usia) xBB

72 x Kreat. Plasma (mg/dl)


Pada wanita dikali 0,85

Bimbel UKDI MANTAP

Klasifikasi CKD Berdasar Derajat

Bimbel UKDI MANTAP

Klasifikasi CKD Berdasar Etiologi


Penyakit
Penyakit Ginjal Diabetes

Diabetes Tipe 1 dan 2

Penyakit Ginjal Non-Diabetes

Penyakit Glomerular
(autoimun, infeksi
sistemik, obat, neoplasia)
Penyakit Vaskular (pembuluh
darah besar, hipertensi,
mikroangiopati)
Penyakit Tubulointerstisial
(pyelonefritik, batu, obstruksi,
keracunan obat)
Penyakit Kistik (penyakit ginjal
polikistik)

Penyakit Pada Transplantasi

Rejeksi kronik
Keracunan obat (siklosporin,
takrolimus)
Penyakit rekuren (glomerular)
Transplant glomerulopathy

Diabetes Melitus (44%: 7%


tipe 1, 37% tipe 2)

Hipertensi dan penyakit


pembuluh darah besar (27%)
Glomerulonefritis (10%)
Nefritis Interstisialis (4%)
Penyakit Ginjal Polikistik
(3%)
Lain-lain (12%)

Tipe Mayor (Contoh)

Bimbel UKDI MANTAP

Pendekatan
Diagnosis
GambaranKlinis
Adanya penyakit yang
mendasari: DM, HT, infeksi
salurah kemih, batu
saluran kemih, SLE, dsb.
Sindrom Uremia: lemah,
lethargi, anoreksia, mualmuntah, nokturia,
kelebihan cairan, kejang,
hingga koma.
Gejala Komplikasi:
anemia, hipertensi, payah
antung, asidosis
metabolik, osteodistrofi
renal, gangguan elektrolit.
Bimbel UKDI MANTAP

Bimbel UKDI MANTAP

Pendekatan Diagnosis
Gambaran Laboratoris
Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya
Penurunan fungsi ginjal:
peningkatan kadar ureum dan kreatinin
serum,
penurunan LFG.
Kelainan Kimia Darah:
penurunan kadar Hb,
peningkatan kadar asam urat,
hiper/hipokalemia,
hiponatremia,
hiper/hipokloremia,
hiperfosfatemia,
hiperkalsemia,
asidosismetabolik.
Kelainan Urinalisis: proteinuria, hematuria,
leukosuria, cast, isostenuria.
Bimbel UKDI MANTAP

Gambaran Radiologis
Foto Polos Abdomen:
gambaran batu radio-opak
IVP: jarang dikerjakan
karena kekhawatiran
kontras yang tidak dapat
dibuang melalui ginjal.
Pyelografi Ante/Retrograd
USG: ukuran ginjal mengecil,
korteks menipis, massa/
kista ginjal, hidronefrosis.
Renografi

Estimasi LFG-Kreatinin
Estimates of serum creatinine (mg/dL)
by age range and average body mass*
Stage

GFR (mL/min)

Age 21 Yr

Age 75 Yr

>90

1.0-0.8

1.0-1.7

60-89

2.0-1.1

1.6-1.1

30-59

3.5-2.1

2.7-1.7

15-29

7.5-3.6

4.5-2.8

< 15 or dialysis

>7.6

>4.5

Tatalaksana CKD Berdasar Derajat

Bimbel UKDI MANTAP

Bimbel UKDI MANTAP

Komplikasi CKD
LFG
Deraj
(ml/min/1,73m2
at
)

Komplikasi

90

60 - 89

Hipertensi/Prehip
ertensi

30 - 59

Hiperfosfatemia
Hipokalsemia
Anemia
Hiperparatiroid
Hipertensi
Hiperhomosisteine
mia

15 - 29

Malnutrisi
Asidosis Metabolik
Hiperkalemia
Dislipidemia

< 15 ataudialisis

Gagal Jantung
Uremia

Mengatasi Komplikasi-Progresi CKD


Menghambat perburukan fungsi ginjal
diantaranya dengan pembatasan asupan protein (0,6-0,8 g/kgBB/hari) dan fosfat ( 10 g/ hari)

Anemia pada GGK


Akibat insufisiensi produksi eritropoietin atau akibat defisiensi besi. Panduan KDOQI mempertahankan
hematokrit pada kisaran 33%-36% (Hb 11-12 g/dL) perbaikan kognitif,fungsi jantung, kemampuan fisik,
dan menurunkan mortalitas.
Eritropoietin subkutan pada pasien GGK, termasuk pasien dengan CAPD dan hemodialisis. Eritropoietin
diberikan satu kali, dua atau tiga kali perminggu ( Dosis inisial 30 sampai 300 units/kg/minggu dengan
dosis rumatan 60 sampai 600 unit/kg/minggu berdasarkan kadar hemoglobin setiap bulannya).
Terapi zat besi yang direkomendasikan adalah 2-3 mg/kgBB/hari dibagi 2-3 dosis.

Osteodistrofi renal (terjadi karena hiperfosfatemia)


dilakukan dengan pembatasan asupan fosfat, memberikan pengikat fosfat (CaCO3), dan kalsitriol (sekaligus
mencegah hiperparatiroidisme)

Restriksi cairan
input cairan adalah 500-800 ml ditambah urine yang keluar.

Bimbel UKDI MANTAP

Hyperkalemia
management
Bimbel UKDI MANTAP

Bimbel UKDI MANTAP

Acute Kidney Injury

Bimbel UKDI MANTAP

AKI (Acute Kidney Injury)


Definition and diagnostic Criteria
An abrupt (within 48hr) reduction in kidney function currently defined as an
absolute increase in serum creatinine of either >0.3 mg/dL or a percentage increase
of >50% or a reduction in UOP (documented as oliguria of <0.5 ml/kg/hr for >6hr)

Bimbel UKDI MANTAP

Bimbel UKDI MANTAP

Non-Oliguric vs.
Oliguric vs. Anuric
Classifying by urine output
may help establish a cause.
Anuria (< 100 mL/day) - Urinary
tract obstruction, renal artery
obstruction, rapidly progressive
glomerulonephritis, bilateral diffuse
renal cortical necrosis
Oliguria (100-400 mL/day) Prerenal failure, hepatorenal
syndrome
Nonoliguria (>400 mL/day) - Acute
interstitial nephritis, acute
glomerulonephritis, partial
obstructive nephropathy,
nephrotoxic and ischemic ATN,
radiocontrast-induced AKI, and
rhabdomyolysis
Bimbel UKDI MANTAP

Pendekatan Diagnosis AKI


Pada pasien yang memenuhi kriteria diagnosis AKI sesuai dengan yang telah
dipaparkan di atas, pertama-tama harus ditentukan apakah keadaan tersebut
memang merupakan AKI atau merupakan suatu keadaan akut pada PGK.

Beberapa patokan umum yang dapat membedakan kedua keadaan ini antara lain
Riwayat etiologi PGK

Riwayat etiologi
penyebab AKI

Pemeriksaan klinis
(anemia, neuropati
pada PGK)

Perjalanan penyakit
(pemulihan pada AKI)

Ukuran ginjal

Patokan tersebut tidak sepenuhnya dapat dipakai. Misalnya, ginjal umumnya


berukuran kecil pada PGK, namun dapat pula berukuran normal bahkan membesar
seperti pada nefropati diabetik dan penyakit ginjal polikistik.
Bimbel UKDI MANTAP

Petunjuk klinis AKI prarenal


Gejala dapat ditemukan
Haus
Penurunan UO dan berat badan
Apakah hal tersebut berkaitan dengan
penggunaan OAINS, penyekat ACE dan
ARB.

Pada pemeriksaan fisis

Hipotensi ortostatik dan takikardia,


Penurunan jugular venous pressure (JVP)
Penurunan turgor kulit
Mukosa kering
Stigmata penyakit hati kronik dan
hipertensi portal
Tanda gagal jantung
Sepsis

Petunjuk klinis AKI intrarenal


Kemungkinan AKI renal iskemia menjadi
tinggi bila upaya pemulihan status
hemodinamik tidak memperbaiki tanda
AKI.

Diagnosis AKI renal toksik dikaitkan


dengan data klinis penggunaan zat-zat
nefrotoksik ataupun toksin endogen
(misalnya mioglobin, hemoglobin,
asam urat).

Diagnosis AKI renal lainnya perlu


dihubungkan dengan gejala dan
tanda yang menyokong seperti
gejala trombosis, glomerulonefritis
akut, atau hipertensi maligna.

Petunjuk Klinis AKI postrenal


Nyeri sudut kostovertebra atau
suprapubik akibat distensi
pelviokalises ginjal, kapsul
ginjal, atau kandung kemih.

Nyeri pinggang kolik yang


menjalar ke daerah inguinal
menandakan obstruksi ureter
akut.

Keluhan terkait prostat, baik


gejala obstruksi maupun iritatif,
dan pembesaran prostat pada
pemeriksaan colok dubur
menyokong adanya obstruksi
akibat pembesaran prostat.

Kandung kemih neurogenik


dapat dikaitkan dengan
pengunaan antikolinergik dan
temuan disfungsi saraf otonom.

Pemeriksaan Urinalisis
sedimen yang didapatkan aselular dan mengandung cast hialin yang transparan.

AKI prarenal

AKI
pascarenal

AKI renal

sedimen inaktif, kristal, walaupun hematuria dan piuria dapat ditemukan pada
obstruksi intralumen atau penyakit prostat.

Pigmented muddy brown granular cast, cast yang mengandung epitel tubulus yang
dapat ditemukan pada ATN;
Cast eritrosit pada kerusakan glomerulus atau nefritis tubulointerstitial;
Cast leukosit dan pigmented muddy brown granular cast pada nefritis interstitial

BUN/Creatinine ratio.
> 20:1 suggest prerenal
or obstruction.

Bimbel UKDI MANTAP

terapi pengganti ginjal yang


diindikasikan pada keadaan
Oligouria dan anuria,
Hiperkalemia (K>6,5 mEq/l),
Asidosis berat (pH<7,1),
Azotemia (ureum>200 mg/dl)
Edema paru
Ensefalopati uremikum
Perikarditis uremikum
Neuropati atau miopati
uremikum
Disnatremia berat (Na>160
mEq/l atau <115 mEq/l),
Hipertermia
Kelebihan dosis obat yang
dapat didialisis.

Bimbel UKDI MANTAP

Sindrom Nefrotik

Bimbel UKDI MANTAP

Overview
Spektrum gejala yang ditandai dengan
protein loss yang masif dari ginjal

Klasifikasi SN :

Gejala klasik:

1. Klinis :

proteinuria,
edema
hiperlipidemia
hipoalbuminemia

1. S.N. Bawaan(kongenital).
2. SN Primer/Idiopatik.
3. SN Sekunder.

Gejala lain :

2. Respon steroid :

hipertensi
hematuria,
dan penurunan fungsi ginjal

Primer vs sekunder
Terapi: kortikosteroid (prednison,
prednisolon)

sensisitif steroid
resisten steroid.

3. Histopatologi :
a. Kelainan minimal
b. Kelainan non minimal
c. Endapan Ig G, Ig A, Ig M, C3,
,fibrinogen
Bimbel UKDI MANTAP

Bimbel UKDI MANTAP

Kriteria Diagnostik SN Primer pada Anak


1. Edema
2. Proteinuria masif (++ atau dengan pemeriksaan protein kuantitatif > 40
mg/m2/jam) atau 1 gr/L dalam 24 jam (Esbach).
3. Hipoproteinemia (< 2,5 mg/dl).
4. Hiperkolesterolemia (> 250 mg/dl).
5. C3 normal.
Bimbel UKDI MANTAP

Terminologi
Sindrom nefrotik :
Sindrom klinis dengan gejala proteinuria masif (> 40 mg/m2/jam), hipoalbunemia ( 2,5 g/dl)), edema, dan
hiperkolesterolemia. Kadang disertai hematuria, hipertensi, dan penurunan fungsi ginjal.

Sindrom nefrotik relaps jarang


Mengalami relaps <2 kali dalam 6 bulan sejak respons awal atau < 4 kali dalam 1 tahun

Sindrom nefrotik relaps sering :


Mengalami relaps 2 kali dalam 6 bulan sejak respons awal atau 4 kali dalam 1 tahun

Relaps
Timbulnya proteinuria kembali (>40 mg/m2/jam), atau 2+ selama 3 hari berturut-turut

Sindrom nefrotik resisten steroid


Sindrom nefrotik yang dengan pemberian prednison dosis penuh (2 mg/kg/hari) selama 4 minggu tidak mengalami
remisi

Sindrom nefrotik dependen steroid


Sindrom nefrotik yang mengalami relaps setelah dosis prednison diturunkan menjadi 2/3 dosis penuh atau dihentikan
dalam 15 hari, dan terjadi 2 kali berturut-turut

Remisi
Keadaan proteinuria negatif atau trace selama 3 hari berturut-turut
Bimbel UKDI MANTAP

Bimbel UKDI MANTAP

Pengobatan:
Kortikosteroid

Diuretika

Imusupresif

DOSIS OBAT YANG DIANJURKAN PADA PENGOBATAN


Prednison :
Tiap harinya : 60 mg/m2/hari atau 2 mg/kg BB dibagi dalam 3 dosis
Intermiten : 40 mg/m2/hari atau 2/3 dosis awal dibagi dalam 3
dosis tiga hari berturut-turut dalam 7 hari atau dengan dosis alternate
(selang sehari) dosis tunggal pada pagi hari.
Siklofosfamid : 2 - 3 mg/kg/hari selama tidak lebih dari 6 minggu
sampai 8 minggu
Klorambusil : Dosis 0,1 - 0,2 mg/kg/hari dalam dosis terbagi dengan
kortikosteroid selang sehari.
Penderita dinyatakan Sensitif Steroid (SS) bila
menunjukan hasil remisi pada pengobatan 4
minggu tersebut sedangkan yang tidak menunjukan
remisi di sebut Resisten Steroid (RS)

Kriteria remisi ialah edema menghilang dan


proteinuria negatif selama 3 hari berturut-turut
dalam 1 minggu.

Bimbel UKDI MANTAP

Diit :
Rendah garam (1-2
mg/hari)
Normal Protein 2-3
mg/kg BB/hari
Diuretik

Albumin

Bimbel UKDI MANTAP

Sindrome Nefritik

Bimbel UKDI MANTAP

PENYEBAB NEFRITIK SINDROM AKUT


POST INFEKSI

Streptococal
Staphilococal
Endocarditis bacterial
Viral

MICROANGIOPATI
GLOMERULO DISEASE

Hemolitik uremik sindrom


Malignan hipertensi
Pre eklamsia

SISTEMIK DISEASE
SLE
Henoch Schnlein purpura

IDIOPATI

Membrano proliferatif GN
IgA GN

PATOGENESIS GN
Antigen glomerulus
sendiri

Antigen Luar

Kompleks immun
dalam sirkulasi

Kompleks immun
di glomerulus

Glomerulo nefritis

Antigen antibodi
glomerulus

SEMBUH

LATENT
GNK

GNA
5%

SN

GGT

SUB. AKUT

RPGN
GGT
GNA: glomerulo nefritis akut
RPGN: rapid progressive glomerulo nefritis

GNK: glomerulo nefritis kronis


GGT: gagal ginjal terminal
SN: sindroma nefrotik

GNA-POST STREPTOCOCCAL
Definisi :
GN : Ialah suatu reaksi
imunologik terhadap
bakteri/virus tertentu pada
jaringan ginjal.
Sering akibat infeksi kuman
streptococcus

Perjalanan klinis GN
dapat akut maupun kronis.

Insidensi:
2/3 GNA pada anak berumur
antara 3-7 tahun
Penderita pria > wanita
Jarang pada umur < 3 tahun
Bimbel UKDI MANTAP

Gejala Klinik
Etiologi :
Streptococcus
hemoliticus Gol. A tipe
12 dan 25
Infeksi ekstra-renal :
Traktus Respiratorius
bagian atas atau
infeksi pada kulit
(piodermia).

Edema pada kelopak mata dan


atau tungkai
Hematuria (kencing berwarna
merah daging)
Panas
Oliguria/Anuria
Hipertensi, bisa enchepalopathy
Gejala penyerta dapat disertai :
muntah, anoreksia, konstipasi
atau diare
Bimbel UKDI MANTAP

Bimbel UKDI MANTAP

Patogenesis
Hipotesis :
Kompleks antigen-antibodi melekat pada membran basalis glomerulus, mengaktivasi
komplemen dan merusak membrana basalis glomerulus.
Proses autoimun
Autoimun antibodi langsung merusak membran basalis glomerulus.

Laboratorium :
Urin
Jumlah menurun
Berat Jenis meningkat
Eritrosit : (+ +) / > 5/LPB
Darah :
Laju Endap Darah meningkat.
Ureum sedikit meningkat.
Kreatinin sedikit meningkat .
B1C Globulin (C3) menurun
Adeno Streptolicin O (ASTO) meningkat.

Bimbel UKDI MANTAP

Pengobatan :
Istirahat-total : 3 - 4 minggu
Prokain Penisilin 10 hari atau Ampisilin 100 mg/Kg BB/hari
Dietetik :
rendah protein (1 gm/kg bb/hari)
rendah garam (1 gm/hari)

IVFD Glukose 10 - 15 % pada penderita anuria/muntah, bila terjadi anuria selama (5-7 hari) maka dilakukan :
Dialisis peritoneum
Tranplanstasi ginjal
Hemodialisis.

Diuretika :
Bila ureum meningkat : Forced diurestics (Lasix : Furosemid).

Simtomatik :
Hipertensi reserpin, hidralisin Mg SO4
Hypertensive encephalopathy ditambah sedativa (Luminal, Valium).
Dekompensasi jantung : digitalis sedativa, dan O2

Bimbel UKDI MANTAP

GLOMERULONEFRITIS KRONIK (GNK)

Definisi :
Kelainan hematologis dan proteinuria menetap.
Eksaserbasi berulang terhadap GNA (beberapa bulan/tahun).

Gejala Klinik :
Tanpa gejala yang spesifik : Edema sedikit, suhu subfebril
Fase nefrotik : edema tambah jelas,
ratio albumin/globulin terbalik, kolesterol meningkat.
Fungsi Ginjal dapat menurun : kadar ureum dan kreatinin meningkat

Bimbel UKDI MANTAP

Patologi-Anatomi
Makroskopik :
Ginjal mengecil/mengerut.
Permukaan berbutir (contracted kidney).

Mikroskopik :
Glomerulus bergenerasi hialin, tubulus atrofik.
Pada nefron jaringan ikat meningkat dengan infiltrasi
limfosit.

Bimbel UKDI MANTAP

Bimbel UKDI MANTAP

Summary

Bimbel UKDI MANTAP

Kardiologi

Outline Materi
Acute Coronary
Syndrome

Ischemic Heart
Disease

Heart Failure

Murmur and
Heart Sound

Arrhythmia

Basic Life Support


Advanced Life
Support

Peripheral Artery
Disease

Buergers Disease

Rheumatic Heart
Disease

Infective
Endocarditis

Cardiac
Tamponade

Acute Coronary Syndrome

Definition
ACS - Operational Term to any constellation of clinical
symptoms that are compatible with acute myocardial
ischemia.
Term previous

Acute Coronary Insufficiency


Intermediate Coronary Syndrome
Slight Coronary Attack
Unstable Coronary Syndrome

Vulnerable Plaque
(lipid-rich, macrophages, mast cells
smooth muscle cells)
SMC density
SMC function

Activated
macrophages
Reduced collagen
content
Matrix
degradasi

Matrix
synthesis
Thinning & Weakening
of plaque - cap

Plaque disruption

Triggers

Infark miokard dengan


elevasi segmen ST
(STEMI: ST segment
elevation myocardial
infarction)

Infark miokard dengan


non elevasi segmen ST
(NSTEMI: non ST
segment elevation
myocardial infarction)

Angina Pektoris tidak


stabil (UAP: unstable
angina pectoris)

Angina
tipikal

Angina
atipikal

rasa tertekan/berat daerah retrosternal


menjalar ke lengan kiri, leher, area
interskapuler, bahu, atau epigastrium;

nyeri di daerah penjalaran angina tipikal

rasa gangguan pencernaan (indigestion)


berlangsung intermiten atau persisten (>20
menit);
sesak napas yang tidak dapat diterangkan
atau rasa lemah mendadak yang sulit
diuraikan
sering disertai diaphoresis, mual/muntah,
nyeri abdominal, sesak napas, dan sinkop

Lebih sering pada pasien usia muda (25-40


tahun) atau usia lanjut (>75 tahun), wanita,
penderita diabetes, gagal ginjal menahun,
atau demensia.

Three Principal Presentation


UA/NSTEMI
Rest Angina
Angina tipikal yang persisten selama lebih
dari 20 menit pada saat istirahat

New onset Angina


Angina baru minimal kelas III klasifikasi The
Canadian Cardiovascular Society (CCS)

Increasing Angina
Angina stabil yang mengalami destabilisasi
(angina progresif atau kresendo): menjadi
makin sering, lebih lama, atau menjadi
makin berat; minimal kelas III klasifikasi CCS.

Physical Finding

Electrocardiography
STEMI
ST Elevation with evolution
>0.1 mV in more than 2 LEAD II,III,aVF
(inferior) dan I aVL (lateral)
>0.2 mV in more than 2 LEAD V1-V6
(anterior)
New LBBB (Left Bundle Branch Block)

NON STEMI
ST depression > 0,1mV
Simetrical T wave inversion 0,2 mV

Timing

10 Menit

Penilaian ST elevasi dilakukan


pada J point dan ditemukan pada
2 sadapan yang bersebelahan.

Vaskularisasi A. Coronaria

LBBB (salah satu kriteria STEMI)

NSTEMI/UAP

Posterior and Right Lead of ECG


Indication

ST elevation in
inferior (II, III, aVF)
ST depression in
V1-V3
Chest pain typically
to infarction with
normal ECG

Right Ventricle Infarct


V V
4 3
R R

Hypotension

Raised JVP

Clear Lung

Cardiac Biomarker

Troponin I/T sebagai marka


nekrosis jantung mempunyai
sensitivitas dan spesifisitas lebih
tinggi dari CK-MB.

Peningkatan marka jantung hanya


menunjukkan adanya nekrosis
miosit, namun tidak dapat dipakai
untuk menentukan penyebab
nekrosis miosit tersebut
(penyebab koroner/nonkoroner)

Troponin I/T juga dapat meningkat


oleh sebab kelainan kardiak
nonkoroner seperti takiaritmia,
trauma kardiak, gagal jantung,
hipertrofi ventrikel kiri,
miokarditis/perikarditis

Terapi Inisial

1. Tirah baring

2. Suplemen
oksigen

harus diberikan segera


bagi mereka dengan
saturasi O2 arteri <95%
atau yang mengalami
distres respirasi

dapat diberikan pada


semua pasien SKA dalam
6 jam pertama, tanpa
mempertimbangkan
saturasi O2 arteri

3. Aspirin

160-320 mg diberikan
segera pada semua
pasien yang tidak
diketahui intoleransinya
terhadap aspirin
Aspirin tidak bersalut
lebih terpilih mengingat
absorpsi sublingual (di
bawah lidah) yang lebih
cepat
Dosis pemeliharaan 75100 mg setiap harinya
untuk jangka panjang,
tanpa memandang
strategi pengobatan
yang diberikan

4. Penghambat reseptor
ADP (adenosine
diphosphate)
Penghambat reseptor
ADP perlu diberikan
bersama aspirin
sesegera mungkin dan
dipertahankan selama
12 bulan kecuali ada
indikasi kontra seperti
risiko perdarahan
berlebih

Co-Therapy Anti Platelet/DAPT


Fibrinolytic
Aspirin
ADP antagonist (Loading)
Clopidogrel:
<75 years old: 300 mg
>75 years old: -

PCI
Aspirin
ADP antagonist, for up to 12
months
Ticagleror 180 mg,
maintanance 2x90 mg/day
600 clopidogrel,
maintanance 75 mg/day

5. Nitrogliserin (NTG)
spray/tablet sublingual

6. Morfin sulfat

Jika nyeri dada tidak hilang dengan satu kali pemberian,


dapat diulang setiap lima menit sampai maksimal tiga
kali.

1-5 mg intravena, dapat diulang setiap 10-30 menit,


bagi pasien yang tidak responsif dengan terapi tiga
dosis NTG sublingual

Nitrogliserin intravena diberikan pada pasien yang


tidak responsif dengan terapi sublingual, dalam
keadaan tidak tersedia NTG, isosorbid dinitrat (ISDN)
dapat dipakai sebagai pengganti

Nitrat tidak diberikan pada pasien dengan TDS <90


mmHg atau >30 mmHg di bawah nilai awal, bradikardia
berat (<50 kali permenit), takikardia tanpa gejala gagal
jantung, atau infark ventrikel kanan

Nitrat tidak boleh diberikan pada pasien yang telah


mengkonsumsi inhibitor fosfodiesterase: sidenafil
dalam 24 jam, tadalafil dalam 48 jam.

Target Terapi STEMI


1. Waktu dari kontak medis pertama
hingga perekaman EKG pertama 10
menit

2. Waktu dari kontak medis pertama


hingga pemberian terapi reperfusi:
Untuk fibrinolisis 30 menit
Untuk IKP primer 90 menit (60 menit
apabila pasien datang dengan awitan kurang
dari 120 menit atau langsung dibawa ke rumah
sakit yang mampu melakukan IKP)

Langkah 1: Nilai waktu dan risiko


Waktu sejak awitan gejala (kurang dari 12
jam atau lebih dari 12 jam dengan tanda dan
gejala iskemik)
Risiko fibrinolisis dan indikasi kontra
fibrinolisis
Waktu yang dibutuhkan untuk pemindahan
ke pusat kesehatan yang mampu melakukan
IKP (<120 menit)

Langkah 2: Tentukan pilihan yang


lebih baik antara fibrinolisis atau
strategi invasif untuk kasus tersebut
Bila pasien <3 jam sejak serangan dan IKP
dapat dilakukan tanpa penundaan, tidak
ada preferensi untuk satu strategi tertentu.

Keadaan fibrinolisis lebih baik


Pasien datang kurang dari 3 jam setelah
awitan gejala dan terdapat halangan untuk
strategi invasif

Strategi invasif tidak dapat dilakukan


Cath-lab sedang/tidak dapat dipakai
Kesulitan mendapatkan akses vaskular
Tidak dapat mencapai laboratorium/pusat kesehatan
yang mampu melakukan IKP dalam waktu <120 menit

Halangan untuk strategi invasif


Transportasi bermasalah
Waktu antara Door-to-balloon dan Door-to-needle lebih
dari 60 menit
Waktu antar kontak medis dengan balonisasi atau doorto-balloon ebih dari 90 menit

Keadaan strategi invasif lebih baik:


Tersedianya cath-lab dengan dukungan
pembedahan
Waktu antar kontak medis dengan balonisasi atau doorto-balloon kurang dari 90 menit
Waktu antara Door-to-balloon dan Door-to-needle
kurang dari 1 jam

Risiko tinggi STEMI


Syok kardiogenik
Kelas Killip 3

Indikasi kontra untuk fibrinolisis, termasuk peningkatan


risiko perdarahan dan perdarahan intrakranial
Pasien datang lebih dari 3 jam setelah awitan gejala
Diagnosis STEMI masih ragu-ragu

Ko-Terapi Antikoagulan STEMI


Pasien yang mendapat terapi reperfusi fibrinolisis, sebaiknya diberikan terapi
antikoagulan selama minimum 48 jam dan lebih baik selama rawat inap, hingga
maksimum 8 hari (dianjurkan regimen non UFH bila lama terapi lebih dari 48 jam
karena risiko heparin-induced thrombocytopenia dengan terapi UFH berkepanjangan
Pasien STEMI yang tidak mendapat terapi reperfusi, dapat diberikan terapi
antikoagulan (regimen non-UFH) selama rawat inap, hingga maksimum 8 hari
pemberian

Karena adanya risiko trombosis kateter, fondaparinuks tidak dianjurkan digunakan


sebagai antikoagulan tunggal pendukung IKP, sebaiknya ditambahkan antikoagulan
lain dengan aktivitas anti IIa

Timing of Angiography for NSTE-ACS


Very High Risk Criteria

At least one

< 2 hour (Urgent coronary Angiography)

Primary High Risk

At least one

<24 hour (early invasive strategy)

Secondary High Risk

At least one

<72 hour

Non-invasive investigation

Elective if indicated

TIMI SCORE
Age 65 years or older
At least 3 risk factors for CAD (FHx, HTN,
DM, active smoker, dyslipidemia)
Prior coronary stenosis of 50% or more
ST-segment deviation of ECG 0,5 mm
Use of Aspirin in prior 7 days
At least 2 anginal events in prior 24
hours
Elevated serum cardiac markers

determine the likelihood of ischemic events or


mortality in patients with unstable angina or
nonST-segment elevation myocardial infarction
(NSTEMI)

Grace Score

Mortality in hospital and at 6 months


according to GRACE Risk Score

Obat-obatan yang diperlukan dalam


menangani SKA

Penyekat
Beta (Beta
blocker)

Penyekat beta direkomendasikan bagi pasien UAP


atau NSTEMI, terutama jika terdapat hipertensi
dan/atau takikardia, dan selama tidak terdapat
indikasi kontra (gangguan konduksi atrio-ventrikler
yang signifikan,asma bronkiale, dan disfungsi akut
ventrikel kiri) penyekat beta oral hendaknya
diberikan dalam 24 jam pertama

Nitrat
Pasien dengan UAP/NSTEMI yang
mengalami nyeri dada berlanjut
sebaiknya mendapat nitrat sublingual
setiap 5 menit sampai maksimal 3
kali pemberian, setelah itu harus
dipertimbangkan penggunaan nitrat
intravena jika tidak ada indikasi
kontra

Calcium Channel
Blocker
CCB dihidropiridin direkomendasikan
untuk mengurangi gejala bagi pasien
yang telah mendapatkan nitrat dan
penyekat beta

CCB non-dihidropiridin
direkomendasikan untuk pasien
NSTEMI dengan indikasi kontra
terhadap penyekat beta

Antikogulan.
Pemberian antikoagulan disarankan untuk semua pasien yang mendapatkan
terapi antiplatelet.
Fondaparinuks secara keseluruhan memiliki profil keamanan berbanding risiko
yang paling baik. Dosis yang diberikan adalah 2,5 mg setiap hari secara
subkutan
Enoksaparin (1 mg/kg dua kali sehari) disarankan untuk pasien dengan risiko
perdarahan rendah apabila fondaparinuks tidak tersedia.
Heparin tidak terfraksi (UFH) dengan target aPTT 50-70 detik atau heparin berat
molekul rendah (LMWH) lainnya (dengan dosis yang direkomendasikan)
diindaksikan apabila fondaparinuks atau enoksaparin tidak tersedia

ACE-I/ARB

STATIN

Inhibitor ACE diindikasikan


penggunaannya untuk jangka
panjang, kecuali ada indikasi kontra,
pada pasien dengan fraksi ejeksi
ventrikel kiri 40% dan pasien
dengan diabetes mellitus, hipertensi,
atau penyakit ginjal kronik (PGK)
Inhibitor ACE hendaknya
dipertimbangkan pada semua
penderita selain seperti di atas
Penghambat reseptor angiotensin
diindikasikan bagi pasien infark
mikoard yang intoleran terhadap
inhibitor ACE

Tanpa melihat nilai awal kolesterol


LDL dan tanpa mempertimbangkan
modifikasi diet, inhibitor
hydroxymethylglutary-coenzyme A
reductase (statin) harus diberikan
pada semua penderita UAP/NSTEMI,
termasuk mereka yang telah
menjalani terapi revaskularisasi, jika
tidak terdapat indikasi kontra

Revascularization modalities
Angiogram Atheromatous lesions but none critical
medication

Single-vessel disease
PCI

Multi-vessel disease
PCI or CABG, according to individual circumstances
If CABG decided, stop anti platelet drugs 5 days to CABG done

Secondary Prevention and Long Term Management


1. Aspirin diberikan seumur hidup, apabila dapat ditoleransi pasien.
2. Pemberian penghambat reseptor ADP dilanjutkan selama 12 bulan kecuali bila risiko perdarahan tinggi
3. Statin dosis tinggi diberikan sejak awal dengan tujuan menurunkan kolesterol LDL <70 mg/dL
4. Penyekat beta disarankan untuk pasien dengan penurunan fungsi sistolik ventrikel kiri (LVEF 40%)
5. ACE-I diberikan dalam 24 jam pada semua pasien dengan LVEF 40% dan yang menderita gagal
jantung, diabetes, hipertensi, atau PGK, kecuali dikontraindikasikan
6. ACE-I juga disarankan untuk pasien lainnya untuk mencegah berulangnya kejadian iskemik, dengan
memilih agen dan dosis yang telah terbukti efikasinya

7. ARB dapat diberikan pada pasien dengan intoleransi ACE-I, dengan memilih agen dan dosis yang telah
terbukti efikasinya
8. Antagonis aldosteron disarankan pada pasien setelah MI yang sudah mendapatkan ACE-I dan
penyekat beta dengan LVEF 35% dengan diabetes atau gagal jantung, apabila tidak ada disfungsi ginjal
yang bermakna (kreatinin serum >2,5 mg/dL pada pria dan >2 mg/dL pada wanita) atau hiperkalemia
Bimbel UKDI MANTAP

Ischemic Heart Disease

Medical Management of SIHD

Classic hemodynamics agent


Nirates
Causes systemic vasodilatation
Decreases myocardial wall tension and oxygen requirements by dilating
epicardial arteries
Beta blockers
Most effective in reducing cardiac work and myocardial consumption
Decrease heart rate and aortic pressure, depress myocardial contractility
Calcium channel blockers
With prominent coronary vasodilating capacity
Negative chronotropic and inotropic activity

Heart Failure

Definisi Gagal Jantung

Klasifikasi Gagal Jantung


Gagal Jantung Sistolik
Gagal jantung sistolik adalah ketidakmampuan kontraksi
jantung memompa sehingga curah jantung menurun dan
menyebabkan kelemahan, fatik, kemampuan aktivitas fisik
menurun dan gejala hipoperfusi lainnya.

Gagal Jantung Diastolik


Gagal jantung diastolik adalah Gagal Jantung yang disebabkan
gangguan relaksasi dan gangguan pengisian ventrikel.
Gagal jantung diastolik didefinisikan secara klinis dan
ekokardiografis sebagai gagal jantung dengan fraksi ejeksi lebih
dari 50%,

Klasifikasi Gagal Jantung


Gagal jantung akut
Didefinisikan sebagai perburukan tanda dan gejala mendadak (baru,
bertahap, atau cepat) sebagai akibat kelainan fungsi jantung yang
membutuhkan terapi segera.
Hal ini dapat terjadi pada pasien dengan atau tanpa penyakit jantung
sebelumnya.
Disfungsi jantung dapat terjadi akibat disfungsi sistolik dan diastolic,
abnormalitas irama jantung, disfungsi valvular, penyakit pericardium, atau
semua hal yang menyebabkan ketidakseimbangan preload dan afterload.
Gagal jantung ini dapat terjadi sebagai acute de novo (pada pasien tanpa
diketahui adanya disfungsi jantung sebelumnya) atau dekompensasi akut dari
dari gagal jantung kronik.
Contoh klasik gagal jantung akut adalah robekan daun katup secara tiba-tiba
akibat endokarditis, trauma atau infark miokard luas.
Curah jantung yang menurun secara tiba-tiba dapat menyebabkan
menyebabkan penurunan tekanan darah tanpa disertai dengan edema
perifer, karena penurunan curah jantung di dalam kasus ini bukanlah
disebabkan stasis di vena perifer

Klasifikasi Gagal Jantung


Gagal jantung kronis
didefinisikan sebagai sindrom klinik yang kompleks yang disertai keluhan gagal
jantung berupa sesak, fatik, baik dalam keadaan istirahat atau latihan, edema,
dan tanda objektif adanya disfungsi jantung dalam keadaan istirahat.
Gagal jantung kronis memiliki perjalanan penyakit yang lambat dan lebih
menimpa sistema sirkulasi sistemis.
Terdapat sejumlah alasan, mengapa sirkulasi sistemik dapat menoleransi
progresifitas gagal jantung, yaitu
sirkulasi sistemis lebih dapat mengalami adaptasi dan toleransinya besar karena
pembuluh darahnya lebih besar,
Pembuluh darah sirkulasi sitemik lebih mudah meregang dan lebih mudah
menyesuaikan dan bertahan lebih lama terhadap ketidak seimbangan vaskuler
dibanding dengan sistema paru.
Oleh karena itu, gambaran klinik gagal jantung kronis lebih berupa keluhankeluhan bendungan sistemis, depresi cardiac ouput, dan gangguan pengaturan
air dan garam oleh ginjal.
Penampilan klinis bisa berupa berkurangnya kemampuan toleransi kemampuan
fisik, fatik, sesak nafas saat aktif, penambahan berat badan, edema, desakan vena
jugalaris yang meningkat, hepatomegali, atau efusi serosa, tergantung dari parah
tidaknya gangguan jantung.
Sedangkan gagal jantung akut lebih berupa keluhan-keluhan bendungan paru dan
menurunnya perfusi sistemis.

Klasifikasi Gagal Jantung

Congestive Heart Failure


Four Reliable Signs
Not cardiomegaly Not cephalization
l

Kerley B lines

Pleural effusions

Fluid in the fissures

Peribronchial cuffing

Bimbel UKDI MANTAP

PEMBESARAN JANTUNG
Atrium kanan
On a frontal view, the right atrium is visible because of its interface with the right
middle lobe. Subtle and moderate right atrial enlargement is not accurately
determined on plain films because there is normal variability in the shape of the
right atrium. Features are non-specific but include:
enlarged, globular heart
narrow vascular pedicle
gross enlargement of the right atrial shadow, i.e. increased convexity in the
lower half of the right cardiac border

Ventrikel kanan
Frontal view demonstrates:
rounded left heart border
Apex is uplifted, medially, anteriorly
Lateral view demonstrates:
filling of the retrosternal space
rotation of the heart posteriorly
Bimbel UKDI MANTAP

Pembesaran atrium kanan pada


Ebsteins anomaly of the heart

Pembesaran ventrikel kanan pada


Tetralogy of Fallot
Bimbel UKDI MANTAP

Atrium kiri
As the left atrium enlarges it may become
directly visible, or displace adjacent
structures.
Direct visualisation of the enlarged atrium
includes:
double density sign
when the right side of the left atrium pushes
into the adjacent lung, and becomes visible
superimposed or even beyond the normal
right heart border (known as atrial escape)
oblique measurement of greater than 7cm
5-6
convex left atria appendage: normally the
left heart border just below the pulmonary
outflow track should be flat or slightly
concave

Bimbel UKDI MANTAP

Ventrikel kiri
left heart border is displaced
leftward (lateral), inferiorly, or
posteriorly
rounding of the cardiac apex
Hoffman-Rigler sign
The Hoffman-Rigler sign is a
sign of left ventricular
enlargement where an
approximation of the distance
between the inferior vena cava
and left ventricle are used.

Pembesaran ventrikel kiri pada hypertensive heart


disease

Kriteria EKG
LVH:
S di kompleks
Vka > 25 mm
atau R di
kompleks Vki
>25 mm atau S
di Vka + R di Vki
> 35 mm
Atau depresi ST
dan inversi T di
kompleks Vki
(strain pattern)

Penilaian ukuran jantung


Dilakukan dengan menentukan
CTR (cardio-thoracic ratio) untuk
assessment cardiomegali
CTR = (r + l)/td
Normal CTR < 0,5 (0,55)

Bimbel UKDI MANTAP

LVH Criteria
Voltage Criteria

Non Voltage Criteria

Limb Leads
R wave in lead I + S wave in lead III
> 25 mm
R wave in aVL > 11 mm
R wave in aVF > 20 mm
S wave in aVR > 14 mm
Precordial Leads
R wave in V4, V5 or V6 > 26 mm
R wave in V5 or V6 plus S wave in
V1 > 35 mm
Largest R wave plus largest S wave
in precordial leads > 45 mm

Increased R wave peak time > 50 ms


in leads V5 or V6
ST segment depression and T wave
inversion in the left-sided
leads: AKA the left ventricular strain
pattern

ESTES Criteria for LVH


("diagnostic", 5 points; "probable", 4 points)

Bimbel UKDI MANTAP

Markedly increased LV voltages: S wave in V1 + R wave in V6 > 35 mm; R wave in aVL


> 11 mm.
Increased R wave peak time: the upstroke of the QRS complex is slurred in V5-6,
resulting in minor QRS broadening.
Left ventricular strain pattern: T wave inversion in the lateral leads V5-6, I and aVL.
Left axis deviation.
Signs of left atrial enlargement

RVH Criteria
Diagnostic criteria
Right axis deviation of +110 or
more.
Dominant R wave in V1 (> 7mm
tall or R/S ratio > 1).
Dominant S wave in V5 or V6 (>
7mm deep or R/S ratio < 1).

Supporting criteria
Right atrial enlargement (P
pulmonale).
Right ventricular strain pattern =
ST depression / T wave inversion
in the right precordial (V1-4)
and inferior (II, III, aVF) leads.
S1 S2 S3 pattern = far right axis
deviation with dominant S
waves in leads I, II and III.
Deep S waves in the lateral leads
(I, aVL, V5-V6).

Right axis deviation (+150 degrees).


Dominant R wave in V1 (> 7 mm tall; R/S ratio > 1)
Dominant S wave in V6 (> 7 mm deep; R/S ratio < 1).
Right ventricular strain pattern with ST depression and T-wave
inversion in V1-4.

Bimbel UKDI MANTAP

Recent
Guidelines

A new indication for the


sinus node inhibitor
ivabradine
LVEF
35 %

Sinus
Rhythm

HR 70
bpm

EPA dan syok

Bimbel UKDI MANTAP

Circulation. August 22, 2000 vol. 102 no.


suppl 1 I-172-I-203

Circulation. 2004; 110: 588-636

Cardiac Resynchronization Therapy


Sekitar 30% pasien gagal jantung dengan fraksi ejeksi yang rendah dan kelas fungsional
NYHA III-IV mempunyai durasi QRS yang lebih lebar daripada 120 milidetik (mdet).

Gambaran kompleks QRS yang seperti ini menunjukkan adanya disinkroni ventrikel.

Konsekuensi mekanis disinkroni ventrikel meliputi pengisian ventrikel yang suboptimal,


penurunan dP/dT ventrikel kiri (laju peningkatan daya kontraksi ventrikel), pemanjangan
durasi dan beratnya regurgitasi mitral, serta gerakan septum ventrikel yang paradoks.
Cardiac resynchronization therapy (CRT) adalah alat pacu jantung permanen yang dapat
memperbaiki kondisi disinkroni ventrikel dengan meningkatkan kontraksi ventrikel dan
mengurangi regurgitasi mitral

Indikasi CRT (European Society of


Cardiology)
Gagal jantung NYHA kelas IV yang simptomatik walaupun telah dalam
terapi medikamentosa yang optimal,
Fraksi ejeksi ventrikel kiri < 35%,
Left Ventricle End Diastolic Diameter (LVEDD) > 55 mm
Irama sinus, dan
Durasi QRS kompleks > 120 ms.

Murmur and heart sound

Bimbel UKDI MANTAP

Bimbel UKDI MANTAP

Bimbel UKDI MANTAP

Bimbel UKDI MANTAP

Bimbel UKDI MANTAP

Aritmia

Why are Arrhythmias important?


Symptoms span palpations, lightheadedness,
syncope (fainting) and cardiac arrest
May precipitate or exacerbate heart failure or
ischemia

Some Arrhythmias can predispose to


intracardiac clot formation and embolic events

Patofisiologi Aritmia
Enhanced
automaticity
Altered impulse
formation

Triggered activity
Decrease automaticity
of SA node
reentry

Altered impulse
conduction

Conduction blok
Tachyarrythmia
Bradyarrhytmia

ECG result
Letal
VT
VF
PEA
Asistole
Non Letal
Cepat
Lambat

Letal
VT
VF
PEA
Asistole

Ventricular Fibrillasi
Depolarisasi ventrikel
yang kacau

Tidak terdapat nadi saat


muncunya VF (pulseless)
Aritmia letal
Early defibrillation
sangat penting

4 clues
P vs No P

QRS sempit vs QRS lebar


Reguler vs ireguler
Irama < 50, 100-150, atau >150

Adult Tachycardia
(with pulse)

SVT- AV Nodal Reentrant Tachcardia


(AVNRT)

SVT- AV
Reentrant
Tachcardia
(AVRT)
WPW
LGL

Jenis-Jenis AF
Berdasarkan kecepatan laju
respon ventrikel (interval
RR) maka FA dapat
dibedakan menjadi :
1. FA dengan respon ventrikel
cepat: Laju ventrikel >100x/menit
2. FA dengan respon ventrikel
normal: Laju ventrikel 60100x/menit
3. FA dengan respon ventrikel
lambat: Laju ventrikel <60x/menit

Atrial Fibrillation
Is common disorder
Nearly one in four people at age 55 years will develop AF (24%
of men and 22% of women)

Increasing prevalence driven by:


Increased longevity of populations worlwide
Rising prevalence of chronic heart disease
Rising prevalence of CHF
Rising prevalence of AF Risk factor, e.g. DM

Stroke is a serious complication of AF

Management of Patient with AF


Prevention of complications, including thromboembolism
(particularly ischeamic stroke) and heart failure
Risk-stratified antithrombotic therapy

Relief of symptom
Rate control
Rhythm control

Choice of anti thrombotic therapy should be tailored to the


patient, based on:
Risk factor for thromboembolism
Risk factors for bleeding

Penyekat beta direkomendasikan


sebagai terapi pilihan pertama pada
pasien FA dengan gagal jantung dan
fraksi ejeksi yang rendah atau pasien
dengan riwayat infark miokard.

Apabila monoterapi tidak cukup,


dapat ditambahkan digoksin untuk
kendali laju.

Amiodaron untuk kendali laju hanya


diberikan apabila obat lain tidak
optimal untuk pasien

Risk of Thromboembolism
(CHA2DS2 VASc Score)

Risk Of
Bleeding

Summary Management AF
Assessment of bleeding risk is recommended when prescribing
antithrombotic therapy (whether with VKA, NOAC, ASA, or ASA alone)

High HAS-BLEED score should not be used to exclude patients from


OAC therapy
NOACs offer better efficacy, safety and convenience compared with
OAC therapy with VKAs (Warfarin)
Fast onset and offset
No need to look for INR

Dagibatran is one of the NOAC that has been broadly recommended


for AF patients in US, Europe, and Asia

Aritmia Ventrikular
VES

VT dengan nadi
VT tanpa nadi
VF
Asistole
PEA

VES/PVC

Klasifikasi VES
Berdasarkan jumlah fokus ectopic
Unifokal
Multifokal (dalam 1 lead muncul bentuk VES yang berbeda)

Berdasarkan frekuensi
VES jarang (sampai dengan 5x/menit)
VES frekuen (lebih dari 5 x/menit)

Berdasarkan pola munculnya


VES repetitif
Bigeminy : VES muncul tiap denyutan ke 2 irama dasar
Trigeminy: VES muncul tiap denyutan ke 3 irama dasar
VES berkelompok
Salvo/couplet, 2 VES muncul berturutan
VES Triplet = run of VT

Klasifikasi VES (cont)


Other non classified VES
R on T phenomenon, VES muncul pada periode repolarisasi
ventrikel, pada downslope T wave (rentan terjadi VF)

Dangerous VES (indikasi ICU)


Multifokal VES
R on T phenomenon
Couplet VES
VES frekuen
VES repetitif
Idioventrikular rhythm

Management VES
Obat anti aritmia
1st Choice: AMIODARONE
Alternative Tx:
Betablocker, Lidocaine, Procainamide

Alternative therapy
Identifikasi faktor yang dapat dikoreksi (iskemia,
elektrolit, hipotensi, asidosis)
Kardioversi elektrik dengan minor transquilizer

Bimbel UKDI MANTAP

Bimbel UKDI MANTAP

Bimbel UKDI MANTAP

Bimbel UKDI MANTAP

Antiarrhytmic Drug Classes

BLS-ACLS

BLS-ACLS

Bimbel UKDI MANTAP

Bimbel UKDI MANTAP

ROSC

Bimbel UKDI MANTAP

Peripheral Artery Disease

Introduction
PAD: stenosis/occlusion of upper or lowerextremity arteries due to atherosclerotic or
thromboembolic disease
In practice, the term PAD generally refers to
chronic narrowing or blockage (also referred to
as atherosclerotic disease) of the lower
extremities

Epidemiology of PAD
PAD : 12-14% population

>20% of patients > 65 years old

Male > female


Increasing with DM, Hypertension,
Dyslipidemia and Smoking

Symptoms of PAD
Asymptomatic
Without obvious symptoms (but usually with functional
impairment)

Classic claudication
Lower extremities symptoms confined to the muscles with a
consistent (reproducible) onset with exercise and relief with rest

Atypical leg pain


Lower extremities discomfort that is exertional, but does not
consistantly relief with rest

CLI vs ALI
Chronic Limb ischemia
present with longstanding symptoms of peripheral artery disease that
can include rest pain, which is pain across the base of the metatarsal
heads at rest relieved by dependency, or with tissue loss, which can
be ulceration, dry gangrene or wet gangrene.

Acute Limb ischemic


a sudden decrease in limb perfusion that causes a potential threat to
limb viability (manifested by ischemic rest pain, ischemic ulcers,
and/or gangrene) in patients who present within two weeks of the
acute event. The Five P, defined by the clinical symptoms and signs
that suggest potential limb jeopardy:
Pain, pulselessness, pallor, paresthesias, paralysis

Ancle Brachial Index

Intrepetation ABI

Stage/Classification PAD

Treatment of PAD
Intermitten Claudication
Exercise therapy
Drugs
Pentoxifylline
Cilostazol Contraindication: CHF
Revascularization
Goal to provide relief of symptoms
Critical limb ischemia
Wound care
Antibiotics
Revascularization:
Endovascular
Surgery
Goal to Promote Limb Survival

Revascularization

Thromboangitis Obliterans (Buergers


Disease)

Introduction
is characterized by an inflammatory endarteritis that causes a prothrombotic state and
subsequent vaso-occlusive phenomena

affects small and medium-sized arteries as well as veins of the upper and lower extremities

strongly associated with heavy tobacco use

often present with moderate-to-severe claudication that can quickly progress to critical limb
ischemia featuring rest pain or tissue loss

Features of acute limb ischemia (eg, pain, paresthesia, palor, mottling, poikilothermia, paresis,
and pulselessness) are common signs and symptoms encountered in the emergency setting

Diagnostic Criteria (Olin, 1990)


Age younger than 45 years
Current (or recent) history of tobacco use

Presence of distal extremity ischemia (indicated by claudication, pain at rest, ischemic


ulcers, or gangrene) documented by noninvasive vascular testing
Exclusion of autoimmune diseases, hypercoagulable states, and diabetes mellitus by
laboratory tests
Exclusion of a proximal source of atheroemboli by echocardiography and arteriography
Consistent arteriographic findings in the clinically involved and noninvolved limbs

Scoring System

Venous Ulcer
DVT is a risk factor for developing venous stasis ulcers

Rheumatic Heart Disease

Introduction
Berkaitan dengan demam rheumatic akut
Berkaitan dengan status ekonomi dan kepadatan penduduk (Infeksi
GABHS)
Prevalensi 10,8-15,9 jt pasien, kematian 233.000-294.000 per tahun
Berawal dari adanya infeksi bakteri Group A beta haemolytic
streptococcal (GAS) di tonsillopharynx
Cardiac rheumatic: Pericarditis, miokarditis dan endocarditis

Cardiac Rheumatic
Pericarditis
15% kejadian, diidentifikasi dari nyeri dada dan friction rub

Endocarditis
Keterlibatan katup jantung
Mitral 90-95%, tricuspid 30-50%, 5-8% aorta
Edematous di dalam katup jantung tan nodulus di 1-2 mm tepi katup (sel
leukosit + fibrous cap) regurgitasi katup (dilatasi ruang jantung saat
carditis) / fase akut penebalan katup dan fibrosis stenosis katup

Subklinis Carditis (SC)


Karditis yang tidak ditemukan murmur, namun berdasarkan echo dan doppler

Jones Criteria

Management of ARF-ARHD
Eradicate GAS
Benzatine Penicillin G
<27 kg : 600.000 U I.M. (once)
>27 kg: 1.200.000 U I.M. (once)
Penicillin V (Phenoxymethyl penicillin) 250 mg 2-3 times/d (ped), 500 mg 2-3times/d (adult)
Erythromycin estolate, 20-40 mg/kg/2-4 times dialy (10 days)
Erythromycin Ethylsuccinate 40mg/kg/2-4 times (max 1g/d) (10 days)

Anti inflamasi
Aspirin 90-120 mg/kg/hari 10 minggu, tappering tiap 2 minggu, atau
Predinosolone 60 mg/hari (BB >20 kg), 40 mg/hari (BB <20kg), diberikan 3 minggu, ditappering
selama 9 minggu
Aspirin preferred carditis ringan / tanpa gagal jantung

Prevensi sekunder mencegah relaps


Benzatine Penicillin G 1,2 jt U/3-4 mg, atau tablet oral Penicillin V 500 mg 2x/hr
Selama 5 tahun bila tdk ada karditis, diberikan seumur hidup bila ada karditis

Endocarditis Infective

Definition, General Information


Inflammatory process on-going inside endocardium due to infection after endothelium
damage
most often involving aortic and mitral valves
Sources of the infection may be transient bacteremia, which is common during dental,
upper respiratory, urologic, and lower gastrointestinal diagnostic and surgical procedures.
The infection can cause growths on the heart valves, the lining of the heart, or the lining
of the blood vessels.
These growths may be dislodgeand send clots to the brain, lungs, kidneys, or spleen.

3-10/100 000/year
Maximum at the age of 70-80

More common in women


According to localization
Left sided IE
Native valve IE (NVE)
Prosthetic valve IE(PVE)
Early < 1 year after surgery
Late >1 year after surgery
Right sided IE
Device- related IE (ICD)

Staphylococcus aureus is the most common pathogen


Streptococcal IE is still the most common in developing countries

Duke criteria
Major criteria
Blood culture positive for
typical IE-causing
microorganism

Minor criteria
Predisposition heart condition or i.v. drug
abuse

Fever temp. >38 C

Evidence of endocardial
involvement
Vascular phenomena arterial emboli etc.

Diagnosis
2 major criteria
1 major and 3 minor
5 minor criteria

Immunologic phenomena
glomerulonephritis, Oslers nodes, Roths
spots
Microbiological evidence positive blood
cultures but do not meet major criteria

Roths spot

Osler nodes

Janeway lesion

Surgery in endocarditis

Cardiac Tamponade

Definition
Trias Beck

Pericardiocentesis

Vous aimerez peut-être aussi