Vous êtes sur la page 1sur 5

ISMIRALDA CITRA 135060101111010

JURUSAN TEKNIK SIPIL

OPINI TENTANG SALIM KANCIL


Salim Kancil adalah petani asal Lumajang yang kasusnya akhir-akhir ini kerap
menjadi perbincangan masyarakat luas. Kasus ini tengah hangat diperbincangkan dan terus
diungkap kebenarannya oleh para aktivis pecinta HAM. Masyarakat luas-pun juga antusias
mengikuti berita yang ada di media publik karena mereka juga ingin mengetahui kebenaran
kasus yang penuh dengan ketidakadilan ini.
Menurut saya kasus Salim Kancil ini adalah salah satu kasus yang berhasil di expose
publik dari banyak kasus yang terjadi di Indonesia tetapi tidak terexpose. Seringkali kasuskasus pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia selalu ditutup-tutupi oleh pihak yang
memiliki kuasa lebih pada kasus tersebut. Pihak salah yang memiliki kuasa besar pasti akan
memanfaatkan kekuasaannya untuk menutup kebenaran. Dalam kasus Simon Kancil ini
terlihat dari beberapa sumber media yang menyatakan bahwa pihak kepolisian dan kepala
desa justru melindungi si penambang ilegal. Diduga kuat bahwa pihak-pihak tersebut telah di
suap oleh penambang ilegal guna menutup dan melindungi kasus ini dari publik. Terlihat
jelas bahwa jabatan-pun tidak dapat menjamin tanggung jawab seseorang. Seharusnya pihakpihak yang dipercaya oleh masyarakat seperti aparat kepolisian dan kepala desa harus
menegakkan kebenaran dan melindungi warganya. Tetapi dalam kasus ini terlihat bahwa
aparat-aparat yang seharusnya menegakkan hukum dan melindungi rakyat, malah
membiarkan rakyat menderita karena uang yang telah diberikan oleh penambang ilegal.
Penambangan pasir ilegal dalam kasus ini juga memiliki dampak buruk terhadap
lingkungan sekitar yang merugikan masyarakat. Kerugian tersebut sangat dirasakan
masyarakat dalam hal ekonomi dan kesehatan. Penambangan pasir ilegal ini membuat lahan
pertanian menjadi tandus. Fakta tersebut tentu berpengaruh dan berdampak buruk terhadap
perekonomian warga sekitar karena tanah yang tandus berpengaruh pada hasil panen. Ketika
hasil panen buruk atau bahkan mengalami pengunduran jadwal panen (gagal panen) maka
perekonomian warga menjadi buruk karena mayoritas warga berprofesi sebagai petani. Tidak
hanya rugi dalam hal perekonomian, warga sekitar juga mengalami ketidaknyamanan karena
debu yang berterbangan. Penambangan pasir ilegal yang ada di Desa Selok Awar Awar juga
menimbulkan debu-debu yang bertebaran. Debu-debu yang bertebaran ini tentu saja sangat
menganggu warga yang berada di pesisir pantai dekat dengan tempat pertambangan ilegal.
Hal ini diperburuk dengan fakta bahwa tempat pertambangan ilegal ini adalah pesisir pantai
yang merupakan kawasan lindung dan bukan masuk dalam wilayah pertambangan (wp).

Kapolsek Akui Terima Setoran dari


Tambang Pasir Kasus Salim Kancil
REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Tiga oknum anggota Polsek Pasirian yang diperiksa
terkait suap penambangan ilegal di Desa Selok Awar-Awar, Kecamatan Pasirian, Kabupaten
Lumajang, Jawa Timur, mengaku menerima setoran uang suap dari aktivitas tambang pasir
ilegal selama enam bulan.
"Dari pengakuan, baru enam bulan. Tapi, pertambangannya sudah setahun, sejak awal 2014,"
kata Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadivpropam) Polri Irjen Budi Winarso di
Jakarta, Jumat.
Menurutnya, Divpropam sudah memeriksa ketiganya. "Ketiganya sudah kami periksa. Kanit
kan sudah tahu bahwa itu penambangan ilegal, tapi mengapa tidak dihentikan," ujarnya.
Budi menyebut, oknum penerima suap dari aktivitas tambang ilegal di wilayah tersebut
bukan hanya polisi.
"Bukan polisi saja oknumnya, tapi macam-macam. Mereka mengambil jatah preman. Apa
pun alasannya, tidak boleh. Makanya kita periksa," ujarnya.
Dari hasil pemeriksaan, diketahui ketiganya menggunakan modus patroli harian untuk
menerima uang 'setoran'.
Budi menjelaskan, ketiga oknum tersebut merupakan kapolsek, kanit serse, dan
babinkamtibmas.
Pemeriksaan ketiganya dilakukan sebagai bagian dari pengusutan kasus pembunuhan seorang
aktivis antitambang di Lumajang, Salim Kancil.
Sementara, Kapolri Jenderal Badrodin Haiti membantah bila ketiga oknum polisi terkait
dengan kematian Salim Kancil.
"Ini tidak ada kaitannya (dengan pembunuhan Salim Kancil). Kita harus ada fakta hukum.
Beda antara suap dan pembunuhan. Kalau ada fakta hukum mengatakan seperti itu, pasti akan
kita cari," ujar Badrodin.
Sebelumnya, dua warga Desa Selok Awar-awar, Pasirian, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur,
Salim Kancil dan Tosan, diduga dianiaya sekelompok orang karena menolak kegiatan
penambangan pasir ilegal di sekitar Pantai Watu Pecak, Kabupaten Lumajang.
Atas penganiayaan yang berlangsung pada Sabtu, 26 September, Salim Kancil meninggal
dunia, sedangkan Tosan mengalami kondisi kritis.
Polda Jawa Timur telah menetapkan sebanyak 37 orang sebagai tersangka dalam kasus

pembunuhan dan penganiayaan dua aktivis antitambang di Desa Selok Awar-Awar,


Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang.
Sebanyak 24 orang ditetapkan sebagai tersangka kasus pembunuhan Salim Kancil dan
penganiayaan Tosan, sedangkan 13 tersangka lainnya ditetapkan sebagai tersangka dalam
kasus tambang ilegal.
(http://www.republika.co.id/berita/nasional/hukum/15/10/09/nvy4up219-kapolsek-akuiterima-setoran-dari-tambang-pasir-kasus-salim-kancil)

Sejarah Penambangan Pasir Ilegal


Berujung Pembantaian Aktivis Tani
SURABAYA - Sekitar bulan awal tahun 2014 lalu, ketenangan masyarakat di Desa Selok
Awar Awar, Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang terusik dengan adanya aktivitas
penambangan pasir di kawasan tersebut.
Bagimana tidak, aktivitas penambangan ini merusak lingkungan. Bahkan akibat
penambangan pasir liar ini membuat sejumlah lahan pertanian menjadi tandus dan debu-debu
bertebaran mengganggu warga di desa yang berada di pesisir pantai itu.
Akitivitas itupun diprotes oleh warga sekitar. Namun protes tersebut tidak pernah digubris
oleh Kepala Desa setempat. Alih-alih menanggapi protes, pertambangan tersebut diduga
milik Kepala Desa Selok Awar awar.
Tim Advokasi Laskar Hijau A'ak Abdullah Al Kudus mengatakan, penambangan pasir di
kawasan tersebut itu membuat dampak yang kurang baik. Selain ilegal, tambang pasir itu
berada di pesisir pantai yang merupakan kawasan lindung bukan masuk pada wilayah
pertambangan (WP).
"Penambangan pasir ini menggunakan alat berat dan berada di bibir pantai. Saya yakin ini
ilegal karena masuk dalam kawasan lindung dibawah Perhutani. Protes warga tidak pernah
ditanggapi sejak tahun 2014 lalu," kata A'ak kepada Okezone, Selasa (29/8/2015).
Hingga di awal tahun 2015, masyarakat membantu Forum Komunikasi Masyarakat Pedulu
Desa Selok Awar-awar yang diprakarsai oleh 12 aktivis petani yang peduli lingkungan.
12 warga tersebut adalah Tosan, Iksan Sumar, Ansori, Sapari, Salim Kancil, Abdul Hamid,
Turiman, Hariyadi, Rosyid, Mohammad Imam, Ridwan dan Cokrowidodo RS.
Forum inilah yang menjadi perlawanan terhadap aktivitas tambang pasir ilegal di desa
tersebut. Mereka melihat aktivitas penambangan pasir sudah tidak bisa ditolelir. Karena
penambangan ini meninggalkan kubangan-kubangan dimana-mana. Sementara, sawah milik
petani di sekitar lokasi menjadi tandus karena air laut meresap.
Kata A'ak, tahun 2014 lalu, warga melakukan protes keras dengan cara menghentikan alat
berat penambang pasir. Hal itu dipicu dengan tidak ditanggapinya sejumlah protes melalui
lisan dan tulisan oleh aparat desa setempat.
"Setelah ada protes ini, kepala desa mengumpulkan warga. Dan saat itu, kepala desa
menyatakan bahwa penambangan pasir ini adalah bentuk optimalisasi kawasan Wisata Watu
Pecah. Nah, dari pertemuan itu warga menerima jika untuk pengembangan pariwisata,"
jelasnya.

Kepala desa waktu itu berdalih, bahwa pasir yang ada di kawasan itu dikeruk dan diratakan
agar pengembangan pariwisata watu pecah berjalan lancar. Rupanya, alasan pengembangan
pariwisata watu pecah hanya kedok belaka. Hingga tahun 2015 pengerukkan pasir tidak
berhenti dan semakin menjadi-jadi. Bahkan, meninggalkan kubangan-kubangan dan merusak
lingkungan.
"Protes pun mulai diajukan lagi. Melalui forum tersebut warga melayangkan protes kemanamana bahkan hingga ke Bupati Lumajang. Lagi-lagi protes itu tidak digubris. Saat warga
meminta audensi dengan Bupati Lumajang malah diwakili oleh Camat Pasirian," jelasnya.
Puncaknya, pihak yang pro dengan penambangan pasir ilegal ini melakukan teror dengan
membatai dua orang aktivis petani yakni Salim Kancil dan Tosan. Dua orang ini dianggap
sebagai otak penolakan penambangan pasir sehingga harus dihabisi.
Akibat pembantaian itu, Salim Kancil tewas dan Tosan mengalami luka berat harus dirawat di
rumah sakit.
(http://news.okezone.com/read/2015/09/29/519/1222539/sejarah-penambangan-pasir-ilegalberujung-pembantaian-aktivis-tani)

Vous aimerez peut-être aussi