Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
NEUROPATI DIABETIK
Pembimbing :
dr. Mukhdiar Kasim, SpS
Disusun Oleh :
Annisha Kartika (110.2010.029)
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Neuropati diabetik merupakan salah satu komplikasi kronis paling sering
ditemukan pada diabetes mellitus. Risiko yang dihadapi pasien diabetes mellitus
dengan neuropati diabetes adalah infeksi berulang, ulkus yang tidak kunjung
sembuh, dan amputasi jari/kaki. Kondisi inilah yang menyebabkan bertambahnya
angka kesakitan dan kematian. Yang berakibat meningkatnya biaya pengobatan
pasien deiabetes mellitus dengan neuropati.
Hingga saat ini patogenesis neuropati diabetik belum seluruhnya diketahui
dengan jelas. Namun demikian dianggap bahwa hiperglikemia persisten
merupakan faktor primer. Faktor metabolik ini bukan satu-satunya yang
bertanggung jawab terhadap terjadinya neuropati diabetik, tetapi beberapa teori
lain yang diterima ialah teori vascular, autoimun, dan nerve growth factor.
Manifestasi neuropati diabetik bisa sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala
dan hanya bisa terdeteksi dengan pemeriksaan elektrofisiologis, hingga keluhan
nyeri yang hebat. Bisa juga keluhan dalam bentuk neuropati local atau sistemik,
yang semua itu bergantung pada lokasi dan jenis saraf yang terkena lesi.
Dengan demikian, memahami mekanisme terjadinya neuropati diabetik dan
faktor- faktor yang berperan, merupakan landasan penting dalam pengelolaan dan
pencegahan neuropati diabetik yang lebih rasional.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
masih reversible.
Neuropati struktural / klinis : gejala timbul sebagai akibat kerusakan struktural
serabut saraf. Pada fase ini masih ada komponen yang reversible.
Kematian neuron / tingkat lanjut : terjadi penurunan kepadatan serabut saraf
akibat kematian neuron. Pada fase ini sudah irreversible. Kerusakan serabut
saraf pada umumnya dimulai dari distal menuju ke proksimal, sedangkan
proses perbaikan mulai dari proksimal ke distal. Oleh karena itu lesi distal
paling banyak ditemukan, seperti polineuropati simetris distal.
itu,
elektromiografi
(EMG)
memperlihatkan
gambaran
poliradikulopati.
-
otot-otot
intrinsik
kecil,
yang
secara
klasikal
disebut
Degenerasi
serabut-serabut
kasar
(large
fiber)
menyebabkan
gangguan
proprioseptif seperti berkurangnya rasa vibrasi / gangguan rasa posisi dapat pula
ditemukan, kadang-kadang ataksi dapat dijumpai dan bentuk ini mirip dengan
tabes dorsalis, dikenal dengan Diabetic Pseudotabes. Lebih jauh bisa pula timbul
kelainan motorik seperti atrofi, refleks tendo menurun sampai menghilang pada
bagian distal dari ekstremitas. Selanjutnya dapat terjadi autonomic neuropathy
dengan gejala impotensi pada pria dan hypotonic neurogenic bladder.
Kadang-kadang bisa dijumpai rasa nyeri didaerah belakang tubuh / trunkus
dan menyebar pada abdomen dan toraks tanpa kelemahan otot. Keadaan ini
disebut sebagai truncal neuropathy. Keadaan ini sering terdapat pada diabetes
yang lama dan umur lanjut. Ada anggapan bahwa rasa nyeri ini mempunyai sifat
self limited
2. Autonomic neuropathy (neuropati Saraf otonom)
Sindroma neuropati saraf otonom dapat berdiri sendiri atau bersama-sama dengan
Simmetric Polyneuropathy, baik pada tahap dini maupun pada tahap lanjut.
Insidens kira-kira 25% dari penderita IDDM. Gejala klinis neuropati saraf
otonom Yaitu :
a. Sistem kardiovaskuler
Hipotensi ortostatik / postural hypotension timbul akibat disfungsi vasomotor
yakni denervasi saraf simpatis dan Denervated Heart. Terjadi ketidak
seimbangan antara simpatis dan para simpatis dan ini dapat mempengaruhi
jantung, biasa dalam bentuk aritmia dan takhikardi / bradikardi dan dapat
dideteksi dengan valsava monouver.
b. Sistem pencernaan
-
Elektrogustometer
Kelemahan peristaltik, gejala dapat berupa : disfagia, panas di ulu hati,
muntah-muntah dan pengosongan lambung yang terlambat yang dikenal
dengan gastroparesis.
Disamping itu bisa
pula
terjadi
diare
yang
intermitten
(diabetic - Diarrhea)
c. Sistem urogenitalia
-
impotensia
gonadotropin testoteron
diabetik
biasanya
kadar
prolaktin,
ada pengaruhnya.
d. Disfungsi sudomotor, tulang dan sendi
-
hari.
Sendi terutama lutut/kaki membengkak tetapi tidak nyeri, dikenal
3. Simetric proximal lower limb motor neuropathy (amyotrophy) atau disebut juga
sebagai proximal neuropathy.
Menurut Asbury, proximal neuropati merupakan variasi diabetik radikulopati,
yakni kelemahan pada otot dari pelvic girdle yang terjadi secara pelan-pelan
dalam beberapa hari atau minggu. Gejala awal berupa timbulnya rasa nyeri
seakan-akan ditusuk pisau di daerah lumbosakral dan meluas ke paha secara
simetris bilateral. Lebih jauh bisa timbul kelemahan otot femoral sampai atrofi
sehingga penderita kalau jalan sering jatuh.
Bisa pula gejala-gejala timbul asimetri yang dikenal dengan asimetrik / focal
peripheral neuropathy. Adanya atrofi ini menyebabkan keadaan ini disebut pula
sebagai diabetic amyotrophy oleh karena ada anggapan bahwa lesi terdapat
pada kornu anterior. Ada pula yang menyebut sebagai femoral neuropathy atau
sacral plexopathy.
Biasanya proximal neuropathy dijumpai pada penderita diabetes yang berumur 50
tahun ke atas, dimana terdapat penurunan berat badan yang menyolok dan
gangguan metabolik yang hebat. Otot yang sering diserang ialah kuadriceps
femoris, ileopsoas dan abduktur paha. Laki-laki lebih banyak dijumpai daripada
perempuan dan dijumpai pada penderita dengan kontrol gula yang jelek.
Prognosa baik bila gangguan metabolik dikoreksi pada waktunya
B. Fokal
1.Cranial Neuropathy
Keterlibatan saraf kranial paling sering ialah nervus okulomotorius menyusul
nervus abducens dan nervus fasialis, kadang-kdang dapat pula mengenai nervus
throchlearis dan N.akustis. Kadang-kadang dapat terjadi lebih dari pada satu
urat saraf yang dikenal sebagai poli-mononeuropati. Gejala-gejala biasanya
berupa nyeri bola mata, diplopia dan ptosis. Biasanya penyebab ialah oklusi
vasanervosum. Prognosis biasanya baik, perbaikan nyata dalam 6 sampai 8
minggu.
2. Radiculopathy
Bisa berupa brachial dan lumbar plexopathy. Nyeri radikuler dan anestesia
mengikuti dermatom. Biasa dijumpai pada penderita diabetes yang umur tua.
3. Compression Neuropathy.
Carpal tunnel syndrome, ulnar nerve entrapment dan gejala-gejala yang mirip
dengan herniasi diskus sering ditemukan. Oleh karena mengenai satu urat saraf
maka disebut pula sebagai mononeuropati diabetik. Gejala utama ialah rasa
nyeri sepanjang persarafan yang terkena dan paresis. Mononeuropathy, urat
saraf yang paling sering terkena ialah N.iskhiadikus, N.medianus dan N.ulnaris.
4. Asymetric Lower Motor Neuropathy (Amyotrophy)
Bentuk diabetik amiotrophy yang asimetrik mengenai otot-otot lower limb
sehingga timbul kelemahan dan atrofi.
Menurut Brushart, (2002) Lesi pada saraf perifer akan menimbulkan enam
tingkat kerusakan yaitu :
a. Grade 1 (Neuropraksia)
Kerusakan yang paling ringan, terjadi blok fokal hantaran saraf, gangguan umumnya
secara fisiologis, struktur saraf baik. Karena tidak terputusnya kontinuitas
aksoplasmik sehingga tidak terjadi degenerasi wallerian. Pemulihan komplit terjadi
dalam waktu 1 2 bulan.
b. Grade II (aksonometsis)
Kerusakan pada akson tetapi membrana basalis (Schwann cell tube), perineurium dan
epineurium masih utuh. Terjadi degenerasi wallerian di distal sampai lesi, diikutu
dengan regenerasi aksonal yang berlangsung 1 inch per bulan. Regenerasi bisa tidak
sempurna seperti pada orang tua.
c. Grade III
Seperti pada grade II ditambah dengan terputusnya membrana basalis (Schwann cell
tube). Regenerasi terjadi tetapi banyak akson akan terblok oleh skar endoneurial.
Pemulihan tidak sempurna.
d. Grade IV
Obliterasi endoneurium dan perineurium dengan skar menyebabkan kontinuitas saraf
berbagai derajat tetapi hambatan regenerasi komplit.
e. Grade V
Saraf terputus total, sehingga memerlukan operasi untuk penyembuhan.
f. Grade VI
Kombinasi dari grade II-IV dan hanya bisa didiagnosa dengan pembedahan.
end products (AGEs), pembentukan radikal bebas dan aktivasi protein kinase C
(PKC). Aktivitas berbagai jalur tersebut berujung pada kurangnya vasodilatasi,
sehinga aliran darah ke saraf menurun dan bersama rendahnya mioinositol dalam sel
terjadilah neuropati diabetik.
Banyak teori dari beberapa ahli yang mengemukakan mengenai patofisiologi
neuropati diabetik, namun hingga saat ini belum ada patofisiologi yang pasti
terjadinya neuropatik diabetik. Faktor- faktor yang diduga sebagai etiologi neurapi
diabetik antara lain, vaskular, metabolik, neurotrofik, dan immunologik. Beberapa
teori yang dapat diterima :
1. Teori metabolik
Hiperglikemi menyebabkan peningkatan glukosa ekstraseluler neuron, penting untuk
saturasi jalur glikolitik normal. Glukosa ekstrasel dilangsir ke dalam jalur polyol dan
dirubah menjadi sorbitol dan fruktosa oleh enzim aldose reduktase dan sorbitol
dehidrogenase.
Penimbunan
sorbitol
dan
fruktosa
menimbulkan
penurunan
1.1.
Jalur Polyol
Teori jalur polyol berperan dalam beberapa perubahan dengan metabolism
glukosa
intraseluler
tinggi
ke
sorbitol,
aldose
reduktase
critical
anti
oxidant,
dan
pegurangan
glutathione.Dengan
dalam kaitan aliran glukosa kedalam jalur polyol dan akumulasi sorbitol, sebagai
akibatnya akan terjadi kompensasi pengurangan endoneural osmolit taurine dan
mioinositol untuk memelihara keseimbangan osmotik. Metabolit intraseluler,
seperti mioinositol menjadi berkurang dan mendorong ke arah kerusakan sel
saraf.Pada percobaan binatang penurunan mioinositol berkaitan dengan
penurunan aktivitas Na+/ K+-ATPase dan memperlambat velositas konduksi saraf.
1.2.
Teori AGEs
Glikosilasi
dan
protein
jaringan
menyebabkan
pembentukan
sedangkan
vasokonstriktor
endothelin-1
(ET-1)
akan
regenerasi unsur-unsur yang responsif dari saraf. Neurotrophic factor (NF) sangat
penting untuk saraf dalam mempertahankan perkembangan dan respon
regenerasi. Nerve Growth Factor (NGF) berupa protein yang memberi dukungan
besar terhadap kehidupan serabut saraf dan neuron simpatis. Telah banyak
dilakukan penelitian mengenai adanya faktor pertumbuhan saraf, yaitu suatu
protein yang berperan pada ketahanan hidup neuron sensorik serabut kecil dan
neuron simpatik sistem saraf perifer. Beberapa penelitian pada binatang
menunjukkan adanya defisiensi neurotropik sehingga menurunkan proses
regenerasi saraf dan mengganggu pemeliharaan saraf. Pada banyak kasus, defisit
yang paling awal, melibatkan serabut saraf yang kecil. Pada pasien dengan DM
terjadi penurunan NGF sehingga transport aksonal yang retrograde ( dari organ
target menuju badan sel) terganggu. Penurunan kadar NGF pada kulit pasien DM
berkorelasi positif dengan adanya gejala awal small fibers sensory neuropathy.
2. Teori vaskuler
Penelitian membuktikan bahwa hiperglikemia juga mempunyai hubungan dengan
kerusakan mikrovaskular. Hiperglikemia persisten merangsang produksi radikal bebas
oksidatif yang disebut reactive oxygen species (ROS). Radikal bebas ini membuat
kerusakan endotel vaskular dan menetralisir NO, yang berefek menghalangi
vasodilatasi mikrovaskular. Mekanisme kelainan mikrovaskular tersebut dapat melalui
penebalan membrana basalis, trombosis pada atreriol intraneural, peningkatan
agregasi trombosit dan berkurangnya deformabilitas eritrosit; berkurangnya aliran
darah saraf dan peningkatan resistensi vaskular; stasis aksonal, pembengkakan dan
demielinisasi pada saraf akibat iskemia akut. Kejadian neuropati yang didasari oleh
kelainan vaskular masih bisa dicegah dengan modifikasi faktor resiko kardiovaskular,
yaitu kadar trigliserida yang tinggi, indeks massa tubuh, merokok dan hipertensi.
3. Teori autoimun
Suatu penelitian menunjukkan bahwa 22% dari 120 penyandang DM tipe 1 memiliki
complement fixing antisciatic nerve antibodies dan 25 % DM tipe 2 memperlihatkan
hasil yang positif. Hal ini menunjukkan bahwa antibodi tersebut berperan paa
patogenesis neuropati diabetik. Bukti lain yang menyokong peran antibodi dalam
mekanisme patogenik neuropati diabetik adalah adanya antineural antibodies pada
serum sebagian penyandang DM. Autoantibodi yang beredar ini secara langsung
dapat merusak struktur saraf motorik dan sensorik yang bisa dideteksi dengan
imunofloresens indirek. Disamping itu adanya penumpukan antibodi dan komplemen
pada berbagai komponen saraf suralis memperlihatkan kemungkinan peran prses
imun pada patogenesis neuropati diabetik.
Proses patologi
Secara morfologik kelainan sel saraf pada neuropati diabetik ini terdapat pada
sel-sel Schwann selain mielin dan akson. Kelainan yang terjadi terutama tergantung
pada derajat dan lamanya mengidap DM. Perubahan patologis dasar dalam
hubungannya dengan patofisiologi neuropati meliputi :
a. Demielinisasi Segmental
Segmen segmen internodal saraf perifer mengalami demielinisasi, sedang
akson masih dalam keadaan utuh. Meskipun demielinisasi telah terjadi secara luas,
namun seringkali aksonnya tidak mengalami perubahan degeneratif.
Seringkali setelah mengalami demielinisasi, serabut saraf menunjukkan
adanya proses regenerasi berupa remielinisasi, jumlah sel Schwan akan bertambah
banyak. Jika proses patologis tersebut berlangsung secara kronis dengan proses
demielinisasi dan remielinisasi yang berulang-ulang, akan terjadi proliferasi yang
konsentrik dari sel Schwan, sehingga terbentuk satu struktur seperti lapisan bawang
merah yang disebut onion bulb, yang dengan palpasi akan teraba benjolan-benjolan
pada saraf.
Perbaikan fungsi cepat karena tidak terjadi kerusakan akson.
b. Degenerasi aksonal
Degenerasi pada bagian distal akson saraf perifer dan beberapa tempat ujung
akson sentral kolumna posterior medulla spinalis. Penyebab degenerasi aksonal
berupa gangguan nutrisi, metabolik atau toksik sehingga mengakibatkan gangguan
metabolisme badan sel, transpor aksonal serta fungsi-fungsi lainnya. Bagian ujung
distal akson yang pertama mengalami degenerasi dan apabila proses terus berlanjut
degenerasi akan berjalan ke arah proksimal. Proses ini menimbulkan suatu keadaan
yang dikenal sebagai dying back neuropathy.
c. Degenerasi Wallerian
Suatu trauma mekanik, khemis, termis ataupun iskemik lokal yang menyebabkan
terputusnya satu serabut saraf secara mekanik, akan diikuti oleh suatu proses
degenerasi aksonal di sebelah distal tempat terjadinya perlukaan, yang kemudian
diikuti terputusnya mielin secara sekunder. Proses tersebut dikenal sebagai degenerasi
Wallerian. Kelainan mulai timbul antara 12-36 jam setelah terjadi perlukaan saraf.
Perubahan awal didapatkan pada akson yang terletak di dalam atau di sekitar nodus
ranvier sepanjang saraf disebelah distal dari tempat perlukaan. Perubahan yang sama
juga terjadi pada akson disekeliling nodus Ranvier tepat disebelah proksimal dari
tempat perlukaan. Sel schwann pada bagian ini akan mengalami proliferasi hebat.
Makrofag endoneuron akan membantu sel Schwann dalam menghancurkan mielin
yang rusak
nyeri/suhu
Gangguan vibrasi.
3. Pemeriksaan Laboratorium
Periksa laboratorium untuk mengetahui apakah gula darah dan HbA1c pada diabetes
tidak terkontrol dengan baik atau yang belum diketahui.
4. Pemeriksaan Imaging
dan
keadaan
patologis
lain
di
kanalis
spinalis
pada
b. Eye
Dark-adapted pupil size after total parasimpathetic testing
c. Sudomotor
-
Jaga kebersihan kulit, hindari trauma kaki seperti sepatu yang sempit. Cegah trauma
berulang pada neuropati kompresi.
Terapi Medikamentosa
Terapi untuk nyeri neuropati diabetik
Obat- obatan yang digunakan untuk nyeri neuropatik seperti opioid dan
tramadol, serta agen antidepressant dan antiepelepsi. Biasanya pasien memerlukan
dosis besar pada penggunaan opioid untuk menghilangkan rasa nyeri dan pemberian
long acting opioid yang utama digunakan.Namun untuk menghindari efek adiktif pada
penggunaan opioid, sehingga penggunaanya tidak dijadikan sebagai lini pertama pada
penanganan nyeri neuropati diabetik. Mexiletine merupakan Na Channel Blocker dan
agen antiaritmia juga terbukti memiliki efek analgesik.
Alpha-2delta inhibitor, gabapentin dan pregabalin adalah obat-obatan yang
digunakan untuk antiepilepsi. Keuntungan penggunaan gabapentin dan pregabalin
adalah ekskresi melalui ginjal dan mengurangi interaksi dengan obat lain. Efek
samping utama meliputi mengantuk, pusing, edema perifer, penambahan berat badan,
dan kejang mioklonik pada penggunaan besar. Gabapentin biasanya dimulai pada
dosis 300mg sampai tiga kali sehari dan dapat ditingkatkan sampai 4800mg dengan
dosis terbagi.Karena paruh waktu yang pendek, sehingga dibutuhkan pemakaian tiga
sampai empat kali dalam sehari.Pregabalin memiliki paruh waktu yang panjang dan
biasanya pemberian dua kali sehari, namun pada beberapa pasien baru mendapatkan
efek dari obat tersebut pada pemberian tiga kali sehari.Pregabalin biasanya dimulai
dengan dosis 75mg dua kali sehari dan dititrasi hingga 300mg setiap dua kali
sehari.Pada pasien dengan ketergantungan dialysis sebaiknya dikonsultasikan dengan
ahli ginjal untuk ekskresi ginjalnya, tetapi tidak menghalangi penggunaan terapi pada
pasien tersebut. Biasanya ahli ginjal akan mengelola satu dosis setelah dialisis.
Penggunaan
antikonvulsan
yang
digunakan
utuk
nyeri
neuropati
antara
pasien memiliki manfaat yang meningkat pada penggunaan dosis besar. Antidepresan
trisiklik terdapat efek menenangkan sehingga memiliki manfaat pasien pasien yang
mengalami kesulitan untuk memulai tidur. Biasanya menggunakan dosis 25-100mg
pada dua jam sebelum tidur. Pada penggunaan dosis tinggi pada lanjut usia harus
dilakukan EKG terlebih dahulu, karena efek trisiklik dapat memperpanjang
gelombang QT dan blok jantung. Efek samping penggunaan trisiklik antara lain
mengantuk, perasaan ingin buang air kecil, konstipasi, hipotensi ortostatik dan
disfungsi ereksi.
Penggunaan krim topical tidak memilik khasiat pada pasien neuropati
diabetik.Capsaicin cream/Patch telah menunjukkan khasiat, tetapi tidak ditoleransi
dengan baik pada awal penggunaan saat nyeri.Sarung mata harus digunakan dan
hindari kontak pada mata. Terkadang 1% lidokain patch dapat membantu pada pasien
dengan mononeuropati focal seperti meralgia paresthetica (kompresi lateral saraf
kutan femoralis). Krim topikal yang mengandung gabapentin, amitriptyline, dan
ketamine telah digunakan tetapi tidak ada laporan yang menunjukkan pada
keberhasilan dalam studi plasebo terkontrol.
Pengobatan lini pertama
Menurut NHS (2010), terapi lini pertama yang dapat digunakan untuk manajemen
pada neuropati yakni:
1. Penggunaan amitriptyline atau pregabalin merupakan pengobatan lini pertama
bagi penderita neuropati diabetes yang menyakitkan. Untuk amitriptilin,
dosisnya mulai dari 10 mg per hari, dengan bertahap ke atas titrasi dengan
dosis efektif yang maksimal dan ditoleransi pasien. Dosis tidak boleh lebih
tinggi dari 75 mg per hari (dosis tinggi bias dipertimbangkan dalam konsultasi
dengan layanan spesialis nyeri).
2. Penggunaan pregabalin: mulai dari 150 mg per hari (dibagi menjadi dua dosis)
dengan atas titrasi dengan dosis efektif atau dosis yang ditoleransi. Dosis tidak
lebih tinggi dari 600 mg per hari (dibagi menjadi dua dosis).
3. Untuk orang dengan neuropati diabetes yang menyakitkan, duloxetine juga
merupakanpengobatan lini pertama. Jika duloxetine merupakan kontraindikasi,
maka dapat digunakan amitriptyline. Untuk duloxetine: mulai dari 60 mg per
hari dengan titrasi atas ke efektif dosis atau maksimum dosis yang ditoleransi.
Dosis tidak boleh lebih tinggi dari 120 mg per hari.
4. Berdasarkan evaluasi klinis awal dan teratur: Perlu dilihat apakah ada
perbaikan yang memuaskan sehingga didapatkan keputusan untuk meneruskan
pengobatan, secara bertahap mengurangi dosis dari waktu ke waktu jika ada
perbaikan yang kontinyu.
Pengobatan lini kedua
Menurut NHS (2010), apabila tidak tercapai manajemen nyeri dengan terapi ini
pertama, maka dapat dipertimbangkan penggantian obat setelah pemberian consent
pada pasien, yakni
1. Jika lini pertama terapi menggunakan amitriptilin, maka terapi dirubah ke
pregabalin
2. Jika terapi pertama menggunakan pregabalin, ganti atau kombinasikan dengan
amitriptilin oral
3. Jika terapi pertama menggunakan duloxetine, ganti dengan amitriptilin atau
pregabalin atau kombinasikan dengan pregabalin
BAB III
KESIMPULAN
Neuropati diabetik merupakan salah satu komplikasi kronik DM dengan prevalensi
dan manifestasi klinis amat bervariasi. Dari 4 faktor (metabolik, vaskular, imun dan
NGF) yang berperan pada mekanismes patogenik ND, hiperglikemia berkepanjangan
sebagai komponen faktor metabolik merupakan dasar utama patogenesis ND. Oleh
karena itu, dalam pencegahan dan pengelolaan ND pasien DM, yang penting adalah
diagnosis diikuti pengendalian glukosa darah dan perawatan kaki sebaik-baiknya.
Usaha mengatasi keluhan nyeri pada dasarnya bersifat simtomatis, dilakukan dengan
memberikan obat yang bekerja sesuai mekanisme yang mendasari keluhan nyeri
tersebut. Pendekatan nonfarmakologis termasuk edukasi sangat diperlukan, mengingat
perbaikan total sulit bisa dicapai.
DAFTAR PUSTAKA
Asbury, A.K. and Bird, S.J : Disorders of Peripheral nerve, in : Diseases of Nervous
System, Clinical Neurobiology 2nd , W.B. Saunders Philadelphia 1992.
Beers, M.H. and Berkow, R. : Endocrine and metabolic Disorders in : The Merck
manual 17th ed. (centennial Ed). Merck research lab. 1999.
Brown, M.J : PENN neurology 2000, Managemnet of Common Neurologic Problems,
University of pennsylvania health System. Alpha medica Press, A Division of Alpha
Medica Inc. Irvington, New York.