Vous êtes sur la page 1sur 27

Flukonazol

Gambar struktur kimia Flukonazol


Farmakologi : Flukonazol merupakan inhibitor cytochrome P-450 sterol C-14 alphademethylation (biosintesis ergosterol) jamur yang sangat selektif. Pengurangan
ergosterol, yang merupakan sterol utama yang terdapat di dalam membran sel-sel
jamur, dan akumulasi sterol-sterol yang mengalami metilase menyebabkan
terjadinya perubahan sejumlah fungsi sel yang berhubungan dengan membran.
Secara in vitro flukonazol memperlihatkan aktivitas fungistatik
terhadap Cryptococcus neoformans dan Candida spp.
Spektrum : Spektrum aktivitas antijamurnya sama dengan ketokonazol. Fluconazole
memiliki spectrum yang luas meliputi Blastomyces dermatidis, Cocciodioides immitis,
Cryptococcus neoformus, Histoplasma capsulatum dan Paracoccidioides
brasiliensis. Obat ini aktif terhadap Candida albicans, C. tropicalis, dan C.
parapsilosis, namun tidak peka terhadap C. krusei dan Torulopsis glabrata (sekarang
diklasifikasikan ke dalam spesis Candida glabrata). Fluconazole aktif di dalam
dermatophytosis namun tidak efektif di dalam aspergillosis dan mucormycosis. Pada
pasien penderita neutropenik, manifestasi resistensi fluconazole yang paling umum
adalah pada seleksi spesis Candida yang tidak biasa dijumpai, seperti C. krusei,
yang memiliki resistensi intrinsik terhadap obat ini.
Farmakokinetik : Flukonazol larut air dan cepat diabsorpsi sesudah pemberian oral,
dengan 90% bioavailabilitas, 12% terikat pada protein. Obat ini mencapai
konsentrasi tinggi dalam LCS, paru dan humor aquosus, dan menjadi obat pilihan
pertama untuk meningitis karena jamur. Konsentrasi fungisidanya juga meningkat
dalam vagina, saliva, kulit dan kuku.

Pengobatan secara oral dengan fluconazole mengakibatkan


terjadinyaabsorpsi obat secara cepat dan hampir sempurna. Konsentrasi
serum identik diperoleh setelah pengobatan secara oral dan secara
parenteral yang menunjukkan bahwa metabolisme tahap awal (first-pass
metabolism) obat tidak terjadi. Konsentrasi darah naik sesuai dengan dosis
dengan tingkat dosis yang bermacam-macam. Dua jam setelah pemberian
obat secara oral dengan dosis 50 mg, konsentrasi serum dengan kisaran 1,0
mg/l dapat diantisipasi, namun hal ini terjadi hanya setelah dosis ditambah
secara berulang-ulang hingga mencapai 2,0 sampai dengan 3,0 mg/l.

Pengobatan fluconazole secara oral atau secara parenteral menyebabkan


percepatan dan penyebaran distribusi obat. Tidak seperti obat antifungal
azol jenis lainnya, protein yang mengikat fluconazole memiliki kadar yang
rendah (sekitar 12%). Hal ini menyebabkan tingginya tingkat sirkulasi obat
yang tidak terikat. Tingkat sirkulasi obat yang tidak terikat pada sebagian

besar kelencar dan cairan tubuh biasanya melampaui 50% dari konsentrasi
darah simultan.
Tidak seperti obat anti jamur azole jenis lain, fluconazole tidak dapat
dimetabolisme secara ekstensif oleh manusia. Lebih dari 90% dari dosis
yang diberikan tereliminasi ke dalam urin: sekitar 80% dalam bentuk obatobatan asli (tidak berubah komposisinya) dan 10% dalam bentuk metabolit.
Tidak ada indikasi induksi atau inhibit yang signifikan pada metabolisme
fluconazole yang diberikan secara berulang-ulang.
Sarana eliminasi utama dalam hal ini adalah ekskresi renal obat-obatan
yang tidak dapat dirubah komposisinya. Pada pasien yang memiliki fungsi
renal normal, terdapat sekitar 80% dari jumlah dosis yang diberikan
tercampur dengan urin dengan bentuk yang tidak berubah dan konsentrasi >
100 mg/l. obat jenis ini dibersihkan melalui filtrasi glomerular, namun secara
bersamaan terjadi reabsorpsi tubular. Fluconazole memiliki paruh hidup
serum selama 20-30 jam, tetapi dapat diperpanjang waktunya jika terjadi
gangguan pada fungsi renal, dengan pemberian dosis terhadap pasien yang
memiliki tingkat filtrasi di bawah 50 ml/menit. Fluconazole akan hilang selama
haemodialysis dan pada sejumlah kasus terjadi selama dialysis peritoneal.
Sessi haemodialysis selama 3 jam dapat mengurangi konsentrasi darah
hingga sekitar 50%.

Indikasi : infeksi sistemik, kandidiasis mukokutan, vaginal candidiasis.


Kegunaan Terapi : Fluconazole dapat digunakan untuk mengobati candidosis
mukosa dan candidosis cutaneous. Selain itu, obat ini juga efektif untuk perawatan
berbagai jenis gangguan dermatophytosis dan pityriasis versicolor.
Fluconazole adalah jenis ramuan obat yang menjanjikan bagi perawatan penyakit
candidosis stadium lanjut/berat pada pasien yang tidak menderita neutropenia,
namun sebaiknya tidak digunakan sebagai pilihan utama pada pasien neutropenia
kecuali jika terdapat alasan-alasan tertentu. Fluconazole telah terbukti bermanfaat
untuk perawatan prophylaktat terhadap penyakit candidosis yang diderita oleh
pasien pengidap neutropenik. Fluconazole tidak tidak efektif untuk mengobati
aspergillosis dan mucormycosis.
Fluconazole merupakan jenis obat-obatan yang ampuh untuk mengatasi meningitis
cryptococcal, tetapi tidak boleh dijadikan prioritas utama untuk pasien pengidap
AIDS kecuali jika terdapat alasan-alasan tertentu. Fluconazole terbukti lebih efektif
dan lebih dapat ditoleransi dibandingkan amphotericin B untuk mengobati atau
mencegah terjadinya cryptococcosis pada pasien penderita AIDS.
Fluconazole saat ini menjadi jenis obat yang menjadi pilihan banyak dokter untuk
mengobati pasien penderita meningitis coccidioidal. Syaratnya, pasien tersebut
harus tetap mengkonsumsi fluconazole selama hidupnya agar mencegah munculnya
kembali penyakit yang sama.

Dosis & Cara Pemberian : Flukonazol tersedia dalam bentuk kapsul 50 dan 150 mg
dan infus 2 mg/ml. Dosis tunggal 150 mg. Modifikasi dosis perlu dilakukan pada
pasien dengan gangguan ginjal..
Fluconazole merangsang terjadinya absorpsi secara sempurna pada saat dilakukan
pengobatan secara oral, sehingga jenis pengobatan oral menjadi prioritas utama.
Flukonazol dapat dipakai dengan atau tanpa makanan Jika pemberian obat pada
pasien tidak memungkinkan untuk diberikan lewat mulut, maka fluconazole diberikan
dalam bentuk larutan intravena, atau melalui infus dengan kadar infus 5-10 ml/menit.

Vaginal candidosis dapat diobati dengan fluconazole oral dengan dosis 150
mg. Sedangkan Oropharyngeal candidosis diobati dengan dosis 50-200
mg/hari selama 1-2 pekan. Candidosis jenis Oesophageal dan mucocutaneus
serta candidosis saluran kencing bagian bawah memerlukan fluconazole
dengan dosis 100-200 mg/hari yang diberikan selama 2-4 pekan.

Dosis yang disarankan untuk pasien penderita cryptococcosis atau


candidosis stadium lanjut adalah 400 mg/hari. Namun demikian, sejumlah
praktisi klinik telah menggunakan dosis yang lebih tinggi lagi untuk mengatasi
infeksi-infeksi yang membahayakan nyawa pasien. Lama waktu atau durasi
perawatan akan berbeda sesuai dengan kondisi pasien itu sendiri,
bergantung pada sifat dan jangkauan infeksi serta penyakit yang
mendahuluinya. Diperlukan sekurang-kurangnya 6-8 pekan lamanya untuk
mengobati pasien penderita cryptococcosis yang tidak mengidap AIDS. Dosis
yang disarankan untuk anak-anak adalah 1-2 mg/kg untuk jenis candidosis
superficial dan 5 mg/kg untuk cryptococcosis atau candidosis stadium lanjut.

Pengobatan jangka panjang menggunakan fluconazole dengan tujuan


menyembuhkan pasien cryptococcosis yang juga menderita AIDS harus
dilakukan pada dosis 200 mg/hari. Untuk mencegah candidosis pada pasien
penderita neutropenik, maka dosis yang diberikan adalah 100-400 mg/hari.
Pasien-pasien yang memiliki resiko tinggi terhadap serangan infeksi stadium
lanjut harus diobati dengan dosis 400 mg/hari dan hal ini harus dimulai
beberapa hari menjelang munculnya gejala neotropenia dan berlangsung
selama 1 pekan setelah jumlah neutrofil kembali pada kisaran 1 x 109/l.

Pasien yang menderita gangguan renal harus diberi dosis normal selama
48 hari pertama pengobatan. Segera setelah itu, interval dosis harus
dilipatgandakan sampai dengan 48 jam (dengan kata lain, dosis dikurangi
setengahnya). Hal ini berlaku bagi pasien yang memiliki tingkat pembersihan
kreatinin 21-40 ml/menit. Sedangkan pasien yang memiliki tingkat
pembersihan kreatinin 10-20 ml/menit interval dosis adalah 72 jam.

Pasien yang menderita haemodialysis secara reguler memerlukan dosis


yang biasa yang diberikan setelah masing-masing tahap atau sesi dialysis.

Kehamilan dan menyusui : Penggunaan pada masa kehamilan dan menyusui


tidak direkomendasikan.
Efek samping : Sakit kepala, nyeri abdominal, diare, dan pusing. Ruam pada kulit
bisa terjadi tapi jarang. Flukonazol bisa menyebabkan kerusakan hati pada kasus
jarang. Fungsi hati harus dimonitor setelah beberapa hari penggunaan obat.
Fluconazole adalah jenis obat yang dapat ditoleransi dengan baik. Efek samping
yang paling umum terjadi adalah gastrointestinal seperti nausea (mual) dan nyeri
pada bagian perut, namun jarang yang memerlukan diskontinuasi perawatan,
khususnya pada pasien yang menerima dosis hingga 400 mg/hari. Elevasi
asimptomatik transient tingkat transaminase serum relatif biasa terjadi pada pasien
penderita AIDS, dan pengobatan harus dihentikan pada pasien penderita hepatitis
simptomatik atau penderita gangguan fungsi hati.
Pasien penderita kanker atau AIDS memiliki kemungkinan untuk mengidap sindrom
Stevens-Johnson (fatal exfoliative skin rashes), namun hubungan sebab akibat
penyakit ini dengan fluconazole belumlah jelas, terutama jika penanganan dilakukan
secara terus-menerus dengan obat-obatan jenis lain. Ada baiknya untuk
menghentikan konsumsi fluconazole pada pasien penderita infeksi jamur superficial,
di mana pasien tersebut mengalami pengelupasan kulit. Pasien penderita infeksi
jamur stadium lanjut/berat yang juga mengalami pengelupasan kulit harus diawasi
terus perkembangannya dan pemberian obat harus dihentikan jika terjadi luka yang
serius atau erythrema multiforme.
Berbeda dengan ketoconazole, fluconazole tidak menghambat metabolisme adrenal
maupun steroid testicular manusia. Syaratnya, obat ini dikonsumsi dengan dosis
yang tepat.
Nama dagang : Diflucan, Funzol.

DAFTAR PUSTAKA :

http://pojokapoteker.blogspot.com/
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/11AntijamurSistemik108.pdf/1
1AntijamurSistemik108.html
http://www.adasidna.blogspot.com/
http://spiritia.or.id/li/bacali.php?lino=534
http://72.14.235.132/search?
q=cache:C4whYXEP3z8J:farmakologi.files.wordpress.com/2008/10/inf
eksi-jamur.pdf+flukonazol+merupakan&cd=10&hl=id&ct=clnk&gl=id
http://www.majalah-farmacia.com/rubrik/one_news.asp?
IDNews=571

Miconazole merupakan obat untuk mengatasi infeksi jamur yang menyerang bagianbagian tubuh, seperti vagina, mulut, dan kulit.
Gejala infeksi jamur umumnya meliputi rasa gatal, kemerahan, dan rasa perih pada
bagian yang terinfeksi. Jika terjadi di mulut, penderita akan merasa tidak nyaman
saat makan atau minum dan muncul bintik-bintik putih di dalam mulut. Dan jika
infeksi jamur menyerang vagina, bisa menyebabkan keputihan atau cairan putih
kental dan rasa gatal atau perih.

Tentang Miconazole
Jenis obat

Obat anti jamur

Golongan

Obat resep

Manfaat

Mengobati infeksi jamur pada kulit, mulut, vagina, dan kuku

Dikonsumsi oleh

Dewasa dan anak-anak


Oral gel, krim, salep, bedak, dan kapsul khusus untuk infeksi pada

Bentuk obat

vagina

Peringatan
Bagi wanita yang sedang hamil atau menyusui, sesuaikan dosis miconazole
dengan anjuran dokter.

Tanyakan dosis miconazole untuk anak-anak kepada dokter.

Harap berhati-hati bagi pasien yang menderita gangguan hati, porfiria,


mengonsumsi obat lain seperti warfarin, serta bagi pasien yang berusia di bawah

18 tahun.
Jika terjadi reaksi alergi atau overdosis, segera temui dokter.
Dosis Miconazole
Berikut ini adalah dosis umum penggunaan miconazole dalam berbagai
bentuk:
Bentuk obat

Pengguna

Dosis

Oleskan secukupnya pada


bagian yang terinfeksi 2-3
Krim dan salep

Dewasa

kali sehari
Taburi secukupnya bagian

Bedak

Dewasa

yang terinfeksi 2 kali sehari


Oleskan ke bagian mulut
yang mengalami infeksi 4

Oral gel

Dewasa

kali sehari setelah makan


Masukkan 1 kapsul ke dalam
vagina 1 kali sehari
menjelang tidur malam (1
kapsul biasanya

Kapsul untuk infeksi jamur


di vagina

mengandung 1200 mg
Wanita di atas 18 tahun

miconazole)

ANTI JAMUR
Jamur adalah organisme mikroskopis tanaman yang terdiri dari sel, seperti
cendawan, dan ragi. Beberapa jenis jamur dapat berkembang pada permukaan
tubuh yang bisa menyebabkan infeksi kulit, kuku, mulut atau vagina. Jamur yang
paling umum menyebabkan infeksi kulit adalah tinea. For example, tinea pedis
('athletes foot) . Infeksi umum yang ada pada mulut dan vagina disebut seriawan. Hal
ini disebabkan oleh Candida. Candida merupakan ragi yang merupakan salah satu
jenis jamur. Sejumlah Candida umumnya tinggal di kulit.
Ada beberapa jenis obat-obatan antijamur
a.

Antijamur cream

Digunakan untuk mengobati infeksi jamur pada kulit dan vagina. Antara lain :
ketoconazole, fenticonazole, miconazole, sulconazole, dan tioconazole.
b.

Antijamur peroral
Amphotericin dan nystatin dalam bentuk cairan dan lozenges. Obat-obatan ini tidak
terserap melalui usus ke dalam tubuh. Obat tersebut digunakan untuk mengobati
infeksi Candida (guam) pada mulut dan tenggorokan.
itraconazole, fluconazole, ketoconazole, dan griseofulvin dalam bentuk tablet yang
diserap ke dalam tubuh. Digunakan untuk mengobati berbagai infeksi jamur.
Penggunaannya tergantung pada jenis infeksi yang ada. example:
Terbinafine umumnya digunakan untuk mengobati infeksi kuku yang biasanya
disebabkan oleh jenis jamur tinea.
Fluconazole umumnya digunakan untuk mengobati jamur Vaginal. Juga dapat
digunakan untuk mengobati berbagai macam infeksi jamur pada tubuh

c.

Antijamur injeksi
Amphotericin, flucytosine, itraconazole, voriconazole dan caspofungin adalah obatobatan anti jamur yang sering digunakan dalam injeksi.
Infeksi jamur dapat dibagi menjadi dua yaitu :

Infeksi jamur sistemik


- Amfoterisin B
- Flusitosin
- Ketokonazol
- Itakonazol
- Fluconazol
- Kalium Iodida
Infeksi jamur topikal (dermatofit dan mukokutan)

AMFOTERISIN B

Amfoterisin A dan B merupakan hasil fermentasi streptomyces nodosus.


Mekanisme kerja
Amfoterisin B berikatan kuat dengan sterol yang terdapat pada membran sel
jamur sehingga membran sel bocor dan kehilangan beberapa bahan intrasel dan
menyebabkan kerusakan yang tetap pada sel.
Salah satu penyebab efek toksik yang ditimbulkan disebabkan oleh pengikatan
kolesterol pada membran sel hewan dan manusia.
Resistensi terhadap amfoterisin B mungkin disebabkan oleh terjadinya perubahan
reseptor sterol pada membran sel.

Farmakokinetik
Absorbsi : sedikit sekali diserap melalui saluran cerna.
Waktu paruh kira-kira 24-48 jam pada dosis awal yang diikuti oleh eliminasi fase
kedua dengan waktu paruh kira-kira 15 hari, sehingga kadar mantapnya akan
tercapai setelah beberapa bulan setelah pemberian.
Ekskresi : obat ini melalui ginjal berlangsung lambat sekali, hanya 3 % dari jumlah
yang diberikan.
Efek samping

Infus : kulit panas, keringatan, sakit kepala, demam, menggigil, lesu,


anoreksia, nyeri otot, flebitis, kejang dan penurunan faal ginjal.
50% penderita yang mendapat dosis awal secara IV akan mengalami demam
dan menggigil.
Flebitis (-) menambahkan heparin 1000 unit ke dalam infus.
Asidosis tubuler ringan dan hipokalemia sering dijumpai pemberian
kalium.
Efek toksik terhadap ginjal dapat ditekan bila amfoterisin B diberikan bersama
flusitosin.
Indikasi

Untuk pengobatan infeksi jamur seperti koksidioidomikosis, aspergilosis,


kromoblastomikosis dan kandidosis.
Amfoterisin B merupakan obat terpilih untuk blastomikosis.
Amfoterisin B secara topikal efektif terhadap keratitis mikotik.
Sediaan
Amfoterisin B injeksi tersedia dalam vial yang mengandung 50 mg bubuk

Dosis

Pada umumnya dimulai dengan dosis yang kecil (kurang dari 0,25 mg/kgBB)
yang dilarutkan dalam dekstrose 5 % dan ditingkatkan bertahap sampai 0,4-0,6
mg/kgBB sebagai dosis pemeliharaan.
Secara umum dosis 0,3-0,5 mg/kgBB cukup efektif untuk berbagai infeksi
jamur, pemberian dilakukan selama 6 minggu dan bila perlu dapat dilanjutkan
sampai 3-4 bulan
Flusitosin
Flucytosine (5-fluorocytosine) adalah primidin sintetis yang telah mengalami
fluorinasi

Mekanisme kerja
Flusitosin masuk ke dalam sel jamur dengan bantuan sitosin deaminase dan
dalam sitoplasma akan bergabung dengan RNA setelah mengalami deaminasi
menjadi 5-Fluorourasil. Sintesis protein sel jamur terganggu akibat penghambatan
langsung sintesis DNA oleh metabolit fluorourasil

Farmakokinetik

Absorbsi : diserap dengan cepat dan baik melalui saluran cerna.Pemberian


bersama
makanan memperlambat penyerapan tapi jumlah yang
diserap tidak berkurang. Penyerapan juga diperlambat pada pemberian bersama

suspensi alumunium
hidroksida/magnesium hidroksida dan dengan
neomisin.
Distribusi :didistribusikan dengan baik ke seluruh jaringan dengan volume
distribusi
mendekati total cairan tubuh.
Ekskresi : 90% flusitosin akan dikeluarkan bersama melalui filtrasi
glomerulu dalam bentuk utuh, kadar dalam urin berkisar antara 200-500g/ml.
Kadar puncak dalam darah setelah pemberian per-oral dicapai 1-2 jam. Kadar
ini lebih tinggi pada penderita infusiensi ginjal.
Masa paruh obat ini dalam serum pada orang normal antara 2,4-4.8 jam dan
sedikit memanjang pada bayi prematur tetapi dapat sangat memanjang pada
penderita insufisiensi ginjal.
Efek samping

Dapat menimbulkan anemia, leukopenia, dan trombositopenia, terutama pada


penderita dengan kelainan hematologik, yang sedang mendapat pengobatan radiasi
atau obat yang menekan fungsi tulang, dan penderita dengan riwayat pemakaian
obat tersebut.
Mual,muntah, diare dan enterokolitis yang hebat.
Kira-kira 5% penderita mengalami peninggian enzim SGPT dan SGOT,
hepatomegali.
Terjadi sakit kepala, kebingungan, pusing, mengantuk dan halusinasi.
Indikasi

infeksi sistemik, karena selain kurang toksik obat ini dapat diberikan per oral.
Penggunaannya sebagai obat tunggal hanya diindikasikan pada
kromoblastomikosis
Sediaan dan dosis

Flusitosin tersedia dalam bentuk kapsul 250 dan 500 mg


Dosis yang biasanya digunakan ialah 50-150 mg/kgBB sehari yang dibagi
dalam 4 dosis.
Ketokonazol.

Mekanisme kerja

Seperti azole jenis yang lain, ketoconazole berinterferensi dengan biosintesis


ergosterol, sehingga menyebabkan perubahan sejumlah fungsi sel yang
berhubungan dengan membran.
Farmakokinetik

Absorbsi
: diserap baik melalui saluran cerna dan menghasilkan kadar
plasma yang cukup untuk menekan aktivitas berbagai jenis jamur. Penyerapan
melalui saluran cerna akan berkurang pada penderita dengan pH lambung yang
tinggi,pada pemberian bersama antasid.
Distribusi
: ketokonazol setelah diserap belum banyak diketahui.
Ekskresi
: Diduga ketokonazol diekskresikan bersama cairan empedu
ke lumen usus dan hanya sebagian kecil saja yang dikeluarkan bersama urin,
semuanya dalam bentuk metabolit yang tidak aktif.
Efek samping

Efek toksik lebih ringan daripada Amfoterisin B.


Mual dan muntah merupakan ESO paling sering dijumpai
ESO jarang : sakit kepala, vertigo, nyeri epigastrik, fotofobia, parestesia, gusi
berdarah, erupsi kulit, dan trombositopenia.
Indikasi

Ketokonazol terutama efektif untuk histoplasmosis paru, tulang, sendi dan


jaringan lemak.
Kehamilan dan laktasi
Obat ini sebaiknya tidak diberikan pada wanita hamil karena pada tikus, dosis 80
mg/kgBB/hari menimbulkan cacat pada jari hewan coba tersebut.

Itrakonazol
Mekanisme kerja

Seperti halnya azole yang lain, itraconazole berinterferensi dengan enzim


yang dipengaruhi oleh cytochrome P-450, 14(-demethylase. Interferensi ini
menyebabkan akumulasi 14-methylsterol dan menguraikan ergosterol di dalam selsel jamur dan kemudian mengganti sejumlah fungsi sel yang berhubungan dengan
membran
Farmakokinetik

Itrakonazol akan diserap lebih sempurna melalui saluran cerna, bila diberikan
bersama dengan makanan. Dosis 100 mg/hari selama 15 hari akan menghasilkan
kadar puncak sebesar 0,5 g/ml.
Waktu paruh eliminasi obat ini 36 jam (setelah 15 hari pemakaian).
Sediaan dan dosis

Itrakonazol tersedia dalam kapsul 100 mg.


Untuk dermatofitosis diberikan dosis 1 x 100mg/hari selama 2-8 minggu
Kandidiasis vaginal diobati dengan dosis 1 x 200 mg/hari selama 3 hari.
Pitiriasis versikolor memerlukan dosis 1 x 200 mg/hari selama 5 hari.
Infeksi berat mungkin memerlukan dosis hingga 400 mg sehari.
Efek samping

Kemerahan,
pruritus,
lesu,
pusing,
edema,
parestesia
10-15% penderita mengeluh mual atau muntah tapi pengobatan tidak perlu
dihentikan
Indikasi

Itrakonazol memberikan hasil memuaskan untuk indikasi yang sama dengan


ketokonazol antara lain terhadap blastomikosis, histoplasmosis, koksidiodimikosis,
parakoksidioidomikosis, kandidiasis mulut dan tenggorokan serta tinea versikolor.
Flukonazol
Farmakokinetik

Obat ini diserap sempurna melalui saluran cerna tanpa dipengaruhi adanya
makanan ataupun keasaman lambung.

Kadar puncak 4-8 g dicapai setelah beberapa kali pemberian 100 mg.
Waktu paruh eliminasi 25 jam sedangkan ekskresi melalui ginjal melebihi 90%
bersihan ginjal.
Sediaan dan dosis

Flukonazol tersedia untuk pemakaian per oral dalam kapsul yang


mengandung 50 dan 150mg.
Dosis yang disarankan 100-400 mg per hari.
Kandisiasis vaginal dapat diobati dengan dosis tunggal 150 mg.
Efek samping

Gangguan saluran cerna merupakan ESO paling banyak


Reaksi alergi pada kulit, eosinofilia, sindrom stevensJohnson.
Indikasi

Flukonazol dapat mencegah relaps meningitis oleh kriptokokus pada


penderita AIDS setelah pengobatan dengan Amfoterisin B. Obat ini juga efektif untuk
pengobatan kandidiasis mulut dan tenggorokan pada penderita AIDS.
Kalium Iodida

Kalium Iodida adalah obat terpilih untuk Cutaneous lymphatic sporotrichosis


Efek samping

rinitis
salivasi
lakrimasi
rasa terbakar pada mulut dan tenggorok
iritasi pada mata
sialodenitis dan akne pustularis pada bagian atas bahu
DOSIS

Kalium iodida diberikan dengan dosis 3 kali sehari 1 ml larutan penuh (1g/ml).
Dosis ditingkatkan 1 ml sehari sampai maksimal 12-15 ml.
Penyembuhan terjadi dalam 6-8 minggu, namun terapi masih dilanjutkan
sampai sedikitnya 4 minggu setelah lesi menghilang atau tidak aktif lagi
Anti jamur untuk infeksi topikal

Griseofulvin
Imidazol dan Triazol
Tolnaftat
Nistatin
Griseofulvin

Griseofulvin adalah antibiotik anti jamur yang dihasilkan oleh sejumlah


spesies Penicillium dan pertama kali diperkenalkan adalah berbentuk obat oral yang
diperuntukkan bagi pengobatan penyakit dermatophytosis
Mekanisme Kerja

Griseofulvin kelompok obat fungistatis yang mengikat protein-potein


mikrotubular dan berperan untuk menghambat mitosis sel jamur.
Selain itu, griseofulvin juga inhibitor (penghambat) bagi sintensis asam
nukleat.
Farmakokinetik
Griseofulvin kurang baik penyerapannya pada saluran cerna bagian atas
karena obat ini tidak larut dalam air.Penyerapan lebih mudah bila griseofulvin
diberikan bersama makanan berlemak
Dosis oral 0.5 hanya akan menghasilkan kadar puncak dalam plasma kira-kira
1 g/ml setelah 4 jam.
Obat ini mengalami metabolisme di hati dan metabolit utamanya adalah 6metilgriseofulvin.
Waktu paruh obat ini kira-kira 24 jam, 50% dari dosis oral yang diberikan
dikeluarkan bersama urin dalam bentuk metabolit selama 5 hari.
Efek samping
Leukopenia dan granulositopenia menghilang bila terapi dilanjutkan.
Sakit kepala keluhan utama pada kira-kira 15% penderita yang biasanya
hilang sendiri sekalipun pemakaian obat dilanjutkan.
artralgia, neuritis perifer, demam, pandangan mengabur, insomnia,
berkurangnya kecakapan, pusing dan sinkop, pada saluran cerna dapat terjadi rasa
kering mulut, mual, muntah, diare dan flatulensi.
Pada kulit dapat terjadi urtikaria, reaksi fotosensitivitas, eritema multiform,
vesikula dan erupsi menyerupai morbili.
Indikasi

Efektif untuk infeksi jamur di kulit, rambut, dan kuku yang disebabkan oleh
jamur Microsporum, Tricophyton, dan Epidermophyton.
Sediaan dan dosis

Griseofulvin tersedia dalam bentuk tablet berisi 125 dan 500 mg dan suspesi
mengandung 125 mg/ml.
Pada anak griseofulvin diberikan 10 mg/kgBB/hari
Untuk dewasa 500-1000 mg/hari dalam dosis tunggal.
Hasil memuaskan akan tercapai bila dosis yang diberikan dibagi empat dan
diberikan setiap 6 jam

Kontaindikasi

Griseofulvin bersifat kontraindikasi pada pasien penderita penyakit liver


karena obat ini menyebabkan kerusakan fungsi hati
IMIDAZOL DAN TRIAZOL

Anti jamur golongan imidazol mempunyai spektrum yang luas. Yang termasuk
kelompok ini ialah mikonazol, klotrimazol, ekonazol, isokonazol, tiokonazol, dan
bifonazol.
MIKONAZOL

Mikonazol merupakan turunan imidazol sintetik yang relatif stabil, mempunyai


spektrum ani jamur yang lebar baik terhadap jamur sistemik maupun jamur
dermatofit.
Mekanisme Kerja

Mikonazol menghambat sintesis ergosterol yang menyebabkan permeabilitas


membran sel jamur meningkat
Farmakokinetik

Daya absorbsi Miconazole melalui pengobatan oral kurang baik..


Miconazole sangat terikat oleh protein di dalam serum. Konsentrasi di dalam
CSF tidak begitu banyak, tetapi mampu melakukan penetrasi yang baik ke dalam
peritoneal dan cairan persendian.

Kurang dari 1% dosis parenteral diekskresi di dalam urin dengan komposisi


yang tidak berubah, namun 40% dari total dosis oral dieliminasi melalui kotoran
dengan komposisi yang tidak berubah pula.
Miconazole dimetabolisme oleh liver dan metabolitnya diekskresi di dalam
usus dan urin. Tidak satupun dari metabolit yang dihasilkan bersifat aktif
Indikasi
Diindikasikan untuk dermatofitosis, tinea versikolor, dan kandidiasis
mukokutan.
Efek samping
Berupa iritasi dan rasa terbakar dan maserasi memerlukan penghentian
terapi.
Sediaan dan dosis

Obat ini tersedia dalam bentuk krem 2% dan bedak tabur yang digunakan 2
kali sehari selama 2-4 minggu.
Indikasi

Krem 2 % untuk penggunaan intravaginal diberikan sekali sehari pada malam


hari untuk mendapatkan retensi selama 7 hari.
Gel 2% tersedia pula untuk kandidiasis oral.

Posted 11th November 2010 by Yusnita A.,S.farm, Apt

Nur Khasanah

divine-music.info

SENIN, 30 JUNI 2014


farmakologi antimikroba dan antiparasit

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latarbelakang Masalah
Sebelum era modern hingga saat ini, penyebab terbesar kematian
manusia adalah infeksi mikroorganisme seperti bakteri, jamur, parasit dan
virus. Diagnosis yang akurat sangat diperlukan dalam penatalaksanaan
suatu penyakit infeksi. Penting untuk dapat mengidentifikasi
mikroorganisme penyebab dan memahami karakteristik dan patogenesis
dari penyakit infeksi sehingga dapat menjadi dasar dalam menentukan
obat antimikroba yang tepat. Hal ini mengingat bakteri, virus, jamur, dan
parasit mempunyai karakteristik yang berbeda satu sama lain.
Kegiatan antibiotika untuk pertama kalinya ditemukan oleh sarjana
Inggris dr. Alexander Flemming pada tahun 1928 (penisilin). Tetapi
penemuan ini baru diperkembangkan dan dipergunakan dalam terapi di
tahun 1941 oleh dr.Florey (Oxford). Dengan penemuan antibiotik ini
membuka sejarah baru dalam bidang kesehatan karena dapat
meningkatkan angka kesembuhan yang sangat bermakna.
1.2 Identifikasi Masalah
1.
Apakah pengertian dari antimikroba dan antiparasit ?
2.
Bagaimana penggolongan obat dari antimikroba dan antiparasit ?
1.3 Perumusan Masalah
1.
Menjelaskan pengertian dari antimikroba dan antiparasit.
2.
Menjelaskan penggolongan obat antimikroba dan antiparasit.
1.4 Tujuan Penulisan
1.
Agar mahasiswa dapat Menjelaskan pengertian dari antimikroba dan
antiparasit.
2.
Agar mahasiswa dapat Menjelaskan penggolongan obat antimikroba
dan antiparasit.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Antimikroba dan Antiparasit

Antimikroba (AM) ialah obat pembasmi mikroba, khususnya mikroba


yang merugikan manusia. Antiparasit termasuk dalam antimikroba.Dalam
pembicaraan di sini, yang dimaksud dengan mikroba terbatas pada jasad
renik yang tidak termasuk kelompok parasit. Berdasarkan sifat toksisitas
selektif, ada anti mikroba yang bersifat menghambat pertumbuhan
mikroba, dikenal sebagai aktifitas bakteriostatik dan ada yang bersifat
membunuh mikroba, dikenal sebagai aktivitas bakterisid.
Antibiotik ialah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungi,
yang dapat menghambat atau dapat membasmi mikroba jenis lain.
Banyak antibiotik dewasa ini dibuat secara semisintetik atau sintetik
penuh. Namun dalam praktek sehari-hari AM sintetik yang tidak
diturunkan dari produk mikroba (misalnya sulfonamida dan kuinolon) juga
sering digolongkan sebagai antibiotik.
2.2 Penggolongan Obat Antimikroba dan Antiparasit
1)
Antimikroba
Obat antimikroba (antibiotik) dapat dikelompokkan berdasarkan:
A. Daya Bunuh atau Daya Kerjanya Dalam Zat Bakterisid dan Zat
Bakteriostatis. Obat jenis ini dapat dikelompokan menjadi :

Bakterisid

Antibiotika yang bakterisid secara aktif membasmi kuman. Obatobatan yang termasuk dalam golongan ini adalah penisilin, sefalosporin,
aminoglikosida (dosis besar), kotrimoksazol , polipeptida, rifampisin,
isoniazid dll.
Bakteriostatik
Antibiotika bakteriostatik bekerja dengan mencegah atau
menghambat pertumbuhan kuman, tetapi tidak membunuhnya, sehingga
pembasmian kuman sangat tergantung pada daya tahan tubuh. Obatobatan yang termasuk dalam golongan ini adalah sulfonamida, tetrasiklin,
kloramfenikol, eritromisin, trimetropim, linkomisin, makrolida, klindamisin,
asam paraaminosalisilat, dll.

B.

Berdasarkan Spektrum Kerja Antibiotik yaitu Luas Aktivitas


Penggolongan obat ini berarti aktif terhadap banyak atau sedikit jenis
mikroba. Dapat dibedakan menjadi antibiotik dengan aktivitas sempit dan
luas :
Spektrum luas (aktivitas luas)
Antibiotik yang bersifat aktif bekerja terhadap banyak jenis mikroba
yaitu bakteri gram positif dan gram negative. Contoh antibiotik dalam

kelompok ini adalah sulfonamid, ampisilin, sefalosforin, kloramfenikol,


tetrasiklin, dan rifampisin.
Spektrum sempit (aktivitas sempit)
Antibiotik yang bersifat aktif bekerja hanya terhadap beberapa jenis
mikroba saja, bakteri gram positif atau gram negatif saja. Contohnya
eritromisin, klindamisin, kanamisin, hanya bekerja terhadap mikroba
gram-positif. Sedangkan streptomisin, gentamisin, hanya bekerja terhadap
kuman gram-negatif.

C.

Berdasarkan Cara Kerjanya


Antibiotika golongan ini dibedakan berdasarkan sasaran kerja senyawa
tersebut dan susunan kimiawinya. Ada tiga kelompok antibiotika dilihat
dari target atau sasaran kerjanya :
Inhibitor sintesis atau mengaktivasi enzim yang merusak dinding sel

bakteri sehingga menghilangkan kemampuan berkembang biak dan


sering kali terjadi lisis, mencakup golongan Penicsillin, Polipeptida,
sikloserin, basitrasin, vankomisin dan Sefalosporin, misalnya ampisillin,
penisillin G;
Inhibitor transkripsi dan replikasi, mencakup golongan Quinolone,

misalnya rifampicin, actinomycin D, nalidixic acid.


Inhibitor sintesis protein, yang mengganggu fungsi ribosom bakteri,
menyebabkan inhibisi sintesis protein secara reversibel, mencakup
banyak jenis antibiotik, terutama dari golongan Macrolide,
Aminoglycoside, dan Tetracycline, misalnya gentamycin, chloramphenicol,
kanamycin, streptomycin, oxytetracycline.
Pembagian ini walaupun secara rinci menunjukkan tempat kerja dan
mekanismenya terhadap kuman, namun kiranya kurang memberikan
manfaat atau membantu praktisi dalam memutuskan pemilihan obat
dalam klinik. Masing-masing cara klasifikasi mempunyai kekurangan
maupun kelebihan, tergantung kepentingannya.

D.

Berdasarkan Penyakitnya
Golongan Penisilin
Penisilin menghambat pembentukan Mukopeptida yang diperlukan
untuk sintesis dinding sel mikroba. Terhadap mikroba yang sensitif,
Penisilin akan menghasilkan efek bakterisid (membunuh kuman) pada
mikroba yang sedang aktif membelah. Mikroba dalam keadaan metabolik
tidak aktif (tidak membelah) praktis tidak dipengaruhi oleh Penisilin,

kalaupun ada pengaruhnya hanya bakteriostatik (menghambat


perkembangan).
Contoh obat :
a.
Amoksisilin
Nama dagang
: Ammoxillin, Amosine
Indikasi
: Infeksi pada saluran napas, saluran genito-urinaria,
Gonnorhea
Kontraindikasi : Hipersensitif terhadap Penisilin, gangguan ginjal,
leukimia limfatik.
Efek samping
: Gangguan ginjal, reaksi hipersensitif
Dosis
: Dewasa 250-500 mg 3 x sehari, anak-anak (7-12 th) 10
ml sirup 125 mg/ 5ml.
b.

Ampisilin
Nama dagang
Indikasi
Kontraindikasi
Efek samping

: Ambiopi, Ampisilin
: ISK, saluran pernapasan dan pencernaan
: Hipersensitif
: Mual, muntah, diare,hipersensitif

Golongan Sefalosporin

Sefalosporin ialah dengan menghambat sintesis dinding sel mikroba.


Yang dihambat adalah reaksi transpeptidase tahap ketiga dalam
rangkaian reaksi pembentukan dinding sel.
Contoh obat :
a.
Sefadroksil
Nama dagang
: Biodroxil
Indikasi
: ISP, kulit, jaringan artikulasi Dan tulang.
Kontraindikasi : Hipersensitif
Efek samping
: Gejala ruam kulit
Dosis
: Dewasa 1-2 g per hari terbagi menjadi 2 dosis.
Pengobatan dilakukan selama 2-3 hari setelah gejala hilang.
b.

Sefoperazon
Nama dagang
: Biofotik, Cefobid
Indikasi
: ISP, saluran kemih, meningitis.
Kontraindikasi : Hipersensitif
Efek samping
: Ruam makulopapula, urtikaria.
Dosis
: Dewasa 2-4 g per hari dalam dosis terbagi setiap 12
jam.

c.

Sefotaksim
Nama dagang
: Biocef, Cefoxal
Indikasi
: Infeksi bakteri pada saluran napas bawah, saluran
cerna, tulang, dan sendi.
Kontraindikasi : Hipersensitif
Efek samping
: Diare, nyeri abdomen, ruam kulit
Dosis
: Dewasa 1 g setiap 12 jam.
Golongan Tetracycline

Mengganggu sintesis protein kuman Spektrum kerjanya luas kecuali


terhadap Psudomonas & Proteus. Juga aktif terhadap Chlamydia
trachomatis (penyebab penyakit mata), leptospirae, beberapa protozoa.
Contoh obat :
a.
Tetrasiklin
Nama dagang
: Bimatra, Tetrasanbe
Indikasi
: Infeksi bakteri positif dan negatif, infeksi ricketssia
Kontraindikasi : Gangguan ginjal
Efek samping
: Gangguan saluran cerna, anoreksia, dermatitis,
urtikaria, anafilaksis
Dosis
: Dewasa 500 mg 4 x sehari, anak : 25-50 mg /kg/BB
/hari terbagi menjadi 4 dosis.
b.

Doksisiklin
Nama dagang
: Doxin, Doxicor
Indikasi
: Infeksi saluran nafas,saluran pencernaan, saluran
individu, saaluran kemih dan kelamin
Kontraindikasi : Kerusakan hati, diskrasia darah, hipersensitifitas
Efek samping
: Gangguan saluran pencernaan, kerusakan hati.
Dosis
: Dewasa hari I 200 mg, dilanjutkan dengan 100 mg 1 x
sehari pada hari berikutnya.
Golongan Kloramfenikol

Kloramfenikol bekerja dengan jalan menghambat sintesis protein


kuman. Yang dihambat adalah enzim peptidil transferase yang berperan
sebagai katalisator untuk membentuk ikatan-ikatan peptida pada proses
sintesis protein kuman.
Contoh obat :
a.
Kloramfenikol / Tiamfenikol
Nama Dagang
: Colme, Anicol, Biothicol.

Kontraindikasi : Hipersensitif, penderita gangguan fungsi hati dan ginjal.


Dosis
: Dewasa 4 x sehari 250-500 mg, anak-anak 25-50 mg
/kg dalam dosis terbagi 3-4 x sehari
Efek samping
: Kloramfenikol dapat menimbulkan kemerahan kulit,
angioudem, urtikaria dan anafilaksis.

Golongan Makrolid

Golongan Makrolida bersifat bakteriostatik atau bakterisid tergantung


dari jenis kuman dan kadar obat Makrolida.
Contoh obat :
a.
Klaritromisin
Nama Dagang
: Abbotic, Binoklar
Indikasi
: Infeksi saluran pernapasan,otitis media akut, infeksi
saluran kulit
Kontraindikasi : Hipersensitivitas, gagal jantung, ibu hamil dan
menyusui.
Efek samping
: Diare, mual, pengecapan yang abnormal,
ketidaknyamanan pada perut.
Dosis : dewasa 250-500 mg 2 x sehari selama 7-14 hari
b.

Eritromisin
Nama dagang
: Bannthrocin, Duramycin
Indikasi
: Infeksi Streptokokus, Mycoplasma
pneumoniae,Treponema pallidum, Clostridium
Kontraindikasi : Gangguan fungsi hati.
Efek samping
: Kejang perut, mual, muntah, diare.
Dosis:250-500 mg 4 x sehari.

c.

Azitromisin
Nama dagang
: Mezatrin, Zithromax
Indikasi
: Infeksi saluran nafas atas dan bawah, penyakit yang
ditularkan melalui hubungan seks.
Kontraindikasi : Hipersensitif, pemberian bersama dengan derivat ergot.
Efek samping
: Mual, muntah, diare, nyeri perut dan dada,
palpitasi,vertigo.
Dosis
: 500 mg (hari I) dilanjutkan 250 mg (hari II-V)

Golongan Kuinolon

Golongan antibiotika Kuinolon umumnya dapat ditoleransi dengan


baik.
Contoh obat :
a.
Siprofloksasin
Nama Dagang
: Bactiprox,Baquinor
Indikasi
: ISP, infeksi kulit, jaringan lunak, saluran kemih dan
pencernaan
Kontraindikasi : Hipersensitif, hamil dan menyusui, anak-anak dan
remaja
Dosis
: Dewasa 200 mg setiap 12 jam (infeksi saluran kemih
ringan), 400 mg setiap 12 jam, (infeksi berat)
b.

Ofloksasin
Nama dagang
: Akilen, Danoflok
Indikasi
: ISK, uretritis, servistis, saluran nafas bawah, enteritis
bakterial.
Kontraindikasi : Hipersensitivitas, hamil dan menyusui, anak-anak
sebelum pubertas
Dosis
: Dewasa 100-400 mg 1-2 x sehari selama 10 hari.

c.

Levofloksasin
Nama dagang
: Cravit, Difloxin
Indikasi
: Pnemonia, bronkitis akut
Kontraindikasi : Hipersensitif, epilepsi, anak, remaja, hamil dan
menyusui
Dosis
: Oral, parenteral 250-500 mg 1 x sehari.

Golongan Aminoglikosida

Dihasilkan oleh fungi Streptomyces & micromonospora.


Contoh obat :
a.
Amikasina
Nama dagang
: Alostil, Amikin
Indikasi
: Jaringan lemak, combustio, saluran nafas bawah,
saluran kemih.
Efek samping
: Ototoksis, nefrotoksik
Dosis
: 15 mg/kg/BB/hari terbagi dalam 2 dosis (im).
b.
Gentamisin
Nama dagang
: Ethigent, Gentamerck
Indikasi
: ISK, saluran napas, saluran cerna.

Kontra indikasi : Hipersensesitif


Efek samping
: Telinga berdengung, vertigo, tinitus, pusing.
Dosis
: Dewasa 3 mg/kg dalam dosis terbagi tiap 8 jam (im).
c.

d.

2)

Kanamisin
Nama dagang
Indikasi
Kontraindikasi
Efek samping
ginjal
Dosis

: Kanarco, Kanoxin
: Infeksi saluran napas, bronkitis, GO, ISK, uretritis.
: Hipersensitif
: Ototoksisitas, hipersensitif, avitaminosis, gangguan
: 15 mg/kg/BB/hari terbagi dalam 2-4 dosis.

Spektinomisin
Nama dagang
: Trobicin
Indikasi
: Uretritis dan proktitis gonokokus akut
Kontra indikasi : Hipersensitif
Dosis
: Dewasa suntik 5 ml larutan yang mengandung 2 g
Spektinomisin (im).
Antiparasit
Antelmintik

Antelmintik atau obat cacing adalah obat yang digunakan untuk


memberantas atau mengurangi cacing dalam lumen usus atau jaringan
tubuh. Sebagian besar obat cacing efektif terhadap satu macam kelompok
cacing, sehingga diperlukan diagnosis yang tepat sebelum menggunakan
obat tertentu.
Contoh obat :
a.
Dietil karbamazin
Nama dagang
: Filarzan
Indikasi
: Filariasis, onkoseriasis, loaiasis, askariasis, dan
ankilostomiasis
Kontra indikasi
: Anak berumur kurang dari 2 tahun, ibu
hamil/menyusui
Efek samping
: Demam, sakit kepala, sakit otot dan persendian,
mual, muntah, menggigil, urtikaria, gejalaasma bronkial. Sedangkan
gejala lokal berupa limfadenitis,limfangitis, abses, ulkus, funikulitis,
epidimitis, orchitis, dan limfedeme

Dosis
: Untuk filariasis bankrofti, dosis yang dianjurkan adalah
6mg/kg berat badan/hari selama 12 hari. Sedangkan untuk filaria brugia,
dosis yang dianjurkan adalah 5mg/kg berat badan/hari selama 10 hari.
b.

Levamisol
Nama dagang
: Kam cek san, obat cacing kancisan
Indikasi
: Cacing perut, cacing tambang, cacing gelang, cacing
kremi
Kontraindikasi
: Hipersensitif, gangguan fungsi ginjal, hati dan ibu
hamil
Efek samping
: Mual, muntah, nyeri perut, pusing, sakit kepala,
sindroma seperti enselopati.
Dosis
: Dewasa dan anak berusia lebih dari 16 tahun : 3
tablet, anak berusia 5-15 tahun : 2 tablet., anak berusia 1-4 tahun : 1
tablet. Diberikan sebagai dosis tunggal. Dosis kedua dianjurkan 1 atau 7
hari kemudian.
c.
Mebendazol
Nama dagang
: Gavox
Indikasi
: Ascaris lumbricoides (cacing gelang), Trichuris trichiura
(cacing cambuk), Enterobius vermicularis (cacing kremi), Ancylostoma
duodenale (cacing tambang), Necator americanus (cacing tambang).
Kontraindikasi
: Kehamilan dan menyusui
Efek samping
: Nyeri perut, diare
Dosis :
- Ascariasis
: 100 mg, 2 kali sehari selama 3 hari
- Trichuriasis
:100 mg, 2 kali sehari selama 3 hari
- Enterobiasis
: 100 mg dalam dosis tunggal
- Ancylostomiasis/Necatoriasis : 100 mg, 2 kali sehari selama 3 hari.
- Infeksi campuran
: 100 mg, 2 kali sehari selama 3 hari atau 500
mg dalam dosis tunggal untuk semua jenis infeksi.
d.

Piperazin
Nama dagang
: Degezine, Combicetrin.
Indikasi
: enterobiasis, askariasis
Kontra indikasi
: Pasien dengan riwayat epilepsi, pasien dengan
penyakit atau kerusakan ginjal kronik.
Efek samping
: Mual, muntah, kolik, diare, alergi, nyeri sendi,
demam, vertigo.

Dosis
: Diberikan pada dosis 50-75 mg/kgBB dibagi
dalam 4 dosis selama 2 hari.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1.
Antimikroba adalah suatu obat yang menghasilkan antibiotik
untuk membunuh mikroba yang dapat merugikan manusia. Antiparasit
termasuk dalam antimikroba.
2.
Obat-obatan yang termasuk dalam golongan antimikroba seperti
Penisilin, Tetracyline, Sefalosporin, Kloramfenikol, Makrolid, Kuinolon,
Aminoglikosida, dan Antelmintik.
3.
Penggunaan antimikroba harus memperhatikan dosis dan
penyakit yang diderita oleh seseorang agar tidak terjadi resistensi.
4.
Antimikroba (AM) ialah obat pembasmi mikroba, khususnya
mikroba yang merugikan manusia. Yang dimaksud dengan mikroba
terbatas pada jasad renik yang tidak termasuk kelompok parasit.
3.2 Saran
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca terutama
bagi para mahasiswa dalam proses belajar mengajar.

DAFTAR PUSTAKA
1.
http://melvadoile.blogspot.com/2010/07/antimikroba.html
2.
http://semaraputraadjoezt.wordpress.com/2012/05/26/anti-mikrobadan-antiparasit/
3.
http://julianto10.blogspot.com/2009/06/obat-anti-mikroba.html

Antibiotik
Antibiotik adalah zat yang dihasilkan oleh suatumikroba, terutama fungi, yang dapat
menghambat mikroba jenis lain. Antibiotik adalah segolongan senyawa yang punya
efekmembunuh mikroorganisme di
dalam
tubuh, misalnya ketika terjadiinfeksi bakteri. Kata antibiotik diberikan pada produkmetabolik
yang dihasilkan suatu organisme tertentu, yangdalam jumlah amat kecil bersifat merusak atau
menghambatmikroorganisme lain. Dengan kata lain, antibiotik merupakanzat kimia yang
dihasilkan oleh suatu mikroorganisme yangmenghambat mikroorganisme. (Pelczar,
2008).Kegiatan antibiotis untuk pertama kalinya ditemukansecara kebetulan oleh dr.
Alexander Fleming, tetapi penemuanini baru dikembangkan dan digunakan pada permulaan
PerangDunia II, ketika obat-obat antibakteri sangat diperlukan untuk
3menanggulangi infeksi dari luka-luka akibat pertempuran. (Tjay,dkk, 2010).

Vous aimerez peut-être aussi