Vous êtes sur la page 1sur 43

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Medis
1. Nifas
a. Pengertian
Masa nifas (puepurium) adalah masa pulih kembali, mulai dari
persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti prahamil. Lama masa nifas ini yaitu 6-8 minggu. Jadi masa nifas
(puepurium) adalah masa setelah keluarnya plasenta sampai alat-alat
reproduksi pulih seperti sebelum hamil dan secara normal masa nifas
berlangsung selama 6 minggu atau 40 hari. (Setyo Retno dan Sri
Handayani, 2011)
b. Tahapan Masa Nifas
Nifas dibagi dalam 3 periode:
1. Puerpurium dini yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan
berdiri dan berjalan-jalan, dalam agama islam dianggap telah
bersih dan boleh bekerja setelah 40 hari
2. Puerpurium intermedial yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat
genetalia yang lamanya 6-8 minggu
3. Remote puerpurium yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dan
sehat sempurna terutama bila selama hamil atau waktu persalinan
mempunyai kmplikasi. Waktu untuk sehat sempurna bisa
berminggu-minggu, berbulan-bulan atau tahunan.
c. Perubahan Fisiologi Masa Nifas
1. Perubahan Sistem Reproduksi
a. Involusi
Involusi uterus adalah kembalinya uterus ke
keadaan

sebelum

hamil

baik

dalam

bentuk

maupun posisi. Selain uterus, vagina, ligament


uterus dan otot dasar panggul juga kembali ke
keadaan sebelum hamil.
Apabila ligament uterus dan otot dasar
panggul tidak kembali ke keadaan sebelum hamil

kemungkinan terjadinya prolapse semakin besar.


Selama

proses

involusi,

uterus

menipis

dan

mengeluarkan lochea yang digantikan dengan


endometrium baru. Setelah kelahiran bayi dan
plasenta

terlepas,

otot

uterus

berkontraksi

sehingga sirkulasi darah yang menuju proses


berhenti dan kejadian ini disebut iskemia
b. Proses involusi uterus menurut Setyo Retno Wulandari, Sri
Handayani (2011) adalah sebagai beikut:
1) Autolysis
Autolysis merupakan proses penghancuran diri sendiri
yang terjadi didalam otot uterine. Enzim proteolitik akan
memendekkan jaringan otot yang telah sempat mengendur
hingga 10 kali panjangnya dari semula dan lima kali lebar
dari semula selama kehamilan. Sitoplasma sel yang
berlebih akan tercena sensiri sehingga tertinggal jaringan
fibroelastic dalam jumlah renik sebagai bukti kehamilan.
2) Atrofi jaringan
Jaringan yang berpoliferasi dengan adanya estrogen dalam
jumlah besar, kemudian mengalami atrofi sebagai reaksi
terhadap penghentian produksi estrogen yang menyertai
pelepasan plasenta. Selain perubahan atrofi pada otot otot
uterus lapisan desidua akan mengalami atrofi dan terlepas
dengan meninggalkan lapisan basal yang akan bergenerasi
menjadi endometrium yang baru.
3) Efek oksitosin (kontraski)
Intensitas kontrasksi uterus meningkat secara bermakna
segera setelah bayi lahir, diduga terjadi sebagai respon
terhadap penurunan volume intrauterine yang sangat besar.
Hormon oksitosin yang dilepas dari kelenjar hipofisis
memperkuat dan mengatur kontraksi uterus, mengompresi
pembuluh darah dan membantu proses hemostasis.
Kontrasksi dan retraksi otot uterine akan mengurangi

suplai darah ke uterus. Proses ini akan membantu


mengurangi bekas luka tempat implantasi plasenta serta
mengurangi perdarahan. Luka bekas perlekatan plasenta
memerlukan waktu 8 minggu untuk sembuh total.
Selama 1 2 jam pertama post partum insensitas
kontraksi uterus bisa berkurang dan menjadi teratur karena
itu penting sekali menjaga dan mempertahankan kontraksi
uterus pada masa ini. Suntikkan oksitosin biasanya
diberikan secara intravena atau intramuskular setelah
kepala bayi lahir. Pemberian ASI segera setelah bayi lahir
akan merangsang pelepasan oksitosin karena isapan bayi
pada payudara. (Setyo Retno Wulandari, Sri Handayani,
2011)
Involusi uterus dari luar dapat diamati yaitu dengan
memeriksa fundus uteri dengan cara :
1) Segera setelah persalinan, tinggi fundus uteri 2 cm
dibawah pusat, 12 jam kemudian kembali 1 cm diatas
pusat dan menurun kira kira 1 cm setiap hari.
2) Pada hari kedua setelah persalinan tinggi fundus uteri 1
cm dibawah pusat. Pada hari ke 3 4 tinggi fundus uteri
2 cm dibawah pusat. Pada hari 5 7 tinggi fundus uteri
setengah pusat simpisis. Pada hari ke 10 tinggi fundus
uteri tidak teraba. (Setyo Retno Wulandari, Sri
Handayani, 2011)
Bila uterus

tidak

mengalami

atau

terjadi

kegagalan dalam proses involusi tersebut dengan


subinvolusi. Subinvolusi dapat disebabkan oleh infeksi
dan tertinggalnya sisa plasenta / perdarahan lanjut (post
partum haemorrhagae). (Setyo Retno Wulandari, Sri
Handayani, 2011)

c. Bagian Bekas Implantasi Plasenta


Bekas implantasi plasenta segera

setelah

plasenta lahir seluas 12 x 5 cm, permukaan


kasar,

dimana

darah

besar

bermuara.
Pada pembuluh darah terjadi pembentukan
thrombosis

pembuluh

disamping

pembuluh

darah

tertutup karena kotraksi otot Rahim.


Bekas luka implantasi dengan cepat mengecil,
pada minggu ke 2 sebesar 6-8 cm dan pada

akhir masa nifas sebesar 2 cm.


Lapisan endometrium dilepaskan dalam bentuk

jaringan nekrosis bersama dengan lochea.


Luka bekas implantasi plasenta akan sembuh
karena

pertumbuhan

endometrium

yang

berasal dari tepi luka dan lapisan basalis

endometrium.
Luka sembuh sempurna pada 6-8 minggu

postpartum.
d. Perubahan-perubahan

Normal

Pada

Uterus

Selama Postpartum
Involusi

Tinggi

Berat

Diameter

Palpasi

Uterus

fundus

Uterus

Uterus

Servik

1000 gr

12.5 cm

Lembut/lunak

500 gr

2 cm

2 cm

350 gr

5 cm

1 cm

Uteri
Plasenta
lahir

Setinggi
pusat

7 hari
( minggu 1) Pertengahan
antara pusat
shympisis
14 hari
(2 minggu)

Tidak teraba

6 minggu

Normal

60 gr

2,5 cm

Menyempit

e. Lochea
Lochea adalah eksresi cairan rahim selama masa nifas.
Lochea mengandung darah dan sisa jaringan desidua yang
nekrotik dari dalam uterus. Lochea mempunyai reaksi basa /
alkalis yang dapat membuat organisme berkembang lebih
cepat daripada kondisi asam yang pada vagina normal. Lochea
mempunyai bau amis/anyir seperti darah menstruasi, meskipun
tidak terlalu menyengat dan volumenya berbeda beda pada
setiap wanita. Lochea yang berbau tidak sedap menandakan
adanya infeksi. Lochea mempunyai perubahan karena proses
involusi. (Setyo Retno Wulandari, Sri Handayani, 2011)
Proses keluarnya darah nifas atau lochea terdiri atas 4
tahapan :
1) Loceha Rubra / Merah
Lochea ini mumcul pada hari 1 sampa hari ke 4 masa
postpartum. Cairan yang keluar verwarna merah karena berisi
darah segar, jaringan sisa sisa plasenta, dinding rahim, lemak
bayi, lanugo (rambut bayi) dan mekonium.
2) Lochea Sanguinolenta
Cairan yang keluar berwarna merah kecoklatan dan
berlendir. Berlangsung dari hari ke 4 sampai hari ke 7
postpartum.
3) Lochea Serosa
Lochea ini berwarna kuning kecoklatan karena
mengandung serum, leukosit, dan robekan / laserasi plasenta.
Muncul pada hari ke 7 sampai hari ke 14 postpartum.
4) Lochea Alba / Putih
Mengandung leukosit, sel desidua, sel epitel, selaput
lendir serviks dan serabut jaringan yang mati. Lochea alba bisa

berlangsung selama 2 sampai 6 minggu postpartum. (Setyo


Retno Wulandari, Sri Handayani, 2011)
Lochea rubra yang menetap pada awal periode
postpartum menunjukkan adanya perdarahan postpartum
sekunder yang mungkin disebabkan tertinggalnya sisa / selaput
plasenta. Lochea serosa atau alba yang berlanjut bisa
menandakan adanya endometriosisi, terutama jika disertai
demam, rasa sakit atau nyeri tekan pada abdomen. Bila terjadi
infeksi, keluar cairan nanah berbau busuk yang disebut dengan
lochea purulenta. Pengeluaran lochea yang tidak lancar disebut
lochea statis. (Setyo Retno Wulandari, Sri Handayani, 2011)
f. Serviks
Serviks mengalami involusi bersama sama dengan
uterus. Warna serviks sendiri merah kehitam hitaman karena
penuh pembuluh darah. Konsistensinya lunak, kadang
kadang terdapat laserasi / perlukaan kecil. Karena robekan
kecil yang terjadi selama dilatasi, serviks tidak pernah kembali
pada keadaan sebelum hamil. (Setyo Retno Wulandari, Sri
Handayani, 2011)
Bentuknya seperti corong karena disebabkan oleh
karpus uteri yang mengadakan kontraksi, sedangkan serviks
tidak berkontraksi sehingga pada pembatasan antara korpus
uteri dan serviks berbentuk cincin. Muara serviks yang
berdilatasi 10 cm pada waktu persalinan, menutup secara
bertahap. Setelah bayi lahir, tangan masih bisa masuk
kerongga rahim, setelah 2 jam dapat dimasuki 2 3 jari, pada
minggu ke 6 postpartum serviks menutup. (Setyo Retno
Wulandari, Sri Handayani, 2011)
g. Ovarium dan tuba falopi
Setelah kelahiran plasenta, produksi estrogen dan
progesterone menurun, sehingga menimbulkan mekanisme
timbal balik dari siklus menstruasi. Dimana dimulainya

kembali proses ovulasi sehingga wanita bisa hamil kembali.


(Setyo Retno Wulandari, Sri Handayani, 2011)
h. Vulva dan Vagina
Vulva dan vagina mengalami penekanan

serta

peregangan yang sangat besar selama proses persalinan dan


akan kembali secara bertahap dalam 6 8 minggu postpartum.
Penurunan hormon estrogen pada masa postpartum berperan
dalam penipisan mukosa vagina dan hilangnya rugae. Rugae
akan terlihat kembali pada sekitar minggu ke 4. (Setyo Retno
2.

Wulandari, Sri Handayani, 2011)


Perubahan Sistem Pencernaan
Setelah kelahiran plasenta, maka terjadi pula penurunan
produksi progesterone. Sehingga hal ini dapat menyebabkan
heartburn dan konstipasi terutama dalam beberapa hari pertama.
Kemungkinan terjadi hal demikian karena inaktifitas motilitas
usus karena kurangnya keseimbangan cairan selama persalinan
dan adanya reflek hambatan defekasi dikarenakan adanya rasa
nyeri pada perineum karena adanya luka episiotomy, pengeluaran
cairan yang berlebih waktu persalinan (dehidrasi), kurang makan,
haemorroid. Supaya buang air besar kembali teratur dapat
diberikan diit atau makanan yang mengandung serat dan
pemberian cairan yang cukup. Bila usaha ini tidak berhasil dalam
waktu 2 atau 3 hari dapat ditolong dengan pemberian huknah atau
gliserin spuit atau diberikan obat laksan yang lain. (Setyo Retno

3.

Wulandari, Sri Handayani, 2011)


Perubahan Sistem Perkemihan
Diuresis dapat terjadi setelah 2 3 hari post partum. Hal ini
merupakan salah satu pengaruh selama kehamilan dimana saluran
urinaria mengalami dilatasi. Kondisi ini akan kembali normal
setelah 4 minggu postpartum. Pada awal postpartum kandung
kemih mengalami oedem, kongesti dan hipotonik, hal ini
disebabkan karena adanya trauma pada saat overdistensi pada saat
kala II persalinan dan pengeluaran urin yang tertahan selama

proses persalinan. Sumbatan pada uretra disebabkan karena


adanya trauma pada saat persalinan berlangsung dan trauma ini
dapat berkurang setelah 24 jam post partum. Kadang kadang
eodema dari trigonium menimbulkan obstruksi dari uretra
sehingga sering dan terjadi retensio urine. Kandung kemih dalam
pueperium sangat kurang sensitive dan kapasitasnya bertambah,
sehingga kandung kemih penuh atau sesudah buang air kecil
masih tertinggal urineresidual (normal 15 cc). Sisa urine dan
trauma pada kandung kencing waktu persalinan memudahkan
terjadinya infeksi. Dilatasi reter dan pyelum normal kembali
dalam waktu 2 minggu. Urine biasanya berlebihan (poliurie)
antara hari kedua dan kelima, hal ini disebabkan karena kelebihan
cairan sebagai akibat retensi air dalam kehamilan dan sekarang
dikeluarkan. Kadang kadang hematuri dalam akibat proses
katalik involusi. Acetonurie terutama setelah partus yang sulit dan
lama yang disebabkan pemecahan karbohidrat yang banyak,
karena kegiatan otot otot rahim dan karena kelaperan.
Proteinurine akibat dari autolysis sel sel otot. (Setyo Retno
4.

Wulandari, Sri Handayani, 2011)


Perubahan Sistem Endokrin
Saat plasenta terlepas dari dinding uterus, kadar HCG,
HPL, secara berlangsung menurun dan normal setelah 7 hari post
partum. HCG tidak terdapat dalam urine ibu setelah 2 hari
postpartum. HPL tidak lagi terdapat darah plasma. (Setyo Retno
Wulandari, Sri Handayani, 2011)
1) Hormon Plasenta
Selama periode pasca partum terjadi perubahan hormon
yang besar. Pengeluaran plasenta menyebabkan penurunan
siknifikan hormon hormon yang diproduksi oleh plasenta.
Hormon plasenta menurun dengan cepat setelah persalinan. (Setyo
Retno Wulandari, Sri Handayani, 2011)

Penurunan hormone Human Placental Lactogen (HPL),


estrogen dan progeterone serta placental enzyme insulinase
membalik efek diabetogenik kehamilan, sehingga kadar gula darah
menurun secara bermakna pada nifas. Ibu diabetik biasanya
membutuhkan insulin dalam jumlah yang jauh lebih kecil selama
beberapa hari. Karena perubahan hormon normal ini membuat
masa nifas menjadi suatu periode transisi untuk metabolisme
karbohidrat, interpretasi tes toleransi glukosa lebih sulit pada saat
ini. (Setyo Retno Wulandari, Sri Handayani, 2011)
Human Corionic Gonadotropin (HCG) menurun dengan
cepat dan menetap sampai 10 persen dalam 3 jam hingga hari ke 7
postpartum dan sebagai onset pemenuhan mammae pada hari ke 3
postpartum. (Setyo Retno Wulandari, Sri Handayani, 2011)
2) Hormon Pituitary
Prolaktin darah meningkat dengan cepat, pada wanita tidak
menyusui menurun dalam waktu 2 minggu. FSH dan LH
meningkat pada fase kontrasepsi folikuler pada minggu ke 3, dan
LH tetap rendah hingga ovulasi terjadi. (Setyo Retno Wulandari,
Sri Handayani, 2011)
3) Hormon Oksitosin
Oksitosin dikeluarkan dari kelenjar bawah otak bagian
belakang (posterior), bekerja terhadap otot uterus dan jaringan
payudara. Selama tahap ketiga persalinan, oksitosin menyebabkan
pemisahan plasenta. Kemudian seterusnya bertindak atas otot yang
menahan kontraksi, mengurangi tempat plasenta dan mencegah
perdarahan. Pada wanita yang memilih menyusui bayinya, isapan
sang bayi merangsang keluarnya oksitosin lagi dan ini membantu
uterus kembali ke bentuk normal dan pengeluaran air susu. (Setyo
Retno Wulandari, Sri Handayani, 2011)
4) Hormon Pituitary Ovarium
Untuk wanita yang menyusui dan tidak menyusui akan
mempengaruhi lamanya ia mendapatkan memstruasi. Seringkali
menstruasi pertama itu bersifat anovulasi yang ddikarenakan

rendahnya kadar estrogen dan progesteron. Diantara wanita laktasi


sekitar 15% diantara wanita yang tidak laktasi 40% menstruasi
setelah 6 minggu, 65% setelah 12 minggu dan 90% setelah 24
minggu. Untuk wanita laktasi 80% menstruasi pertama anovulasi
dan untuk wanita yang tidak laktasi 50% siklus pertama anovulasi.
(Setyo Retno Wulandari, Sri Handayani, 2011)
5. Perubahan perubahan Tanda tanda Vital
1) Suhu Badan
24 jam post partum suhu badan akan naik sedikit (37,5 C
38 C) sebagai akibat kerja keras waktu melahirkan, kehilangan
cairan dan kelelahan, apabila keadaan normal suhu badan akan
biasa lagi. Pada hari ketiga suhu badan akan naik lagi karena ada
pembentukan ASI, buah dada menjadi bengkak, berwarna merah
karena banyaknya ASI bila suhu tidak turun kemungkinan adanya
infeksi pada endometrium, mastitis, traktus urogenitalis atau
system lain. Kita anggap nifas terganggu kalau ada demam lebih
dari 38 C pada 2 hari berturut turut pada 10 hari yang pertama
post partum, kecuali hari pertama dan suhu harus diambil sekurang
kurangnya 4x sehari. (Setyo Retno Wulandari, Sri Handayani,
2011)
3) Nadi
Denyut nadi normal pada orang dewasa 60 80 kali permenit.
Sehabis melahirkan biasanya denyut nadi itu akan lebih cepat.
Setiap denyut nadi yang melebihi 100 adalah abnormal dan hal ini
mungkin disebabkan oleh infeksi atau perdarahan postpartum yang
tertunda. Sebagian wanita mungkin saja memiliki apa yang disebut
bradikardi nifas (puerperal bradycardia). Hal ini terjadi segera
setelah kelahiran dan bisa berlanjut sampai beberapa jam setelah
kelahiran anak. Wanita semacam ini bisa memiliki angka denyut
jantung serendah 40 50 detak per menit. Sudah banyak alasan-

alasan yang sudah diberikan sebagai kemungkinan penyebab, tetapi


belum satupun yang sudah terbukti. Bradycardia semacam itu
bukanlah satu alamat atau indikasi adanya penyakit, akan tetapi
sebagai satu tanda keadaan kesehatan. (Setyo Retno Wulandari, Sri
Handayani, 2011)
4) Tekanan Darah
Biasanya tidak berubah, kemungkinan tekanan darah akan
rendah setelah ibu melahirkan karena ada perdarahan. Tekanan
darah tinggi pada pospartum dapat menandakan terjadinya
preeklamsi postpartum. (Setyo Retno Wulandari, Sri Handayani,
2011)
5) Pernafasan
Keadaan pernafasan selalu berhubungan dengan keadaan
suhu dan denyut nadi. Apabila suhu dan denyut nadi tidak normal
pernafasan juga akan mengikutinya kecuali ada gangguan khusus
pada saluran pernafasan. (Setyo Retno Wulandari, Sri Handayani,
6.

2011)
Perubahan Sistem Kardiovaskular
Kardiak auput meningkat

selama

persalinan

dan

berlangsung sampai kala III ketika volume darah uterus


dikeluarkan. Penurunan terjadi pada beberapa hari pertama
postpartum dan akan kembali normal pada akhir minggu ketiga
postpartum. Pada persalinan pervaginam kehilangan darah sekitar
300 400 cc. Bila kelahiran melalui section caesaria kehilangan
darah dapat dua kali lipat. Perubahan terdiri dari volume darah dan
haemokonsentrasi

akan

naik

dan

pada

section

caesaria

haemokosentrasi cenderung stabil dan kembali normal setelah 4


6 minggu. Setelah melahirkan shunt akan hilang dengan tiba
tiba. Volume darah ibu relatif akan betambah. Keadaan ini akan
menimbulkan beban pada jantung dan dapat menimbulkan
dekompensasikordis pada penderita vitium cordia. Untuk keadaan
ini dapat diatasi dengan mekanisme kompensasi dengan timbulnya
haemokonsentrasi sehingga volume darah kembali seperti sedia

kala. Umunya hal ini terjadi pada hari ke tiga sampai 5 hari post
partum. (Setyo Retno Wulandari, Sri Handayani, 2011)
7. Perubahan Sistem Hematologi
Leukositosis mungkin terjadi selama persalinan, sel darah
merah berkisar 15.000 selama persalinan. Peningkatan sel darah
putih berkisar antara 25.000 30.000 merupakan manifestasi
adanya infeksi pada persalinan lama, dapat meningkat pada awal
nifas yang terjadi bersamaan dengan peningkatan tekanan darah,
volume plasma dan volume sel darah merah. Pada 2 3 hari
postpartum konsentrasi hematokrit menurun sekitar 2% atau lebih.
Total kehilangan darah pada saat persalinan dan nifas berkisar
antara 1500ml. 200ml hilang pada saat persalinan; 500 800ml
hilang pada minggu pertama post partum dan 500 ml hilang pada
saat masa nifas. (Setyo Retno Wulandari, Sri Handayani, 2011)
8. Perubahan Sistem Musculoskeletal
Ligament, fasia dan diafragma pelvis yang meregang pada
waktu persalinan, setelah bayi lahir, secara berangsur angsur
menjadi ciut dan pulih kembali sehingga tidak jarang uterus jatuh
ke belakang dan menjadi retrofleksi, karena ligament rotundum
menjadi kendor. Stabilitas secara sempurna terjadi pada 6 8 jam
minggu setelah persalinan. Sebagai akibat putusnya serat serat
elastik kuliat dan distensi yang berlangsung lama akibat besarnya
uterus pada saat hamil, dinding abdomen masih lunak dan kendur
untuk sementara waktu. Pemulihan dibantu dengan latihan. (Setyo
Retno Wulandari, Sri Handayani, 2011)
d. Kebutuhan Dasar Pada Masa Nifas
1. Nutrisi dan Cairan
Nutrisi atau gizi adalah zat yang diperlukan
oleh

tubuh

untuk

keperluan

metabolismenya.

Kebutuhan gizi pada masa nifas terutama bila


menyusui akan meningkat 25% karena berguna
untuk proses kesembuhan karena sehabis melahirkan
dan untuk memproduksi air susu yang cukup untuk

menyehatkan bayi. Semua itu akan meningkat tiga


kali dari kebutuhan biasa. Makanan yang dikonsumsi
berguna untuk melakukan aktivitas, metabolism,
cadangan dalam tubuh , proses memproduksi ASI
serta sebagai ASI itu sendiri yang akan dikonsumsi
bayi untuk pertumbuhan dan perkembangan.
Menu
makanan
seimbang
yang

harus

dikonsumsi adalah porsi cukup dan teratur, tidak


terlalu asin, pedas atau berlemak, tidak mengandung
alckhol, nikotin serta bahan pengawet atau pewarna.
Disamping itu juga harus mengandung karbohidrat,
protein, vitamin dan mineral.
2. Ambulasi
Disebut juga early ambulation. Yaitu kebijakan
untuk selekas mungkin membimbing klien keluar dari
tempat

tidurnya

dan

membimbingnya

selekas

mungkin berjalan. Klien sudah diperbolehkan bangun


dari tempat tidur dan dalam 24-48 jam postpartum.
Keuntungannya:
a. Klien merasa lebih baik, lebih sehat dan lebih
kuat.
b. Faal usus dan kandung kencing lebih baik.
c. Dapat lebih memungkinkan dalam mengajari ibu
untuk

merawat

memandikan

dll

perawatan.
Kontraindikasi:

atau

memelihara

selama
Klien

ibu

anaknya,

masih

dengan

dalam
penyulit,

misalnya: anemia, penyakit jantung, penyakit paruparu, dll.


3. Eliminasi : BAK atau BAB
a. Miksi
Miksi disebut normal bila dapat buang air kecil
spontan setiap 3-4 jam. Ibu diusahakan dapat buang
air kecil sendiri, bila tidak dilakukan dengan tindakan

dirangsang dengan mengalirkan air kran didekat klien


dan mengompres air hangat diatas simpisis.
b. Defekasi
Biasanya 2-3 hari postpartum masih sulit buang air
besar. Jika hari ketiga belum juga buang air besar
maka diberikan laksan suposituria dan minum air
hangat. Agar dapat buang air besar secara teratur
dapat dilakukan dengan diit teratur, pemberian cairan
yang banyak, makanan cukup serat, dan olahraga.
4. Kebersihan Diri/perineum dan kebersihan bayi
Mandi ditempat tidur dilakukan sampai ibu dapat
mandi sendiri dikamar mandi, yang terutama dibersihkan
adalah putting susu dan mamae dilanjutkan perawatan
perineum.
a. Perawatan Perineum
Apabila setelah buang air besar atau buang air kecil
perineum dibersihkan secara rutin. Caranya dengan
menggunakan sabun yang lembut minimal sekali
sehari. Membersihkan dimulai dari simpisis sampai
anal sehingga tidak terjadi infeksi. Ibu diberitahu
caranya mengganti pembalut yaitu bagian dalam
jangan sampai terkontaminasi oleh tangan. Pembalut
yang sudah kotor harus diganti paling sedikit 4 kali
sehari. Ibu diberitahu tentang jumlah, warna, dan bau
lochea sehingga apabila ada kelainan dapat diketahui
secara dini. Sarankan ibu untuk mencuci tangan
dengan

sabun

membersihkan

dan
daerah

air

sebelum

kelaminnya.

dan

sesudah

Apabila

ibu

mempunyai luka episiotomy atau laserasi, sarankan


kepada ibu untuk menghindari menyentuh daerah
luka.
b. Perawatan Payudara

1. Menjaga payudara tetap bersih dan kering terutama


putting

susu

dengan

menggunakan

BH

yang

menyokong payudara
2. Apabila putting susu lecet oleskan colostrum atau
ASI yang keluar pada sekitar putting susu setiap
selesai menyusui. Menyusui tetap dilakukan dimulai
dari putting yang tidak lecet.
3. Apabila lecet sangat berat dapat diistirahatkan
selama 24 jam, ASI dikeluarkan dan diminumkan
dengan menggunakan sendok.
4. Untuk menghilangkan nyeri ibu dapat diberikan
paracetamol 1 tablet setiap 4-6 jam
Hal-hal yang perlu dijelaskan pada ibu nifas agar
bayi tetap terjaga kebersihannya:
a. Memandikan bayi setelah 6 jam untuk mencegah
hipotermi
b. Memandikan bayi 2 kali sehari setiap pagi dan sore.
c. Mengganti pakaian bayi tiap habis mandi dan tiap
kali basah atau kotor karena BAB/BAK
d. Menjaga pantat dan daerah kelamin bayi agar
selalu bersih dan kering
e. Menjaga tempat tidur bayi selalu bersih dan hangat
karena ini adalah tempat tinggal bayi.
f. Menjaga alat apa saja yang dipakai bayi agar selalu
bersih
5. Istirahat
Anjurkan ibu untuk:
a. Istirahat cukup untuk mengurangi kelelahan
b. Tidur siang atau istirahat selagi bayi tidur
c. Kembali ke kegiatan rumah tangga secara perlahanlahan
d. Mengatur

kegiatan

rumahnya

sehingga

dapat

menyediakan waktu untuk istirahat pada siang kirakira 2 jam dan malam 7-8 jam
Kurang istirahat pada ibu nifas dapat berakibat:
a. Mengurangi jumlah ASI

b. Memperlambat

involusi,

yang

akhirnya

bias

menyebabkan perdarahan
c. Depresi
6. Seksual
Apabila perdarahan telah berhenti dan episiotomy
sudah sembuh makan coitus bias dilakukan pada 3-4
minggu postpartum. Hasrat seksual pada bulan pertama
akan berkurang baik kecepatannya maupun lamanya,
juga

orgasme

pun

akan

menurun.

Ada

juga

yang

berpendapat bahwa coitus dilakukan setelah masa nifas


berdasarkan teori bahwa saat itu bekas luka plasenta
baru sembuh (proses penyembuhan luka postpartum
sampai dengan 6 minggu). Secara fisik aman untuk
memulai melakukan hubungan suami istri begiti darah
merah berhenti dan ibu dapat memasukkan satu atau dua
jarinya kedalam vagina tanpa rasa nyeri, aman untuk
melakukan hubungan suami istri.
7. Latihan atau Senam Nifas
Selama kehamilan dan persalinan

ibu

banyak

mengalami perubahan fisik seperti dinding perut menjadi


kendor, longgarnya liang senggama dan otot dasar
panggul. Untuk mengembalikan kepada keadaan normal
dan menjaga kesehatan tetap prima, senam nifas sangat
baik dilakukan pada ibu setelah melahirkan. Senam nifas
berupa

gerakan-gerakan

yang

berguna

untuk

mengencangkan otot-otot, terutama otot-otot perut yang


telah terjadi longgar setelah kehamilan.
8. Keluarga Berencana
Idealnya setelah melahirkan boleh

hamil

lagi

setelah dua tahun. Pada dasarnya ibu tidak mengalami


ovulasi selama menyusui eksklusif atau penuh enam
bulan

dan

ibu

belum

mendapatkan

haid

(metode

amenorrhe laktasi). Meskipun setiap metode kontrasepsi

beresiko, tetapi menggunakan kontrasepsi jauh lebih


aman.
9. Pemberian ASI/Laktasi
Hal-hal yang perlu diberitahukan kepada pasien:
a. Menyusui bayi segera setelah lahir minimal 30 menit
bayi telah disusukan.
b. Ajarkan cara menyusui yang benar
c. Memberikan ASI secara penuh 6 bulan tanpa makanan
lain (ASI Eksklusif)
d. Menyusui tanpa jadwal, sesuka bayi (on demand)
e. Diluar menyusui jangan memberikan dot/kempeng
pada bayi, tapi berikan ASI dengan sendok
f. Penyapihan
bertahap
meningkatkan
10.

frekuensi

makanan dan menurunkan frekuensi pemberian ASI


Kebiasaan
yang
tidak
bermanfaat
bahkan

membahayakan
Menghindari makanan berprotein seperti telur, ikan,

karena ibu menyusui membutuhkan tambahan protein


Penggunaan bebat perut setelah melahirkan
Penggunaan kantong es atau pasir untuk menjaga

uterus tetap berkontraksi


Memisahkan ibu dan bayi dalam masa yang lama

dalam satu jam post partum


e. Kunjungan Masa Nifas
Kunjungan nifas dilakukan paling sedikit 4 kali. Hal
ini dilakukan untuk menilai status ibu dan bayi baru lahir
serta untuk mencegah terjadinya masalah.
1. Kunjungan

pertama

dilakukan

6-8

jam

setelah

persalinan.
Tujuannya:
a. Mencegah perdarahan waktu nifas karena atonia
uteri.
b. Mendeteksi

dan

merawat

penyebab

perdarahan, rujuk bila perdarahan berlanjut.

lain

c. Memberikan konseling pada ibu atau salah satu


anggota keluarga bila terjadi perdarahan banyak.
d. Pemberian ASI awal.
e. Melakukan hubungan antara ibu dan bayi.
f. Menjaga bayi agar tetap sehat dengan cara
mencegah terjadinya hipotermia.
Jika petugas kesehatan menolong persalinan
petugas harus tinggal dan mengawasi sampai 2 jam
pertama.
2. Kunjungan kedua 6 hari setelah persalinan.
Tujuannya:
a. Memastikan involusi uteri berjalan normal, uterus
berkontraksi, fundus uteri dibawah umbilicus,
tidak ada perdarahan dan tidak berbau.
b. Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi atau
perdarahan abnormal.
c. Memastikan ibu mendapat cukup makanan, cairan
dan istirahat.
d. Memastikan ibu menyusui bayinya dengan baik
dan tidak menunjukkan tanda-tanda penyakit.
e. Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan
pada bayi, tali pusat, menjaga bayi supaya tetap
hangat dan merawat bayi sehari-hari.
3. Kunjungan ke tiga 2-3 minggu setelah persalinan
Tujuannya:
a. Memastikan involusi uteri berjalan normal, uterus
berkontraksi, fundus uteri dibawah umbilicus,
tidak ada perdarahan dan tidak berbau.
b. Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi atau
perdarahan abnormal.
c. Memastikan ibu mendapat cukup makanan, cairan
dan istirahat.
d. Memastikan ibu menyusui bayinya dengan baik
dan tidak menunjukkan tanda-tanda penyakit.

e. Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan


pada bayi, tali pusat, menjaga bayi supaya tetap
hangat dan merawat bayi sehari-hari.
4. Kunjungan ke empat 4-6 minggu setelah persalinan.
a. Menanyakan pada ibu tentang penyakit-penyakit
yang ibu dan bayi alami.
b. Memberikan konseling KB secara dini.
c. Tali pusat harus tetap kering, ibu perlu diberitahu
bahaya membubuhkan sesuatu pada tali pusat
bayi, missal minyak atau bahan lain. Jika ada
kemerahan pada pusat, perdarahan tercium bau
busuk, bayi segera dirujuk.
d. Perhatikan kondisi umum bayi, apakah ada icterus
atau tidak, icterus pada hari ketiga postpartum
adalah fisiologis yang tidak perlu pengobatan.
Namun bila icterus terjadi pada hari ketiga atau
kapan sja dan bayi malas untuk menetek serta
tampak mengantuk, maka segera rujuk bayi ke
RS.
e. Bicarakan

pemberian

ASI

dengan

ibu

dan

perhatian apakah bayi menetek dengan baik.


f. Nasehati ibu hanya memberikan ASI kepada bayi
selama minimal 4-6 bulan dan bahaya pemberian
makanan tambahan selain ASI sebelum usia 4-6
bulan.
g. Catat semua

dengan

tepat

hal-hal

yang

diperlukan.
Jika ada yang tidak normal segeralah merujuk ibu
dan atau bayi ke puskesmas atau RS.
2. Sectio Caesaria
a. Pengertian
Sectio Caesaria yaitu suatu tindakan untuk melahirkan bayi
melalui tindakan pembedahan dengan membuka dinding perut dan
dinding rahim yang disebabkan karena bayi tidak bisa lahir
9 pervaginam. Jadi seksio caesaria yaitu tindakan yang dilakukan

untuk melahirkan bayi melalui dinding perut dan dinding rahim


dikarenakan bayi tidak bisa lahir dengan persalinan pervaginam
dengan syarat berat janin diatas 500 gram.
Sectio caesaria adalah suatu cara melahirkan janin dengan
membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut,
seksio caesaria juga dapat juga didefinisikan sebagai sesuatu
histerotomia untuk melahirkan janin dari dalam rahim (Mochtar,
2013).
b. Indikasi
1) Plasenta previa sentralis dan lateralis (posterior)
Plasenta previa adalah kondisi plasenta menutupi jalan
lahir. Pada kondisi normal, plasenta atau ari-ari terletak dibagian
atas rahim. Akan tetapai, ada kalanya plasenta berada di segmen
bawah sehingga menutupi sebagian atau seluruh pembuaan jalan
lahir. Umumnya dialami pada masa-masa hamil tua yaitu 28
minggu ke atas. Sampai saat ini penyebabnya belum diketahui.
Tanda-tanda

perdarahan

karena

plasenta

previa

biasanya perdarahan pertama tidak banyak. Baru selanjutnya tera


di perdarahan hebat sampai perlu diwaspadai karena bisa
menyebabkan kematian ibu maupun janin (Wardoyo, 2007)
2) Panggul sempit
Panggul sempit adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak
sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat
menyebabkan

ibu

tidak

dapat

melairkan

secara

alami.

Tulang panggul sangat menentukan mulus tidaknya


proses persalinan. Tulang-tulang panggul merupakan susunan
beberapa tulang yang membentuk rongga panggul yang
merupakan jalan yang harus dilalui oleh janin ketika akan lahir
secara alami.Panggul sempit lebih sering terjadi pada wanita
dengan tinggi badan kurang dari 145 cm. setiap wanita
memiliki bentuk panggul yang berlainan.
Bentuk tulang panggul ada

empat

jenis,

ginekoid, android, platpeloid, dan anthropoid.

yaitu

panggul

Sebenarnya

bentuk

apapun

yang

dimiliki

tidak

mempengaruhi besar kecilnya ukuran panggul sehingga apabila


masih dalam kisaran normal janin dapat melaluinya. Namun,
umunya

bentuk

panggul

ginekoid yang

akan

membantu

memudahkan kelahiran bayi (Bramantyo, 2003). Holmer


mengambil batas rendah untuk melahirkan janin vias naituralis
adalah CV=8 cm. Panggul dengan CV(conjugata vera) < 8 cm
dapat dipastikan tidak dapat melahirkan secara normal, harus
dilakukan sectio sesaria. Conjugata vera antara 8 10 cm boleh
dilakukan

partus

percobaan, baru setelah gagal, dilakukan sectio sesariasekunder.


3) Disproporsi sevalopelvik, yaitu ketidakseimbangan antara ukuran
kepala dan ukuran panggul.
4) Ruptur uteri
Ruptur Uteri adalah robekan atau diskontinuita dinding
rahim

akibat

dilampauinya

daya

regang

miomentrium.

Rupturuteri adalah robeknya dinding uterus pada saat kehamilan


ataudalam

persalinan

dengan

atau

tanpa

robeknya

perioneumvisceral.
5) Partus lama (prolonged labor)
Partus lama adalah persalinan yang berlangsung lebih
dari24 jam pada primi dan lebih dari 18 jam pada multigravida.
6) Partus tak maju (obsctructed labor )
Partus tak maju adalah suatu persalinan dengan his
yangadekuat yang

tidak menunjukkan

kemajuan pada pembukaanserviks, turunnya kepala dan putar


paksi selama 2 jam terakhir. Penyebab partus tak maju antara lain
adalah

kelainan

letak janin, kelainan panggul,

kelainan his, pimpinan partus yang salah, janin besar atau ada
kelainan kongenital, primitua, perutgantung, grandmulti dan
ketuban

pecah

dini.

Penatalaksanaan pada partus tak maju

salah satunya dengan melakukan sectio caesaria.


7) Distosia serviks

Distosia servik Adalah terhalangnya kemajuan persalinan


karena kelainan pada serviks uteri. Walaupun his normal
dan baik, kadang pembukaan serviks macet karena ada kelainan
yang menyebabkan servik tidak mau membuka.
8) Pre-eklamsia
Pre eklamsia adalah keadaan dimana hipertensi disertai
dengan proteinuria, edema atau kedua-duanya yang terjadi akibat
kehamilan setelah minggu ke 20 atau kadang-kadang timbul
lebih awal bila terdapat perubahan hidatidiformis yang luas pada
vili dan korialis (Mitayani, 2009).
9) Hipertensi
Hipertensi adalah suatu keadaan di mana seseorang mengalami
peningkatan tekanan darah di atas normal yang ditunjukkan oleh
angka systolic (bagian atas) dan angka bawah (diastolic) pada
pemeriksaan

tensi

darah

menggunakan

alat pengukur tekanan darah baik yang berupa cuff air raksa
(sphygmomanometer) ataupun alat digital lainnya.
10)Malpresentasi janin
Malpresentasi merupakan bagian terendah
yang berada di bagian
bagian belakangkepala

segmen bawah
sedangkan

janin

rahim, bukan

malposisi

merupakan

penunjuk (presenting part) tidak berada di anterior.


Terdapat empat malpresentasi yaitu:
Letak lintang
Grenhill dan estman sependapat bahwa:
1. jika panggul terlalu sempit, seksio sesaria adala
h cara terbaik dalam semua kasus letak lintang
dengan janin hidup dan ukuran normal.
2. Semua primigravida dengan janin letak lintang
harus ditolong dengan seksio sesaria, walaupun
tidak ada perkiraan panggul sempit.
3. Multipara dengan janin letak lintang dapat lebih

dludicoba ditolong dengan cara lain.


Letak bokong

Seksio sesaria dianjurkan pada letak bokong pada

kasus :
4. Panggul sempit
5. Primigravida
6. Janin besar dan berharga
Presentasi dahi dan muka (letak defleksi) jika

reposisi dan cara-cara lain berhasil.


Sayang dapat diperpanjang ke proksimal atau distal.
Kekurangan :
a) Infeksi mudah menyebar secara intra abdominal
karenatidak ada reperito nealisasi yang baik.
b) Pada persalinan berikutnya, lebih mudah terjadi

ruptur uteri spontan.


3. Intra Uterine Fetal Death (IUFD)
a. Pengertian
IUFD adalah kematian hasil konsepsi sebelum dikeluarkan
dengan sempurna dari rahim ibunya tanpa memandang tuanya
kehamilan (Sarwono, 2005) Intra Uterine Fetal death ( IUFD) adalah
terjadinya kematian janin ketika masih berada dalam rahim yang
beratnya 500 gram dan atau usia kehamilan 20 minggu atau lebih.
IUFD atau stilbirth adalah kelahiran hasil konsepsi dalam
keadaan mati yang telah mencapai umur kehamilan 28 minggu (atau
berat badan lahir lebih atau sama dengan 1000gr). IUFD adalah
keadaan

tidak

adanya

tanda-tanda

kehidupan

janin

dalam

kandungan. Kematian janin dalam kandungan (KJDK) atau intra


uterine fetal deadth (IUFD). Kematian janin dapat terjadi dan
biasanya berakhir dengan abortus. Bila hasil konsepsi yang sudah
mati tidak dikeluarkan dan tetap tinggal dalam rahim disebut missed
abortion. Sesudah 20 minggu biasanya ibu telah merasakan gerakan
janin sejak kehamilan 20 minggu. Apabila wanita tidak merasakan
gerakan janin dapat disangka terjadi kematian dalam rahim.
b. Etiologi
Penyebab IUFD antara lain:
1) Faktor plasenta

2)

3)

4)

5)

Insufisiensi plasenta
Infark plasenta
Solusio plasenta
Plasenta previa
Faktor ibu
Diabetes mellitus
Preeklampsi dan eklampsi
Kronis
Polihidramnion dan oligohidramnion
Shipilis
Penyakit jantung
Hipertensi
Penyakit paru atau TBC
Inkompatability rhesus
AIDS
Faktor intrapartum
Perdarahan antepartum
Lama
Anastesi
Partus macet
Persalinan presipitatus
Persalinan sungsang
Obat-obatan
Faktor janin
Prematuritas
Postmaturitas
Kelainan bawaan
Perdarahan otak
Faktor tali pusat
Prolapsus tali pusat
Lilitan tali pusat
Vassa praevia
Tali pusat pendek

Kecuali itu, ada berbagai penyebab yang bisa mengakibatkan


kematian janin di kandungan, diantaranya:

Ketidakcocokan rhesus darah ibu dengan janin


Akan timbul masalah bila ibu memiliki rhesus negatif,
sementara bapak rhesus positif. Sehingga anak akan mengikuti
yang dominan, menjadi rhesus positif. Akibatnya antara ibu

dan janin mengalami ketidakcocokan rhesus. Ketidakcocokan


ini akan mempengaruhi kondisi janin tersebut. Misalnya, dapat
terjadi hidrops fetalis (reaksi imunologis yang menimbulkan
gambaran klinis pada janin, antara lain pembengkakan pada
perut akibat terbentuknya cairan berlebih dalam rongga perut
(asites), pembengkakan kulit janin, penumpukan cairan di

dalam rongga dada atau rongga jantung, dan lain-lain).


Ketidakcocokan golongan darah antara ibu dan janin.
Terutama pada golongan darah A,B,O. "Yang kerap terjadi
antara golongan darah anak A atau B dengan ibu bergolongan
O atau sebaliknya." Sebab, pada saat masih dalam kandungan,
darah ibu dan janin akan saling mengalir lewat plasenta. Bila
darah janin tidak cocok dengan darah ibunya, maka ibu akan

membentuk zat antibodinya.


Gerakan janin berlebihan
Gerakan bayi dalam rahim yang sangat berlebihan,
terutama jika terjadi gerakan satu arah saja. karena gerakannya
berlebihan, terlebih satu arah saja, maka tali pusat yang
menghubungkan janin dengan ibu akan terpelintir. Kalau tali
pusat terpelintir, maka pembuluh darah yang mengalirkan

plasenta ke bayi jadi tersumbat.


Berbagai penyakit pada ibu hamil
Salah satu contohnya preeklampsia dan diabetes. Itulah
mengapa pada ibu hamil perlu dilakukan cardiotopografi

(CTG) untuk melihat kesejahteraan janin dalam rahim.


Kelainan kromosom
Bisa disebut penyakit bawaan, misalnya, kelainan genetik
berat trisomy. Kematian janin akibat kelainan genetik biasanya
baru terdeteksi saat kematian sudah terjadi, yaitu dari otopsi

bayi.
Trauma saat hamil
Trauma bisa mengakibatkan terjadi solusio plasenta.
Trauma terjadi, misalnya, karena benturan pada perut, karena
kecelakaan atau pemukulan. Benturan ini bisa mengenai

pembuluh darah di plasenta, sehingga timbul perdarahan di

plasenta.
Infeksi materna
Ibu hamil sebaiknya menghindari berbagai infeksi, seperti
infeksi akibat bakteri maupun virus. Demam tinggi pada ibu
hamil bisa menyebabkan janin mati.

Kelainan bawaan bayi


Kelainan bawaan pada bayi sendiri, seperti jantung atau
paru-paru, bisa mengakibatkan kematian di kandungan.

c. Patofisiologi
Janin bisa juga mati di dalam kandungan (IFUD) karena
beberapa faktor antara lain gangguan gizi dan anemia dalam
kehamilan, hal tersebut menjadi berbahaya karena suplai makanan
yang di konsumsi ibu tidak mencukupi kebutuhan janin. Serta
anemia, karena anemia disebabkan kekurangan Fe maka dampak
pada janin adalah irefersibel. Kerja organ organ maupu aliran
darah janin tidak seimbang dengan pertumbuhan janin.
d. Manifestai Klinik
1) DJJ tidak terdengar
2) Uterus tidak membesar, fundus uteri turun
3) anak tidak jelas
4) Reaksi biologis menjadi negative, setelah anak mati kurang lebih
10 hari
5) rongen dapat dilihat adanya
tulang-tulang tengkorak tutup menutupi
tulang punggung janin sangat melengkung
hiperekstensi kepala tulang leher janin
ada gelembung-gelembung gas pada badan janin

bila janin yang mati tertahan 5 minggu atau lebih,

kemungkinan Hypofibrinogenemia 25%


e. Klasifikasi
Kematian janin dapat dibagi menjadi 4 golongan yaitu :
1) golongan
: kematian sebelum masa kehamilan mencapai 20
minggu penuh
2) golongan II : kematian sesudah ibu hamil 20-28 minggu

3) golongan III : kematian sesudah masa kehamilan > 28 minggu


(late fetal death)
4) golongan IV : kematian yang tidak dapat digolongkan pada ketiga
golongan diatas.
f.

Faktor Resiko
Status sosial ekonomi rendah
Tingkat pendidikan Ibu yang rendah
Usia Ibu > 30 tahun atau < 20 tahun
pertama dan partus kelima atau lebih
tanpa pengawasan antenatal
Kehamilan tanpa riwayat pengawasan kesehatan Ibu yang

g.

inadekuat
Riwayat kehamilan dengan komplikasi medic atau Obstetrik.
Faktor ibu (High Risk Mothers)
-) tinggi dan BB ibu tidak proporsional
-) kehamilan di luar perkawinan
-) ganggguan gizi dan anemia dalam kehamilan
-) ibu dengan riwayat kehamilan / persalinan sebelumnya tidak
baik seperti bayi lahir mati
-) riwayat inkompatibilitas darah janin dan ibu
Faktor Bayi (High Risk Infants)
-) bayi dengan infeksi antepartum dan kelainan congenital
-) bayi dengan diagnosa IUGR (Intra Uterine Growth

Retardation)
-) bayi dalam keluarga yang mempunyai problema social
Faktor yang berhubungan dengan kehamilan
-) abrupsio plasenta
-) plasenta previa
-) pre eklamsi / eklamsi
-) polihidramnion
-) golongan darah
-) kehamilan lama
-) kehamilan ganda
-) infeksi
-) diabetes
-) genitourinaria
Diagnosa dan Diagnosa Banding
1) Anamnesis
Ibu tidak merasakan gerakan janin dalam beberapa hari,
atau gerakan janin sangat berkurang. Ibu merasakan perutnya
tidak bertambah besar, bahkan bertambah kecil atau kehamilan

tidak seperti biasanya. Atau wanita belakangan ini merasakan


perutnya sering menjadi keras dan merasakan sakit seperti mau
melahirkan.
2) Inspeksi
Tidak terlihat gerakan-gerakan janin, yang biasanya
dapat terlihat terutama pada ibu yang kurus.
3) Palpasi
Tinggi fundus lebih rendah dari seharusnya tua
kehamilan, tidak teraba gerakanan janin. Dengan palpasi yang
teliti, dapat dirasakan adanya krepitasi pada tulang kepala janin.
4) Auskultasi
Baik memamakai setetoskop monoral maupun dengan
dopler tidak terdengar terdengar DJJ.
5) Reaksi kehamilan
Reaksi kehamilan baru negatif setelah beberapa minggu
janin mati dalam kandungan.
6) Rontgen Foto Abdomen
Adanya akumulasi gas dalam jantung dan pembuluh
darah besar janin
Tanda Nojosk

: adanya angulasi yang tajam tulang

Tanda Gerhard

belakang janin.
: adanya hiperekstensi kepala tulang leher

Tanda Spalding

janin
: overlaping tulang-tulang kepala (sutura)

janin
Disintegrasi tulang janin bila ibu berdiri tegak
Kepala janin kelihatan seperti kantong berisi benda padat.

1.

Gejala dan tanda yang

Gejala dan tanda yang

selalu ada

kadang-kadang ada

Gerakan janin berkurang 1. Syok, uterus tegang/kaku,


atau hilang, timbul atau

gawat janin atau DJJ tidak

menetap, perdarahan

terdengar

pervaginam sesudah hamil

Kemungkinan diagnos

Solusio plasenta

2.

22 minggu
Gerakan janin dan DJJ

2. Syok, perut kembung/cairan

tidak ada, perdarahan, nyeri

bebas intra abdominal,

perut hebat

kontraksi uterus abnormal,

Ruptur Uteri

abdomen nyeri, bagianbagian janin teraba, denyut


3.

Gerakan janin berkurang


atau hilang DJJ abnormal

nadi Ibu cepat


3. Cairan ketuban bercampur

Gawat janin

mekonium

(< 100 x/menit atau > 180


4.

x/menit)
Gerakan janin atau DJJ
hilang

Kematian janin
4. Tanda-tanda kehamilan
berhenti, TFU berkurang,
pembesaran uterus berkurang

4. PANGGUL SEMPIT (CHEPALOPELVIK DISPROPORSI/CPD)


a.

Definisi
Dalam Obstetri yang terpenting bukan panggul sempit secara
anatomis melainkan panggul sempit secara fungsional artinya
perbandingan antara kepala dan panggul. Kesempitan panggul dibagi
sebagai berikut :
1)
2)
3)
4)

Kesempitan pintu atas panggul


Kesempitan bidang bawah panggul
pintu bawah panggul
Kombinasi kesempitan pintu atas pangul, bidang tengah dan
pintu bawah panggul.

b.

Etiologi
Sebab-sebab yang dapat menimbulkan kelainan panggul dapat
dibagi sebagai berikut :
1. Kelainan karena gangguan pertumbuhan
Panggul sempit seluruh : semua ukuran kecil

Panggul picak : ukuran muka belakang sempit, ukuran

melintang biasa
Panggul sempit picak : semua ukuran kecil tapi terlebih ukuran

muka belakang
Panggul corong : pintu atas panggul biasa, pintu bawah

panggul sempit.
Panggul belah : symphyse terbuka
2. Karena penyakit tulang panggul atau sendi-sendinya
Panggul rachitis : panggul picak, panggul sempit, seluruha
panggul sempit picak dan lain-lain
Panggul osteomalacci : panggul sempit melintang
Radang articulatio sacroilliaca : panggul sempit miring
3. Kelainan panggul disebabkan kelainan tulang belakang
didaerah tulang pinggang menyebabkan panggul corong
didaerah tulang panggung menyebabkan panggul sempit
miring.
4. panggul disebabkan kelainan aggota bawah Coxitis, luxatio,
atrofia. Salah satu anggota menyebabkan panggul sempit miring.
5. fraktura dari tulang panggul yang menjadi penyebab kelainan
panggul
6. Klasifikasi Chepalopelvic Disproporsi
Ada beberapa kemungkinan :

Imbang Chepalopelvic baik, partus dapat direncanakan


pervaginam,namun demikian his,posisi kepala dan keadaan

serviks harus diperhatikan selama partus.


Disproporsi Chepalopelvic, artinya bahwa janin tidak dapat
dilahirkan secara normal pervaginam,bila anak hidup lakukan

seksio sesaria (SC).


Kemungkinan Disproporsi, mengandung arti yaitu imbang baik
atau dapat terjadi disproporsi. Untuk mendapat kepastian maka
harus dilakukan pemeriksaan radiologi dan atau Partus

percobaan.
7. Pemeriksaan Panggul, terdiri dari :
Pemeriksaan Panggul Luar

Pemeriksaan panggul dalam (VT) ,yang dievaluasi antara lain :


Promotorium, linea innominata, spina ischiadika, dinding
samping, kurvatura sakrum, Ujung sakrum, dan arkus pubis.
Pada pemeriksaan ini dicoba memperkirakan ukuran :
a) Konjugata Diagonalis dan konjungata vera
b) Distansia Inter Spinarum ( diameter dispinarum )
c) Diameter antaro posterior pintu bawah panggul.
d) Kesempitan pada Pintu Atas Panggul, PAP sempit apabila
konjungata vera kurang dari 10 cm atau diamter transversa
kurang dari 12 cm.
e) Kesempitan Panggul Tengah
Dengan sakrum melengkung sempurna, dinding- dinding
panggul tidak berkonvergensi, foramen ischiadikum mayor
cukup luas dan spina ischiadika tidak menonjol kedalam
dapat diharapkan bahwa panggul tengah tidak akan
menyebabkan

rintangan.

Ukuran

terpenting

adalah

Distansia Interspinarum, apabila ukuaran ini kurang dari 9,5


cm, perlu diwaspadai tentang kesukaran persalinan.
f) Kesempitan Pintu Bawah Panggul
Pintu bawah panggul tidak merupakan bidang datar, tetapi
terdiri atas segi tiga depan dan segi tiga belakang yang
memmpunyai dasar yang sama, yakni distansia tuberrum.
Apabila ukuran terakhir ini lebih kecil dari pada yang biasa
maka sudut Arkus pubis mengecil pula ( kurang dari 80 0 ).
Agar supaya dalam hal ini kepala janin dapat lahir,
diperlukan ruangan yang lebih besar pada bagian belakang
pintu bawah panggul. Dengan diameter sagitalis posterior
yang

cukup

panjang,

persalinan

pervaginam

dapat

dilaksanakan, walaupun dengan perlukaan luas pada


perineum.
g. Pintu bawah panggul dikatakan sempit kalau jarak antara
tubera ossis ischii 8 atau kurang kalau jarak ini berkurang
dengan sendirinya arcus pubis meruncing maka besarnya
arcus

pubis

dapat

dipergunakan

untuk

menentukan

kesempitan pintu bawah panggul.


Menurut Thomas Dustacia dapat terjadi kalau jumlah
ukuran antar tuberum dan diameter sagitalis posterior < 15
cm ( normal 11 cm + 7,5 cm = 18,5 cm). Kalau pintu bawah
panggul sempit biasanya bidang tengah panggul juga
sempit.

Kesempitan

pintu

bawah

panggul

dapat

menyebabkan gangguan putaran paksi. Kesempitan pintu


bawah panggul jarang memaksa kita melakukan SC, tetapi
dapat diselesaikan dengan forcep dan dengan episiotomy
yang cukup luas.
Dengan distansia tuberrum bersama dengan diameter
sagitalis posterior kurang dari 15 cm timbul kemacetan pada
kelahiran janin ukuran biasa. Conjungata vera = Conjungata
Diagonal 1 1/2 cm.
CV = CD - 1 1 /2 cm.
Caranya : Lakukan VT sampai teraba promotorium lalu
ukur jari tangan yang masuk (CD), kemudian kurangkan 1
1

/2 cm,kalau kurang dari 10 cm berarti panggul sempit.

h. Persangkaan Panggul sempit


Seorang ibu harus ingat akan kemungkinan panggul sempit
kalau :
Primipara kepala anak belum turun setelah lehamilan 36

minggu.
Pada primipara ada perut menggantung.
Pada multipara persalinan yang dulu-dulu sulit
Kelainan letak pada hamil tua.
Kelainan bentuk badan (Cebol, scoliose, pincang dan
lain-lain) Osborn positif (penonjolan kepala 2 jari diatas
simpisis pubis)
Prognosa persalinan

dengan

panggul

tergantung pada berbagai faktor, yakni :


Bentuk panggul
Ukuran panggul (derajat kesempitan)
pergerakan dalam sendi-sendi panggul

sempit

kepala dan kesanggupan moulage kepala


Presentasi dan posisi kepala
His

Diantara faktor faktor tersebut diatas yang dapat diukur


secara pasti dan sebelum persalinan berlangsung hanya ukuranukuran panggul : karena itu ukuran-ukuran tersebut sering menjadi
dasar untuk meramalkan jalannya persalinan
5. Serotinus
a. Pengertian
Persalinan serotinus (postterm) adalah persalinan melampaui
umur hamil 42 minggu dan pada janin terdapat tanda postmaturitas
(Manuaba, 2007).
Definisi standar untuk kehamilan dan persalinan lewat bulan
adalah 294 hari setelah hari pertama menstruasi terakhir, atau 280
hari setelah ovulasi. Istilah lewat bulan (postdate) digunakan karena
tidak menyatakan secara langsung pemahaman mengenai lama
kehamilan dan maturitas janin ( Varney Helen, 2007).
Persalinan postterm menunjukkan kehamilan berlangsung
sampai 42 minggu (294 hari) atau lebih, dihitung dari hari pertama
haid terakhir menurut rumus Naegele dengan siklus haid rata-rata 28
hari (Prawirohardjo, 2008).
b. Etiologi
Etiologi belum diketahui secara pasti namun faktor yang
dikemukaan adalah hormonal, yaitu kadar progesteron tidak cepat
turun walaupun kehamilan telah cukup bulan sehingga kepekaan
uterus terhadap oksitosin berkurang. Faktor lain seperti herediter,
karena postmaturitas sering dijumpai pada suatu keluarga tertentu
(Rustam, 2006).
Menjelang persalinan terdapat penurunan progesteron,
peningkatan oksitosin tubuh dan reseptor terhadap oksitosin
sehingga otot rahim semakin sensitif terhadap rangsangan. Pada
kehamilan lewat waktu terjadi sebaliknya, otot rahim tidak sensitif

terhadap rangsangan, karena ketegangan psikologis atau kelainan


pada rahim (Manuaba, 2006).
Menurut Sujiyatini (2009), etiologinya yaitu penurunan kadar
esterogen pada kehamilan normal umumnya tinggi. Faktor hormonal
yaitu kadar progesterone tidak cepat turun walaupun kehamilan telah
cukup

bulan, sehingga

kepekaan

uterus

terhadap

oksitosin

berkurang. Factor lain adalah hereditas, karena post matur sering


dijumpai pada suatu keluarga tertentu.
Fungsi plasenta memuncak pada usia kehamilan 38-42
minggu, kemudian menurun setelah 42 minggu, terlihat dari
menurunnya kadar estrogen dan laktogen plasenta. Terjadi juga
spasme arteri spiralis plasenta. Akibatnya dapat terjadi gangguan
suplai oksigen dan nutrisi untuk hidup dan tumbuh kembang janin
intrauterin. Sirkulasi uteroplasenta berkurang sampai 50%. Volume
air ketuban juga berkurang karena mulai terjadi absorpsi. Keadaankeadaan ini merupakan kondisi yang tidak baik untuk janin. Risiko
kematian perinatal pada bayi postmatur cukup tinggi, yaitu 30%
prepartum, 55% intrapartum, dan 15% postpartum.
Beberapa faktor penyebab kehamilan lewat waktu adalah
sebagai berikut :
Kesalahan dalam penanggalan, merupakan penyebab yang paling

sering.
Tidak diketahui.
Primigravida dan riwayat kehamilan lewat bulan.
Defisiensi sulfatase plasenta atau anensefalus, merupakan

penyebab yang jarang terjadi.


Jenis kelamin janin laki-laki juga merupakan predisposisi.
Faktor genetik juga dapat memainkan peran.
c. Patofisiologis
Pada kehamilan lewat waktu terjadi penurunan oksitosin
sehingga tidak menyebabkan adanya his, dan terjadi penundaan
persalinan. Permasalahan kehamilan lewat waktu adalah plasenta
tidak sanggup memberikan nutrisi dan pertukaran CO2/O2 sehingga

janin mempunyai resiko asfiksia sampai kematian dalam rahim


(Manuaba, 2006).
Sindroma postmaturitas yaitu kulit keriput dan telapak tangan
terkelupas, tubuh panjang dan kurus, vernic caseosa menghilang,
wajah seperti orang tua, kuku panjang, tali pusat selaput ketuban
berwarna kehijauan. Fungsi plasenta mencapai puncaknya pada
kehamilan 34-36 minggu dan setelah itu terus mengalami penurunan.
Pada kehamilan postterm dapat terjadi penurunan fungsi plasenta
sehingga bisa menyebabkan gawat janin. Bila keadaan plasenta tidak
mengalami insufisiensi maka janin postterm dapat tumbuh terus
namun tubuh anak akan menjadi besar (makrosomia) dan dapat
menyebabkan distosia bahu.
Sebab Terjadinya Kehamilan Postterm
Seperti halnya teori bagaimana terjadinya persalinan, sampai saat
ini sebab terjadinya kehamilan postterm sebagai akibat gangguan
terhadap timbulnya persalinan. Beberapa teori diajukan antara lain
sebagai berikut :
1. Pengaruh Progesteron
Penurunan hormon progesteron dalam kehamilan dipercaya
merupakan kejadian perubahan endokrin yang penting dalam
memacu proses biomolekuler pada persalinan dan meningkatkan
sensitivitas uterus terhadap oksitosin, sehingga beberapa penulis
menduga bahwa terjadinya kehamilan postterm adalah karena
masih berlangsungnya pengaruh progesterone.
2. Teori Oksitosin
Pemakaian oksitosin untuk induksi persalinan pada kehamilan
postterm memberi kesan atau dipercaya bahwa oksitosin secara
fisiologis

memegang

peranan

penting

dalam

menimbulkan

persalinan dan pelepasan oksitosin dari neurohipofisis ibu hamil


yang kurang pada usia kehamilan lanjut diduga sebagai salah satu
faktor penyebab kehamilan postterm.
3. Teori Kortisol/ACTH Janin
Dalam teori ini diajukan bahwa pemberi tanda untuk dimulainya
persalinan adalah janin, diduga akibat peningkatan tiba-tiba kadar
kortisol plasma janin. Kortisol janin akan mempengaruhi plasenta
sehingga produksi progesteron berkurang dan memperbesar sekresi
estrogen, selanjutnya berpengaruh terhadap meningkatnya produksi
prostaglandin. Pada cacat bawaan janin seperti anensefalus,
hipoplasia adrenal janin, dan tidak adanya kelenjar hipofisis pada
janin akan menyebabkan kortisol janin tidak diproduksi dengan
baik sehingga kehamilan dapat berlangsung lewat bulan.
4. Saraf Uterus
Tekanan pada ganglion servikalis dari pleksus Frankenhauser akan
membangkitkan kontraksi uterus. Pada keadaan di mana tidak ada
tekanan pada pleksus ini, seperti pada kelainan letak, tali pusat
pendek dan bagian bawah masih tinggi kesemuanya diduga sebagai
penyebab terjadinya kehamilan postterm.
5. Herediter
Beberapa penulis menyatakan bahwa seorang ibu yang mengalami
kehamilan postterm mempunyai kecenderungan untuk melahirkan
lewat bulan pada kehamilan berikutnya. Mogren (1999) seperti
dikutip Cunningham, menyatakan bahwa bilamana seorang ibu
mengalami kehamilan postterm saat melahirkan anak perempuan,
maka besar kemungkinan anak perempuannya akan mengalami
kehamilan postterm.

d. Resiko
Risiko kehamilan lewat waktu antara lain adalah gangguan
pertumbuhan janin, gawat janin, sampai kematian janin dalam rahim.
Resiko gawat janin dapat terjadi 3 kali dari pada kehamilan aterm.
Kulit janin akan menjadi keriput, lemak di bawah kulit menipis
bahkan sampai hilang, lama-lama kulit janin dapat mengelupas dan
mengering seperti kertas perkamen. Rambut dan kuku memanjang
dan cairan ketuban berkurang sampai habis. Akibat kekurangan
oksigen akan terjadi gawat janin yang menyebabkan janin buang air
besar dalam rahim yang akan mewarnai cairan ketuban menjadi hijau
pekat.
Pada saat janin lahir dapat terjadi aspirasi (cairan terisap ke
dalam saluran napas) air ketuban yang dapat menimbulkan
kumpulan gejala MAS (meconeum aspiration syndrome). Keadaan
ini dapat menyebabkan kematian janin. Komplikasi yang dapat
mungkin terjadi pada bayi ialah suhu yang tidak stabil, hipoglikemia,
polisitemia, dan kelainan neurologik. Kehamilan lewat bulan dapat
juga menyebabkan resiko pada ibu, antara lain distosia karena aksi
uterus tidak terkoordinir, janin besar, dan moulding (moulage) kepala
kurang. Sehingga sering dijumpai partus lama, kesalahan letak,
inersia uteri, distosia bahu, dan perdarahan postpartum.
e. Manifestasi Klinik
Keadaan klinis yang dapat ditemukan ialah gerakan janin
yang jarang, yaitu secara subyektif kurang dari 7 kali/20
menit atau secara obyektif dengan KTG kurang dari 10

kali/20 menit.
Air ketuban berkurang dengan atau tanpa pengapuran

(klasifikasi) plasenta diketahui dengan pemeriksaan USG.


Pada bayi akan ditemukan tanda-tanda lewat waktu yang
terbagi menjadi :

Stadium I
maserasi

: kulit kehilangan verniks kaseosa dan terjadi


sehingga

mengelupas.
Stadium II

kulit

kering, rapuh,

dan

mudah

: seperti Stadium I disertai pewarnaan

mekonium (kehijauan) di kulit.


Stadium III
: seperti Stadium I disertai pewarnaan
kekuningan pada kuku, kulit dan tali pusat.
Menurut Muchtar (2006), pengaruh dari serotinus
adalah :
a) Terhadap Ibu :
Pengaruh postmatur dapat menyebabkan distosia
karena aksi uterus tidak terkoordinir, maka akan sering
dijumpai patus lama, inersia uteri, dan perdarahan
postpartum.
b) Terhadap Bayi :
Jumlah kematian janin/bayi pada kehamilan 43
minggu 3 kali lebih besar dari kehamilan 40 minggu,
karena postmaturitas akan menambah bahaya pada janin.
Pengaruh postmaturitas pada janin bervariasi seperti
berat badan janin dapat bertambah besar, tetap dan ada
yang berkurang sesudah kehamilan 42 minggu. Ada pula
yang terjadi kematian janin dalam kandungan, kesalahan
letak, distosia bahu, janin besar, moulage.
Tanda bayi Postmatur (Manuaba, Ida Bagus Gde, 2006),
yaitu :

Biasanya lebih berat dari bayi matur (> 4000 gram)

Tulang dan sutura kepala lebih keras dari bayi matur

Rambut lanugo hilang atau sangat kurang

Verniks kaseosa di badan kurang

Kuku-kuku panjang

Rambut kepala agak tebal

Kulit agak pucat dengan deskuamasi epitel

f.

Diagnosis
Tidak jarang seorang dokter mengalami kesulitan dalam
menentukan diagnosis kehamilan postterm karena diagnosis ini
ditegakkan berdasarkan umur kehamilan, bukan terhadap kondisi
kehamilan. Beberapa kasus yang dinyatakan sebagai kehamilan
postterm merupakan kesalahan dalam menentukan umur kehamilan.
Kasus kehamilan postterm yang tidak dapat ditegakkan secara pasti
diperkirakan sebesar 22%.
Diagnosis kehamilan lewat waktu biasanya dari perhitungan
rumus Naegele setelah mempertimbangkan siklus haid dan keadaan
klinis. Bila ada keraguan, maka pengukuran tinggi fundus uterus
serial dengan sentimeter akan memberikan informasi mengenai usia
gestasi lebih tepat. Keadaan klinis yang mungkin ditemukan ialah air
ketuban yang berkurang dan gerakan janin yang jarang.
Dalam menentukan diagnosis kehamilan postterm di samping
dari riwayat haid, sebaiknya dilihat pula hasil pemeriksaan
antenatal.

Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam mendiagnosis


kehamilan lewat waktu, antara lain :
1. HPHT jelas.
2. Dirasakan gerakan janin pada umur kehamilan 16-18

minggu.
3. Terdengar denyut jantung janin (normal 10-12 minggu

dengan Doppler, dan 19-20 minggu dengan fetoskop).


4. Umur kehamilan yang sudah ditetapkan dengan USG pada

umur kehamilan kurang dari atau sama dengan 20 minggu.


5. Tes kehamilan (urin) sudah positif dalam 6 minggu pertama

telat haid.

g. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Sujiyatini dkk (2009), pemeriksaan penunjang yaitu
USG untuk menilai usia kehamilan, oligohidramnion, derajat maturitas
plasenta. KTG untuk menilai ada atau tidaknya gawat janin.
Menurut Mochtar (2006), pemeriksaan penunjang sangat
penting dilakukan, seperti pemeriksaan berat badan ibu, diikuti kapan
berkurangnya berat badan, lingkaran perut dan jumlah air ketuban.
Pemeriksaan yang dilakukan seperti :

Bila wanita hamil tidak tahu atau lupa dengan haid terakhir
setelah persalinan yang lalu, dan ibu menjadi hamil maka ibu
harus memeriksakan kehamilannya dengan teratur, dapat diikuti
dengan tinggi fundus uteri, mulainya gerakan janin dan besarnya

janin dapat membantu diagnosis.


Pemeriksaan Ultrasonografi dilakukan untuk memeriksa ukuran
diameter biparietal, gerakan janin dan jumlah air ketuban. Bila
telah dilakukan pemeriksaan USG serial terutama sejak trimester
pertama, maka hampir dapat dipastikan usia kehamilan.
Sebaliknya pemeriksaan yang sesaat setelah trimester III sukar
untuk memastikan usia kehamilan. Pemeriksaan Ultrasonografi
pada kehamilan postterm tidak akurat untuk menentukan umur
kehamilan. Tetapi untuk menentukan volume cairan amnion
(AFI), ukuran janin, malformasi janin dan tingkat kematangan

plasenta.
Pemeriksaan berat badan ibu, dengan memantau kenaikan berat
badan setiap kali periksa, terjadi penurunan atau kenaikan berat

badan ibu.
Pemeriksaan Amnioskopi dilakukan untuk melihat derajat
kekeruhan air ketuban menurut warnanya yaitu bila keruh dan
kehitaman berarti air ketuban bercampur mekonium dan bisa
mengakibatkan gawat janin (Prawirohardjo, 2006).
Kematangan serviks tidak bisa dipakai untuk menentukan usia

kehamilan. Yang paling penting dalam menangani kehamilan lewat

waktu ialah menentukan keadaan janin, karena setiap keterlambatan


akan menimbulkan resiko kegawatan. Penentuan keadaan janin dapat
dilakukan :

Tes tanpa tekanan (non stress test).


Bila memperoleh hasil non reaktif maka dilanjutkan
dengan tes tekanan oksitosin. Bila diperoleh hasil reaktif maka
nilai spesifisitas 98,8% menunjukkan kemungkinan besar janin

baik.
Gerakan janin.
Gerakan janin dapat ditentukan secara subjektif (normal
rata-rata 7 kali/20 menit) atau secara objektif dengan tokografi
(normal rata-rata 10 kali/20 menit), dapat juga ditentukan
dengan USG. Penilaian banyaknya air ketuban secara kualitatif
dengan USG (normal > 1 cm/bidang) memberikan gambaran
banyaknya air ketuban, bila ternyata oligohidramnion, maka
kemungkinan telah terjadi kehamilan lewat waktu.

Amnioskopi.
Bila ditemukan air ketuban yang banyak dan jernih
mungkin keadaan janin masih baik. Sebaliknya air ketuban
sedikit dan mengandung mekonium akan mengalami resiko 33%
asfiksia.

h. Komplikasi
Menurut Mochtar (1998), komplikasi yang terjadi pada
kehamilan serotinus yaitu :
1) Plasenta
Kalsifikasi
Selaput vaskulosinsisial

menebal

dan

jumlahnya

berkurang
Degenerasi jaringan plasenta
Perubahan biokimia
2) Komplikasi pada Ibu
Komplikasi yang terjadi pada ibu dapat menyebabkan
partus lama, inersia uteri, atonia uteri dan perdarahan
postpartum.

3) Komplikasi pada Janin


Komplikasi yang terjadi pada bayi seperti berat badan janin
bertambah besar, tetap atau berkurang, serta dapat terjadi
kematian janin dalam kandungan.
Menurut Prawirohardjo (2006), komplikasi yang terjadi pada
kehamilan serotinus yaitu komplikasi pada janin. Komplikasi yang
terjadi pada bayi seperti gawat janin, gerakan janin berkurang,
kematian janin, asfiksia neonaturum dan kelainan letak.
Menurut Achdiat (2004), komplikasi yang terjadi pada
kehamilan serotinus yaitu komplikasi pada janin. Komplikasi yang
terjadi seperti kelainan kongenital, sindroma aspirasi mekonium,
gawat janin dalam persalinan, bayi besar (makrosomia) atau
pertumbuhan janin terlambat, kelainan jangka panjang pada bayi.
i.

Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan
kehamilan yang teratur, minimal 4 kali selama kehamilan, 1 kali
pada trimester pertama (sebelum 12 minggu), 1 kali pada trimester
ke dua (antara 13 minggu sampai 28 minggu) dan 2 kali trimester
ketiga (di atas 28 minggu). Bila keadaan memungkinkan,
pemeriksaan kehamilan dilakukan 1 bulan sekali sampai usia 7
bulan, 2 minggu sekali pada kehamilan 7-8 bulan dan seminggu
sekali pada bulan terakhir. Hal ini akan menjamin ibu dan dokter
mengetahui dengan benar usia kehamilan, dan mencegah terjadinya
kehamilan serotinus yang berbahaya. Perhitungan dengan satuan
minggu seperti yang digunakan para dokter kandungan merupakan
perhitungan yang lebih tepat. Untuk itu perlu diketahui dengan tepat
tanggal hari pertama haid terakhir seorang (calon) ibu itu.
Pengelolaan selama persalinan adalah :
Pemantauan yang baik terhadap ibu ( aktivitas uterus ) dan
kesejahteraan janin. Pemakaian continous electronic fetal
monitoring sangat bermanfaat

Hindari penggunaan obat penenang atau analgetika selama

persalinan.
Awasi jalannya persalinan
Persiapan oksigen dan bedah sesar bila sewaktu-waktu terjadi

kegawatan janin
Cegah terjadinya aspirasi mekoneum dengan segera mengusap
wajah neonatus dan penghisapan pada tenggorokan saat kepala
lahir dilanjutkan resusitasi sesuai prosedur pada janin dengan

cairan ketuban bercampur mekoneum.


Pengawasan ketat terhadap neonatus dengan tanda-tanda
postmaturitas

Vous aimerez peut-être aussi