Vous êtes sur la page 1sur 15

KATA PENGANTAR

Puji sukur saya panjatkan kepada ALLAH SWT atas berkat dan rahmat-Nya saya dapat
menyelesaikan referat ini yang berjudul Chorioretinitis Toxoplasmosis.Referat ini disusun
sebagai salah satu tugas persyaratan kelulusan kepaniteraan klinik Bagian Ilmu Kesehatan Mata
RSU dr. Koesnadi Bondowoso
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dr Marzuki, SpM sebagai
pembimbing dalam pembuatan referat ini. Saya menyadari bahwa referat ini masih jauh dari
sempurna, dan masih banyak kekurangan yang harus diperbaiki. Oleh sebab itu diharapkan
bantuan dari dokter pembimbing serta rekan-rekan dokter muda untuk memberikan saran dan
masukan yang berguna bagi penulis.
Lepas dari segala kekurangan yang ada, saya berharap semoga referat ini membawa
manfaat bagi kita semua.

Bondowoso, Mei 2015

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN
1.

Latar Belakang
Toksoplasmosis okular disebabkan oleh parasit Toxoplasma gondii . Infeksi bisa

didapatkan oleh karena bawaan kongenital atau melalui konsumsi daging mentah yang terinfeksi,
sayuran atau air yang terkontaminasi ( Silveira et al ,1988).
Toxoplasma gondii ( T. gondii ) , merupakan penyebab toksoplasmosis dan bentuk yang
menginfeksi uvea dikenal sebagai retinochoroiditis toksoplasma. Toxoplasma gondii
merupakan mikroorganisme parasit yang hanya tumbuh di dalam sel manusia dan mamalia lain
atau sel burung (Manfred Zierhut,2005).
Toxoplasma gondii menginfeksi hingga sepertiga dari populasi dunia dan sebagian besar
kasusnya adalah infeksi uveitis ( peradangan intra okular). Di beberapa negara, 50 % dari semua
kasus posterior uveitis didapatkan dari populasi yang disebabkan oleh toksoplasmosis ( Soheilian
et al . 2004 Vallochi et al . 2005) .
Toksoplasmosis okular ( OT ) adalah penyebab utama posterior uveitis seluruh dunia .
Biasanya berdasarkan pemeriksaan oftalmologis dan dikonfirmasi oleh respon terhadap
pengobatan tertentu, tetapi juga oleh tes biologis termasuk produksi antibody lokal, PCR dan
Western Blot (Talabani,2010)
Toksoplasmosis okuler menyebabkan lesi mata ,luka dalam mata disebabkan oleh
peradangan dan jaringan parut. Ini dapat muncul dalam : 1 ) retina lapisan peka cahaya di
jaringan belakang mata ; 2 ) koroid lapisan belakang retina yang berisi pembuluh darah utama .
Kerusakan inilah yang disebut retinochoroiditis dan dapat menyebabkan masalah mata seperti :
hilangnya sebagian penglihatan di salah satu mata , juling di mana satu mata terlihat berbeda
arah dengan mata yang lain, kekeruhan dari lensa mata ( katarak ) , mata menyusut
( microphthalmia ) , dan hilangnya jaringan dari saraf optic (Charles,1909).

2.

Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan refrat ini adalah untuk mengetahui tentang definisi okular

toxoplasmosis, anatomi, etiologi, patofisiologi, epidemiologi, manifestasi klinis yang muncul,


pemeriksaan yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis, dan terapi dari chorioretinitis
toxoplasma.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi
Retina
Retina adalah lembaran jaringan saraf berlapis yang tipis dan semitransparan yang
melapisi bagian dalam dua pertiga posterior dinding bola mata. Retina membentang ke anterior
hampir sejauh corpus silieare dan berakhir pada ora serata dengan tepi yang tidak rata. Pada
orang dewasaa, ora serrata berada sekitar 6,5 mm di belakang garis Schawalbe pada sisi temporal
dan 5,7mm pada sisi nasal. Permukaan luar retina sensoris bertumpuk dengan lapisan epitel
berpigmen retina sehingga juga berhubungan dengan membrane Bruch, Koroid dan skelera.
Lapisan-lapisan epitel pada permukaan corpus ciliare dan permukaan posterior iris merupakan
perluasan retina dan epitel pigmen retina ke anterior. Permukaan dalam retina berhadapan
dengan vitreous (Vaughan & Asbury 2008).
Koroid
Koroid adalah segmen posterior uvea, diantara retina dan skelera. Koroid tersusun atas
tiga lapis pembuluh darah koroid; besar, sedang dan kecil. Semakin dalam pembuluh terletak di
dalam koroid, semakin lebar lumennya. Bagian dalam pembuluh darah koroid dikenal sebagai
koriokapilaris. Darah dari pembuluh koroid dialirkan melalui empat 4 vena vorticosa, satu di tiap
quadran posterior. Koroid di sebalah dalam dibatasi oleh membram Bruch dan diluar oleh
skelera. Koroid melekat erat ke posterior pada tepi-tepi nervus opticus. Disebelah anterior,koroid
bergabung dengan corpus ciliare. Kumpulan pembuluh darah koroid mendarahi bagian luar
retina yang menyokongnya (Vaughan & Asbury 2008).

2.2

Definisi

Chorioretinitis
Choriorretinitis adalah kondisi inflamasi dan eksudatif dari koroid dan retina. Respon
terhadap infeksi yang mungkin umum dan melibatkan beberapa organ atau mungkin terbatas
pada mata . Ada kemungkinan menginfeksi vitreous ( sehingga menimbulkan posterior uveitis ).
Chorioretinitis

bisa didapatkan pada

bawaan lahir atau diperoleh pada usia berapapun,

khususnya pada seseorang dengan immunocompromised yang dimana bisa menimbulkan


manifestasi okular dari penyakit sistemik yang berat (Ayesha Mirza, 2009).
Peradangan uvea posterior yang mengacu pada koroid disebut choroiditis . lapisan luar
retina berada dekat dengan koroid, peradangan choroidal hampir selalu melibatkan retina
sebelah, dan lesi akibat peradangan yang dihasilkan disebut chorioretinitis (Khurana,2007).
Toxoplasmosis
Toxoplasmosis adalah infeksi yang disebabkan oleh Toxoplasma gondii, yang berasal dari
kucing (definitif host). Manusia dan hewan lainnya (sapi, domba dan babi) sebagai host
intermediate. Penyakit ini terutama menyerang sistem saraf pusat (otak dan retina). Sistemik
toksoplasmosis terjadi pada manusia dalam dua bentuk : bawaan dan penyakit yang didapat
(Manfred Zierhut,2005).

2.3 Etiologi
Toxoplasma gondii pada tahun 1908 pertama kali ditemukan pada binatang pengerat,
yaitu

Ctenodactylus gundi, di suatu laboratorium di Tunisia dan pada seekor kelinci di

laboratorium Brazil (Nicole & Splendore). Pada Tahun 1937 parasit ini ditemukan pada neonatus
dengan ensefalitis. Walaupun transmisi intra uterin secara transplasental sudah diketahui, baru
pada tahun 1970 daur hidup parasit ini menjadi jelas, ketika ditemukan daur seksualnya pada
kucing (Hutchinson). Setelah dikembangkan tes serologi yang sensitif oleh Sabin dan
Feldman(1948), zat anti T.gondii ditemukan kosmopolit, terutama di daerah dengan iklim panas
dan lembab. Hospes definitif T.gondii adalah kucing dan binatang sejenisnya (Felidae). Hospes
perantaranya adalah manusia, mamalia lainnya dan burung. Parasit ini menyebabkan
toksoplasmosis kongenital dan toksoplasmosis akuisita (Hendra Utama,2011).
Cara Infeksi :
1. Pada toxoplasmosis kongenital transmisi toxoplasma kepada janin terjadi in utero melalui
plsenta, bila ibunya mendapat infeksi primer waktu hamil.
2. Pada toxoplasmosis akuisita infeksi dapat terjadi ,bila makan daging mentah atau kurang
matang (misalnya sate), kalau daging tersebut mengandung kista jaringan atau takizoit
toxoplasma. Pada orang yang tidak makan daging pun dapat terjadi infeksi bila ookista yang
dikeluarkan dengan tinja kucing tertelan.
3. Infeksi juga dapat terjadi di laboratorium pada orang yang bekerja dengan binatang percobaan
yang diinfeksi T.gondii, melalui jarum suntik dan alat laboratorium lain yang terkontaminasi
dengan T.gondii. Infeksi dengan T.gondii juga pernah terjadi waktu mengerjakan autopsi.
4. Infeksi dapat terjadi dengan transplantasi organ dari donor yang menderita toxoplasmosis
laten.
5. Transfusi darah lengkap juga dapat menyebabkan infeksi.

Sampai saat ini diyakini bahwa sebagian besar kasus toxoplasmosis okular terjadi sebagai
konsekuensi dari transmisi kongenital (infeksi yang didapatkan selama kehamilan), tetapi
6

terdapat banyak bukti yang menunjukkan bahwa banyak kasus infeksi yang diperoleh setelah
kelahiran. Setelah masuk kedalam tubuh parasit akan mencapai mata melalui aliran darah dan
akan menginfeksi retina (Manfred Zierhut,2005).
Ketika parasit mencapai mata melalui aliran darah , tergantung pada status kekebalan
tubuh host , fokus klinis atau subklinis infeksi dimulai di retina . Sistem kekebalan tubuh inang
merespon dan takizoit mengkonversi diri menjadi bradyzoites dan membentuk kista . Kista ini
sangat tahan terhadap pertahanan host , dan terjadilah infeksi kronis , kemudian menjadi laten .
Jika infeksi subklinis muncul, tidak ada perubahan yang dapat diamati dengan funduskopi . Kista
tetap muncul pada retina . Setiap kali fungsi kekebalan inang menurun, dinding kista dapat pecah
, organisme masuk kedalam retina , dan proses inflamasi terulang kembali . Jika lesi klinis aktif
muncul, penyembuhan terjadi di bekas luka retinochoroidal . Kista sering tetap aktif di dalam
atau berdekatan dengan bekas luka tersebut.
Retinochoroiditis biasanya terjadi akibat reaktivasi infeksi kongenital, walaupun kasus
telah dicatat yang merupakan bagian dari infeksi akut (Phan,2008).
Parasit toxoplasma jarang diidentifikasi dalam sampel aqueous humor dari pasien dengan
toksoplasmosis ocular aktif. Hal ini menunjukkan bahwa proliferasi parasit hanya terjadi selama
fase awal infeksi dan kerusakan retina yang mungkin disebabkan oleh respon inflamasi
selanjutnya (Villard,2003).
Ada 5 hipotesis yang berkaitan dengan proses inflamasi toksoplasmosis okular, sebagai
berikut (Latkny,2007) :

Infeksi dan respon inflamasi setelah kista pecah spontan.


Mediator toxic parasit dibebaskan dari T gondii.
Efek litik mediator inflamasi.
Delayed-type reaksi hipersensitivitas terhadap antigen T gondii.
Imunitas seluler terhadap antigen retina.

2.4 Patofisiologi

Pada infeksi akut diretina ditemukan reaksi peradangan fokal dengan edema dan infiltrasi
leukosit yang dapat menyebabkan kerusakan total pada proses penyembuhan menjadi parut
(sikatriks) dengan atrofi retina dan koroid, disertai pigmentasi (Hendra Utama,2011)
Sebagian toksoplasmosis sistemik akut pada host yang normal cenderung subklinis, tetapi
beberapa dapat timbul dengan gejala seperti flu ringan. Jika parasit mencapai mata dan
menghasilkan fokus peradangan, lesi berkembang ke retinitis dan melibatkan koroid sekunder.
Respon imun dari host muncul untuk menginduksi konversi bentuk parasit, dari takizoit ke
bradyzoites dan encystment. Kista dapat tetap aktif di bekas luka atau di sekitarnya untuk waktu
yang lama . Namun, ketika kista pecah dengan pelepasan organisme ke dalam retina sekitarnya ,
retinitis dapat terjadi infeksi kembali (Brzin,1993).
Dilaporkan bahwa T. gondii ditemukan di dalam darah perifer pasien akut dan kronis
yang terinfeksi ditemukannya retinochoroiditis toksoplasma . Hal ini menunjukkan bahwa parasit
dapat beredar dalam darah individu yang imunokompeten dan parasitemia , sehingga dapat
dikaitkan dengan reaktivasi penyakit mata. Beberapa studi telah menemukan rute yang mungkin
untuk menjadi jalan infeksi dari otak ke mata melalui saraf optic, Namun sekarang infeksi mata
yang paling mungkin dimediasi melalui aliran darah (Park YH,2013).

2.5 Epidemiologi

Prevalensi tidak diketahui tetapi diduga bahwa ada sebagian besar wanita asimtomatik
usia subur yang seropositif untuk infeksi toksoplasmosis, banyak kasus toxoplasma
chorioretinitis dianggap reaktivasi infeksi prenatal . Hal ini biasanya terjadi antara usia 10 dan 35
dan dapat terjadi secara spontan . Di beberapa negara, bisa mencapai 50 % dari semua kasus
posterior uveitis yang disebabkan toksoplasmosis (Commodaro,2009).
Keadaan toksoplasmosis di suatu daerah dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti
kebiasaan makan daging kurang matang, adanya kucing yang dipelihara sebagai binatang
kesayangan, tikus dan burung sebagai hospes perantara yang merupakan binatang buruan kucing
dan adanya vektor seperti lipas atau lalat yang dapat memindahkan ookista dari tinja kucing ke
makanan (Hendra Utama,2011).
Perlu dicatat bahwa toksoplasmosis okular mungkin mempunyai gambaran sama, atau
lebih umum daripada bentuk kongenital (Stanford,2006), tetapi pada kasus kongenital cenderung
dengan gambaran penyakit yang lebih parah (Delair,2008).

2.6 Manifestasi Klinis


9

Klasifikasi Toxoplasmosis ( Hendra Utama,2011)


Toxoplasmosis Akuisita
Infeksi pada orang dewasa biasanya tidak diketahui oleh karena jarang menimbulkan
gejala (asimtomatik). Bila seorang ibu hamil mendapatkan infeksi primer maka ia dapat
melahirkan anak dengan toksoplasmosis kongenital.

Manifestasi klinis yang paling sering

dijumpai pada toksoplasmosis akuisita akut adalah limfodenofati ( servikal, supraklavikular,


axial, inguinal, dan oksipital), rasa lelah, demam, nyeri otot dan rasa sakit kepala. Gejalanya
mirip mononukleosis infeksiosa. Sekali-kali dapat dijumpai eksantem. Retinokoroiditis jarang
dijumpai pada toksoplasma akuisita. Retinokoroiditis pada pubertas dan dewasa sebagai
kelanjutan infeksi kongenital mungkin reaktivasi infeksi laten.
Toxoplasmosis Kongenital
Gambaran klinis toksoplasmosis kongenital dapat bermacam macam antara lain
prematuritas, retardasi pertumbuhan intrauterin, postmaturitas, retinokoroiditis, strabismus,
kebutaan, retardasi psikomotor, mikrosefakus atau hidrosepalus, kejang hipotonus, ikterus,
anemia dan hepatosplenomegali.

Toksoplasmosis okular mungkin asimtomatik pada anak-anak. Anak-anak yang mampu


menyuarakan mungkin mengeluh penglihatan menurun atau sakit mata, sementara orang tua
10

dapat ditandai dengan leukocoria atau strabismus. Dalam beberapa kasus muncul dengan floaters
, terkait dengan visi penglihatan yang berubah.

Ditandai dengan

infeksi klasik , yaitu :

necrotizing retinitis atau retinochoroiditis berdekatan dengan bekas luka chorioretinal yang
bervariasi dan berpigmen. Deskripsi dari manifestasi atipikal berlimpah , tetapi kasus ini
dianggap mewakili dasarnya penyakit yang sama berkaitan dengan patogenesis dan manajemen
(Holland,2004).
Fokus retinitis adalah ketebalan biasanya penuh, meskipun keterlibatan terbatas baik
retina dalam atau luar. Tergantung pada ukuran dan ketebalan retina yang terlihat , yang terdapat
pada bagian atas vitreous dan yg terletak di bawah koroid adalah variabel yang terlibat . Besar
ketebalan penuh lesi cenderung mengakibatkan vitritis yang lebih parah, dan bisa menimbukan '
lampu dalam kabut ' yang mrupakan tanda klasik pada kasus ini. Untuk resolusi retinochoroiditis
aktif spontan, dengan atau tanpa pengobatan, diharapkan dalam waktu 1 sampai 2 bulan pada
orang imunokompeten , sementara remisi tanpa pengobatan akan menjadi lebih parah pada
individu dengan acquired immunodeficiency syndrome ( AIDS )(Holland, 1996).
Sebuah atrofi akan menghasilkan jaringan parut retina. Jaringan parut ini sering terlihat
lebih kecil dari awalnya pada daerah retina , dan pigmentasi variabel dan atrofi choroidal
mungkin berhubungan dengan tingkat kerusakan epitel pigmen retina selama tahap aktif
(Holland,2004).

2.7 Diagnosis
11

Tes Serologi dapat menunjang diagnosis toksoplasmosis. IgG terhadap toxoplasma


biasanya muncul 1-2 minggu setelah infeksi dan biasanya menetap seumur hidup. IgM pada
penderita imunokompromais biasanya tidak terdeteksi. Tes yang sring digunakan adalah ELISA
untuk deteksi antibodi IgG dan IgM. Akhir- akhir ini dikembangkan PCR untuk deteksi DNA
parasit pada cairan tubuh dan jaringan. Dengan tehnik ini dapat dibuat diagnosis dini yang cepat
tepat untuk toksoplasmosis kongenital prenatal dan postnatal sera infeksi toksoplasmosis akut
pada ibu hamil dan penderita imunokompromais (Hendra Utama,2011).

12

2.8 Tatalaksana
Pengobatan yang paling sering digunakan dan sukses adalah kombinasi sulfadiazine dan
pirimetamin dan asam folinat . Klindamisin dapat digunakan sebagai pilihan alternatif pada
pasien toleran terhadap sulphonamide . Pengobatan direkomendasikan untuk 4-6 minggu setelah
resolusi semua tanda dan gejala ( kadang-kadang selama beberapa bulan

atau lebih )

,Trimethoprim / sulfamethoxazole tampaknya setara dengan sulfadiazin / pirimetamin pada


pasien yang terinfeksi HIV .
Pirimentamin dan sulfonamid bekerja secara sinergistik , maka dipakai sebagai kombinasi
selama 3 minggu atau sebulan.

Peritamin menekan hemopoiesis dan dapat menyebabkan

trombositopenia dan leukopenia. Untuk mencegah efek samping, dapat ditambahkan asam folinat
atau ragi. Pirimetamin bersifat teratogenik, maka obat ini tidak dianjurkan untuk ibu hamil.
Pirimetamin diberikan dengan dosis 50 mg sampai 75 mg sehari untuk dewasa selama 3
hari kemuadian di kurangi menjadi 25 mg

sehari (0,5-1mg/kg berat badan/ hari) selama

beberapa minggu pada penyakit berat. Asam folinat (leucivorin) diberikan 2-4 mg sehari atau
dapat diberikan ragi roti 5-10g sehari, 2 kali seminggu. Sulfonamid dapat menyebabkan
tromositopenia dan hematuria, diberikan dengan dosis 50-100mg/kg berat badan/hari selama
beberapa minggu atau bulan. Spiramisin adalah antibiotik macrolide, yang tidak menembus
plasenta , tetapi ditemukan dengan konsentrasi tinggi di plasenta. Spiramisin diberikan diberikan
dengan dosis 100mg/kg berat badan/hari selama 30-45 hari. Obat ini dapat diberikan pada ibu
hamil yang mendapat infeksi primer sebagai obat profilatik untuk mencegah T.gondii ke janin
dalam kandungannya. Obat ini diberikan sampai aterm atau sampai janin terbukti terinfeksi
toxoplasma. Bila janin terbukti terinfeksi maka pengobatan yang diberikan adalah pirimetamin,
sulfonamit dan asam folinat dan diberikan setelah kehamilan 12 minggu atau 18 minggu
( Hendra Utama,2011).

Daftar Pustaka
13

- Brzin AP, Kasner L, Thulliez P, Li Q, Daffos F, Nussenblatt RB, Chan CC. 1993 Ocular
toxoplasmosis in the fetus. Immunohistochemistry analysis and DNA amplification. Retina 1993;
14: 19-26.
-Charles

Kipp. 1909 Hemorrhagic Central Chorioretinitis in Non-myopic Eyes: A Clinical

Contribution. Trans. Am. Ophthalmol. Soc., 12, 1909, (Pt 1), 250-266.
-Commodaro AG, Belfort RN, Rizzo LV, et al. 2009 Ocular toxoplasmosis: an update and review
of the literature. Mem Inst Oswaldo Cruz. 2009 Mar;104(2):345-50.
- Harper TW, Miller D, Schiffman JC, Davis JL.2009 Polymerasechain reaction analysis of
aqueous and vitreousspecimens in the diagnosis of posterior segment infectious uveitis. Am J
Ophthalmol 2009; 147: 1407 e2.
-Hendra Utama. 2011 Buku Ajar Parasitologi Kedokteran 4th ed. FKUI . Jakarta
-Holland GN, OConnor GR, Belfort Junior R, Remington JS. Toxoplasmosis. In: JS Pepose, GN
Holland, KR Wilhelmus, ed. 1996 Ocular Infection & Immunity. St. Louis: Mosby, 1183223.
-Holland GN. 2004 Ocular toxoplasmosis: a global reassessment. Part II: disease manifestations
and management. Am J Ophthalmol 2004; 137: 117.
-Khurana AK. 2007 Comprehensive Ophtlamology 4th ed. New Age International. New Delhi.
- Latkany P. 2007 Ocular Disease Due to Toxoplasma gondii. In: Weiss LM, Kim K, eds.
Toxoplasma gondii the Model Apicomplexan: Perspectives and Methods. London, United
Kingdom: Academic Press; 2007:101-31.
-Manfred Zierhut. 2005 Journal of the Uveitis : Ocular Toxoplasmosis. Deutchse
Arbeitsgemeinschaft e.V.
-Mirza A et al. 2009 Chorioretinitis. eMedicine.
- Nagineni CN, Detrick B, Hooks JJ. 2006 Toxoplasma gondii infection induces gene expression
and secretion of interleukin 1 (IL-1), IL-6, granulocyte-macrophage colony-stimulating factor,
and intercellular adhesion molecule 1 by human retinal pigment epithelial cells. Infect Immun.
Jan 2000;68(1):407-10.
- Phan L, Kasza K, Jalbrzikowski J, Noble AG, Latkany P, Kuo A, et al. 2008 Longitudinal
study of new eye lesions in children with toxoplasmosis who were not treated during the first
year of life. Am J Ophthalmol. Sep 2008;146(3):375-384
-Talabani H, Mergey T, Yera H. Et al. 2010 Factors of Occurrence of Ocular Toxoplasmosis.
14

-Vaughan, Asbury.2008 General Ophtalmology 17th ed. The McGraw-Hill Companies Inc. New
york
- Villard O, Filisetti D, Roch-Deries F, Garweg J, Flament J, Candolfi E. 2003 Comparison of
enzyme-linked immunosorbent assay, immunoblotting, and PCR for diagnosis of toxoplasmic
chorioretinitis. J Clin Microbiol. Aug 2003;41(8):3537-41.
-Park YH. 2013 Clinical Features and Treatment of Ocular Toxoplasmosis. Korean J Parasitol
Vol. 51st, No. 4th: 393-399, August 2013.

15

Vous aimerez peut-être aussi