Vous êtes sur la page 1sur 4

AKAD MUDHARABAH

Pengertian Akad Mudharabah


Mudharabah berasal dari kata adhdharby fl ardhi yaitu berpergian untuk usaha dagang.
Disebut juga qiradh yang berasal dari kata alqardhu yang berarti potongan, karena pemilik
memotong sebagaian hartanya untuk diperdagangkan dan memperoleh sebagain keuntungan.
PSAK 105 mendefinisikan mudharabah sebagai akad kerja sama usaha antara dua
pihak dimana pihak pertama (pemilik dana/shahibul maal) menyediakan seluruh dana
sedangkan pihak kedua (pengelola dana/mudharib) bertindak selaku pengelola, dan
keuntungan dibagi diantara mereka sesuai kesepakatan sedangkan kerugian finansial hanya di
tanggung oleh pemilik dana. Kerugian akan di tanggung oleh pemilik dana sepanjang
kerugian itu tidak diakibatkan oleh kelalaian pengelola dana, apabila kerugian yang terjadi
diakibatkan oleh kalangan pengelola dana maka kerugian ini akan ditanggung oleh pengelola
dana. PSAK 105 per 18 memberikan beberapa contoh bentuk kelalaian pengelola dana yaitu:
persyaratan yang ditentukan didalam akad tidak dipenuhi, tidak terdapat kondisi diluar
kemampuan (force majeur) yang lazim dan / yang telah ditentukan dalam akad, atau
merupakan hasil keputusan dari industri yang berwenang.
Akad mudharabah merupakan suatu transaksi investasi yang berdasarkan
kepercayaan. Kepercayaan merupakan unsur terpenting dalam akad mudharabah, yaitu
kepercayaan dari pemilik dana kepada pengelola dana. Oleh karena kepercayaan merupakan
unsur terpenting, maka mudharabah dalam istilah bahasa inggris disebut trust financing.
Pemilik dana yang merupakan investor disebut beneficial ownership atau sleeping patner, dan
pengelola dana disebut managing trustee atau labour patner
Kepercayaan ini perting dalam akad mudharabah karena pemilik dana tidak boleh ikut
campur didalam manajemen perussahaan atau proyek yang dibiayai dengan dana dari pemilik
dana tersebut, kecuali sebatas memberikan saran-saran dan melakukan pengawasan pada
pengelola dana. Apabila usaha tersebut mengalami kegagalan dan terjadi kerugian yang
mengakibatkan sebagaian atau bahkan seluruh modal yang ditanam oleh pemilik dana habis.
Maka yang menanggung kerugian keuangan hanya pemilik dana. Sedangkan pengelola dana
sama sekali tidak menanggung atau tidak harus mengganti kerugiaan atas modal yang hilang,
kecuali kerugiaan tersebut terjadi sebagai akibat kesengajaan, kelalaian, atau pelanggaran
akad yang dilakukan oleh pengelola dana. Pengelola dana hanya menganggung kehilangan
atau resiko berupa waktu, pikiran dan jeri payah yang telah dicurahkannnya selama
mengelola proyek atau usaha tersebut, serta kehilangan kesempatan untuk memperoleh
sebagaian dari pembagian keuntungan sesuaidengan yang telah ditetapkan dalam perjanjian
mudharabah.
Dari perjanjian diatas, dalam transaksi mudharabah antara pemilik dana dan pengelola
dana ada pembagian resiko, dimana berbagi resiko merupakan salah satu prinsip sistem
keuangan syariah. Berbagi resiko dalam hal terjadi kerugian dimana pemilik dana akan

mengnggung resiko finansial sedangkan pengelola dana akan memiliki resiko nonfinansial.
Hal ini selaras dengan hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Ali r.a:
Pungutan itu tergantung pada kekayaan. Sedangkan laba tergantung pada yang mereka
sepakati bersama
Dalam mudharabah, pemilik dana tidak boleh mensyaratkan sejumlah tertentu untuk
bagiannya karena dapat dipersamakan dengan riba yaitu meminta kelebihan atau imbalan
tanpa ada faktor penyeimbangan (iwad) yang diperbolehkan syariah (lihat bab 4). Misalnya,
ia memberi modal sebesar Rp 100 juga dan ia menyatakan setiap bulan mendapat Rp 5 juta.
Dalam mudharabah, pembagian keuntungan harus dalam bentuk persentase/nisbah, misalnya
70:30, 70% untuk pengelola dana dan 30% untuk pemilik dana. Sehingga besarnya
keuntungan yang diterima tergantung pada laba yang dihasilkan.
Keuntungan yang di bagikan pun tidak boleh menggunakan nilai proyek (predictive
value) akan tetap harus menggunakan nilai realisasi keuntungan, yang mengacu pada laporan
hasil usaha yang secara periodik disusun oleh pengelola dana dan diserahkan pada pemilik
dana.
Pada prinsipnya dalam mudharabah tidak boleh ada jaminanatas modal, namun
demikian agar pengelola dana tidak melakukan penyimpangan, pemilik dana dapat meminta
jaminan dari pengelola dana atau pihak ketiga. Tentu saja jaminan ini hanya dapat dicairkan
apabila pengelola dana terbukti melakukan kesalahan yang disengaja, lalai atau melakukan
pelanggaran terhadap hal-hal yang telah disepakati bersama dalam akad.
Dari penjelasan di atas dengan diberikan kewenangan sepenuhnya pengelola usaha
pada pengelola dana, dapat dikatakan akad mudharabah merupakan jenis investasi yang
mempunyai resiko tinggi. Risiko terhadap penggunaan modal, kesesuaian penggunaanya
dengan tujuan atau ketetapan yang telah disepakati yaitu untuk memaksimalkan keuntungan
kedua belah pihak. Terlebih lagi informasi usaha dipegang oleh pengelola dana dan pemilik
dana hanya mengetahui informasi secara terbatas. Sehingga sangat penting bagi pemilik dana
untuk mencari pengelola dan yang berakhlak mulia, dapat dipercaya, jujur, kompeten, dan
benar.
Hikmah dari sistem mudharabah adalah dapat memberi keringanan kepada manusia.
Terkadang ada sebagai orang yang memiliki harta, tetapi tidak mampu untuk membuatnya
menjadi produktif. Terkadang pula, ada orang yang tidak memiliki harta tetapi ia mempunyai
kemampuan untuk memproduktifkannya sehingga dengan akad mudharabah kedua belah
pihak dapat mengambil manfaat dari kerja sama yang terbentuk. Pemilik dana mendapatkan
manfaat dengan pengalaman pengelola dana, sedangkan pengelola dana dapat memperoleh
manfaat dengan harta sebagai modal. Dengan demikian, dapat tercipta kerja sama antar
modal dan kerja, sehingga dapat tercipta kemaslahatan dan kesejahteraan umat.
Agar tidak terjadi perselisihan di kemudian hari maka akad/kontrak/perjanjian
sebaiknya dituangkan secara tertulis dan dihadiri para aksi. Dalam perjanjian harus mencakup
berbagai aspek antara lain tujuan mudharabah, nisbah pembagian keuntungan, periode
pembagian keuntungan, biaya-biaya yang boelh dikurangkan dari pendapat, ketentuan

pengembalian modal, hal-hal yang dianggap sebagai kelalaian pengelola dana dan
sebagainya. Sehingga apabila terjadi hal yang tidak diinginkan atau terjadi persengketaan,
kedua belah pihak dapat merujuk pada kontrak yang telah disepakati bersama.
Apabila terjadi perselisihan diantara dua belah pihak maka dapat diselesaikan secara
musyawarah oleh mereka berdua atau melalui badan arbitrase syariah
Usaha mudharabah dianggap mulai berjalan sejak dana atau modal usaha mudharabah
diterima oleh pengelola dana (PSAK 105 per 16). Sedangkan pengembalian dana
mudharabah dapat dilakukan secara bertahap bersamaan dengan distribusi bagi hasil atau
secara total pada saat akad mudharabah berakhir, sesuai kesepakatan pemilik dana dan
pengelola dana.
Jenis Akad Mudharabah
Dalam PSAK, mudharabah diklasifikasikan ke dalam 3 (tiga) jenis yaitu mudharabah
muthalaqah, mudharabah muqayyadah, dan mudharabah musytarakah.
Berikut adalah pengertian masing-masing jenis mudharabah
1. Mudharabah Muthlagah adalah mudharabah dimana pemilik dana memberikan
kebebasan kepada pengelola dana dalam pengeloaan investasinya. Mudharabah ini
disebut juga investasi tidak terikat.
Jenis mudharabaha ini tidak detentukan masa berlakunya, di daerah mana usaha
tersebut akan dilakukan, tidak ditentukan line of trade, line of industry, atau line of
service yang akan dikerjakan. Namun kebebasan ini bukan kebebasan yang tak
terbatas sama sekali. Modal yang ditanamkan tetap tidak boleh digunakan untuk
membiayai proyek atau investasi yang dilarang oleh islam seperti untuk spekulasi,
perdagangan minuman keras (sekalipun memperoleh izin dari pemerintah),
peternakan babi, atau pun berkaitan dengan riba dan lain sebagainya. Dalam
mudharabah muthlaqah, pengelola dana memiliki kewenangan untuk melakuka apa
saja dalam pelaksanaan bisnis bagi keberhasilan tujuan mudharabah itu. Namun,
apabila ternyata pengelola dana melakukan kelalaian atau kecurangan, maka
pengelola dana maka harus bertanggung jawab atas konsekuensi-konsekuensi yang
ditimbulkannya. Sedangkan apabila terjadi kerugian atas usaha itu, yang bukan karena
kelalaian dan kecurangan pengelola dana maka kerugian itu akan ditanggung oleh
pemilik dana.
2. Mudharabah Muqayyadah adalah mudharabaha dimana pemilik daa memberikan
batasan kepada pengelola antara lain mengenai dana, lokasi,cara, dan/atau objek
investasi atau sektor usaha. Misalnya, tidak mencampurkan dana yang dimiliki oleh
pemilik dana dengan dana lainnya, tidak menginvestasikan dananya pada transaksi
penjualan cicilan tanpa penjamin atau mengharuskan pengelola dana untuk
melakukan investasi sendiri tanpa melalui pihak ketiga, (PSAK per 07). Mudharabah
jenis ini disebut juga investasi terikat

Apabila pengelola dana bertindak bertentangan dengan syarat-syarat yang diberikan


oleh pemilik dana. Maka pengelola dana harus bertanggung jawab atas konsekuensikonsekuensi yang ditimbulkannya, termasuk konsekuensi keuangan.
3. Mudharabah Musytarakah adalah mudharabah dimana pengelola dana menyerahkan
modal atau dananya dalam kerja sama investasi.
Diawal kerja sama, akad yang disepakati adalah akad mudharabah dengan modal
100% dari pemilik dana, setelah berjalanya operasi usaha dengan pertimbangan
tertentu dan kesepakatan dengan pemilik dana, pengelola dana ikut menanamkan
modalnya dalam usaha tersebut jenis mudharabah seperti ini disebut mudharabah
musytarakah merupakan perpaduan antara akad mudharabah dan akad musyrakah.

Vous aimerez peut-être aussi