Vous êtes sur la page 1sur 10

BAB I

PENDAHULUAN
Neuropati diabetik merupakan komplikasi diabetes melitus jangka panjang yang
paling sering ditemukan serta menimbulkan morbiditas dan mortalitas tinggi pada penderita
diabetes. Bahkan saat ini telah diketahui juga bahwa neuropati diabetik dapat terjadi pada
kondisi gangguan toleransi glukosa dan sindrom metabolik tanpa adanya hiperglikemia.
Neuropati diabetik merupakan sekumpulan gejala klinis yang mempengaruhi berbagai
sistem saraf baik secara tunggal maupun bersama-sama. Gejala dan tanda klinis dapat
bersifat non-spesifik, tersembunyi dan berkembang secara lambat serta tidak terdeteksi atau
dapat bermanifestasi dengan gejala dan tanda klinis yang menyerupai penyakit lain. Karena
itu diagnosis neuropati diabetik didapat dengan menyingkirkan penyebab neuropati lainnya.
Masih minimnya pengetahuan mengenai neuropati diabetik mengakibatkan para
klinisi tidak segera mendiagnosisnya. Akibatnya penderita neuropati diabetik datang dalam
keadaan ulserasi kaki, gangren dan kelemahan anggota gerak. Neuropati diabetik
meningkatkan resiko amputasi sebesar 1.7 kali, 12 kali lipat bila ada deformitas dan 36 kali
lipat jika ada riwayat ulserasi sebelumnya. Neuropati diabetik juga menganggu kualitas hidup
penderita diabetes. Saat neuropati diabetik otonom ditegakkan maka kehidupan akan
berlangsung suram dan angka mortalitas akan mencapai 25% hingga 50% dalam waktu 5
hingga 10 tahun. Penatalaksanaan terpadu dalam mencegah kejadian neuropati diabetik
sangat diperlukan.
Tinjauan pustaka ini diharapkan dapat memperluas wawasan pengetahuan mengenai
neuropati diabetik sehingga dapat menegakkan diagnosis dini dan
melakukan
penatalaksanaan neuropati diabetik dengan tepat.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Neuropati Diabetik (ND) merupakan salah satu komplikasi kronis paling sering
ditemukan pada diabetes melitus (DM). Dalam konferensi Neuropati perifer pada Februari
1998 di San Antonio disebutkan bahwa ND adalah istilah descriptif yang menunjukan adanya
gangguan, baik klinis maupun subklinis, yang terjadi pada diabetes melitus tanpa penyebab
neuropati perifer yang lain. Gangguan neuropati ini termasuk manifestasi somatik dan atau
autonom dari sistem saraf perifer.
2.2 Epidemiologi
Epidemiologi dan perjalanan alamiah neuropati diabetik masih belum banyak
diketahui. Prevalensi neuropati diabetik meningkat sesuai usia dan lebih sering dijumpai pada
pasien diabetes melitus tipe 2 dibandingkan diabetes melitus tipe 1. Prevalensi tertinggi
neuropati diabetik terjadi pada penderita diabetes lebih dari 25 tahun.
Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa prevalensi neuropati diperkirakan yaitu sebesar
30% dari semua pasien rawat inap. Sementara pada sampel populasi hampir mendekati 20%.
Prevalensi neuropati diabetik pada usia lanjut sekitar 50%, bervariasi dari 14% hingga 63%
tergantung pada tipe populasi yang dipelajari dan kriteria yang digunakan untuk definisi
neuropati diabetik
Prevalensi keseluruhan neuropati diabetik perifer pada National Health and Nutrition
Examination Survey (NHANES) sebesar 14.8% yang lebih dari tiga perempat di antaranya
asimptomatik. Ziegler dan kawan-kawan mendapatkan prevalensi neuropati otonom diabetik
sebesar 16.8% pada penderita DM tipe 1 dan 22.1% pada penderita DM tipe 2. Penelitian
diabetes multisenter di Perancis menemukan hampir 25% penderita memiliki gejala neuropati
otonom diabetic.
2.3 Patogenesis
1. Faktor Metabolik (Jalur Poliol)
Proses terjadinya ND berawal dari Hiperglikemia yang berkepanjangan.
Hiperglikemia persisten menyebabkan aktivitas jalur poliol meningkat, yaitu terjadi
2

aktivasi enzim aldose-reduktase yang merubah glukosa menjadi Sorbitol,yang


kemudian diubah menjadi Fruktosa. Akumulasi sorbitol dan fruktosa yang berlebihan
menyebabkan keadaan hipertonik intraseluler sehingga menyebabkan udem saraf.
Selain itu reaksi jalur poliol ini juga menyebabkan turunnya persediaan NADPH saraf
yang merupakan kofaktor penting dalam menangkal radikal bebas dan produksi Nitric
Oxide (NO).
2.Kelainan Vaskular
Hiperglikemia persisten merangsang produksi radikal bebas oksidatif yang
disebut

Reactive oxygen species (ROS). Radikal bebas ini membuat kerusakan

endotel pembuluh darah yang berefek terhadap pengurangan vasodilatasi vascular


sehingga aliran darah kesaraf menurun, lalu terjadilah ND.
3.Peran Nerve Growt Factor (NGF)
NGF diperlukan untuk mempercepat dan mempertahankan pertumbuhan saraf.
Pada penyandang diabetes, kadar NGF cendrung menurun.
2.4 Klasifikasi ND
1.Neuropati Simetris
a. Neuropati diabetik perifer
Neuropati diabetik perifer merupakan sindrom neuropati yang paling umum
ditemukan. Secara klinis didapatkan kehilangan sensoris pola length-related dengan
bermula dari jari kaki dan meluas ke telapak kaki dan tungkai dalam distribusi kaus
kaki.

Gambar 1. Distribusi sarung tangan dan kaus kaki pada neuropati diabetik
perifer.
B. Neuropati otonom
3

Jenis neuropati ini mengenai saraf yang mengontrol jantung, tekanan darah
dan kadar gula darah. Selain itu mengenai organ dalam yang menyebabkan gangguan
pada pencernaan, miksi, respon seksual dan penglihatan.
1.Sistem pencernaan
Kerusakan saraf pada saluran pencernaan biasanya menyebabkan konstipasi.
Selain itu dapat juga menyebabkan hilangnya motilitas dan pengosongan lambung
yang terlalu lambat sehingga menimbulkan gastroparesis. Gastroparesis berat
menyebabkan nausea dan muntah persisten, sendawa dan tidak nafsu makan.
Gastroparesis juga menyebabkan fluktuasi gula darah akibat pencernaan
makanan abnormal. Kerusakan esofagus dapat juga menimbulkan kesukaran menelan,
sedangkan akibat gangguan pada usus dapat timbul konstipasi bergantian dengan
diare yang sering tidak terkonrol terutama pada malam hari dan keseluruhan
menimbulkan penurunan berat badan.
2.Sistem kardiovaskuler
Jantung dan sistem sirkulasi merupakan bagian dari sistem kardiovaskuler
untuk

mengontrol

sirkulasi

darah.

Kerusakan

saraf

otonom

pada

sistem

kardiovaskuler menganggu kemampuan tubuh untuk mengatur tekanan darah dan


denyut jantung sehingga timbul hipotensi postural setelah duduk atau berdiri dan
pasien akan merasakan kepala yang ringan, melayang atau bahkan terjadi sinkop.
Kerusakan saraf otonom yang mengatur denyut jantung dapat menyebabkan denyut
jantung takikardi sebagai respon terhadap fungsi tubuh saat normal dan latihan.
3.Kelenjar keringat
Neuropati otonom dapat mengenai saraf yang mengatur kelenjar keringat
sehingga tubuh tidak dapat mengatur suhu dengan baik dan biasanya timbul keringat
berlebihan saat makan dan malam hari. Jika hal ini didapatkan maka gejala biasanya
akan menetap. Anhidrosis kaki akibat denervasi simpatis merupakan faktor kontribusi
terjadinya kaki diabetik karena kulit kering dan mudah tergores.
4.Mata
Neuropati otonom juga bisa menyebabkan gangguan pada pupil sehingga
menjadi kurang responsif terhadap cahaya dan mengalami penglihatan yang kurang

jelas bila cahaya dinyalakan mendadak pada kamar yang gelap atau mengalami
kesukaran mengemudikan kendaraan pada malam hari.
5.Traktus urinarius dan organ seks
Neuropati otonom seringkali mempengaruhi organ yang mengontrol miksi dan
fungsi seksual. Kerusakan saraf menghalangi pengosongan sempurna kandung kemih
dan menimbulkan retensio urin sehingga bakteri dapat tumbuh dalam kandung kemih
dan ginjal akibatnya sering terjadi infeksi pada traktus urinarius. Selain itu dapat juga
terjadi inkontinensia urin karena pasien tidak dapat merasakan kapan kandung kemih
penuh dan tidak dapat mengontrol otot-otot untuk miksi. Neuropati otonom dapat
mengurangi respon seksual pada pria dan wanita. Pria akan mengalami gangguan
ereksi atau bisa mencapai klimaks seksual tanpa ejakulasi sedangkan pada wanita
akan mengalami kesukaran lubrikasi dan orgasme.
2.Neuropati asimetris
Neuropati asimetris atau neuropati fokal adalah komplikasi yang sudah
dikenal pada komplikasi diabetes. Biasanya onsetnya cepat dan cepat pula sembuh.
Hal ini berbeda dengan neuropati diabetik perifer kronis, dimana tidak ada perbaikan
atas gejala pada beberapa tahun setelah onset.
a. Amiotrofi diabetik (neuropati motorik proksimal)
Sindrom dari kelemahan dan atropi tungkai asimetris proksimal progresif
pertama kali digambarkan oleh Garland sebagai amiotrofi diabetik. Istilah ini juga
dikenal sebagai neuropati motorik proksimal, neuropati diabetik lumbosakral
radikulopleksus atau neuropati femoral. Penderita merasakan nyeri yang berat pada
paha bagian dalam, kadang dirasakan seperti terbakar dan meluas sampai ke lutut.
Penderita diabetes melitus tipe 2 diatas usia 50 tahun sering terkena.
Pada pemeriksaan ditemukan kerusakan otot quadriceps ditandai kelemahan
fungsi kelompok otot ini meskipun otot fleksor dan abduktor panggul dapat juga
terpengaruh. Adductor paha, gluteus, dan otot hamstring juga terkait. Gerakan lutut
biasanya berkurang atau tidak ada. Kelemahan dapat berakibat pada kesulitan untuk
bangkit dari kursi yang randah atau menaiki tangga. Gangguan sensorik jarang terjadi
dan jika ada biasanya bersamaan dengan neuropati diabetik perifer.

b. Mononeuropati kranial
5

Mononeuropati kranial yang paling sering ditemukan adalah kelumpuhan saraf


ketiga kranial. Pasien datang dengan nyeri tiba-tiba di belakang dan atas mata
mendahului ptosis dan diplopia. Proses penyembuhan memerlukan waktu lebih dari
tiga bulan.
c. Radikulopati trunkal
Radikulopati trunkal atau neuropati torakoabdominal pada penderita diabetes
ditandai dengan onset nyeri akut pada distribusi dermatomal di atas toraks atau
abdomen diikuti gangguan sensoris kutaneus atau hiperestesi. Nyeri biasanya
unilateral dan herniasi otot abdomen dapat terjadi walaupun jarang.
d. Pressure palsies

Sindrom Carpal Tunnel

Beberapa saraf penderita diabetes rentan terhadap tekanan pada diabetes. Pasien
biasanya mengeluh nyeri dan parestesi pada tangan yang kadang menyebar ke seluruh
lengan khususnya pada malam hari. Pada kasus yang berat pemeriksaan klinis dapat
menunjukkan berkurangnya sensasi daerah tengah tangan dan kerusakan pada otot
thenar.
Diagnosis klinis dikonfirmasi dengan mudah menggunakan pemeriksaan
konduksi saraf medianus dan penatalaksanaan melibatkan pembedahan dekompresi
pada carpel tunnel di bagian pergelangan tangan. Respons atas pembedahan biasanya
bagus, meskipun gejala nyeri sering berulang dibandingkan

pasien yang tidak

diabetes.

Entrapment saraf ulnaris dan saraf terisolir lainnya

Saraf ulnaris juga rentan terhadap tekanan pada siku, berakibat pada kerusakan
dorsal interossei khususnya pada dorsal interosseous yang pertama. Pada anggota
tubuh bagian bawah, peroneal (lateral popliteal) adalah saraf yang paling sering
terkena. Kompresi pada kepala fibula yang menyebabkan foot drop. Sayangnya
penyembuhan secara menyeluruh jarang terjadi. Saraf lateral kutaneus pada paha
biasanya juga terkena akibat entrapment neuropati diabetik..

2.5 Diagnosa
6

a. Anamnesis
Melalui anamnesis dapat dicari keluhan atau gejala yang berhubungan
dengan neuropati diabetik seperti :

Gangguan sensorik, gejala negatif muncul berupa rasa kebas, rasa geli, seperti
memakai sarung tangan, sering menyerang distal anggota gerak, terutama
anggota gerak bawah. Rasa nyeri dapat timbul bersama-sama atau tanpa gejala
di atas.

Penilaian nyeri merupakan aspek penting dalam menentukan diagnosis nyeri


neuropati diabetik. Pada tahap awal diperlukan riwayat nyeri, lokasi nyeri,
kualitas nyeri, distribusi nyeri, bagaimana pengaruh terhadap rabaan atau
sentuhan, faktor yang meringankan atau memperberat. Pasien dapat memberi
keluhan lebih dari satu tipe nyeri, riwayat nyeri dapat membantu penderita
untuk mengumpulkan keterangan mengenai nyeri apakah tipe neuropati atau
nosiseptif yaitu terjadinya nyeri yang merupakan respon dari aktivitas reseptor
nyeri terhadap stimulus noksisous.

Gangguan motorik dapat berupa gangguan koordinasi, parese proksimal dan


atau distal, manifestasinya berupa sulit naik tangga, sulit bangkit dari kursi
atau lantai, sering terjatuh, sulit bekerja atau mengangkat lengan ke atas bahu,
gerakan halus tangan terganggu, mudah tersandung, kedua kaki mudah
bertabrakan.

Gejala otonom berupa gangguan berkeringat, perasaan melayang pada posisi


berdiri, sinkop saat buang air besar, batuk atau bersin, impotensi, sulit
ejakulasi, ejakulasi retrograde, sulit menahan buang air besar atau kecil, diare
saat malam hari, konstipasi, gangguan adaptasi dalam gelap dan terang.

b.Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pada pasien neuropati diabetik dilakukan pada
semua sistem tubuh, berkaitan dengan komplikasi yang mungkin terjadi pada
DM. termasuk pemeriksaan tekanan darah dan denyut jantung. Pasien dengan
gejala atau tanda gangguan pada ekstremitas perlu dilakukan pemeriksaan
bising dan denyut nadi perifer karena ada kemungkinan terjadi gangguan
vaskuler oklusif. Bila ada keluhan lapang pandang dilakukan pemeriksaan

oftalmologi. Pemeriksaan kulit dilakukan terutama pada daerah kaki, apakah


ada luka yang sembuhnya lambat atau ulkus.
Pemeriksaan neurologi mencakup pemeriksaan saraf kranial, tonus
otot, kekuatan, adanya fasikulasi, atrofi, pemeriksaan refleks tendon dalam
patella dan Achilles. Observasi mengenai cara berjalan, berjalan di tempat,
berjalan dengan jari kaki dan tumit. Pemeriksaan sensorik dilakukan dengan
pemeriksaan vibrasi, temperatur, raba dan pemeriksaan propioseptif.
3. Pemeriksaan penunjang

Laboratorium
Semua pasien dengan neuropati diabetik harus dilakukan pemeriksaan
gula darah, urinalisis, kadar HbA1c, kolesterol total, kolesterol HDL dan LDL,
trigliserida, asam urat, serta pemeriksaan lain bila ada indikasi seperti
elektrolit, hitung jenis sel darah, serum protein elektroforesis, vitamin B12,
folat, keratin kinase, laju endap darah, antibodi antinuclear, fungsi tiroid dan
elektrokardiografi.
2.5 Diagnosa Banding
a.Mielopati
b.Claudicatio Intermitten
c.Sindrom Guillen-Barre
d.Neuralgia post Herpetik
2.6 Pengobatan
Strategi pengelolaan pasien DM dengan keluahan Neuropati Diabetic
dibagi dalam 3 bagian, yaitu mendiagnosis ND sedini mungkin, pengendalian
kadar gula darah, dan perawatan kaki sebaik-baiknya.
a.Perawatan Umum/Kaki
Jaga kebersihan kulit, hindari trauma kaki seperti sepatu yang sempit.
Cegah trauma berulang pada neuropati kompresi.
b.Pengendalian Glukosa darah
Dapat dilakukan berbagai usaha untuk mengontrol kadar gula garah
seperti Diet Karbohidrat, olahraga teratur, dan penggunaan obat-obatan untuk
mengendalikan glukosa darah.

c.Terapi Medikametosa
Hal ini ditujukan untuk mengurangi dan mencegah timbulnya
komplikasi yang lebih lanjut. Dapat digunakan beberapa obat yaitu :
Golongan aldose-reduktase inhibitor yang mampu menghambat
penimbunan sorbitol dan fruktosa , Sorbinil 400mg/Hari.
Pemberian Neurotropin.
Pedoman pengelolaan ND dengan nyeri yang dianjurkan adalah :
NSAID , ibuprofen 600mg 4x1.
Antidepresan trisiklik, amitriptilin 50-150mg malam hari.
d.Edukasi
2.8 Prognosa
Apabila dapat didiagnosa sedini mungkin dan mendapatkan terapi
kontrol gula darah yang sesuai akan mengurangi resiko untuk
amputasi.Sebaliknya apabila penanganan terlambat dan sudah berlangsung
kronis maka prognosanya akan semakin memburuk

BAB III
KESIMPULAN
Neuropati diabetik merupakan salah satu komplikasi kronik DM
dengan prevalensi dan manifestasi klinis amat bervariasi. Dari 3 faktor
(Metabolik, Vaskular, dan NGF) yang berperan pada mekanisme patogenik
ND, hiperglikemia berkepanjangan sebagai komponen faktor metabolik
merupakan dasar utama patogenesis ND.
Oleh karena itu, dalam pencegahan dan pengelolaan ND pada pasien
DM, yang penting adalah diagnosis diikuti pengendalian glukosa darah dan
perawatan kaki sebaik baiknya. Usaha untuk mengatasi keluhan nyeri
umumnya bersifat simtomatis.Pendekatan nonfarmakologi termasuk edukasi
merupakan hal yang penting mengingat kesembuhan total sangat sulit untuk
dicapai.

10

Vous aimerez peut-être aussi