Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Tutor:
dr. Ngatwanto, Sp.P
Oleh:
Titiyan Herbiyanto N.
G1A009084
Semba Anggen R.
G1A009085
Fariza Zumala L.
G1A009087
Dhyaksa Cahya P.
G1A009088
Kelompok F
JURUSAN KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2012
Oleh :
Titiyan Herbiyanto N.
G1A009084
Semba Anggen R.
G1A009085
Fariza Zumala L.
G1A009087
Dhyaksa Cahya P.
G1A009088
Disetujui
Pada tanggal, 23 Desember 2012
Pembimbing
Nama
Usia
Alamat
Agama
Tanggal Masuk Rumah Sakit
: Ny. AL
: 49 tahun
: Desa Panggang, Kec. Wangon - Banyumas
: Islam
: 20 Desember 2012
1. SUBJEKTIF (ANAMNESIS)
Keluhan Utama
Kesadaran
Vital sign
: TD
: 120/80 mmHg
RR
: 36,5C
Kepala
Bentuk dan ukuran
:normocephal
Mata
Telinga
Hidung
Mulut
Tenggorokan
Leher
Toraks
Paru
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
:tampak datar
Auskultasi
Perkusi
:timpani
Palpasi
Genitalia
:tidak dilakukan
Anus Rektum
:tidak dilakukan
Ekstremitas
Kulit
KGB
Pemeriksaan Penunjang
Belum dilakukan pemeriksaan penunjang
3. ASSESSMENT
Resume
Keluhan Utama
Pemeriksaan Fisik
Respiratory Rate
Mata
Thoraks
: konjungtiva anemis
: gerak dada kiri tertinggal saat bernafas,
kesan sulit bernafas, fremitus kanan lebih
kuat dibanding kiri, perkusi jantung kesan
cardiomegali, suara paru vesikuler, retraksi
Ekstremitas
suprasternal
: akral dingin
Diagnosis Banding
Cor Pulmonal Chronic
Congestive Heart Failure
Efusi pleura sinistra
Diagnosis Kerja
Curiga efusi pleura sinistra et causa congestive heart failure
4. PLAN
Rencana Diagnostik
1. Laboratorium darah rutin
2. Foto rontgen thoraks posisi AP
3. Elektrokardiografi (EKG)
4. Analisis gas darah (AGD)
5. Pemeriksaan sputum
Rencana Terapi
Medikamentosa
Infus RL D5% 12 tpm
Digoksin 3 x 0,25 mg
Ambroksol 3 x 30 mg
Non medikamentosa
Thoracosintesis
Diet makanan rendah garam, konsumsi garam sekitar 5 gram/hari
Edukasi mengenai pembatasan aktivitas, memperbanyak istirahat
Memberitahukan prognosis pasien:
Ad vitam
: dubia ad malam
I. PENDAHULUAN
Efusi pleura merupakan penyakit
Gagal jantung merupakan keadaan patofisiologik dimana jantung
sebagai
pompa
tidak
mampu
memenuhi
kebutuhan
darah
untuk
dan 700.000 diantaranya harus dirawat di rumah sakit per tahun. Faktor
risiko terjadinya gagal jantung yang paling sering adalah usia lanjut, 75 %
pasien yang dirawat dengan CHF berusia antara 65 dan 75 tahun. Terdapat 2
juta kunjungan pasien rawat jalan per tahun yang menderita CHF, biaya
yang dikeluarkan diperkirakan 10 miliar dollar per tahun. Faktor risiko
terpenting untuk CHF adalah penyakit arteri koroner dengan penyakit
jantung iskemik. Hipertensi adalah faktor risiko terpenting kedua untuk
CHF. Faktor risiko lain terdiri dari kardiomiopati, aritmia, gagal ginjal, dan
penyakit katup jantung (Brashaers, 2007).
Gagal jantung menjadi masalah kesehatan masyarakat yang utama
pada beberapa negara industri maju dan negara berkembang seperti
Indonesia. Data epidemiologi untuk gagal jantung di Indonesia belum ada,
namun ada Survei Kesehatan Nasional 2003 dikatakan bahwa penyakit
sistem sirkulasi merupakan penyebab kematian utama di Indonesia (26,4%)
dan pada Profil Kesehatan Indonesia 2003 disebutkan bahwa penyakit
jantung berada di urutan ke-delapan (2,8%) pada 10 penyakit penyebab
kematian terbanyak di rumah sakit di Indonesia. Di antara 10 penyakit
terbanyak pada sistem sirkulasi darah, stroke tidak berdarahah atau infark
menduduki urutan penyebab kematian utama, yaitu sebesar 27 % (2002),
30%( 2003), dan 23,2%( 2004). Gagal jantung menempati urutan ke-5
sebagai penyebab kematian yang terbanyak pada sistim sirkulasi pada tahun
2005 (Hess, 2007; Hardiman, 2007).
Peningkatan insiden penyakit jantung koroner berkaitan dengan
perubahan gaya hidup masyarakat yang turut berperan dalam meningkatkan
faktor risiko penyakit ini seperti kadar kolesterol lebih dari 200 mg%, HDL
kurang dari 35mg%, perokok aktif dan hipertensi (Darmojo, 2004).
ovarium,
bendungan
jantung
(gagal
jantung),
perikarditis
karena
gangguan
sirkulasi
seperti
gangguan
c.
karena
d. Efusi pleura karena kelainan intra-abdomen seperti sirosis hati, dialisis
peritoneal.
C. Patofisiologi
Pada orang normal, cairan di rongga pleura sebanyak 10-20 cc. Cairan di
ronggapleura jumlahnya tetap karena ada keseimbangan antara produksi oleh
pleura parientalis dan absorbsi oleh pleura viceralis. Keadaan ini dapat
dipertahankan karena adanya keseimbangan antara tekanan hidrostatis pleura
parientalis sebesar 9 cm H2O dan tekanan koloid osmotic pleura viceralis.
Namun dalam keadaan tertentu, sejumlah cairan abnormal dapat terakumulasi
di rongga pleura. Cairan pleura tersebut terakumulasi ketika pembentukan
cairan pleura lebih dari pada absorbsi cairan pleura, misalnya reaksi radang
yang meningkatkan permeabilitas vaskuler. Selain itu, hipoprotonemia dapat
menyebabkan efusi pleura karena rendahnya tekanan osmotic di kapiler
darah.
Menurut Hood Alsagaff dalam bukunya Dasar-Dasar Ilmu Penyakit
Dalam, keadaan normal pada cavum pleura dipertahankan oleh:
a. Tekanan hidrostatik pleura parientalis 9 cm H2O
b. Tekanan osmotik pleura viceralis 10 cm H2O
c. Produksi cairan 0,1 ml/kgBB/hari
Secara garis besar akumulasi cairan pleura disebabkan karena dua hal yaitu:
1. Pembentukan Cairan Pleura Berlebihan
Hal ini dapat terjadi karena peningkatan: permeabilitas kapiler
(peradangan, neoplasma), tekanan hidrostatik di pembuluh darah ke
jantung/ vena pulmonaris (kegagalan jantung kiri), tekanan negatif
intrapleura (atelektasis).
Ada 3 faktor yang mempertahankan tekanan negatif paru yang normal ini.
Pertama, jaringan elastis paru memberikan kontinu yang cenderung
menarik paru-paru menjauh dari rangka thoraks. Tetapi, permukaan pleura
viseralis dan pleura parietalis yang saling menempel itu tidak dapat
pleuroperitoneal shunt
terapi kanker paru
bila
selanjutnya
perdarahn
>
dipasang
200ml/jam,
pertimbangkan torakotomi
7. Efusi karena Penyebab Lain
atasi penyakit primer
F. Prognosis
Prognosis pada efusi pleura bervariasi sesuai dengan etiologinya. Namun
pasien yang memperoleh diagnosis dan pengobatan lebih dini akan lebih
jauh terhindar dari komplikasi
G. Komplikasi
1. Kollaps aru
2. Empyema
3. Pneumothorax
4. Gagal nafas
GAGAL JANTUNG
A. Definisi
Gagal
jantung
adalah
ketidakmampuan
jantung
untuk
hambatan
pada
pengosongan
ventrikel
sehingga
seperti
klasifikasi
menurut
New
York
Heart
Asscsiation
dan beratnya gejala, namun pembagian tersebut tidak dapat digunakan untuk
keperluan lain.
Tabel 1.1. Klasifikasi gagal jantung berdasarkan kelainan struktural (ACC/AHA)
atau berdasarkan gejala, berdasarkan kelas fungsionalnya (NYHA)
Tahapan Gagal Jantung berdasarkan
(Mann, 2008).
Beratnya gagal jantung berdasarkan
mengembangkan gagal
Stage
Kelas
Stage
Kelas
II
dilakukan mengakibatkan
Stage
C
gagal jantung.
nafas.
Aktivitas fisik sangat terbatasi.
Kelas
III
Kelas
IV
D. Patofisiologi
Gagal jantung bukanlah suatu keadaan klinis yang hanya melibatkan
satu sistem tubuh melainkan suatu sindroma klinik akibat kelainan jantung
sehingga jantung tidak mampu memompa memenuhi kebutuhan metabolisme
tekanan
darah
sedangkan
peningkatan
preload
akan
dapat
dievaluasi.
Kardiomegali
dapat
dinilai
melalui
CXR,
cardiothoracic ratio (CTR) yang lebih dari 50%, atau ketika ukuran jantung
lebih besar dari setengah ukuran diameter dada, telah menjadi parameter
penting pada follow-up pasien dengan gagal jantung. Bentuk dari jantung
menurut CXR dapat dibagi menjadi ventrikel yang mengalami pressureoverload atau volume-overload, dilatasi dari atrium kiri dan dilatasi dari aorta
asenden (Mappaya, 2004).
Pemeriksaan elektrokardiogram (ECG) harus dilakukan untuk setiap
pasien yang dicurigai gagal jantung. Dampak diagnostik elektrokardiogram
(ECG) untuk gagal jantung cukup rendah, namun dampaknya terhadap terapi
cukup tinggi. Temuan EKG yang normal hampir selalu menyingkirkan
diagnosis gagal jantung. Gagal jantung dengan perubahan EKG umum
ditemukan. Temuan seperti gelombang Q patologis, hipertrofi ventrikel kiri
dengan strain, right bundle branch block (RBBB), left bundle branch block
(LBBB), AV blok, atau perubahan pada gelombang T dapat ditemukan.
Gangguan irama jantung seperti takiaritmia supraventrikuler (SVT) dan
fibrilasi atrial (AF) juga umum. Ekstrasistole ventrikular (VES) dapat sering
terjadi dan tidak selalu menggambarkan prognosis yang buruk, sementara
takikardi ventrikular sustained dan nonsustained dapat dianggap sebagai
sesuatu yang membahayakan. Jenis aritmia seperti ini biasanya tidak
terdeteksi pada resting ECG tapi dapat terdeteksi pada monitoring holter 24atau 48- jam (Mappaya, 2004).
F. Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan adalah (Ontoseno, 2005; Mann, 2008):
a. Dukung istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung.
b. Meningkatkan kekuatan dan efisiensi kontraktilitas miokarium dengan
preparat farmakologi
Obat obat Gagal Jantung dengan Dosis Awal dan Target Dosis yang
diinginkan.
Topik Edukasi
Definisi dan etiologi
gagal jantung
Gejala-gejala dan
keluhan-keluhan timbul
Memantau tanda-tanda dan gejala-gejala gagal jantung
tanda-tanda gagal
jantung
Terapi farmakologik
anjuran
Mengerti indikasi, dosis dan efek dari obat-obat
digunakan
Mengenal efek samping yang umum obat
Modifikasi faktor risiko Berhenti merokok, memantau tekanan darah
Rekomendasi diet
Rekomendasi olah raga
Kepatuhan
Prognosis
G. Prognosis
Prognosis gagal jantung akut pada sindroma koroner akut dapat
menggunakan klasifikasi Killip. Persentase kematian pada kilip I sebanyak
6% , kilip II sebanyak 17%, Kilip III sebanyak 38%, dan kilip IV sebanyak
67%.
Gagal jantung akut ditemukan berbagai prediktor mortalitas univariate
dan multivariate. Meningkatnya kadar BNP atau peningkatan kecil marker
nekrosis miokard seperti troponin telah ditunjukan memiliki kemampuan baik
untuk memperkirakan outcome selama perawatan dan mortalitas setelah
dipulangkan. Anemia juga merupakan faktor prediktor yang hingga kini
kurang dihargai, dan saat ini telah menjadi target terapi intervensi pada
banyak uji klinis. Neurohormon seperti endothelin, dan marker inflamasi
(seperti C-reactive protein, IL-6), juga merupakan prediktor kuat mortalitas.
H. Komplikasi
Komplikasi dapat berupa (Ontoseno, 2005):
a. Kerusakan atau kegagalan ginjal
Gagal jantung dapat mengurangi aliran darah ke ginjal, yang akhirnya
dapat menyebabkan gagal ginjal jika tidak di tangani.Kerusakan ginjal dari
gagal jantung dapat membutuhkan dialysis untuk pengobatan.
b. Masalah katup jantung
Gagal jantung menyebabkan penumpukan cairan sehingga dapat terjadi
kerusakan pada katup jantung
c. Kerusakan hati
III.KESIMPULAN
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan di dalam rongga pleura akibat
transudasi ataueksudasi yang berlebihan dari permukaan pleura. Rongga pleura
adalah rongga yang terletak diantara selaput yang melapisi paru-paru dan rongga
dada, diantara permukaan viseral dan parietal. Dalam keadaan normal, rongga
pleura hanya mengandung sedikit cairan sebanyak 10-20 ml yang membentuk
lapisan tipis pada pleura parietalis dan viseralis, dengan fungsi utama sebagai
pelicin gesekan antara permukaan kedua pleura pada waktu pernafasan. Jenis
cairan lainnya yang bisa terkumpul di dalam rongga pleura adalah darah, nanah,
cairan seperti susu dan cairan yang mengandung kolesterol tinggi. Efusi pleura
bukan merupakan suatu penyakit, akan tetapi merupakan tanda suatu penyakit.
Gagal jantung (Congestive Heart Failure/CHF) merupakan penyakit
degeneratif yang cukup banyak ditemukan dari segala jenis usia mulai dari masa
neonatus, bayi, anak-anak sampai dewasa lansia. Yang dari seluruhnya disebabkan
karena faktor pola hidup yang tidak sehat cenderung menkonsumsi makanan yang
berakibat memberatkan kerja jantung. Komplikasi yang dialami para pasien juga
berakibat fatal yang dapat menyebabkan angka morbidibitas dan mortalitas
meningkat, maka diperlukan adanya terapi diet khusus bagi penderita CHF.
DAFTAR PUSTAKA
Darmojo B. 2004. Penyakit Kardiovaskuler pada Lanjut Usia. Dalam : Darmojo
B, Martono HH, editor. Buku Ajar Geriatri. Jakarta : Balai Penerbit FKUI,
2004. h. 262-264
Dickstain A, Filippatos G, Cohen SA, et al. Guidelines for the diagnosis and
treatment of acute and chronic heart failure 2008. European Society
Cardiology. European Heart Journal (2008) 29. 2388-2442.
Floras JS:2004. Alterations in the sympathetic and parasympathetic nervous
system in Heart Failure. In Mann DL [ed]: Heart Failure: A Companion
to Braunwald's Heart Disease. Philadelphia, Elsevier,pp 247-278.
Hardiman A. 2007. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman
Pengendalian Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI. h. 2-9.
Hess OM, Carrol JD. 2007.Clinical Assessment of Heart Failure. In: Libby P,
Bonow RO, Mann DL, Zipes DP, editor. Braunwalds Heart Disease.
Philadelphia: Saunders;p. 561-80.
Lip GYH, Gibbs CR, Beevers DG.
BMJ.320:104-7.
aetiology.
Mann DL. 2008. Heart Failure and Cor Pulmonale. In: Fauci AS, Braunwald E,
Kasper DL, editor. Harrisons Principles of Internal Medicine. 17th ed. New
York: Mc graw hill. p. 1443.