Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Penyaji:
Marleen (NIM: 07120110032)
Pembimbing:
dr. Irene. A.O, SpA
BAB I
PENDAHULUAN
Hingga saat ini, sepsis masih merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas
pada anak di negara industri dan negara berkembang. Mortalitas akibat sepsis pada anak
masih tinggi di Amerika Serikat. Pada tahun 1966 mortalitas akibat sepsis sebesar 97% dan
pada tahun 1990 mortalitas akibat sepsis sebesar 9%. Penurunan ini disebabkan karena
penggunaan antimikroba dan intervensi dini pada pasien sepsis. Walau demikian sepsis masih
merupakan penyebab utama kematian pada anak-anak dimana lebih dari 4.300 kematian
dalam satu tahun disebabkan oleh sepsis. Di negara-negara berkembang, sepsis menyebabkan
> 6.000.000 kematian pada bayi baru lahir dan balita setiap tahunnya. 1 Sepsis merupakan
salah satu masalah pada anak yang penting untuk diatasi dilihat dari tingkat mortalitasnya
yang masih tinggi, terutama di negara-negara berkembang seperti Indonesia. Sepsis yang
tidak ditangani dengan baik dapat jatuh kedalam keadaan syok septik yang akhirnya dapat
menyebabkan kematian. Penanganan secara dini terhadap syok septik dapat mengurangi
angka morbiditas dan mortalitas.
Tujuan penyusunan sari pustaka ini karena kasus sepsis dirasa penting untuk diketahui
sebagai salah satu bekal untuk menjadi seorang dokter umum yang kompeten. Pada kasus
sepsis, diperlukan tatalaksana secara dini agar dapat mencegah terjadinya komplikasi yang
dapat berakhir dengan kematian. Peran seorang dokter umum ialah sebagai ujung tombak dari
pelayanan primer kesehatan sehingga penting dalam upaya deteksi dini kasus-kasus sepsis.
Namun, pada anak dengan sepsis seringkali didapatkan gejala klinis yang kurang spesifik
sehingga perlu suatu pedoman atau kriteria untuk menegakkan diagnosis sepsis. Oleh karena
itu, pada sari pustaka ini akan dibahas mengenai epidemiologi, definisi, etiologi, faktor risiko,
gejala klinis, pemeriksaan laboratorium, penegakkan diagnosis, dan akhirnya tatalaksana dari
sepsis pada anak.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 EPIDEMIOLOGI
Sepsis masih merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada anak.1
Berdasarkan studi yang telah dilakukan, mortalitas akibat sepsis telah berkurang dimana
mortalitas akibat sepsis sekarang ialah sekitar 10%. 2 Namun, sepsis berat masih merupakan
penyebab utama kematian pada anak dimana lebih dari 4.300 anak meninggal setiap tahunnya
karena sepsis (7% dari semua kematian pada anak). Biaya perawatan akibat sepsis
diperkirakan mencapai $1.97 biliar dalam setahun.1,3 Insidensi sepsis paling tinggi pada bayi
dibandingkan anak-anak dan 15% lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan perempuan.
Infeksi yang paling sering berhubungan dengan sepsis ialah infeksi traktus respiratorius
(37%) dan bakteriemia (25%).3 Tabel berikut (tabel 1) menunjukkan insidensi sepsis dalam
satu tahun di Amerika Serikat:
SIRS merupakan kaskade inflamasi yang terjadi karena sistem imun tubuh host tidak dapat
mengatasi infeksi.2 Infeksi merupakan suatu keadaan dimana ditemukan adanya
mikroorganisme dan respons imun tetapi belum disertai dengan adanya gejala klinis. Bila
ditemukan gejala klinis maka digunakan istilah penyakit infeksi. 5 Infeksi dapat berupa infeksi
bakteri, riketsia, fungi, virus, maupun protozoa. Infeksi dapat bersifat sistemik (bakteriemia,
fungiemia, atau viremia) maupun lokal (meningitis, pneumonia, atau pielonefritis). Selain
infeksi, SIRS memiliki berbagai etiologi lainnya (etiologi non-infeksi) yang bisa dilihat pada
tabel 2. Gejala pada sepsis muncul apabila sepsis sudah berkembang menjadi sepsis berat.
Definisi dari sepsis berat sendiri ialah suatu keadaan sepsis yang disertai oleh disfungsi
organ. Bila dibiarkan tanpa tatalaksana maka pasien dengan sepsis berat dapat jatuh kedalam
keadaan syok septik.2 Carcillo et al. mendefiniskan syok septik pada populasi pediatrik
sebagai takikardia (takikardia mungkin tidak terdapat pada pasien dengan hipotermia) dengan
tanda gangguan perfusi berupa denyut nadi perifer yang lemah dibandingkan denyut jantung,
gangguan kesadaran, capillary refill time (CRT) lebih dari 2 detik, ekstremitas lembab dan
dingin, atau penurunan urine output pada anak dengan infeksi.6 Beda dengan populasi
dewasa, hipotensi tidak selalu didapatkan pada pasien syok septik karena pada anak hipotensi
merupakan tanda dari late shock atau decompensated shock. Maka dari itu, bila tidak terdapat
hipotensi tetap dapat ditegakkan definisi syok septik namun bila terdapat hipotensi
merupakan konfirmasi adanya keadaan syok pada anak. 1 Tanpa tatalaksana pasien dengan
syok septik akan mengalami multiple organ dysfunction syndrome (MODS) dan akhirnya
kematian.2 MODS dapat didefinisikan sebagai keadaan dimana terjadi gangguan fungsi organ
yang memerlukan suatu intervensi.7
pada populasi anak. Batasan ini perlu dibuat karena gambaran sepsis pada populasi dewasa
dan anak berbeda dipengaruhi oleh perubahan fisiologis tumbuh kembang pada anak. Dalam
consensus conference populasi anak dibagi dalam berbagai kategori (tabel 3).1
Tabel 4: Definisi SIRS, Infeksi, Sepsis, Sepsis Berat, dan Syok Septik 1
Tabel 6: Batasan Nilai Normal Tanda Vital dan Hitung Leukosit Berdasarkan Umur 1
Bradikardia pada bayi baru lahir (kurang dari 7 hari) merupakan tanda dari SIRS
namun pada anak diatas 7 tahun tidak dianggap sebagai tanda dari SIRS karena bradikardia
ditemukan sebagai tanda near-terminal event pada anak lebih dari 7 tahun.1
2.3 ETIOLOGI
Sepsis dapat merupakan komplikasi dari suatu infeksi yang lokal maupun dapat
merupakan akibat dari invasi dan kolonisasi patogen yang sangat virulen. Patogen yang dapat
menyebabkan sepsis pada anak bervariasi bergantung pada usia pasien serta status imun
pasien.2-5 Pada neonatus dan bayi kurang dari 2 bulan penyebab sepsis tersering ialah
streptokokus grup B, Escherichia coli, Listeria monocytogenes, enterovirus, dan herpes
simpleks virus. Pada anak yang lebih dewasa penyebab sepsis tersering ialah Streptococcus
pneumonia, Neisseria meningitidis, dan Staphylococcus aureus baik yang sensitif terhadap
methicilin maupun yang resisten terhadap methicilin, Haemophilus influenzae tipe B,
Salmonella sp., dan Streptokokus grup A (community-acquired organisms).1-5 Bakteri gram
negatif seringkali menyebabkan sepsis pada anak dengan status imun yang buruk maupun
anak yang sedang dirawat di rumah sakit (infeksi nosokomial). Bakteri gram negatif yang
dimaksud ialah Escherichia coli, Pseudomonas, Acinetobacter, Klebsiella, Enterobacter, dan
Serratia. Fungi seperti Candida dan Aspergillus juga sering menyebabkan sepsis pada anak
yang immunocompromised. Sepsis yang disebabkan oleh patogen polimikrobial dapat terjadi
pada pasien dengan risiko tinggi seperti pemasangan kateter, penyakit gastrointestinal,
neutropenia, maupun penyakit keganasan. Pseudobakteremia dapat terjadi akibat cairan
intravena, albumin, kriopresipitat, atau komponen darah yang terkontaminasi (biasanya oleh
organisme yang water-borne seperti Bukholderia cepacia, Pseudomonas aeruginosa, dan
Serratia).2-3 Tabel berikut (tabel 7) menerangkan bakteri apa saja yang dapat ditemukan pada
populasi umur tertentu pada anak:
Pada bulan Agustus 2010 dilakukan penelitian terhadap pasien sepsis di PICU RSCM
Jakarta untuk mengetahui etiologi sepsis yang tersering serta sensitivitasnya terhadap terapi
antimikroba. Dari 39 subjek penelitian didapatkan 21 subjek dengan hasil kultur darah yang
positif dimana didapatkan kuman terbanyak penyebab sepsis ialah Klebsiella pneumonia
(24%) yang merupakan kuman gram negatif, Serratia marcescens (14%), dan Burkholderia
cepacia (14%). Selain itu juga ditemukan fungi sebagai penyebab sepsis (19.0%) yaitu
Candida albicans dan Candida Tropicana.8
2.4 FAKTOR RISIKO
Faktor risiko terjadinya sepsis pada anak ialah sebagai berikut:
Prematuritas 5
Anak dengan cedera yang serius (seperti luka bakar yang luas) 2,5
HIV-AIDS,
asplenia,
defisiensi
komplemen,
atau
neutrophil
Faktor risiko atau faktor predisposisi yang ditemukan pada anak berhubungan dengan
patogen tertentu seperti tertera pada tabel berikut (tabel 8):
Akibatnya, terbentuk thrombin yang membantu deposisi fibrin pada mikrosirkulasi yang
memperburuk disfungsi mikrosirkulasi.3
11
Akibat dari kaskade inflamasi banyak antara lain demam, produksi asam laktat, serta
syok. Demam terjadi karena adanya pirogen baik yang eksogen maupun yang endogen.
Pirogen eksogen yang dimaksud ialah patogen penyebab infeksi, toksin, maupun endotoksin
yang akan masuk ke dalam tubuh mencetuskan respons inflamasi sehingga dihasilkan pirogen
endogen seperti TNF, interleukin, serta metabolit asam arakhidonat tromboksan,
prostaglandin, serta leukotriene. Pirogen endogen akan merangsang pusat pengaturan suhu
yang terletak di hipotalamus sehingga terjadi peningkatan thermostat suhu tubuh. Akibatnya
terjadi kontraksi otot tubuh, aktivitas metabolisme yang meningkat, serta vasokonstriksi
perifer. Ketiga hal ini akan mengkonservasi panas dalam tubuh sehingga terjadi demam.2
Pengeluaran mediator-mediator inflamasi menyebabkan kebutuhan metabolik jaringan
meningkat sedangkan terjadi gangguan perfusi perifer akibat agregasi trombosit dan
komponen seluler lainnya yang menyebabkan obstruksi kapiler dan mengganggu
mikrosirkulasi. Hal ini berakibat terjadi suatu metabolisme anaerobik sebagai respons untuk
mempertahankan kadar ATP dalam tubuh. Metabolisme anaerobik berakibat produksi asam
laktat yang meningkat. Hal ini dapat berakibat terjadinya asidosis metabolik.2
Kaskade inflamasi yang tidak ditangani juga dapat berakibat terjadinya syok septik.
Syok septik merupakan kombinasi dari ketiga tipe klasik dari syok yakni syok hipovolemik,
syok kardiogenik, dan syok distributif. Permeabilitas kapiler yang meningkat menyebabkan
suatu capillary leak sehingga cairan intravaskular keluar dari pembuluh darah dan terjadi
hipovolemia. Mediator inflamasi juga menyebabkan kerja otot jantung berkurang sehingga
terjadi penurunan daripada cardiac output (CO) atau curah jantung. Mediator inflamasi juga
berakibat vasodilatasi kapiler sehingga resistensi vaskular sistemik berkurang. Akibat dari
hipovolemia, penurunan CO, dan penurunan resistensi vaskular menyebabkan disfungsi
sistem sirkulasi yang disebut sebagai syok septik. Pada fase awal, tubuh masih dapat
mempertahankan tekanan darah melalui aktivasi jalur simpatis sehingga terjadi peningkatan
denyut jantung serta vasokonstriksi pembuluh darah perifer. Namun, lama kelamaan,
mekanisme kompensasi tersebut gagal sehingga terjadi hipotensi. Perfusi ke organ-organ
perifer berkurang akibat disfungsi sistem sirkulasi. Hal tersebut dapat berujung disfungsi
organ multipel/ MODS. Kegagalan organ yang multipel mengganggu homeostasis tubuh
sehingga akhirnya dapat terjadi kematian.2
Gambar-gambar berikut menggambarkan patogenesis dari sepsis pada anak (gambar
1, gambar 2, dan gambar 3):
12
13
14
koma. Ansietas dan agitasi biasanya merupakan tanda awal dari syok septik. Hipotensi timbul
bila syok sudah tidak terkompensasi lagi oleh usaha tubuh (decompensated shock).2,4-5
Demam perlu dicari sebagai salah satu tanda infeksi. Demam merupakan tanda infeksi
pertama yang muncul pada anak-anak yang immune-competent.3 Suhu tubuh sebaiknya
diukur per rektal karena paling mendekati suhu inti tubuh. Pengkuran suhu tubuh pada aksila,
oral, atau membran timpani seringkali tidak memberikan hasil yang akurat. Demam
didefinisikan sebagai suhu inti tubuh yang lebih atau sama dengan 38.0C. Pada bayi demam
seringkali timbul dipengaruhi oleh over-bundling. Bila over-bundling dicurigai maka bayi
perlu dibebaskan dari pakaian dan dilakukan pengukuran ulang suhu tubuh 15-30 menit
kemudian. Pada bayi atau anak-anak yang immunocompromized dengan infeksi yang serius,
selain ditandai oleh demam, infeksi bisa juga ditandai oleh hipotermia. Hipotermia ialah bila
didapatkan suhu inti tubuh kurang dari 36.0C.1
Gejala klinis lain yang dapat terlihat pada pasien sepsis ialah lesi kulit. Lesi kulit yang
mungkin dapat terlihat pada pasien sepsis antara lain berupa petekie, purpura, eritema yang
difus, ekimosis, ektima gangrenosum, dan gangren perifer yang simetris. Petekie dan purpura
terutama ditemukan pada penderita infeksi mengingokokus. Bila petekie atau purpura disertai
oleh manifestasi perdarahan lainnya maka perlu dicurigai suatu disseminated intravascular
coagulation (DIC). Ektima gangrenosum ditemukan pada infeksi Pseudomona aeruginosa.2,5
Ikterus dapat dijumpai pada beberapa pasien sebagai suatu tanda infeksi atau bila
sudah terjadi MODS.2
Pada pasien dengan asidosis metabolik akan terlihat sesak napas dengan pernapasan
yang cepat dan dalam atau disebut pernapasan Kussmaul.2
Gejala klinis lainnya tergantung dari infeksi fokal yang terjadi pada anak. Anak
dengan meningitis, pneumonia, arthritis, selulitis, serta pielonefritis akan memberikan
gambaran klinis yang berbeda-beda.2
Dari pemeriksaan fisik dapat dinilai beberapa parameter dan ditentuk risiko sepsis
pada pasien baru (tabel 9).9
15
telah habis terpakai untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh. Hiperglikemia merupakan
hasil dari peningkatan kadar glukokortikoid, katekolamin dan resistensi insulin pada pasien
sepsis. Rangsangan dari luka ataupun sepsis mengaktifkan hipotalamus dan melepaskan
hormon kortikotrofin yang distimulasi oleh pelepasan adrenocorticotropic hormone (ACTH)
dari pituitari anterior. ACTH akan merangsang kelenjar adrenal untuk melepaskan kortisol
dari zona fasciculata dan retikularis adrenal. Pelepasan ACTH juga distimulasi oleh
penurunan tekanan pada baroreseptor di dalam carotid bodies dan lengkung aorta. Pelepasan
katekolamin disebabkan oleh penurunan tekanan darah dan juga rangsangan yang terjadi di
hipotalamus. Formasi retikularis dan dan spinal cord menghantarkan sinyal ke saraf simpatis
post ganglion dan berakhir dengan pelepasan epinefrin dan norepinefrin dari medula adrenal.
Hasil akhir dari proses metabolisme hipotalamus dan kelenjar adrenal berkaitan dengan stress
yang terjadi pada pasien dalam keadaan sepsis atau sakit kritis akan meningkatkan
mekanisme umpan balik hormonal. Respon ini akan menyebabkan resistensi insulin sehingga
tidak mampu mempertahankan keadaan glukosa darah normal.10
Kelaianan elektrolit lainnya dapat berupa hipokalsemia, hipoalbuminemia, asidosis
metabolik, dan serum bikarbonat yang rendah. Asidosis metabolik terjadi akibat
meningkatnya produksi laktat karena metabolisme anaerob yang signifikan.2
Pasien dengan respiratory distress syndrome akan menunjukkan kelainan pada
pemeriksaan AGD berupa penurunan PaO2 yang merupakan tanda gangguan oksigenasi dan
peningkatan PaCO2 yang merupakan tanda adanya gangguan ventilasi. Pada pasien dimana
sudah terjadi MODS dapat ditemukan kelainan pada pemeriksaan fungsi ginjal maupun
pemeriksaan fungsi hati. Analisa cairan tubuh mungkin didapatkan adanya leukosit pada
cairan yang steril, netrofil, atau bahkan dapat ditemukan bakteri.2
Pemeriksaan kultur dilakukan untuk mengetahui etiologi dari sepsis. Pengambilan
spesimen kultur sesuai dengan kecurigaan letak fokus infeksi. Spesimen kultur dapat berupa
darah, urin, cairan serebrospinal, abses, cairan peritoneal, dan lain-lain. Pada anak dengan
sepsis hasil kultur tidak selalu positif.2
Peningkatan dari beberapa marker biokimia sering ditemukan pada pasien dengan
SIRS/ sepsis. Marker biokimia yang dimaksud ialah LED/ erythrocyte sedimentation rate, Creactive protein (CRP), base deficit (BE), interleukin-6, dan kadar prokalsitonin.1 Tabel 10
memuat marker biokimia yang dapat digunakkan secara klinis untuk menegakkan diagnosis
sepsis:
17
18
menghambat prostaglandin dan sintesis tromboksan pada limfosit in vitro dan mengurangi
hubungan stimulasi LPS terhadap produksi TNF pada kultur whole blood 15
2.8 DIAGNOSIS
Diagnosis sepsis dapat ditegakkan bila memenuhi kriteria SIRS dan dapat dibuktikan
adanya suatu infeksi atau didapatkan gambaran klinis pada anak yang konsisten dengan
adanya suatu infeksi. Bila diagnosis ditegakkan berdasarkan klinis disebut sebagai sepsis/
septikemia.6 Kriteria dari SIRS dapat terpenuhi bila didapatkan 2 dari 4 kriteria dimana 1
haruslah merupakan abnormalitas pada pengaturan suhu atau hitung leukosit yang
abnormal.1,2,6 4 kriteria tersebut (seperti yang tertera pada tabel 4) ialah:
1. Suhu inti tubuh (rektal) > 38.5C atau < 36.0C
2. Takikardia: denyut jantung rata-rata > 2 SD diatas denyut jantung normal untuk umur
tanpa stimulus eksternal, obat-obatan, atau stimulus nyeri ATAU elevasi persisten
denyut jantung tanpa sebab yang jelas selama 0.5 hingga 4 jam ATAU pada anak
19
kurang dari 1 tahun terjadi bradikardia persisten selama 0.5 jam dimana denyut
jantung rata-rata < persentil ke-10 untuk usia tanpa adanya reflex vagal, penggunaan
obat-obatan beta-blocker, atau kelainan jantung kongenital
3. Takipnue: laju pernapasan > 2 SD diatas laju pernapasan normal untuk umur ATAU
dibutuhkan bantuan ventilasi mekanis yang tidak berhubungan dengan penyakit
neuromuskular ataupun penggunaan anastesi umum
4. Hitung leukosit meningkat atau menurun: Hitung leukosit meningkat atau menurun
dari nilai normal untuk umur, bukan akibat dari penggunaan kemoterapi ATAU
netrofil batang > 10%
Adanya lesi kulit seperti petekie dan purpura merupakan gambaran klinis yang sugestif
sepsis. Untuk membuktikan adanya suatu infeksi, dilihat dari gejala klinis (anamnesis dan
pemeriksaan fisik) anak selain itu juga perlu ditunjang oleh pemeriksaan penunjang seperti
foto thoraks, pemeriksaan darah, analisa cairan, serta pemeriksaan kultur.2
Standar baku diagnosis sepsis adalah dengan ditemukannya bakteri dalam darah
ditambah dengan gejala klinis berupa gangguan multi organ.8 Ditemukannya bakteri dalam
darah atau hasil kultur yang positif menandakan adanya bakteriemia. Bakteriemia merupakan
suatu diagnosis laboratorik.7 Pada pasien dengan sepsis tidak selalu didapatkan hasil kultur
yang positif.5
2.9 ALAT SKRINING SEPSIS
Pada pasien baru dapat digunakan alat bantu untuk skrining terhadap sepsis. Alat
skirining pada gambar berikut dibuat oleh BC Childrens hospital pada tahun 2011 (Gambar
4).9
20
venous pressure (CVP) dan arterial blood pressure bila diperlukan. Monitoring pasien
dengan syok septik meliputi monitoring terhadap kesadaran, tanda vital, capillary refill time,
saturasi oksigen, CVP, dan urine output setiap jam. Bila didapatkan kelainan pada parameter
tersebut maka perlu dilakukan resusitasi hingga didapatkan capillary refill time kurang dari 2
detik, denyut nadi normal dan sama kuat dengan denyut jantung, ekstremitas hangat, urine
output > dari 1 ml/kgBB/jam, tekanan darah normal, dan pasien sadar.2
Administrasi antimikroba secara dini dapat menurunkan angka mortalitas. Tujuan dari
pemberian antimikroba ialah untuk pengendalian dari infeksi. Pemilihan jenis antimikroba
tergantung dari faktor risiko pasien serta gejala klinis pasien. Pola resistensi bakteri juga
perlu dipertimbangkan dalam pemilihan jenis antimikroba.2,5,7 Beberapa hal yang perlu
dipertimbangkan dalam pemilihan antimikroba ialah sebagai berikut:
Sepsis nosokomial: Diberikan sefalosporin generasi ke-3 atau ke-4 (cefepime atau
ceftazidin) yang sifatnya antipsuedomonas atau antimikroba golongan penisilin yang
efektif untuk kuman gram negatif seperti piperasilin-tazobaktam atau karbamapenem
ditambah dengan aminoglikosida (gentamisin atau tobramisin). Pada pasien dengan
alat bantu yang berada dalam tubuh, ditemukan kokus gram positif pada darah, atau
dicurigai infeksi S. aureus yang resisten terhadap metisilin dapat ditambahkan
vankomisin selain antimikroba yang telah disebutkan.
Area yang endemis terhadap tick atau dicurigai infeksi rikettsia: Tambahkan
doksisiklin kepada regimen antimikroba yang sudah disebutkan diatas.
22
Metronidazol dan klindamisin diberikan untuk kuman enterik Gram negatif anaerob
(bila dicurigai kuman penyebab anaerob karena ditemukan fokus infeksi di rongga
abdomen, rongga panggul, rongga mulut, atau daerah rektum)5
Antibiotika yang digunakan untuk tatalaksana sepsis pada anak beserta dengan dosisnya
dapat dilihat pada tabel berikut ini (tabel 11)11:
inotropik,
koreksi
status
metabolik,
pemberian
kortikosteroid,
serta
24
berupa
metilprednisolon
30
mg/kgBB/dosis
atau
deksametason
mg/kgBB/dosis secara IV 15-20 menit setelah diagnosis syok septik ditegakkan dan dapat
diulang 4 jam kemudian. Kortikosteroid dihentikan bila tidak ada respons terhadap obat.5
Bantuan pernapasan diberikan pada pasien dengan acute respiratory distress
syndrome. Ini karena overdistensi paru-paru dapat berakibat dihasilkannya sitokin-sitokin
yang dapat memperburuk kaskade inflamasi. 2 Bila tidak didapatkan tanda ARDS maka cukup
dipastikan bahwa jalan napas terbuka dan diberikan oksigen.5
Renal replacement therapy dapat dipertimbangkan pada anak-anak dengan anuria,
oliguria, atau overload cairan yang hebat.2
Terapi lainnya yang perlu diberikan bersifat suportif berupa pemberian obat-obatan
untuk proteksi lambung dan pemberian obat antipiretik untuk menurunkan demam. Obatobatan untuk proteksi lambung diberikan untuk mencegah terbentuknya stress ulcer. Obat
yang dapat diberikan berupa antasida, H2-reseptor blocker, atau sukralfat. Pemberian
25
Intravenous immune globulin (IVIG): IVIG baik yang monoklonal maupun yang
poliklonal diberikan secara intravena dan mengandung antibodi terhadap berbagai
endotoksin. Dengan penggunaan IVIG diharapkan dapat menekan kaskade inflamasi
dengan cara menghambat kerja dari endotoksin. Sebuah penelitian telah dilakukan
dimana ditemukan bahwa mortalitas pada pasien yang mendapatkan IVIG lebih
rendah dibandingkan pasien yang hanya mendapatkan plasebo. Namun, beberapa
penelitian yang telah dilakukan pada populasi dewasa menunjukkan bahwa
penggunaan IVIG tidak memiliki efek yang signifikan dibandingkan dengan plasebo.
yang pelaksanaannya bertempat di IGD atau PICU. 11 Tabel berikutnya (tabel 13) merupakan
rekomendasi surviving sepsis campaign mengenai tatalaksana sepsis pada anak.13,14
26
27
Pasien yang telah mendapatkan antibiotika secara intravena untuk sepsis atau
bakteriemia dapat dipulangkan dan antibiotika diganti dengan rute oral bila:
Anak dan orang tua bertanggung jawab untuk mengkonsumsi antibiotika secara oral
Pasien afebris 24-48 jam sebelum dilakukan penggantian antibiotika menjadi oral
2.12 KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien dengan sepsis atau syok septik ialah
sebagai berikut:
Gagal ginjal akut: Komplikasi gagal ginjal akut terjadi pada 20-25% pasien sepsis dan
pada lebih dari 50% pasien dengan syok septik. Penurunan perfusi ke ginjal ialah
penyebab dari gagal ginjal akut.77
2.13 PROGNOSIS
Tingkat mortalitas pada pasien dengan sepsis sekitar 10% tergantung dari letak fokus
infeksi, patogen penyebab infeksi, adanya MODS atau tidak, serta respons imun host
29
terhadap infeksi. Pasien dengan berat badan lahir rendah dan penyakit kronis memiliki risiko
yang lebih tinggi untuk terjadi sepsis berat yang merupakan salah satu penyebab kematian
utama pada anak.2 Angka kematian pada keadaan syok septik berkisar antara 40-70% dan
pada keadaan MODS meningkat 90-100%.4 Durasi perawatan rata-rata untuk pasien dengan
diagnosis sepsis ialah 31 hari untuk anak dan 53 hari untuk neonatus dan balita.2
2.14 PENCEGAHAN
Pencegahan terjadinya sepsis ialah melalui imunisasi dan pemberian antibiotika
profilaksis bagi anak dengan risiko tinggi. Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah
sepsis pada anak ialah sebagai berikut:
Profilaksis antibiotika pada pasien yang mengalami kontak dengan penderita infeksi
N. meningitides invasive atau infeksi H. influenza type B
30
BAB III
KESIMPULAN
Sepsis merupakan suatu masalah yang serius pada bayi dan anak. Mortalitas akibat
sepsis di negera-negara berkembang masih sangat tinggi dimana setiap tahunnya lebih dari
6.000.000 bayi dan balita meninggal akibat sepsis. Definisi sepsis pada anak sekarang telah
disusun oleh para pakar dalam bidang sepsis dari 5 negara yang berbeda dalam bentuk
consensus reference dimana definisi sepsis pada anak sedikit berbeda dengan kriteria sepsis
pada dewasa. Parameter penilaian sepsis pada anak dan dewasa sama yakni suhu, denyut
jantung, laju pernapasan, dan hitung leukosit namun nilai-nilai normal pada anak berbeda
dengan nilai dewasa disesuaikan dengan umur anak. Juga telah dibuat kriteria mengenai
disfungsi organ dan batasan-batasan dari infeksi, SIRS, sepsis berat, dan syok septik. Dengan
adanya batasan ini dapat membantu seorang dokter menegakkan diagnosis juga memberikan
batasan bagi penelitian yang akan dilakukan mengenai sepsis agar tidak terjadi kerancuan
dalam hasil penelitian.
Bila seorang pasien dicurigai menderita sepsis, perlu dicari faktor risiko dari sepsis
dan juga dipertimbangkan umur pasien karena etiologi sepsis pada setiap kelompok umur
berbeda-beda. Manifestasi klinis sepsis tidak spesifik tergantung dari fase sepsis dan infeksi
yang mendasari. Secara umum, dapat ditemukan gangguan pengaturan suhu (demam atau
hipotermia), takikardia, dan takipnue. Bila terdapat hipotensi merupakan tanda dari sudah
terjadinya suatu syok septik. Dari pemeriksaan tanda vital dan status generalis dapat
ditentukan risiko sepsis pada pasien-pasien baru. Untuk menegakkan diagnosis suatu sepsis
dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium. Peningkatan LED/ erythrocyte sedimentation
rate, C-reactive protein (CRP), base deficit (BE), interleukin-6, dan kadar prokalsitonin
menunjang kearah diagnosis sepsis. Standar baku diagnosis sepsis ialah bila ditemukan
bakteri atau patogen dalam pemeriksaan kultur darah.
Prinsip tatalaksana ialah early recognition/ deteksi dini, early antimicrobial therapy/
pemberian antibiotika secara dini, serta early goal-directed therapy/ terapi tertuju lainnya
secara dini. Tatalaksana dini ialah yang terbaik untuk mencegah komplikasi daripada sepsis
dan menurunkan angka mortalitas akibat sepsis. Tatalaksana yang ditujukkan terhadap
mediator-mediator inflamasi yang terlibat dalam SIRS masih dalam tahap penelitian namun
belum ada hasil yang memuaskan. Pemilihan antimikroba untuk pengobatan empirik sepsis
31
pada anak mempertimbangkan usia anak dan faktor risiko anak. Early goal-directed therapy
merupakan prinsip tatalaksana untuk pasien yang mengalami syok septik, meliputi resusitasi
cairan, transfusi produk darah, pemberian obat vasopressor/ inotropik, koreksi status
metabolik, pemberian kortikosteroid, serta pertimbangan bantuan pernapasan atau terapi
pengganti ginjal.
32
DAFTAR PUSTAKA
1. Goldstein B, Giroir B, Randolph A, Members of the International Consensus
Conference on Pediatric Sepsis. International pediatric sepsis consensus conference:
Definitions for sepsis and organ dysfunction in pediatrics. Pediatr Crit Care Med
2005; 6(1): 2-8.
2. Enrione MA, Powell KR. Sepsis, Septic Shock, and Systemic Inflammatory Response
Syndrome. Nelson Textbook of Pediatrics. 18th ed. In: Kliegman RM, Behrman RE,
Jenson HB, Stanton BF; editors. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2007. p.1094-9.
3. Guzman-Cottrill J, Nadel S, Goldstein B. The Systemic Inflammatory Response
Syndrome (SIRS), Sepsis, and Septic Shock. Principles and Practice of Pediatric
Infectious Diseases. 3rd ed. In: Long SS, Pickering LK, Prober CG; editors.
Philadelphia: Saunders Elsevier; 2008.
4. Saraswati DD, Pudjiadi AH, Supriyatno B, et al. Faktor Risiko yang Berperan pada
Mortalitas Sepsis. Sari Pediatri 2014; 15(5): 281-8.
5. Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS, Satari HI. Sepsis dan Syok Septik. Buku
Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis. 2nd ed. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2008. p.35863.
6. Carcillo JA, Fields AI, Task Force Committee Members. Clinical practice variables
for hemodynamic support of pediatric and neonatal patients in septic shock. Crit Care
Med 2002; 30: 1365-78.
7. Fisher RG, Boyce TG. Moffets Pediatric Infectious Diseases: A Problem-Oriented
Approach. 4th ed. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins; 2005. p.354-62.
8. Dewi R. Sepsis pada Anak: Pola Kuman dan Uji Kepekaan. Maj Kedokt Indon 2011;
61(3): 101-6.
9. BC Childrens Hospital. Clinical Practice Guideline: Pediatric Severe Sepsis 2011.
Available
at:
https://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=3&cad=rja&uact=8&ved=0CDMQFjAC&
url=http%3A%2F%2Fwww.childhealthbc.ca%2Fguidelines%2Fcategory%2F67sepsis-guidelines%3Fdownload%3D232%253Asepsisguideline&ei=GMHJU9WyK4yPuASXhoKoCg&usg=AFQjCNGvD2WJLwB973Z5
LpMLFNJ3be9XKA&sig2=KQzAVC1f1AiXW_IrbaBMjQ. Accessed 20 October,
2015.
33
10. Arifin MRA. Hubungan Antara Hiperglikemia dan Mortalitas Pada Anak dengan
Sepsis di Ruang Rawat Inap Intensif RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Jurnal
Kedokteran Indonesia 2011; 2(1): 34-8.
11. Simmons ML, Durham SH, Carter CW. Pharmacologic Management of Pediatric
Patients With Sepsis. AACN Advanced Critical Care 2012; 23(4): 437-48.
12. El-wiher N, Cornell TT, Kissoon N, Shanley TP. Management and Treatment
Guidelines for Sepsis in Pediatric Patients. The Open Inflammation Journal 2011; 4:
101-9.
13. Dellinger RP, Levy MM, Rhodes A, Annane D, Gerlach H, Opal SM, et al.
International Guideline for Management of Severe Sepsis and Septic Shock: 2012.
Critical Care Medicine Journal 2013; 41(2): 613-9.
14. Khilnani P, Singhi A, Lodha R, Santhanam I, Sachdev A, Chugh K, et al. Pediatric
Sepsis Guidelines: Summary for resource-limited countries. Indian J Crit Care Med
2010; 14(1): 41-52.
15. http://eprints.undip.ac.id/37430/ Suryanto, Christie Ayudiatama and Musrichan,
Musrichan (2012) UJI DIAGNOSTIK PROKALSITONIN DIBANDING KULTUR
DARAH SEBAGAI BAKU EMAS UNTUK DIAGNOSTIS SEPSIS BAKTERIAL DI
RSUP Dr.KARIADI
34