Vous êtes sur la page 1sur 23

ANALISIS INFORMASI KEUANGAN

SAP 13 : Rasio likuiditas dan Modal Kerja

Oleh :

Ayu Etika Sari

1306305042

(02)

I Gede Jemika Negara

1306305117

(08)

Ibratul Ulfa

1306305166

(13)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS UDAYANA
REGULER
2015/2016

1. LIKUIDITAS (RASIO LIKUIDITAS) DAN MODAL KERJA


1.1.
LIKUIDITAS (RASIO LIKUIDITAS)
Rasio Likuiditas adalah rasio yang bertujuan untuk mengetahui kemampuan
perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendek. Rasio yang umumnya
digunakan dalam mengukur tingkat likuiditas adalah:
1.1.1. Rasio lancar (current ratio)
yaitu kemampuan aktiva lancar perusahaan dalam memenuhi
kewajiban jangka pendek dengan aktiva lancar yang dimiliki. Rumus rasio
lancar adalah aktiva lancar dibagi kewajiban lancar. Semakin tinggi rasio
lancar seharusnya semakin besar kemampuan perusahaan untuk membayar
kewajiban jangka pendek. Tetapi rasio lancar yang terlalu tinggi juga
menunjukkan manajemen yang buruk atas sumber likuiditas. Kelebihan
dalam aktiva lancar seharusnya digunakan untuk membayar dividen,
membayar hutang jangka panjang atau untuk investasi yang bisa
menghasilkan tingkat pengembalian lebih. Dalam melihat rasio lancar,
analisis juga harus memperhatikan kondisi dan lingkungan perusahaan
seperti rencana manajemen, sektor industri, dan kondisi makro ekonomi
secara umum.

Current Ratio =

AKTIVA LANCAR
X 100
PASIVA LANCAR

1.1.2. Quick test ratio (QTR)


yaitu kemampuan aktiva lancar minus persediaan untuk membayar
kewajiban lancar. Rasio ini memberikan indikator yang lebih baik dalam
melihat likuiditas perusahaan dibandingkan dengan rasio lancar, karena
penghilangan unsure persediaan dan pembayaran di muka serta aktiva yang
kurang lancar dari perhitungan rasio. Rumusnya adalah :

Quick Ratio =

AKTIVA LANCAR PERSEDIAAN


X 100
PASIVA LANCAR

1.1.3. Cash Ratio


mengukur kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban yang segera
jatuh tempo dengan kas yang dimiliki. Rumusnya adalah :

Cash Ratio =
1.2.

KAS + SURAT BERHARGA


X 100
PASIVA LANCAR

MODAL KERJA
Modal Kerja adalah kelebihan aktiva lancar terhadap jangka pendek
(Djarwanto, 2005; 87).
Dari kedua definisi di atas, menunjukan bahwa modal kerja adalah jumlah
keseluruhan aktiva lancar yang dimiliki oleh perusahaan dan yang dipergunakan juga
untuk operasi perusahaan tersebut. Di bawah ini diterangkan tiga konsep dasar atau
definisi dari modal kerja menurut (S. Munawir, 2007, 114-116) yaitu
1.2.1. Menurut Riyanto (2001:57-58) bahwa konsep modal kerja terbagi
atas tiga konsep yaitu:
a. Konsep Kuantitatif (Gross Working Capital)
Konsep ini tidak mementingkan kualitas modal kerja, yang
dibiayai dengan setoran saham pemilik atau yang berasal dari hutang
lancar maupun jangka panjang sehingga modal kerja yang besar belum
tentu menjamin kelangsungan operasi perusahaan. Dalam konsep ini
disebut modal kerja bruto (gross working capital).
b. Konsep Kualitatif (Net Working Capital)
Pada konsep kualitatif tidak menitikberatkan pada kuantitas jumlah
aktiva lancar atau modal kerja bruto, akan tetapi pada konsep kualitatif
pengertian modal kerja adalah modal kerja netto (net working capital) jadi
modal kerja yang hanya dikaitkan dengan besarnya jumlah hutang lancar
dan hutang jangka panjang yang akan dibayar pada periode tersebut,
dengan demikian sebagian dan jumlah aktiva lancar harus disediakan
untuk memenuhi kebutuhan keuangan. Definisi konsep ini menunjukkan
tersedianya aktiva lancar yang lebih besar dari pada hutang lancar.
c. Konsep Fungsional (Functional Working Capital)
Konsep ini menitikberatkan pada hasil usaha perusahaan yang
berbentuk pendapatan (income) dari usaha pokok perusahaan. Setiap dana
yang digunakan untuk menghasilkan pendapatan, tetapi ada pula dana
modal kerja yang digunakan periode ini tidak langsung dapat memberikan
penghasilan bagi perusahaan pada periode ini, akan tetapi dari dana yang
digunakan tersebut akan memberi penghasilan kepada perusahaan di
waktu mendatang (future income) sehingga besarnya modal kerja adalah:
Besarnya kas
Besarnya persediaan

Besarnya piutang (dikurangi besarnya laba)


Besarnya sebagian dana yang ditanamkan dalam aktiva tetap
(besarnya

adalah

sejumlah

dana

yang

berfungsi

untuk

menghasilkan current income tahun yang bersangkutan).


Sedangkan bagian piutang yang merupakan keuntungan adalah
tergolong dalam modal kerja potensial dan sebagian dana yang ditanamkan
dalam aktiva tetap yang menghasilkan future income (pendapatan tahun-tahun
sesudahnya) termasuk dalam non working capital.
1.2.2. Jenis-jenis Modal Kerja
Menurut Riyanto (2001:61) modal kerja dapat diklasifikasikan menjadi
dua golongan yaitu:
a. Modal Kerja Permanen (Permanent Working Capital)
Modal kerja permanen merupakan modal kerja yang harus tetap ada pada
perusahaan untuk dapat menjalankan fungsinya atau dengan kata lain
modal kerja yang secara terus menerus diperlukan untuk kelancaran usaha.
Permanent Working Capital ini dapat dibedakan dalam:
Modal Kerja Primer (Primary Working Capital)Modal kerja primer
adalah jumlah modal kerja minimum yang harus ada pada

perusahaan untuk menjamin kontinuitas usahanya.


Modal Kerja Normal (Normal Working Capital)Modal kerja
normal adalah jumlah modal kerja yang diperlukan untuk
menyelenggarakan luasnya persediaan produk yang normal atau
dinamis, luasnya produk mengikuti jumlah penjualan produk pada
perusahaan.

b. Modal Kerja Variabel (Variable Working Capital)Modal kerja variabel


merupakan modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah sesuai dengan
perolehan keadaan dan modal kerja ini dibedakan antara lain:
Modal Kerja Musiman (Seasonal Working Capital) Modal kerja
musiman adalah modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah yang

disebabkan oleh fluktuasi musim.


Modal Kerja Siklis (Cyclical Working Capital ) Modal kerja siklis
adalah modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah yang disebabkan

oleh fluktuasi konjungtur.


Modal Kerja Darurat (Emergency Working Capital) Modal kerja
darurat adalah modal kerja yang besarnya berubah-ubah karena

adanya keadaan darurat yang tidak diketahui sebelumnya, misalnya


pemogokan karyawan, banjir, perubahan ekonomi yang mendadak
dan lain-lain. Menurut Halim (2002:89-92) menyatakan bahwa
besar kecilnya kebutuhan modal kerja tersebut dapat disebabkan
oleh beberapa hal diantaranya adalah:
1. Volume penjualan
Faktor ini adalah faktor yang paling utama, karena perusahaan
memerlukan modal kerja untuk menjalankan aktivitasnya di mana
puncak dari aktivitas penjualan, dari ini perusahaan bisa mengukur
efektif dan efisiennya perkembangan pada karyawan dan
perusahaan.
2. Pengaruh musim
Musim dapat mempengaruhi permintaan dari barang, maka
penjualan akan berfluktuasi dan fluktuasi penjualan akan
mengakibatkan perbedaan-perbedaan jumlah kebutuhan modal
kerja dan inilah yang menimbulkan adanya modal kerja variabel.
3. Perubahan teknologi
Perkembangan teknologi terutama yang berhubungan dengan
proses produksi dapat mempunyai pengaruh yang tajam terhadap
kebutuhan modal kerja.
4. Kebijakan-kebijakan perusahaan
Beberapa kebijakan perusahaan yang diambil dapat mempengaruhi
tingkat modal kerja baik permanen ataupun variabel. Jika
perusahaan mengubah kebijakan kredit net 30 menjadi net 60,
maka tambahan dana permanen mungkin terikat pada piutang. Jika
perusahaan

mengubah

kebijakan

produksi

mungkin

akan

mempengaruhi kebutuhan persediaan. Perubahan tingkat minimum


kas mungkin akan menaikkan atau menurunkan modal kerja.

2. ANALISIS LIKUIDITAS BERDASARKAN AKTIVITAS OPERASI


Ukuran likuiditas berdasarkan aktivitas operasi penting dalam analisis kredit.
Bagian ini membahas tiga langkah aktivitas operasi berbasis pada piutang, persediaan,
dan kewajiban lancar.
2.1.
Aktivitas Operasi Berbasis Pada Piutang
2.1.1. Ukuran Likuiditas Piutang Usaha
Bagi kebanyakan perusahaan menjual secara kredit, rekening dan
wesel tagih merupakan bagian penting dari modal kerja . Dalam menilai

likuiditas , termasuk kualitas modal kerja dan rasio lancar , maka perlu untuk
mengukur kualitas dan likuiditas piutang. Baik kualitas dan likuiditas piutang
dipengaruhi oleh tingkat turnover mereka. Kualitas mengacu pada
kemungkinan penagihan tanpa kehilangan. Pengalaman menunjukkan bahwa
piutang yang lama beredar di luar tanggal jatuh tempo mereka , semakin
rendah kemungkinan ditagih. Tingkat turnover mereka merupakan indikator
umur piutang. Indikator ini sangat berguna bila dibandingkan dengan tingkat
turnover yang diharapkan dihitung dengan menggunakan persyaratan kredit
yang diijinkan. Likuiditas mengacu pada kecepatan dalam mengkonversi
piutang menjadi kas. Tingkat perputaran piutang adalah ukuran kecepatan ini.
2.1.2. Perputaran Piutang usaha
rasio perputaran piutang usaha dihitung sebagai berikut:

Piutang dari penjualan normal harus dimasukkan ketika menghitung


perputaran piutang . Rasio ini hanya mencakup penjualan kredit karena
penjualan tunai tidak menciptakan piutang . Tetapi jika penjualan kredit tidak
diketahui jumlah pastinya, maka dapat menggunakan total penjualan bersih
( yaitu, dengan asumsi penjualan tunai tidak signifikan ). Jika penjualan tunai
signifikan, maka rasio ini kurang berguna . Namun, jika proporsi penjualan
tunai terhadap total penjualan relatif stabil , maka tahun - ke - tahun
perbandingan perubahan dalam rasio perputaran piutang dapat diandalkan.
Cara yang paling langsung bagi kita untuk menentukan piutang rata-rata
piutang adalah dengan menambahkan awal dan akhir piutang untuk periode
dan dibagi dengan dua . Menggunakan angka bulanan atau kuartalan
menghasilkan perkiraan yang lebih akurat . Semakin penjualan berfluktuasi ,
semakin besar kemungkinan rasio ini terdistorsi . Rasio perputaran piutang
menunjukkan seberapa sering , rata-rata , piutang berputar - yaitu , yang
diterima dan dikumpulkan selama setahun.
Ilustrasi 10.5 memberikan contoh .

2.1.3. Jumlah hari dalam Menagih Piutang

Meskipun rasio perputaran piutang usaha mengukur kecepatan


penagihan dan berguna untuk tujuan perbandingan, tidak langsung
dibandingkan dengan kondisi perdagangan perusahaan yang ke pelanggan.
Perbandingan ini dibuat dengan mengubah rasio perputaran menjadi hari
untuk menagih piutang. Jumlah hari penagihan piutang adalah jumlah hari
yang dibutuhkan, secara rata-rata, untuk menagih piutang berdasarkan saldo
akhir tahun piutang. Hal ini dihitung dengan membagi piutang dengan ratarata penjualan harian sebagai berikut:

2.1.4.

Interpretasi Ukuran Likuiditas Piutang


tingkat perputaran piutang dan periode penagihan akan berguna
dibandingkan dengan rata-rata industri atau dengan perjanjian kredit yang
diberikan oleh perusahaan. Ketika periode penagihan dibandingkan dengan
perjanjian penjualan yang diperbolehkan oleh perusahaan, kita dapat menilai
sejauh mana pelanggan yang membayar tepat waktu. Misalnya, jika

perjanjian kredit biasa dijual 40 hari, maka periode pengumpulan piutang


dari 75 hari mencerminkan satu atau lebih dari kondisi berikut:
a. Usaha penagihan yang buruk
b. Keterlambatan pembayaran pelanggan.
c. Pelanggan dalam kesulitan keuangan
Kondisi pertama menuntut tindakan korektif manajerial, sementara dua
lainnya merefleksikan kualitas dan likuiditas piutang dan menuntut tindakan
manajerial yang bijaksana. Langkah awal adalah untuk menentukan apakah
piutang mewakili aktivitas penjualan perusahaan. Sebagai contoh, piutang
dapat dijual kepada SPE dan, jika SPE ini terstruktur dengan baik, piutang
akan dihapus dari buku. sementara penjualan piutang mungkin, oleh karena
itu, mendistorsi perhitungan rasio. Hal ini tidak biasa bagi perusahaan untuk
terus melayani akun untuk SPE. Dalam hal ini jumlah total piutang servis
disediakan dalam catatan kaki. Ini dapat ditambahkan dengan yang dilaporkan
di neraca untuk tiba di total piutang yang beredar. Rasio perputaran kemudian
dihitung dengan menggunakan total piutang yang beredar.

2.2.

Aktivitas Operasi Berbasis Pada Persediaan


2.2.1. Ukuran Perputaran Persediaan
Persediaan sering merupakan bagian penting dari aktiva lancar. Alasan
untuk ini sering tidak ada hubungannya dengan kebutuhan perusahaan untuk
mempertahankan dana cair yang memadai . Persediaan adalah investasi yang
dilakukan untuk tujuan memperoleh kembali melalui penjualan kepada
pelanggan. Pada kebanyakan perusahaan , tingkat tertentu persediaan harus
disimpan . Jika persediaan tidak memadai, volume penjualan menurun di
bawah tingkat yang dapat dicapai . Sebaliknya, persediaan yang berlebihan
mengekspos perusahaan untuk biaya penyimpanan , asuransi , pajak ,
usang ,dan kerusakan fisik. Persediaan berlebihan juga mengikat dana yang

dapat digunakan lebih menguntungkan di tempat lain. Karena risiko dalam


menyimpan persediaan, dan mengingat bahwa persediaan selanjutnya
dihapus dari kas dari piutang tersebut, mereka biasanya dianggap sebagai
aset lancar yang paling tidak likuid .
2.2.2. Perputaran Persediaan
Rasio perputaran persediaan mengukur rata-rata kecepatan di mana
persediaan bergerak melalui dan keluar dari perusahaan. Perputaran
persediaan dihitung sebagai berikut:

Agar Konsistensi mengharuskan kita menggunakan harga pokok


penjualan dalam pembilang karena, seperti persediaan, dilaporkan biaya.
Jumlah, sebaliknya, termasuk margin keuntungan. Rata-rata persediaan
dihitung dengan menambahkan awal dan akhir saldo persediaan, dan
membaginya dengan dua. Perhitungan rata-rata ini dapat disempurnakan
dengan rata-rata angka persediaan triwulanan atau bulanan. Ketika kita
tertarik dalam mengevaluasi tingkat persediaan pada tanggal tertentu, seperti
akhir tahun, kita menghitung rasio perputaran persediaan dengan
menggunakan saldo persediaan pada tanggal tersebut di penyebut.
2.2.3. Jumlah hari Penjualan dalam Persediaan
Ukuran lain perputaran persediaan berguna dalam menilai pembelian
dan produksi kebijakan perusahaan adalah jumlah hari penjualan dalam
persediaan, dihitung sebagai berikut:

Rasio ini memberitahu kita adalah jumlah hari yang diperlukan untuk
menjual persediaan akhir dengan asumsi tingkat tertentu penjualan. Ilustrasi
10.6 memberikan contoh.

2.2.4. Interpretasi Perputaran Persediaan


Rasio lancar memperlihatkan komponen aktiva lancar sebagai
sumber dana untuk berpotensi melunasi kewajiban lancar. Dilihat dari
pandangan sama, rasio perputaran persediaan memberikan ukuran kualitas
dan likuiditas komponen persediaan aktiva lancar. Kualitas persediaan
mengacu pada kemampuan perusahaan untuk menggunakan dan membuang
persediaan. Kita harus mengakui, bagaimanapun, bahwa perusahaan terus
tidak menggunakan persediaan untuk membayar kewajiban lancar karena
setiap penurunan serius dalam tingkat persediaan yang normal mungkin
memotong ke volume penjualan.
Ketika perputaran persediaan menurun dari waktu ke waktu, atau
kurang dari angka industri, ini menunjukkan bergerak lambat persediaan
dikaitkan keusangan, permintaan yang lemah, atau tidak terjual. Kondisi ini
mempertanyakan kelayakan sebuah perusahaan pemulihan biaya persediaan.
Kita perlu analisis lebih lanjut dalam hal ini untuk melihat apakah penurunan
perputaran persediaan adalah karena penumpukan persediaan untuk
mengantisipasi peningkatan penjualan, komitmen kontrak, kenaikan harga,
penghentian kerja, kekurangan persediaan, atau alasan yang sah lainnya.
Kita juga harus menyadari manajemen persediaan (seperti just-in-time
sistem) yang bertujuan untuk menjaga tingkat persediaan yang rendah
dengan

mengintegrasikan

memesan,

memproduksi,

menjual,

dan

mendistribusikan. Manajemen persediaan yang efektif meningkatkan


perputaran persediaan.

Berguna persediaan mengukur likuiditas lainnya adalah periode konversi atau


siklus operasi. Ukuran ini menggabungkan periode penagihan piutang dengan hari
untuk menjual persediaan untuk mendapatkan interval waktu untuk mengkonversi
persediaan uang tunai. Menggunakan hasil dihitung dari dua ilustrasi independen
kami di atas, kami akan menghitung periode konversi sebagai berikut:

Ini berarti yang dibutuhkan 195 hari bagi perusahaan untuk menjual
persediaan dan untuk menagih piutang, berdasarkan tingkat lancar piutang dan
persediaan.
3. UKURAN LIKUIDITAS LAINNYA
Analisis Rasio adalah evaluasi atas hubungan yang terjadi antara berbagai variabel
dalm laporan keuangan. Perusahaan dapat menilai karakteristik keungannya dengan
membandingkan antara rasio keuangan yang dimilikinya dengan rasio keuangan
perusahaan-perusahaan lainnya dalam industri yang sama.
Rasio-rasio keuangan biasanya diklasifikasikan menurutkrakteristik-karakteristik
yang mejadi ukura. Karakteristik tersebut antara lain :
3.1.
Ukuran Likuiditas
Likuiditas (Liquidity) mengacu pada keampuan sebuah perusahaan untuk
memenuhi kewajiban-kewajiban jangka pendeknya. Kebanyakan ukuran liquiditas
membandingkan antara aktiva lancar dengan kewajiban lancar. Semakin besar
tingkat aktiva lancar yang tersedia secara relatif terhadap kewajiban lancar, maka
semakin besar likuiditas perusahaan.
a. Rasio Lancar

Membaningkan aktiva lancar dengan kewajiban lancar dalam bentuk rasio.


Dinyatakan dengan :
Rasio Lancar

= Aktiva Lancar
Kewajiban Lancar

b. Rasio Cepat
Tidak memasukkan persediaan sebagai bagian dari pembilang, rasio ini menjadi
lebih kecil dari dari pada rasio lancar bagi semua perusahaan yang memiliki
persediaan.
Rasio Lancar

= Kas+Sekuritas yang dapat diperjual belikan+Piutang

Usaha
Kewajiban Lancar
3.2.

Ukuran Efisiensi
Rasio-rasio efisiensi mengukur seberapa efisien perusahaan telah mengelola
aktiva-aktivanya. Dua rasio efisiensi yang populer:
a. Perputaran Persediaan
Tingkat persediaan yang terlalu rendah juga tidak menguntungkan karena
mengakibatkan kekurangan pasokan, yang juga mengurangi penjualan.
Perputaran Persediaan
b. Perputaran Aktiva
Perusahaan yang

= Harga Pokok Penjualan


Persediaan

memiliki

aktiva

yang

berlebihan

berarti

telah

menginvestasikan modalnya dengan tidak bijaksana. Perusahaan lebih menyukai


mendukung tingkat penjualan yang tinggi dengan jumlah aktiva yang relatif
rendah sehingga artinya perusahaan dapat memanfaatkan aktiva yang telah
diinvestasikan secara efektif.
Perputaran Aktiva

Penjualan Bersih
Total Aktiva

3.3.

Ukuran Pengungkit Keuangan


Pengugkit (laverage) keuangan mencerminkan tingkat sejauh mana
perusahaan mengunakan dana pinjaman untuk mendanai aktiva-aktivanya.
Perusahaan yang meminjam sebagian besar modalnya memiliki tingkat laverage
keuangan yang tinggi. Perusahaan yang dengan tingkat laverage keuangan tinggi
akan menanggung biaya pendanaan tetap yang tinggi (beban bunga) yang harus

dibayar tanpa melihat tingkat penjualan yang dihasilkan perusahaan. Perusahaanperusahaan ini memiliki kemungkinan lebih besar mengalami masalah dalam
pelunasan utang-utangnya dan oleh sebab itu dinggap sebagai perusahaan yang
memiliki resiko tinggi.
Rasio Utang Terhadap Ekuitas(debt-to-equity-ratio)
=
Utang Jangka Panjang
Ekuitas Pemilik
a. Kelipatan Pembayaran Bunga (time interest earned ratio)
Mengatur kemampuan perusahaan untuk menutup pembayaran bunganya. Jika
sebuah perusahaan memiliki tingkat laba sebelum bunga dan pajak (EBIT) yang
rendah relatif terhadap besarnya beban bunga, penurunan sejumlah kecil EBIT
di masa depan dapat memaksa perusahaan gagal membayar bebanya.
Kelipatan Pembayaran Bunga
3.4.

= Laba sebelum Bunga dan Pajak (EBIT)


Beban Bunga Tahunan

Ukuran Profitabilitas
Ukuran Profitabilitas menunjukkan kinerja operasi perusahaan selama satu
periode tertentu. Jumlah laba yang dihasilkan oleh perusahaan dapat diukur relatif
terhadap tingkat penjualan, aktiva atau ekuitas perusahaan.
Margin Laba Bersih (net profit margin), adalah ukuran laba bersih sebagai
persentase dari penjualan.
Margin Laba Bersih

=
Laba Bersih
Penjualan Bersih
a. Pengembalian atas Aktiva (Return on assets-ROA)
Sebuah perusahaan megukur pengembalian ( laba bersih) perusahaan sebagai
resentase dari total jumlah aktiva yang dimanfaatkan perusahaan. Semakin
tinggi ROA, maka semakin efisien perusahaan tersebut memanfaatkan
aktivanya.
ROA

Laba Bersih
Total Aktiva

b. Pengembalian atas Ekuitas (return on equity-ROE)


Mengukur pengembalian bagi para pemegang saham biasa sebagai persentase
dari investasi mereka pada perusahaan. ROE mengukur kinerja perusahaan atas
penggunaan ekuitas yang telah diberikan. Para pemegag saham lebih menyukai
nilai ROE yang sangat tinggi karena ROE yang tinggi menunjukkan

pengembalian yang tinggi relatif terhadap jumlah investasi yang telah mereka
tanamkan.
ROE

Laba Bersih
Ekuitas Pemilik

KASUS
LAPORAN KEUANGAN PT INDOSAT TBK DAN XL AXIATA

Laporan keuangan PT Indosat Tbk dan PT XL Axiata terdiri dari lima laporan yaitu
Laporan posisi keuangan, laporan laba rugi, laporan perubahan ekuitas, Laporan arus kas, san
catatan atas laporan keuangan. PT Indosat Tbk dan PT XL Axiata menganut prinsip Full
Disclouser karena menjelaskan informasi-informasi tentang perusahaan di dalam catatan atas

laporan keuangan, misalnya metode yang dipakai dalam penilaian persedian sampai
penjelasan saham yang ada di perusahaan tersebut.
Laporan posisi keuangan PT Indosat Tbk dan PT XL Axiata berbentuk Staffel
(Refort Form) atau vertical. Laporan ini dilaporkan satu halaman vertical, disebelah atas
dicantumkan total aktiva dan di bawahnya disajikan total kewajiban dan modal. Pos-pos
dalam laporan ini di pisahkan antara lancar dan tidak lancar di bagian Harta serta jangka
pendek dan jangka panjang di bagian kewajiban.
Laporan laba rugi PT Indosat Tbk berbentuk single step , tidak dikelompokan .
Pendapatan Indosat digabungkan dalam satu kelmpok, namun pada bagian beban di pisah
antara beban operasi dan beban non operasi. Laporan laba rugi PT XL Axiata juga berbentuk
single step , tidak ada pengelompokan di dalamnya.
1. Perhitungan Rasio
Berdasarkan Laporan keuangan PT Indosat Tbk dan PT XL Axiata khususnya
laporan posisi keuangan dan laporan laba rugi untuk periode yang berakhir pada 31
Desember 2011 dan 2012 , didapatkan perhitungan rasio likuiditas, solvabilitas dan
Rentabilitas untuk membandingkan kinerja kedua perusahaan tersebut, perhitungannya
sebagai berikut :

1.2.

Likuiditas
a. Current rasio
Indosat
2012

XL
2011

2012

Aktiva

Lancar

Rp

(a)
Hutang

8,308,810,000,000
Rp

5,767,565,000,000

Lancar

11,015,751,000,000
0.7543 / 75.43%
0.2724

11,968,067,000,000
0.4819 / 48.19%

(a)
Rasio (a/b)
naik atau turun

Rp

2011
Rp

3,958,985,000,000
Rp

Rp
3,387,237,000,000

Rp
8,739,996,000,000
0.4530 / 45.30%
0.0649

Rp
8,728,212,000,000
0.3881 / 38.81%

Hasil perhitungan current rasio Indosat pada tahun 2011 dan 2012 menunjukan
angka rasio sebesar 0.4819 dan 0.7545. hal ini berarti menunjukan tingkat likuiditas
Indosat tidak cukup baik karena hasil angka rasio kurang dari satu atau 100 % yang
menunjukan jumlah hutang lebih besar dari pada jumlah aktiva . Pada tahun 2011 current
rasio menunjukan angka 48.19% yang berarti bahwa setiap Rp 1 hutang lancar hanya
dapat ditutupi dengan Rp 0.4819 aktiva lancar . pada tahun 2012 menunjukan angka rasio
sebesar 75.43 % yang berarti setiap Rp 1 hutang lancar hanya dapat ditutupi denganRp
0.7543 Aktiva lancar. Walaupun terjadi peningkatan current rasio sebesar 27.24% karena
peningkatan akitiva lancar yg cukup besar, namun Indosat belum mampu untuk melunasi
kewajiban jangka pendeknya dengan aktiva lancarnya .
sama seperti indosat, current rasio XL pada tahun 2011 dan 2012 tidak baik
karena tidak melebihi seratus persen. Pada tahun 2011 current rasio XL menunjukan
angka 38.81% hal ini berarti setiap Rp 1 hutang lancar XL hanya dapat diditutupi dengan
Rp 0.3881 aktiva lancarnya.pada tahun 2012 menunjukan angka 45.30 % hal ini berarti
setiap Rp 1 hutang lancar hanya dapat ditutupi dengan Rp 0.4530 aktiva lancar.
Jika Indosat dibandingkan dengan XL , current rasio yang dimiliki indosat lebih
besar dari pada yang dimiliki XL hal ini berarti tingkat likuiditas Indosat lebih baik
daripada XL.
b.

Quick Rasio
Indosat
2012

2011

Aktiva Lancar

Rp

Rp

(a)
Persediaan (b)

8,308,810,000,000
Rp 52,556,000,000

Hutang lancar

Rp

(c)
Rasio(a-b)/c

11,015,751,000,000
0.7495 / 74.95 %

naik atau turun

0.2739

XL
2012

2011
Rp

Rp

5,767,565,000,000
Rp 75,890,000,000

3,958,985,000,000
Rp 49,807,000,000

3,387,237,000,000
Rp 66,595,000,000

Rp

Rp

Rp

11,968,067,000,000
0.4756 / 47.56 %

8,739,996,000,000
0.4473 / 44.73 %

8,728,212,000,000
0.3804 / 38.04%

0.0668

Hasil perhitungan angka Quick ratio Indosat lebih rendah daripada current rasio
Indosat, pada tahun 2011 menunjukan angka 47.56 % hal ini berarti setiap Rp 1 hutang lancar
hanya dapat ditutupi dengan Rp 0.4756 aktiva lancar yang mudah diuangkan. Pada tahun
2012 menunjukan angka rasio sebesar 74.95% hal ini berarti setiap Rp 1 hutang lancar hanya

dapat ditutupi dengan Rp 0.7495 aktiva lancar yang mudah diuangkan. Jumlah current rasio
Indosat lebih besar dari pada quick rasio hal ini menandakan banyaknya investasi yang terjadi
di persediaan.
Keadaan quick rasio XL tidak jauh berbeda kasusnya dengan indosat dimana quick
rasionya lebih kecil dari pada current rasionya . kemampuan XL untuk memenuhi kewajiban
jangka pendeknya dengan aktiva yang mudah diuangkan buruk.
Namun, Jika kita bandingkan quick rasio indosat dan XL, quick rasio yang dimiliki
indosat lebih besar daripada XL, hal ini berarti kemampuan indosat untuk melunasi
kewajiban jangka pendeknya menggunakan aktiva yang mudah diuangkan lebih baik dari
pada XL pada tahun 2012 dan 2011.

2. Solvabilitas
a. Debt to asset ratio
INDOSAT

XL

2012
Total
hutang (a)
Total
aktiva(b)
Rasio (a/b)
naik
atau
turun

2011
Rp

35,829,677,000,000

Rp

0.6488/64.88%
0.0051

2011
Rp

34,263,912,000,00

20,085,669,000,00

Rp
55,225,061,000,000

2012

Rp

Rp

53,233,012,000,00

35,455,705,000,00

0
0.6437/64.37%

0.5665/56.56%
0.0058

Rp
17,478,142,000,000
Rp
31,170,654,000,000
0.5607/56.07%

Pada tahun 2011 debt to asset rasio Indosat menunjukan angka rasio sebesar 64.37%
hal ini berarti 64 % harta perusahaan didanai dari hutang atau kreditor dan sisanya yaitu
35.63 % didanai dari investor. Pada tahun 2012 menunjukan angka 64.88% hal ini berarti
64.88% harta perusahaan didanai dari hutang dan sisanya yaitu 35.12% didanai dari
Investor.
Pada tahun 2011 debt to asset rasio XL menunjukan angka sebesar 56.07% hal ini
berarti sebanyak 56.07% harta perusahaan didanai dari hurang dan sisanya yaitu 43.93 %
didanai dari investor. Pada tahun 2012 menunjukan angka 56.56% hal ini berarti sebanyak
56.56% harta perusahaan didanai dari hutang dan sisanya yaitu 43.44% didanai dari
investor.
Terjadi peningkatan rasio di kedua perusahaan tersebut yang menandakan adanya
kenaikan harta yang didanai dari hutang dan meningkatnya beban hutang perusahaan.
Semakin besar persentase semakin besar pula risiko yang ditanggung perusahaan untuk
membayar hutang tersebut.
Namun jika kedua perusahaan tersebut dibandingkan Indosat mempunyai risiko
yang lebih besar dari pada XL karena mempunyai rasio yang lebih besar. resiko kreditor
berupa ketidakmampuan perusahaan membayar semua kewajibannya lebih tinggi
Indosat.Apabila terlalu banyak berhutang perusahaan dapat mengalami masalah dalam
membayar angsuran hutang. Kemungkinan Indosat untuk mendapatkan masalah lebih besar
dari XL.

b.

Debt to equity ratio


Indosat
2012

Total
hutang(a)
equity (b)
Rasio (a/b)
naik atau
turun

XL
2011

2012

2011

Rp

Rp

Rp

Rp

35,829,677,000,000
Rp

34,263,912,000,000
Rp

20,085,669,000,000
Rp

17,478,142,000,000
Rp

19,395,384,000,000
1.8473/ 184.73%

18,969,100,000,000
1.8063/180.63%

15,370,036,000,000
1.3068/130.68%

13,692,512,000,000
1.2765/127.65%

0.0410

0.0303

Hasil perhitungan debt to equity rasio yang dimiliki indosat pada tahun 2011
menunjukan angka 180.65% hal ini berarti pada tahun 2011 Indosat mempunyai total hutang

sebanyak 1,8 kali modal perusahaanya. Pada tahun 2012 menunjukan angka 184.73% hal ini
berarti pada tahun 2012 Indosat memiliki total hutang sebanyak 1.84 dari modal
perusahaannya.
Pada tahun 2011 rasio yang dimiliki XL menunjukan angka 127.65 % hal ini berarti
pada tahun 2011 XL mempunyai total hutang sebanyak 1.27 kali modal perusahaanya. Pada
tahun 2012 menunjukan angka 130.68% hal ini berarti pada tahun 2012 XL mempunyai total
hutang sebanyak 1.3 kali modal perusahaan.
Terjadi kenaikan rasio pada tahun 2011/2012 di kedua perusahaan tersebut yang
menunjukan meningkatnya komposisi total hutang yg lebih tinggi dibandingkan dengan
modalnya.sehingga berdampak semakin besar beban perusahaan terhadap pihak luar. Indosat
dan XL belum mampu untuk membayar total hutangnya menggunakan modal perusahaan
karena lebih besar hutang dari pada modal yang dimiliki.namun jika Indosat dibandingkan
dengan XL ,Indosat mempunyai lebih banyak pendanaan perusahaan yang disediakan oleh
kreditor. Beban Hutang yang dimiliki indosat lebih besar dan kemampuan indosat untuk
membayar hutangnya menggunakan modalnya tidak lebih baik dibanding XL.

a.

3. Rentabilitas
Net profit margin
Indosat
Net

Profit

2012

Margin
EAT (a)

XL
2011

2012

2011

Rp

Rp

Rp

Pendapatan

Rp

1,066,744,000,000
Rp

2,764,647,000,000
Rp

2,830,101,000,000
Rp

(b)
Rasio (a/b)
naik atau

22,418,812,000,000
0.0217 / 2.17%
-0.0302

20,529,292,000,000
0.0520 / 5.20%

20,969,806,000,000
0.1318 / 13.18%
-0.0231

18,260,144,000,000
0.1550 / 15.50%

487,416,000,000

Rp

turun

Hasil perhitungan net profit margin di Indosat pada tahun 2011 menunjukan angka
sebesar 5.2% hal ini berarti indosat dapat menghasilkan laba tahun 2011 sebesar 5.2% dari

pendapatanya. Pada tahun 2012 menurun ke angka 2.17% hal ini berarti indosat dapat
menghasilkan laba bersih tahun 2012 hanya sebesar 2.17% dari pendapatannya. Penurunan
ini disebabkan karena laba yang turun dari tahun 2011 ke 2012 karena peningkatan biaya
pendanaan yang signifikan.
Hasil perhitungan net profit margin di XL pada tahun 2011 menunjukan angka 15.5%
hal ini berarti XL dapat menghasilkan laba pada tahun 2011 sebesar 15,5% dari pendapatnya,
lebih baik dari indosat yang hanya dapat menghasilkan laba 5.2% dari pendapatannya. Pada
tahun 2012 menunjukan angka 13.18% hal ini berarti XL dapat menghasilkan laba sebesar
13.18% dari pendapatannya, walaupun turun dari tahun sebelumnya namun angka ini lebih
baik dari indosat yang hanya menghasilkan laba sebesar 2,17% dari pendapatannya.
Indosat mempunyai rasio jauh di bawah XL hal ini berarti Indosat tidak lebih baik
dari XL dalam menghasilkan laba dari pendapatanya dan kurang mampu menekan biaya yang
terjadi.

b.

Return on Asset
Indosat
2012

EBIT (a)

XL
2011

2012

2011

Rp

Rp

Rp

Rp

Total

2,405,424,000,000
Rp

3,168,065,000,000
Rp

4,352,463,000,000
Rp

4,443,363,000,000
Rp

Aktiva (b)

55,225,061,000,000

53,233,012,000,00

35,455,705,000,00

31,170,654,000,000

Rasio (a/b)

0.0436 / 4.36 %

0
0.0595 / 5.95%

0
0.1228 /12.28%

0.1425 / 14.25%

naik

atau

-0.0160

-0.0198

turun

Pada tahun 2011 rasio return on asset yang dimiliki indosat menunjukan angka 5.95%
hal ini berarti bahwa setiap Rp 1 aktiva menghasilkan laba bersih sebelum pajak sebesar Rp
0.0595 . pada tahun 2012 menunjukan angka sebesar 4.36% hal ini berarti setiap Rp 1 aktiva
dapat menghasilkan Rp 0.0436 laba bersih sebelum pajak. Rasio return on asset indosat
mengalami penurunan dari tahun 2011 ke 2012 disebabkan karena total aktiva yang
meningkat namun total laba menurun. Pemakaian aktiva di indosat kurang efektif karena
terjadi penurunan di tahun 2012.

Sedangkan rasio return on asset milik XL pada tahun 2011 menunjukan angka sebesar
14.25% hal ini berarti setiap Rp 1 aktiva milik XL dapat menghasilkan Rp 0.1425 laba bersih
sebelum pajak dan pada tahun 2012 menunjukan angka sebesar 12.28% hal ini berarti setiap
Rp 1 aktiva milik XL dapat menghasilkan Rp 0.1228 laba bersih sebelum pajak. Sama seperti
indosat, angka rasio XL mengalami penurunan karena meningkatnya aktiva dan menurunnya
laba.
Jika indosat dibandingkan dengan XL, efektifitas indosat dalam menggunakan total
aktiva untuk menghasilkan laba tidak lebih baik dari XL . dapat dibuktikan dengan
perhitungan rasio return on asset milik XL yang lebih besar daripada milik indosat.

c. Return on equity
Indosat
2012
EAT (a)

XL
2011

Rp
487,416,000,000

MODAL
(b)
Rasio (a/b)
naik atau

2012
Rp

Rp

Rp

2,764,647,000,000
Rp

2,830,101,000,000
Rp

15,370,036,000,000
0.1799/17.99%
-0.0268

13,692,512,000,000
0.2067/20.67%

1,066,744,000,000
Rp

19,395,384,000,000
0.0251/2.51%
-0.0311

18,969,100,000,000
0.0562/5.62%

2011

Rp

turun

Perhitungan rasio return equity indosat pada tahun 2011 menunjukan angka 5.62% hal
ini berarti setiap Rp 1 modal menghasilkan laba sebesar Rp 0.0562. pada tahun 2012
menunjukan angka sebesar 2.51% hal ini berarti setiap Rp 1 modal dapat menghasilkan laba
Rp 0.0251 . terjadi penurunan rasio pada tahun 2011/2012 disebabkan karena adanya
kenaikan modal namun laba setelah pajak turun karena beban pendanaan yang besar.
Sedangkan return equity milik XL pada tahun 2011 menunjukan angka 20.67% hal
ini berarti setiap Rp 1 modal dapat menghasilkan laba sebesar Rp 0.2067 . pada tahun 2012
menunjukan angka sebesar 17.99% hal ini berarti setiap Rp 1 modal dapat menghasilkan laba
sebesar Rp 0.1799 . sama seperti indosat, rasio ROE XL mengalami penurunan karena
peningkatan modal dan penurunan laba .

Namun jika di bandingkan dengan XL, indosat memiliki return on equity yang buruk
karena rasio indosat yang jauh lebih rendah dari XL.
Kemampuan modal indosat yang di investasikan untuk berputar dalam menghasilkan laba
sangat rendah dibandingkan XL.

4. Rasio Aktivitas
a. Days sales outstanding
Indosat
2012
piutang

XL
2011

Rp

2012
Rp

usaha(a)
Pendapatan(b

574,650,000,000

22,418,812,000,00

20,529,292,000,00

penjualan per
hari(c)
Hasil(a/c)

318,243,000,000
Rp

61,421,402,740
9.35 kali

505,678,000,000
Rp

Rp

2011
Rp

644,404,000,000
Rp

Rp

20,969,806,000,000

18,260,144,000,000

Rp

Rp

Rp
56,244,635,616
5.65 kali

Rp

57,451,523,288
8.80 kali

50,027,791,781
12.88 kali

Pada tahun 2011 DSO indosat sebesar 5 hari hal ini berarti indosat membutuhkan
waktu 5 hari untuk merealisasikan penerimaan kasnya atas penjualan yang telah dilakukan.
Pada tahun 2012 DSO Indosat sebesar 9 kali hal ini berarti Indosat membutuhkan waktu 9
hari untuk merealisasikan penerimaan kasnya atas penjualan yang telah dilakukan. Terjadi
kenaikan DSO dari tahun 2011 ke 2012 , dari 5 hari ke 9 hari. Kenaikan ini berdampak buruk
terhadap kinerja perusahaan karena perusahaan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk
mendapatkan penerimaan kas dari penjualannya.
Pada tahun 2011 DSO XL sebesar 13 hari hal ini berarti XL membutuhkan waktu 13
hari untuk merealisasikan penerimaan kasnya atas penjualan yang telah dilakukannya. Pada
tahun 2012 DSO XL sebesar 9 hari hal ini berarti XL membutuhkan waktu 9 hari untuk
merealisasikan penerimaan kasnya atas penjualannya yang telah dilakukan. Terjadi
penurunan DSO pada tahun 2011 ke 2012 hal ini berarti kemampuan XL untuk menagih
piutangnya kepada pembeli membaik yaitu dari 13 hari ke 9 hari. XL akan mendapatkan
penerimaan kas lebih cepat dari tahun sebelumnya.

Walaupun pada tahun 2011 Indosat lebih mampu merealisasikan penerimaan kasnya lebih
cepat dari pada XL namun pada tahun 2012 kemampuan indosat untuk merealisasikan penerimaan
kasnya menurun sedangkan kemampuan XL untuk merealisasikan penerimaan kasnya membaik
bahkan lebih baik dari indosat pada tahun 2012. Jadi , kinerja indosat tidak meningkat seperti XL pada
tahun 2011/2012 dan kinerja Indosat tidak lebih baik dari XL.

DAFTAR PUSTAKA
Riyanto, Bambang, 2008. Dasar-dasar Pembelajaran Perusahaan,
BPFE,Yogyakarta.
Sawir, Agnes, 2009. Analisa Kinerja Keuangan dan Perencanaan
keauangan Perusahaan, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
https://www.academia.edu/4489389/akuntansi_dan_analisis_keuangan
(diakses pada tanggal 15 Desember 2015)
https://books.google.co.id/books?id Analisis Rasio (diakses pada tanggal 15
Desember 2015)

Vous aimerez peut-être aussi