Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
ASMA BRONKIAL
OLEH
WAHONO
0808121232
PEMBIMBING
dr. ZARFIARDY A.F Sp.P
ASMA BRONKIAL
1. Definisi
Asma berasal dari bahasa Yunani kuno yaitu asthma yang berarti terengahengah. Asma bronkial merupakan suatu kelainan inflamasi kronis pada saluran
nafas yang melibatkan sel dan elemen-elemen seluler. Inflamasi kronis tersebut
berhubungan dengan hiperresponsif saluran pernafasan yang menyebabkan
episode wheezing, apneu, sesak nafa, dan batuk-batuk terutama pada malam hari
atau awal pagi. Episode ini berhubungan dengan luas obstruksi saluran pernafasan
yang bersifat reversibel baik secara spontan maupun secara terapi.1
Asma bronkial di masyarakat sering disebut sebagai bengek, asma, mengi,
ampek, sasak angok, dan berbagai istilah lokal lainnya. Definisi asma bronkial
menurut Departemen Kesehatan R.I. adalah suatu kelainan inflamasi (peradangan)
kronik saluran nafas yang menyebabkan hiperaktivitas bronkus terhadap berbagai
rangsangan yang ditandai dengan gejala episodik berulang berupa mengi, batuk,
sesak nafas, dan rasa berat di dada terutama pada malam hari dan atau dini hari
yang umumnya bersifat reversibel baik dengan atau tanpa pengobatan. Asma
bersifat fluktuatif (hilang timbul) yang berarti dapat tenang tanpa gejala tidak
mengganggu aktivitas, tetapi dapat eksaserbasi dengan gejala ringan sampai berat
bahkan dapat menimbulkan kematian.1,2
Definisi asma bronkial menurut WHO adalah keadaan kronis yang ditandai
oleh bronkospasme rekuren akibat penyempitan lumen saluran nafas sebagai
respon terhadap stimulus yang tidak menyebabkan penyempitan serupa pada
banyak orang.2
2.
Epidemiologi
Penyakit asma merupakan kelainan yang sangat sering ditemukan dan
dewasa tua.3 Sekitar separuh kasus timbul sebelum usia 10 tahun dan sepertiga
kasus lainnya terjadi sebelum usia 40 tahun. Pada usia anak-anak terdapat
predisposisi laki-laki/perempuan 2:1.2
Dari tahun ke tahun prevalensi penderita asma semakin meningkat. Di
Indonesia, penelitian pada anak sekolah usia 13-14 tahun dengan menggunakan
kuesioner ISAAC (International Study on Asthma and Allergy in Children) tahun
1995 menunjukkan, prevalensi asma masih 2,1%, dan meningkat tahun 2003
menjadi dua kali lipat lebih yakni 5,2%.2
3.
Patofisiologi
Pemicu yang berbeda akan menyebabkan eksaserbasi asma oleh karena
inflamasi saluran nafas atau bronkospasme akut atau keduanya. Sesuatu yang
dapat memicu serangan asma ini sangat bervariasi antara satu individu dengan
individu yang lain. Beberapa hal diantaranya adalah alergen, polusi udara, infeksi
saluran nafas, kecapaian, perubahan cuaca, makanan, obat atau ekspresi emosi
yang berlebihan, rinitis, sinusitis bakterial, poliposis, menstruasi, refluks
gastroesofageal dan kehamilan.4
Alergen akan memicu terjadinya bronkokonstriksi akibat dari pelepasan
IgE dependent dari mast sel saluran pernafasan dari mediator, termasuk
diantaranya histamin, prostaglandin, leukotrin, sehingga akan terjadi kontraksi
otot polos. Keterbatasan aliran udara yang bersifat akut ini kemungkinan juga
terjadi oleh karena saluran pernafasan pada pasien asma sangat hiperresponsif
terhadap bermacam-macam jenis serangan. Akibatnya keterbatasan aliran udara
timbul oleh karena adanya pembengkakan dinding saluran nafas dengan atau
tanpa
kontraksi
otot
polos.
Peningkatan
permeabilitas
dan
kebocoran
mikrovaskular berperan terhadap penebalan dan pembengkakan pada sisi luar otot
polos saluran pernafasan.4,5
Otot
polos
yang
menghubungkan
cincin
tulang
rawan
akan
berkontraksi/memendek/mengkerut.
Akibatnya menjadi sesak napas, batuk keras bila paru mulai berusaha untuk
membersihkan diri, keluar dahak yang kental bersama batuk, terdengar suara
napas yang berbunyi yang timbul apabila udara dipaksakan melalui saluran napas
yang sempit. Suara napas tersebut dapat sampai terdengar keras terutama saat
mengeluarkan napas.4,5
Hiperinflasi paru akan meningkatkan afterload pada ventrikel kanan oleh karena
peningkatan efek kompresi langsung terhadap pembuluh darah paru.4
4.
Faktor Risiko8
Secara umum faktor risiko asma dipengaruhi atas faktor genetik dan faktor
lingkungan.
1.
Faktor Genetik
a. Atopi/alergi
Hal yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui
bagaimana cara penurunannya. Penderita dengan penyakit alergi biasanya
mempunyai keluarga dekat yang juga alergi. Dengan adanya bakat alergi ini,
penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkial jika terpajan dengan
b.
c.
faktor pencetus.
Hipereaktivitas bronkus
Saluran napas sensitif terhadap berbagai rangsangan alergen maupun iritan.
Jenis kelamin
Pria merupakan risiko untuk asma pada anak. Sebelum usia 14 tahun,
prevalensi asma pada anak laki-laki adalah 1,5-2 kali dibanding anak
perempuan. Tetapi menjelang dewasa perbandingan tersebut kurang lebih
d.
dan
meningkatkan
kemungkinan
terjadinya
asma.
Meskipun
a.
Faktor Lingkungan
Alergen dalam rumah (tungau debu rumah, spora jamur, kecoa, serpihan kulit
b.
3.
a.
b.
Faktor Lain
Alergen makanan
Contoh: susu, telur, udang, kepiting, ikan laut, kacang tanah, coklat, kiwi,
jeruk, bahan penyedap pengawet, dan pewarna makanan.
Alergen obat-obatan tertentu
e.
sulit diobati.
Asap rokok bagi perokok aktif maupun perokok pasif
Asap rokok berhubungan dengan penurunan fungsi paru. Pajanan asap rokok,
sebelum dan sesudah kelahiran berhubungan dengan efek berbahaya yang
dapat diukur seperti meningkatkan risiko terjadinya gejala serupa asma pada
f.
g.
usia dini.
Polusi udara dari dalam dan luar ruangan
Exercise-induced asthma
Pada penderita yang kambuh asmanya ketika melakukan aktivitas/olahraga
tertentu. Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika
melakukan aktivitas jasmani atau olahraga yang berat. Lari cepat paling
mudah menimbulkan asma. Serangan asma karena aktivitas biasanya terjadi
h.
i.
beterbangan).
Status ekonomi
Untuk menjadi pasien asma, ada 2 faktor yang berperan yaitu faktor genetik
dan faktor lingkungan. Ada beberapa proses yang terjadi sebelum pasien menjadi
asma:4,8
1.
2.
3.
binatang berbulu (anjing, kucing, tikus), alergen kecoak, jamur, kapang, ragi serta
pajanan asap rokok; pemacu: Rinovirus, ozon, pemakaian 2 agonis; sedangkan
pencetus: Semua faktor pemicu dan pemacu ditambah dengan aktivitas fisik,
udara dingin, histamin dan metakolin.4
Tabel 1. Faktor resiko asma9
Faktor Pejamu
Prediposisi genetik
Atopi
Hiperesponsif jalan napas
Jenis kelamin
Ras/ etnik
Faktor Lingkungan
Mempengaruhi berkembangnya asma pada individu dengan predisposisi
asma
napas berbunyi (mengi); dan tidak ada gejala yang khas asma karena berbagai
gejala tersebut juga dapat ditemukan pada kondisi gangguan/penyakit pernapasan
lainnya, misalnya bronkitis, croup pada anak, PPOK pada orang tua, dan lainlain.1
bronkus.1
Beberapa kondisi yang menduking diagnosis, yaitu:
Disertai gejala lainnya yang tersering rhinitis alergik.
Disertai gejala atopi (rhinitis alergik, konjungtivitis alergik, dan dermatitis
atopi).
Mempunyai riwayat alergi dalam keluarga
Jka mendapat batuk pilek (common cold/nasofaringitis akut berlangsung lama
10
Klasifikasi
II. Persisten
Ringan
III. Persisten
Sedang
IV. Persisten
Berat
Gejala
Bulanan
* Gejala < 1x/minggu
* Tanpa gejala di luar
serangan
* Serangan singkat
Mingguan
Gejala Malam
2 kali sebulan
> 1x / seminggu
Sering
11
Faal paru
APE 80%
* VEP1 80% nilai prediksi
APE 80% nilai terbaik
* Variabiliti APE < 20%
5.
6.
Diagnosis Banding9
- PPOK
- Bronkitis kronik
- Gagal jantung kongestif
- Batuk kronik akibat lain
- Obstruksi mekanis ( tumor )
- Disfungsi laring
- Emboli paru
Penatalaksanaan
12
Tujuan
utama
penatalaksanaan
asma
adalah
meningkatkan
dan
mempertahankan kualitas hidup agar penderita asma dapat hidup normal tanpa
hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Tujuan penatalaksanaan asma:7
a. Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma.
b. Mencegah eksaserbasi akut.
c. Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin.
d. Mengupayakan aktivitas normal.
e. Menghindari efek samping obat.
f. Mencegah terjadinya keterbatasan aliran udara (airflow limitation).
g. Mencegah kematian karena asma.
Penatalaksanan asma bronkial terdiri dari pengobatan non medikamentosa
dan pengobatan medikamentosa :
1. Pengobatan non medikamentosa 7,15
Pengobatan non medikamentosa terdiri dari :
-
Penyuluhan
Pengendalian emosi
Pemakaian oksigen
Kortikosteroid
Kortikosteroid adalah agen anti inflamasi yang paling potensial dan
merupakan anti inflamasi yang secara konsisten efektif sampai saat ini. Efeknya
secara umum adalah untuk mengurangi inflamasi akut maupun kronik,
menurunkan
gejala
asma,
memperbaiki
aliran
udara,
mengurangi
13
Kromolin
Mekanisme yang pasti kromolin belum sepenuhnya dipahami, tetapi
Metilsantin
Teofilin adalah bronkodilator yang juga mempunyai efek ekstrapulmoner
seperti antiinflamasi.
-
formoterol yang mempunyai waktu kerja lama (>12 jam). Pada pemberian jangka
lama mempunyai efek anti inflamasi walau pun kecil.
-
Leukotriene modifiers
Obat ini merupakan antiasma yang relatif baru dan pemberiannya melalui
Sediaan obat
Tablet
4 , 8, 16 mg
Tablet 5 mg
Dosis dewasa
4-40 mg/ hari,
dosis tunggal
atau terbagi
Short-course :
20-40 mg /hari
dosis tunggal
atau terbagi
selama 3-10
hari
Dosis anak
0,25 2 mg/ kg
BB/ hari, dosis
tunggal atau
terbagi
Short-course :
1-2 mg /kgBB/
hari
Maks. 40
mg/hari, selama
3-10 hari
Kromolin &
Nedokromil
Kromolin
Nedokromil
IDT 5mg/
semprot IDT
2 mg/ semprot
1-2 semprot,
3-4 x/ hari
2 semprot
2-4 x/ hari
1 semprot,
3-4x / hari
2 semprot
2-4 x/ hari
14
Keterangan
Pemakaian jangka
panjang dosis 45mg/ hari atau 8-10
mg selang sehari
untuk mengontrol
asma , atau sebagai
pengganti steroid
inhalasi pada kasus
yang tidak dapat/
mampu
menggunakan
steroid inhalasi
- Sebagai alternatif
antiinflamasi
- Sebelum exercise
atau pajanan
alergen, profilaksis
efektif dalam 1-2
jam
Agonis beta-2
kerja lama
Salmeterol
Bambuterol
Prokaterol
Formoterol
IDT 25 mcg/
semprot
Rotadisk 50
mcg
Tablet 10mg
Tablet 25, 50
mcg
Sirup 5 mcg/
ml
IDT 4,5 ; 9
mcg/semprot
2 4 semprot,
2 x / hari
1 X 10 mg /
hari, malam
2 x 50 mcg/hari
2 x 5 ml/hari
4,5 9 mcg
1-2x/ hari
Medikasi
Metilxantin
Aminofilin
lepas lambat
Teofilin lepas
Lambat
Sediaan obat
Tablet 225
mg
Tablet
125, 250, 300
mg 2 x/
hari;
400 mg
Dosis dewasa
2 x 1 tablet
2 x125 300
mg
200-400 mg
1x/ hari
Dosis anak
-1 tablet,
2 x/ hari
(> 12 tahun)
2 x 125 mg
(> 6 tahun)
Antileukotrin
Zafirlukast
Tablet 20 mg
2 x 20mg/ hari
---
Steroid inhalasi
Flutikason
propionat
Budesonide
Beklometason
dipropionat
125 500
mcg/ hari
100 800
mcg/ hari
100 800
mcg/ hari
50-125 mcg/
hari
100 200 mcg/
hari
100-200 mcg/
hari
2. Bronkodilator (pelega)
-
15
1-2 semprot,
2 x/ hari
-2 x 25 mcg/hari
2 x 2,5 ml/hari
2x1 semprot
(>12 tahun)
Digunakan bersama/
kombinasi dengan
steroid inhalasi
untuk mengontrol
asma
Tidak dianjurkan
untuk mengatasi
gejala pada
eksaserbasi
Kecuali formoterol
yang mempunyai
onset kerja cepat
dan berlangsung
lama, sehingga
dapat digunakan
mengatasi gejala
pada eksaserbasi
Keterangan
Atur dosis sampai
mencapai kadar obat
dalam serum 5-15 mcg/
ml.
Sebaiknya monitoring
kadar obat dalam
serum dilakukan rutin,
mengingat sangat
bervariasinya metabolic
clearance dari teofilin,
sehingga mencegah efek
samping
Pemberian bersama
makanan mengurangi
bioavailabiliti.
Sebaiknya diberikan 1
jam sebelum atau 2 jam
setelah makan
Dosis bergantung
kepada derajat berat
asma
Sebaiknya diberikan
dengan spacer
Metilsantin
Termasuk dalam bronkodilator walau efek bronkodilatasinya lebih lemah
Antikolinergik
Pemberian
secara
inhalasi.
Mekanisme
kerjanya
memblok
efek
Tabel 5. Sediaan dan dosis obat pelega untuk mengatasi gejala asma9
Medikasi
Sediaan obat
Dosis dewasa
16
Dosis anak
Keterangan
Agonis beta-2
kerja singkat
Terbutalin
Salbutamol
Fenoterol
Prokaterol
0,25-0,5 mg,
3-4 x/ hari
oral 1,5 2,5
mg,
3- 4 x/ hari
inhalasi
200 mcg
3-4 x/ hari
oral 1- 2 mg,
3-4 x/ hari
200 mcg
3-4 x/ hari
10-20 mcg,
2-4 x/ hari
2 x 50 mcg/hari
2 x 5 ml/hari
Inhalasi
0,25 mg
3-4 x/ hari
(> 12 tahun)
oral
0,05 mg/ kg
BB/ x,
3-4 x/hari
100 mcg
3-4x/ hari
0,05 mg/ kg
BB/ x,
3-4x/ hari
100 mcg,
3-4x/ hari
10 mcg,
2 x/ hari
2 x 25 mcg/hari
2 x 2,5 ml/hari
Penggunaan obat
pelega sesuai
kebutuhan, bila perlu.
Untuk mengatasi
eksaserbasi , dosis
pemeliharaan
berkisar 3-4x/ hari
40 mcg,
3-4 x/ hari
0,25 mg, setiap
6 jam
20 mcg,
3-4x/ hari
0,25 0,5 mg
tiap 6 jam
Diberikan kombinasi
dengan agonis beta-2
kerja singkat, untuk
mengatasi serangan
Kombinasi dengan
agonis beta-2 pada
pengobatan jangka
panjang, tidak ada
manfaat tambahan
Medikasi
Kortikosteroid
sistemik
Metilprednisolon
Prednison
Sediaan obat
Tablet 4, 8,16
mg
Tablet 5 mg
Dosis dewasa
Short-course :
24-40 mg /hari
dosis tunggal
atau terbagi
selama 3-10
hari
Dosis anak
Short-course:
1-2 mg/ kg BB/
hari,
maksimum
40mg/ hari
selama 3-10
hari
Metilsantin
Teofilin
Aminofilin
Tablet 130,
150 mg
Tablet 200
mg
3-5mg/kgBB
kali, 3-4 x/ hari
Keterangan
Short-course efektif
utk mengontrol asma
pada terapi awal,
sampai tercapai APE
80% terbaik atau gejala
mereda, umumnya
membutuhkan 3-10
hari
Kombinasi teofilin
/aminoflin dengan
agonis beta-2 kerja
singkat (masing-masing
dosis minimal),
meningkatkan efektiviti
dengan efek samping
Antikolinergik
Ipratropium
bromide
17
minimal
Keadaan
Tanda
Sesak napas
Posisi
Cara berbicara
Kesadaran
Ringan
Berjalan
Sedang
Berbicara
Berat
Istirahat
Dapat tidur
terlentang
Satu kalimat
Duduk
Duduk
membungkuk
Kata demi kata
Beberapa
kata
Gelisah
Mungkin
gelisah
<20/ menit
20-30/ menit
< 100
100 120
+ / - 10 20
10 mmHg
mmHg
+
Penilaian Awal
Gelisah
Mengancam jiwa
Mengantuk, gelisah,
kesadaran menurun
Frekuensi napas
> 30/menit
Nadi
> 120
Bradikardia
Pulsus
+
paradoksus
> 25 mmHg
Kelelahan otot
Otot Bantu Napas
+
Torakoabdominal
dan
retraksi
paradoksal
Riwayat dan pemeriksaan fisik (auskultasi, otot bantu napas, denyut jantung,
suprasternal
frekuensi napas) dan bila mungkin faal paru (APE atau VEP1, saturasi O2), AGDA dan
Mengi
Akhir
Silent Chest
pemeriksaan
lainAkhir
atas indikasiInspirasi dan
(Wheezing)
ekspirasi
ekspirasi
ekspirasi
paksa
APE
> 80%
60 80%
<
60% Asma Mengancam
Serangan
Asma Ringan
Serangan Asma
Serangan
Sedang/Berat 80-60
PaO2
> 80 mHg
< 60 mmHg Jiwa
mmHg
Pengobatan Awal
PaCO
<
45
mmHg
<
45
mmHg
> 45 mmHg
2
Oksigenasi dengan kanul nasal
SaO
95%
9120 menit
95% dalam satu<jam)
90%
Inhalasi
agonis
beta-2 kerja singkat >
(nebulisasi),
setiap
atau
2
agonis beta-2 injeksi (Terbutalin 0,5 ml subkutan atau Adrenalin 1/1000 0,3 ml subkutan)
Kortikosteroid sistemik :
- serangan asma berat, tidak ada respons segera dengan pengobatan bronkodilator
- dalam kortikosterois oral
Respons baik
Respons baik dan stabil
dalam 60 menit
Pem.fisi normal
APE >70% prediksi/nilai
terbaik
Pulang
Dirawat di RS
Inhalasi agonis beta-2 + anti
Pengobatan dilanjutkan
kolinergik
dengan inhalasi agonis
Kortikosteroid sistemik
beta-2
Aminofilin drip
Membutuhkan
Terapi Oksigen pertimbangkan
kortikosteroid oral
kanul nasal atau masker
Edukasi pasien
venturi Serangan Asma Akut
Algoritma Penatalaksanaan
Memakai obat yang benar
Pantau APE, Sat O2, Nadi, kadar
Ikuti rencana pengobatan
teofilin
selanjutnya
Perbaikan
Pulang
Bila APE > 60% prediksi / terbaik.
Tetap berikan pengobatan oral
19
Dirawat di ICU
di
Tidak Perbaikan
Dirawat di ICU
Bila tidak perbaikan dalam 6-12
jam
9.Komplikasi
Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah :15,16
20
Atelektasis
Hipoksemia
Pneumothoraks
Emfisema
10. Prognosis
Mortalitas akibat asma sedikit nilainya. Gambaran yang paling akhir
menunjukkan kurang dari 5000 kematian setiap tahun dari populasi beresiko yang
berjumlah kira-kira 10 juta. Sebelum dipakai kortikosteroid, secara umum angka
kematian penderita asma wanita dua kali lipat penderita asam pria. Juga suatu
kenyataan bahwa angka kematian pada serangan asma dengan usia lebih tua lebih
banyak, kalau serangan asma diketahui dan di mulai sejak kanak-kanak dan
mendapat pengawasan yang cukup kira-kira setelah 20 tahun, hanya 1% yang
tidak sembuh dan di dalam pengawasan tersebut kalau sering mengalami serangan
commond cold 29% akan mengalami serangan ulangan.2
ILUSTRASI KASUS
IDENTITAS PASIEN:
Identitas Pasien
Nama
: Ny. S
21
Umur
: 52 Tahun
Jenis kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Pekerjaan
Status
: Menikah
Alamat
Masuk RS
: 02 September 2012
22
berdarah, tidak ada demam, tidak ada keringat malam, pasien dibawa ke IGD
RSUD AA dan diberi pengasapan sebanyak 2 kali.
Riwayat Penyakit Dahulu
- Sesak napas pertama kali muncul saat pasien berusia 15 tahun.
- Tidak ada riwayat bersin-bersin pagi hari, alergi kulit (-)
- Pasien tidak memiliki riwayat penyakit jantung, hipertensi dan diabetes
melitus.
Riwayat Penyakit Keluarga
Ayah dan putri pasien pasien menderita asma.
Riwayat Pekerjaan, Sosial Ekonomi dan Kebiasaan
Pasien bekerja sebagai Ibu Rumah Tangga
Pasien merokok 1 bungkus perhari, sudah 1 tahun terahir berhenti
merokok.
Lingkungan tempat tinggal merupakan perumahan yang padat, dan rapat
serta lembab.
Pemeriksaan Umum
Kesadaran
Keadaan umum
Tekanan darah
Nadi
Nafas
Suhu
BB
TB
Gizi
: Komposmentis
: Tampak sakit sedang
: 110/80 mmHg
: 108x/i
: 28x/menit
: 36,50C
: 60 kg
: 160 cm
: 0ver weight (IMT: 23,43)
Pemeriksaan Fisik
Kepala
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil bulat, isokor,
Thoraks
Paru
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
Palpasi
: 61,9 mg/dl
: 44 mg/dl
: 14 mg/dl
: 7,4 mg/dl
: 42 mg/dl
: 30 mg/dl
: 110 mg/dl
: 2,8 mg/dl
Resume
Pasien Ny. S, 52 tahun, masuk ke Nuri II RSUD AA melalui IGD pada
tanggal 02 september 2012 pukul 07.00 WIB dengan keluhan utama sesak nafas
hebat sejak 2 jam SMRS. Nafas berbunyi ngik, hilang timbul, pasien lebih suka
posisi duduk daripada berbaring, pasien hanya dapat mengucapkan beberapa kata
ketika berbicara. Pasien juga mengeluhkan batuk-batuk, berdahak dan bewarna
putih. Pasien mengaku sesak pertama kali dirasakan sejak usia 15 tahun , sesak
nafas hilang timbul, sesak bertambah bila pasien terpapar debu, dan bila terlalu
24
Follow up
04 September 2012
S
: Sesak nafas berkurang, batuk kadang-kadang ada dan berdahak putih.
O
: TD 100/70 mmHg, nadi 100x/i, nafas 28x/menit
A
: Asma bronkial persisten sedang
P
:
- IVFD NaCL 20 tts/i + aminofilin drip 1/2 ampul
- Salbutamol 3x2 mg
- Nebulizer Ventolin 3x1
- Inj. Dexamethasone 3x1
- OBH syr 3x1 cth
PEMBAHASAN
Pada pasien ini ditegakkan diagnosis asma bronkial sedang pada asma
persisten sedang karena adanya keluhan sesak nafas yang timbul bila pasien
terpapar debu dan saat aktifitas berlebihan. Bila sesak nafas timbul terdengar
suara ngik tanpa menggunakan stetoskop. Sesak terutama timbul pada malam
hari. Gejala sesak nafas sering timbul tiap hari, gejala sesak nafas malam > 1 kali
dalam seminggu, sesak nafas mengganggu aktivitas dan tidur dan pasien rutin
meminum obat bronkodilator untuk mengurangi sesaknya. Hal ini sesuai dengan
kriteria klasifikasi derajat asma persisten sedang berdasarkan gambaran klinis.
Pasien lebih suka posisi duduk, sesak bertambah jika pasien berbicara dan pasien
hanya dapat mengucapkan beberapa kata ketika berbicara. Hal ini sesuai dengan
kriteria beratnya serangan asma yaitu serangan asma sedang. Pada pemeriksaan
fisik didapatkan adanya ekspirasi memanjang dengan wheezing terdengar pada
kedua lapangan paru.
Asma bronkial dicirikan sebagai suatu penyakit kesulitan bernafas, batuk,
dada sesak dan adanya suara wheezing. Gejala asma dapat terjadi secara spontan
atau mungkin diperberat dengan pemicu yang berbeda antar pasien. Frekuensi
asma mungkin memburuk pada malam hari oleh karena tonus bronkomotor dan
reaktivitas bronkus mencapai titik terendah antara jam 3-4 pagi, meningkatkan
gejala bronkokontriksi.
Terapi pengobatan asma meliputi beberapa hal diantaranya yaitu menjaga
saturasi oksigen arteri tetap adekuat dengan oksigenasi, membebaskan obstruksi
26
jalan nafas dengan pemberian bronkodilator inhalasi kerja cepat (beta-2 agonis
dan antikolinergik) dan mengurangi inflamasi saluran napas serta mencegah
kekambuhan dengan pemberian kortikosteroid sistemik lebih awal.
Penyuluhan:
Pencegahan kekambuhan asma dilakukan dengan pencegahan sensitisasi
alergi. Penderita sebaiknya mengurangi pajanan dengan beberapa alergen indoor
dan outdoor. Hal-hal lain yang harus pula dihindari adalah emosi-stres, obesitas
dan faktor lain. Pasien diupayakan untuk dapat memahami sistem penanganan
asma secara mandiri. Anti inflamasi merupakan pengobatan rutin yang bertujuan
mengontrol penyakit serta mencegah serangan dikenal sebagai pengontrol. Senam
asma juga sangat dianjurkan untuk memperbaiki kualitas pernapasan pasien secara
bertahap.
27
DAFTAR PUSTAKA
1. Sutoyo DK, Setyanto DB, Rengganis I, Yunus F, Sundaru H.Pedoman Tata
laksana Asma. Jakarta: Dewan Asma Indonesia. 2011.
2. Mcfadden ER. Penyakit Asma. Dalam Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu
Penyakit Dalam (Harrisons principles of Internal Medicine). Isselbacher
KJ et al, editor. Jakarta : EGC, 2000. 1311-18.
3. Almazini P. Penghambat TNF-alfa untuk Asma Berat. 2008. http://
myhealing.wordpress.com
4. Riyanto BS, Hisyam B. Obstruksi saluran pernapasan akut. Dalam: buku
ajar ilmu penyakit dalam jilid II ed.4. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006. Hal. 978-87.
5. Asma bronkial. 2008. http://www.medicastore.com
6. Widjaja A. Patogenesis Asma. Makalah Ilmiah Respirologi 2003.
Surakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, 2003.27.
7. Manurung P, Yunus F, Wiyono WH, Jusuf A, Murti B. Hubungan Antara
Eosinofil Sputum dengan Hiperreaktivitas Bronkus pada Asma Persisten
Sedang. Jurnal Respirologi Indonesia 2006;1.45
8. Rengganis I. Diagnosis dan tatalaksana asma bronkial. Majalah
Kedokteran Indonesia. 2008;58(11):444-51.
9. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). Asma. Pedoman Diagnosis
dan Penatalaksanaan di Indonesia. Balai Penerbit FKUI.2004
10. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, wardani WI, Setiowulan W. Kapita
Selekta kedokteran. Edisi III. Jakarta: Media Aesculapius FKUI, 2001.
477-82.
28
11. Sundaru H. Asma Bronkial. Dalam Ilmu Penyakit Dalam. Edisi III.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2001.21-27.
12. Mangunnegoro dkk. Asma Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di
Indonesia. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2004.3-79.
13. Danususanto H. Ilmu Penyakit Paru. Jakarta: Hipokrates, 2000. 196-224.
14. Global Initiative for Asthma (GINA). Updated 2010. Global Strategy for
Asthma Management and Prevention. http://www.ginaasthma.org.
15. Amin M, Alsagaff H, Saleh T. Pengantar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya:
Airlangga University Press. 1989. 1-11.
16. Tanjung D. Asma Bronkial. 2003. http://library.usu.id
29