Vous êtes sur la page 1sur 29

Laporan kasus

ASMA BRONKIAL

OLEH
WAHONO
0808121232
PEMBIMBING
dr. ZARFIARDY A.F Sp.P

KEPANITRAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM-PULMONOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
RSUD ARIFIN ACHMAD PEKANBARU
2012

ASMA BRONKIAL
1. Definisi
Asma berasal dari bahasa Yunani kuno yaitu asthma yang berarti terengahengah. Asma bronkial merupakan suatu kelainan inflamasi kronis pada saluran
nafas yang melibatkan sel dan elemen-elemen seluler. Inflamasi kronis tersebut
berhubungan dengan hiperresponsif saluran pernafasan yang menyebabkan
episode wheezing, apneu, sesak nafa, dan batuk-batuk terutama pada malam hari
atau awal pagi. Episode ini berhubungan dengan luas obstruksi saluran pernafasan
yang bersifat reversibel baik secara spontan maupun secara terapi.1
Asma bronkial di masyarakat sering disebut sebagai bengek, asma, mengi,
ampek, sasak angok, dan berbagai istilah lokal lainnya. Definisi asma bronkial
menurut Departemen Kesehatan R.I. adalah suatu kelainan inflamasi (peradangan)
kronik saluran nafas yang menyebabkan hiperaktivitas bronkus terhadap berbagai
rangsangan yang ditandai dengan gejala episodik berulang berupa mengi, batuk,
sesak nafas, dan rasa berat di dada terutama pada malam hari dan atau dini hari
yang umumnya bersifat reversibel baik dengan atau tanpa pengobatan. Asma
bersifat fluktuatif (hilang timbul) yang berarti dapat tenang tanpa gejala tidak
mengganggu aktivitas, tetapi dapat eksaserbasi dengan gejala ringan sampai berat
bahkan dapat menimbulkan kematian.1,2
Definisi asma bronkial menurut WHO adalah keadaan kronis yang ditandai
oleh bronkospasme rekuren akibat penyempitan lumen saluran nafas sebagai
respon terhadap stimulus yang tidak menyebabkan penyempitan serupa pada
banyak orang.2

2.

Epidemiologi
Penyakit asma merupakan kelainan yang sangat sering ditemukan dan

diperkirakan 4 hingga 5% populasi penduduk di Amerika Serikat terjangkit oleh


penyakit ini.2 Asma merupakan penyakit kronik yang menjadi masalah kesehatan
masyarakat dunia dan termasuk 10 besar penyakit penyebab kesakitan dan
kematian di Indonesia. Asma mempunyai distribusi bifasik yaitu prevalens
tertinggi penyakit ini terjadi saat usia anak kemudian pada usia pertengahan dan

dewasa tua.3 Sekitar separuh kasus timbul sebelum usia 10 tahun dan sepertiga
kasus lainnya terjadi sebelum usia 40 tahun. Pada usia anak-anak terdapat
predisposisi laki-laki/perempuan 2:1.2
Dari tahun ke tahun prevalensi penderita asma semakin meningkat. Di
Indonesia, penelitian pada anak sekolah usia 13-14 tahun dengan menggunakan
kuesioner ISAAC (International Study on Asthma and Allergy in Children) tahun
1995 menunjukkan, prevalensi asma masih 2,1%, dan meningkat tahun 2003
menjadi dua kali lipat lebih yakni 5,2%.2
3.

Patofisiologi
Pemicu yang berbeda akan menyebabkan eksaserbasi asma oleh karena

inflamasi saluran nafas atau bronkospasme akut atau keduanya. Sesuatu yang
dapat memicu serangan asma ini sangat bervariasi antara satu individu dengan
individu yang lain. Beberapa hal diantaranya adalah alergen, polusi udara, infeksi
saluran nafas, kecapaian, perubahan cuaca, makanan, obat atau ekspresi emosi
yang berlebihan, rinitis, sinusitis bakterial, poliposis, menstruasi, refluks
gastroesofageal dan kehamilan.4
Alergen akan memicu terjadinya bronkokonstriksi akibat dari pelepasan
IgE dependent dari mast sel saluran pernafasan dari mediator, termasuk
diantaranya histamin, prostaglandin, leukotrin, sehingga akan terjadi kontraksi
otot polos. Keterbatasan aliran udara yang bersifat akut ini kemungkinan juga
terjadi oleh karena saluran pernafasan pada pasien asma sangat hiperresponsif
terhadap bermacam-macam jenis serangan. Akibatnya keterbatasan aliran udara
timbul oleh karena adanya pembengkakan dinding saluran nafas dengan atau
tanpa

kontraksi

otot

polos.

Peningkatan

permeabilitas

dan

kebocoran

mikrovaskular berperan terhadap penebalan dan pembengkakan pada sisi luar otot
polos saluran pernafasan.4,5

Gambar 1. bronkiolus normal dan bronkiolus pada asma bronkial.6


Penyempitan saluran pernafasan yang bersifat progresif yang disebabkan
oleh inflamasi saluran pernafasan dan atau peningkatan tonos otot polos
bronkioler merupakan gejala serangan asma akut dan berperan terhadap
peningkatan resistensi aliran, hiperinflasi pulmoner, dan ketidakseimbangan
ventilasi dan perfusi.4
Pada penderita asma bronkial karena saluran napasnya sangat peka
(hipersensitif) terhadap adanya partikel udara, sebelum sempat partikel tersebut
dikeluarkan dari tubuh, maka jalan napas (bronkus) memberi reaksi yang sangat
berlebihan (hiperreaktif), maka terjadilah keadaan dimana:5

Otot

polos

yang

menghubungkan

cincin

tulang

rawan

akan

berkontraksi/memendek/mengkerut.

Produksi kelenjar lendir yang berlebihan.

Bila ada infeksi akan terjadi reaksi sembab/pembengkakan dalam saluran


napas.
Hasil akhir dari semua itu adalah penyempitan rongga saluran napas.

Akibatnya menjadi sesak napas, batuk keras bila paru mulai berusaha untuk
membersihkan diri, keluar dahak yang kental bersama batuk, terdengar suara
napas yang berbunyi yang timbul apabila udara dipaksakan melalui saluran napas
yang sempit. Suara napas tersebut dapat sampai terdengar keras terutama saat
mengeluarkan napas.4,5

Gambar 2. Patofisiologi Asma7


Obstruksi aliran udara merupakan gangguan fisiologis terpenting pada
asma akut. Gangguan ini akan menghambat aliran udara selama inspirasi dan
ekspirasi dan dapat dinilai dengan tes fungsi paru yang sederhana seperti Peak
Expiratory Flow Rate (PEFR) dan FEV1 (Forced Expiration Volume). Ketika
terjadi obstruksi aliran udara saat ekspirasi yang relatif cukup berat akan
menyebabkan pertukaran aliran udara yang kecil untuk mencegah kembalinya
tekanan alveolar terhadap tekanan atmosfer maka akan terjadi hiperinflasi
dinamik. Besarnya hiperinflasi dapat dinilai dengan derajat penurunan kapasitas
cadangan fungsional dan volume cadangan. Fenomena ini dapat pula terlihat pada
foto toraks yang memperlihatkan gambaran volume paru yang membesar dan
diafragma yang mendatar.4
Hiperinflasi dinamik terutama berhubungan dengan peningkatan aktivitas
otot pernafasan, mungkin sangat berpengaruh terhadap tampilan kardiovaskular.

Hiperinflasi paru akan meningkatkan afterload pada ventrikel kanan oleh karena
peningkatan efek kompresi langsung terhadap pembuluh darah paru.4
4.

Faktor Risiko8
Secara umum faktor risiko asma dipengaruhi atas faktor genetik dan faktor

lingkungan.
1.
Faktor Genetik
a. Atopi/alergi
Hal yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui
bagaimana cara penurunannya. Penderita dengan penyakit alergi biasanya
mempunyai keluarga dekat yang juga alergi. Dengan adanya bakat alergi ini,
penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkial jika terpajan dengan
b.
c.

faktor pencetus.
Hipereaktivitas bronkus
Saluran napas sensitif terhadap berbagai rangsangan alergen maupun iritan.
Jenis kelamin
Pria merupakan risiko untuk asma pada anak. Sebelum usia 14 tahun,
prevalensi asma pada anak laki-laki adalah 1,5-2 kali dibanding anak
perempuan. Tetapi menjelang dewasa perbandingan tersebut kurang lebih

d.

sama dan pada masa menopause perempuan lebih banyak.


Obesitas
Obesitas atau peningkatan Body Mass Index (BMI) merupakan faktor risiko
asma. Mediator tertentu seperti leptin dapat mempengaruhi fungsi saluran
napas

dan

meningkatkan

kemungkinan

terjadinya

asma.

Meskipun

mekanismenya belum jelas, penurunan berat badan penderita obesitas dengan


asma, dapat mempengaruhi gejala fungsi paru, morbiditas dan status
kesehatan.
2.

a.

Faktor Lingkungan
Alergen dalam rumah (tungau debu rumah, spora jamur, kecoa, serpihan kulit

b.

binatang seperti anjing, kucing, dan lain-lain).


Alergen luar rumah (serbuk sari dan spora jamur).

3.

a.

b.

Faktor Lain
Alergen makanan
Contoh: susu, telur, udang, kepiting, ikan laut, kacang tanah, coklat, kiwi,
jeruk, bahan penyedap pengawet, dan pewarna makanan.
Alergen obat-obatan tertentu

Contoh: penisilin, sefalosporin, golongan beta laktam lainnya, eritrosin,


c.
d.

tetrasiklin, analgesik, antipiretik, dan lain-lain.


Bahan yang mengiritasi
Contoh: parfum, household spray, dan lain-lain.
Ekspresi emosi berlebih
Stres atau gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu
juga dapat memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala
asma yang timbul harus segera diobati, penderita asma yang mengalami
stres/gangguan emosi perlu diberi nasihat untuk menyelesaikan masalah
pribadinya. Karena jika stresnya belum diatasi, maka gejala asmanya lebih

e.

sulit diobati.
Asap rokok bagi perokok aktif maupun perokok pasif
Asap rokok berhubungan dengan penurunan fungsi paru. Pajanan asap rokok,
sebelum dan sesudah kelahiran berhubungan dengan efek berbahaya yang
dapat diukur seperti meningkatkan risiko terjadinya gejala serupa asma pada

f.
g.

usia dini.
Polusi udara dari dalam dan luar ruangan
Exercise-induced asthma
Pada penderita yang kambuh asmanya ketika melakukan aktivitas/olahraga
tertentu. Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika
melakukan aktivitas jasmani atau olahraga yang berat. Lari cepat paling
mudah menimbulkan asma. Serangan asma karena aktivitas biasanya terjadi

h.

segera setelah selesai aktivitas tersebut.


Perubahan cuaca
Cuaca yang lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi
asma. Atmosfer yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya
serangan asma. Serangan kadang-kadang berhubungan dengan musim,
seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga (serbuk sari

i.

beterbangan).
Status ekonomi
Untuk menjadi pasien asma, ada 2 faktor yang berperan yaitu faktor genetik

dan faktor lingkungan. Ada beberapa proses yang terjadi sebelum pasien menjadi
asma:4,8
1.

Sensitisasi, yaitu seseorang dengan risiko genetik dan


lingkungan apabila terpajan dengan pemicu (inducer/sensitisizer) maka akan
timbul sensitisasi pada dirinya.

2.

Seseorang yang telah mengalami sensitisasi maka belum


tentu menjadi asma. Apabila seseorang yang telah mengalami sensitisasi
terpajan dengan pemacu (enhancer) maka terjadi proses inflamasi pada
saluran napasnya. Proses inflamasi yang berlangsung lama atau proses
inflamasinya berat secara klinis berhubungan dengan hiperreaktivitas bronkus.

3.

Setelah mengalami inflamasi maka bila seseorang


terpajan oleh pencetus (trigger) maka akan terjadi serangan asma (mengi)
Faktor-faktor pemicu antara lain: Alergen dalam ruangan: tungau debu rumah,

binatang berbulu (anjing, kucing, tikus), alergen kecoak, jamur, kapang, ragi serta
pajanan asap rokok; pemacu: Rinovirus, ozon, pemakaian 2 agonis; sedangkan
pencetus: Semua faktor pemicu dan pemacu ditambah dengan aktivitas fisik,
udara dingin, histamin dan metakolin.4
Tabel 1. Faktor resiko asma9
Faktor Pejamu
Prediposisi genetik
Atopi
Hiperesponsif jalan napas
Jenis kelamin
Ras/ etnik
Faktor Lingkungan
Mempengaruhi berkembangnya asma pada individu dengan predisposisi
asma

Alergen di dalam ruangan: Mite domestik , Alergen binatang, Alergen kecoa ,


Jamur (fungi, molds, yeasts)
Alergen di luar ruangan: Tepung sari bunga, Jamur (fungi, molds, yeasts)
Bahan di lingkungan kerja
Asap rokok: Perokok aktif, Perokok pasif
Polusi udara : Polusi udara di dalam dan di luar ruangan
Infeksi pernapasan : Hipotesis higiene
Infeksi parasit
Status sosioekonomi
Besar keluarga
Diet dan obat
Obesiti
Faktor Lingkungan
Mencetuskan eksaserbasi dan atau`menyebabkan gejala-gejala asma
menetap
Alergen di dalam dan di luar ruangan
Polusi udara di dalam dan di luar ruangan
Infeksi pernapasan
Exercise dan hiperventilasi
Perubahan cuaca
Sulfur dioksida
Makanan, aditif (pengawet, penyedap, pewarna makanan), obat-obatan
Ekspresi emosi yang berlebihan
Asap rokok
Iritan (a.l. parfum, bau-bauan merangsang, household spray)
5.

Diagnosis dan Klasifikasi


5.1 Gejala dan riwayat medis
Gejala asma bervariasi yaitu batuk berulang, sesak napas, rasa berat di dada,

napas berbunyi (mengi); dan tidak ada gejala yang khas asma karena berbagai
gejala tersebut juga dapat ditemukan pada kondisi gangguan/penyakit pernapasan
lainnya, misalnya bronkitis, croup pada anak, PPOK pada orang tua, dan lainlain.1

Walaupun demikian terdapat gambaran/pola gejala yang khas pada asma


yaitu episodic, variabilitas dan reversibel.
-

Episodik adalah serangan yang berulang (hilang timbul), yang diantaranya


terdapat periode bebas serangan
Variabilitas adalah bervariasinya kondisi asma pada waktu-waktu tertentu
seperti perubahan cuaca, akibat provokasi pencetus (allergen, iritan, dll);
bahkan dalma satu hari terjadi variabilitas dengan perburukan pada malam

hari atau dini hari.


Reversibel adalah meredanya gejala asma dengan atau tanpa obat
bronkodilator agonis beta-2 kerja singkat. Hal itu terjadi karena mekaisme
obstruksi jalan napas pada asma terutam didominasi oleh kontraksi otot polos

bronkus.1
Beberapa kondisi yang menduking diagnosis, yaitu:
Disertai gejala lainnya yang tersering rhinitis alergik.
Disertai gejala atopi (rhinitis alergik, konjungtivitis alergik, dan dermatitis
atopi).
Mempunyai riwayat alergi dalam keluarga
Jka mendapat batuk pilek (common cold/nasofaringitis akut berlangsung lama

(>10 hari) dan sering komplikasi ke saluran napas bawah.1


5.2 Pemeriksan fisik
Pemeriksaan fisik pada pasien asma tergantung dari derajat obstruksi
saluran nafas. Tekanan darah biasanya meningkat, frekuensi pernafasan dan
denyut nadi juga meningkat, ekspirasi memanjang disertai ronki kering, mengi
(wheezing) dapat dijumpai pada pasien asma.10
5.3 Pemeriksaan laboratorium
Darah (terutama eosinofil, Ig E), sputum (eosinofil, spiral Cursshman,
kristal Charcot Leyden).10
5.4 Pemeriksaan penunjang
1. Spirometri
Spirometri adalah alat yang dipergunakan untuk mengukur faal ventilasi
paru. Reversibilitas penyempitan saluran nafas yang merupakan ciri khas asma
dapat dinilai dengan peningkatan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1)
dan atau kapasiti vital paksa (FVC) sebanyak 20%atau lebih sesudah pemberian
bronkodilator.11
2. Uji provokasi bronkus

10

Uji provokasi bronkus membantu menegakkan diagnosis asma. Pada


penderita dengan gejala asma dan faal paru normal sebaiknya dilakukan uji
provokasi bronkus. Pemeriksaan uji provokais bronkus merupakan cara untuk
membuktikan secara objektif hiperreaktivitas saluran nafas pada orang yang
diduga asma. Uji provokasi bronkus terdiri dari tiga jenis yaitu Uji provokasi
dengan beban kerja (exercise), hiperventilasi udara dan alergen non-spesifik
seperti metakolin dan histamin.7,12
3. Foto toraks
Pemeriksaan foto toraks dilakukan untuk menyingkirkan penyakit lain
yang memberikan gejala serupa seperti gagal jantung kiri, obstruksi saluran nafas,
pneumothoraks, pneumomedistinum. Pada serangan asma yang ringan, gambaran
radiologik paru biasanya tidak memperlihatkan adanya kelainan. 11, 13
4.

Klasifikasi

Tabel 2. Klasifikasi derajat berat asma berdasarkan gambaran klinis1


Derajat Asma
I. Intermiten

II. Persisten
Ringan

III. Persisten
Sedang

IV. Persisten
Berat

Gejala
Bulanan
* Gejala < 1x/minggu
* Tanpa gejala di luar
serangan
* Serangan singkat
Mingguan

Gejala Malam
2 kali sebulan

APE > 80%

* Gejala > 1x/minggu,


tetapi < 1x/ hari
* Serangan dapat
mengganggu aktiviti
dan tidur
Harian

> 2 kali sebulan

* Gejala setiap hari


* Serangan mengganggu
aktiviti dan tidur
*Membutuhkan
bronkodilator
setiap hari
Kontinyu

> 1x / seminggu

* Gejala terus menerus


* Sering kambuh
* Aktiviti fisik terbatas

Sering

11

Faal paru
APE 80%
* VEP1 80% nilai prediksi
APE 80% nilai terbaik
* Variabiliti APE < 20%

* VEP1 80% nilai prediksi


APE 80% nilai terbaik
* Variabiliti APE 20-30%
APE 60 80%
* VEP1
60-80% nilai
prediksi
APE 60-80% nilai terbaik
* Variabiliti APE > 30%
APE 60%
* VEP1 60% nilai prediksi
APE 60% nilai terbaik
* Variabiliti APE > 30%

Tabel 3. Klasifikasi berdasarkan kondisi terkontrolnya asma (asma terkontrol)14


Derajat Kontrol Asma
A. Penilaian Kontrol Asma (lebih dari 4 minggu terakhir)
Karakteristik
Terkontrol Total Terkontrol
Tidak terkontrol
(semua kriteria)
Sebagian
(terdapat minimal
1 kiteria dalam
setiap minggunya)
Gejala harian
Tidak ada
>2x/mgg
Terdapat 3
(2x/mgg)
kriteria dari asma
Keterbatasan
Tidak ada
Ada
terkontrol
aktivitas
sebagian dalam
Asma
Tidak ada
Ada
setiap minggu
malam/nocturnal
Kebutuhan pelega
Tidak ada
>2x/mgg
(2x/mgg)
APE/ VEP1
Normal
<80%
Prediksi/nilai
terbaik
B. Penilaian risiko berikutnya (risiko eksaserbasi, tidak stabil, penurunan
faal paru, efek samping)
Gambaran yang berkaitan dengan kejadian yang tidak diharapkan termasuk:
kondisi klinis tidak terkontrol, sering eksaserbasi dalam 1 tahun terakhir,
membutuhkan perawatan rumah sakit karena kondisi kritis asma, faal paru
( VEP1) rendah, pajanan asap rokok, menggunakan pengobatan dosis tinggi
Catatan:
Terkontrol
: harus memenuhisemua kriteria
Terkontrol sebagian : 1-2 kriteria dalam seminggunya
Tidak terkontrol
: 3 kriteria terkontrol sebagian dalam seninggunya

5.

6.

Diagnosis Banding9
- PPOK
- Bronkitis kronik
- Gagal jantung kongestif
- Batuk kronik akibat lain
- Obstruksi mekanis ( tumor )
- Disfungsi laring
- Emboli paru
Penatalaksanaan

12

Tujuan

utama

penatalaksanaan

asma

adalah

meningkatkan

dan

mempertahankan kualitas hidup agar penderita asma dapat hidup normal tanpa
hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Tujuan penatalaksanaan asma:7
a. Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma.
b. Mencegah eksaserbasi akut.
c. Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin.
d. Mengupayakan aktivitas normal.
e. Menghindari efek samping obat.
f. Mencegah terjadinya keterbatasan aliran udara (airflow limitation).
g. Mencegah kematian karena asma.
Penatalaksanan asma bronkial terdiri dari pengobatan non medikamentosa
dan pengobatan medikamentosa :
1. Pengobatan non medikamentosa 7,15
Pengobatan non medikamentosa terdiri dari :
-

Penyuluhan

Menghindari faktor pencetus

Pengendalian emosi

Pemakaian oksigen

2. Pengobatan medikamentosa 4,7,15


Pada prinsipnya pengobatan asma dibagi menjadi dua golongan yaitu
antiinflamasi merupakan pengobatan rutin yang bertujuan mengontrol penyakit
serta mencegah serangan dikenal dengan pengontrol, dan bronkodilator yang
merupakan pengobatan saat serangan untuk mencegah eksaserbasi/serangan
dikenal dengan pelega.
1. Antiinflamasi (pengontrol)
-

Kortikosteroid
Kortikosteroid adalah agen anti inflamasi yang paling potensial dan

merupakan anti inflamasi yang secara konsisten efektif sampai saat ini. Efeknya
secara umum adalah untuk mengurangi inflamasi akut maupun kronik,
menurunkan

gejala

asma,

memperbaiki

aliran

udara,

mengurangi

hiperresponsivitas saluran napas, mencegah eksaserbasi asma, dan mengurangi

13

remodelling saluran napas. Kortikosteroid terdiri dari kortikosteroid inhalasi dan


sistemik.
-

Kromolin
Mekanisme yang pasti kromolin belum sepenuhnya dipahami, tetapi

diketahui merupakan antiinflamasi non steroid, menghambat penglepasan


mediator dari sel mast.
-

Metilsantin
Teofilin adalah bronkodilator yang juga mempunyai efek ekstrapulmoner

seperti antiinflamasi.
-

Agonis beta-2 kerja lama


Termasuk di dalam agonis beta-2 kerja lama inhalasi adalah salmeterol dan

formoterol yang mempunyai waktu kerja lama (>12 jam). Pada pemberian jangka
lama mempunyai efek anti inflamasi walau pun kecil.
-

Leukotriene modifiers
Obat ini merupakan antiasma yang relatif baru dan pemberiannya melalui

oral. Selain bersifat bronkodilator juga mempunyai efek anti inflamasi.


Tabel 4. Sediaan dan dosis obat pengontrol asma9
Medikasi
Kortikosteroid
sistemik
Metilprednisolon
Prednison

Sediaan obat
Tablet
4 , 8, 16 mg
Tablet 5 mg

Dosis dewasa
4-40 mg/ hari,
dosis tunggal
atau terbagi
Short-course :
20-40 mg /hari
dosis tunggal
atau terbagi
selama 3-10
hari

Dosis anak
0,25 2 mg/ kg
BB/ hari, dosis
tunggal atau
terbagi
Short-course :
1-2 mg /kgBB/
hari
Maks. 40
mg/hari, selama
3-10 hari

Kromolin &
Nedokromil
Kromolin
Nedokromil

IDT 5mg/
semprot IDT
2 mg/ semprot

1-2 semprot,
3-4 x/ hari
2 semprot
2-4 x/ hari

1 semprot,
3-4x / hari
2 semprot
2-4 x/ hari

14

Keterangan
Pemakaian jangka
panjang dosis 45mg/ hari atau 8-10
mg selang sehari
untuk mengontrol
asma , atau sebagai
pengganti steroid
inhalasi pada kasus
yang tidak dapat/
mampu
menggunakan
steroid inhalasi
- Sebagai alternatif
antiinflamasi
- Sebelum exercise
atau pajanan
alergen, profilaksis
efektif dalam 1-2
jam

Agonis beta-2
kerja lama
Salmeterol
Bambuterol
Prokaterol
Formoterol

IDT 25 mcg/
semprot
Rotadisk 50
mcg
Tablet 10mg
Tablet 25, 50
mcg
Sirup 5 mcg/
ml
IDT 4,5 ; 9
mcg/semprot

2 4 semprot,
2 x / hari
1 X 10 mg /
hari, malam
2 x 50 mcg/hari
2 x 5 ml/hari
4,5 9 mcg
1-2x/ hari

Medikasi
Metilxantin
Aminofilin
lepas lambat
Teofilin lepas
Lambat

Sediaan obat
Tablet 225
mg
Tablet
125, 250, 300
mg 2 x/
hari;
400 mg

Dosis dewasa
2 x 1 tablet
2 x125 300
mg
200-400 mg
1x/ hari

Dosis anak
-1 tablet,
2 x/ hari
(> 12 tahun)
2 x 125 mg
(> 6 tahun)

Antileukotrin
Zafirlukast

Tablet 20 mg

2 x 20mg/ hari

---

Steroid inhalasi
Flutikason
propionat
Budesonide
Beklometason
dipropionat

IDT 50, 125


mcg/ semprot
IDT ,
Turbuhaler
100, 200, 400
mcg
IDT, rotacap,
rotahaler,
rotadisk

125 500
mcg/ hari
100 800
mcg/ hari
100 800
mcg/ hari

50-125 mcg/
hari
100 200 mcg/
hari
100-200 mcg/
hari

2. Bronkodilator (pelega)
-

Agonis beta 2 kerja singkat

15

1-2 semprot,
2 x/ hari
-2 x 25 mcg/hari
2 x 2,5 ml/hari
2x1 semprot
(>12 tahun)

Digunakan bersama/
kombinasi dengan
steroid inhalasi
untuk mengontrol
asma
Tidak dianjurkan
untuk mengatasi
gejala pada
eksaserbasi
Kecuali formoterol
yang mempunyai
onset kerja cepat
dan berlangsung
lama, sehingga
dapat digunakan
mengatasi gejala
pada eksaserbasi

Keterangan
Atur dosis sampai
mencapai kadar obat
dalam serum 5-15 mcg/
ml.
Sebaiknya monitoring
kadar obat dalam
serum dilakukan rutin,
mengingat sangat
bervariasinya metabolic
clearance dari teofilin,
sehingga mencegah efek
samping
Pemberian bersama
makanan mengurangi
bioavailabiliti.
Sebaiknya diberikan 1
jam sebelum atau 2 jam
setelah makan
Dosis bergantung
kepada derajat berat
asma
Sebaiknya diberikan
dengan spacer

Termasuk golongan ini adalah salbutamol, terbutalin, fenoterol, dan


prokaterol yang telah beredar di Indonesia. Pemberian dapat secara inhalasi atau
oral, pemberian secara inhalasi mempunyai onset yang lebih cepat dan efek
samping yang minimal.
-

Metilsantin
Termasuk dalam bronkodilator walau efek bronkodilatasinya lebih lemah

dibanding agonis beta 2.


-

Antikolinergik
Pemberian

secara

inhalasi.

Mekanisme

kerjanya

memblok

efek

penglepasan asetilkolin dari saraf kolinergik pada jalan nafas. Menimbulkan


bronkodilatasi dengan menurunkan tonus vagal intrinsik, selain itu juga
menghambat reflek bronkokonstriksi yang disebabkan iritan.

Tabel 5. Sediaan dan dosis obat pelega untuk mengatasi gejala asma9
Medikasi

Sediaan obat

Dosis dewasa

16

Dosis anak

Keterangan

Agonis beta-2
kerja singkat
Terbutalin
Salbutamol
Fenoterol
Prokaterol

IDT 0,25 mg/


semprot
Turbuhaler 0,25
mg ; 0,5 mg/
hirup
Respule/
solutio 5 mg/
2ml
Tablet 2,5 mg
Sirup 1,5 ; 2,5
mg/ 5ml
IDT 100
mcg/semprot
Nebules/
solutio
2,5 mg/2ml,
5mg/ml
Tablet 2mg, 4
mg
Sirup 1mg,
2mg/ 5ml
IDT 100, 200
mcg/ semprot
Solutio 100
mcg/ ml
IDT 10 mcg/
semprot
Tablet 25, 50
mcg
Sirup 5 mcg/
ml
IDT 20 mcg/
semprot
Solutio 0,25
mg/ ml
(0,025%)
(nebulisasi)

0,25-0,5 mg,
3-4 x/ hari
oral 1,5 2,5
mg,
3- 4 x/ hari
inhalasi
200 mcg
3-4 x/ hari
oral 1- 2 mg,
3-4 x/ hari
200 mcg
3-4 x/ hari
10-20 mcg,
2-4 x/ hari
2 x 50 mcg/hari
2 x 5 ml/hari

Inhalasi
0,25 mg
3-4 x/ hari
(> 12 tahun)
oral
0,05 mg/ kg
BB/ x,
3-4 x/hari
100 mcg
3-4x/ hari
0,05 mg/ kg
BB/ x,
3-4x/ hari
100 mcg,
3-4x/ hari
10 mcg,
2 x/ hari
2 x 25 mcg/hari
2 x 2,5 ml/hari

Penggunaan obat
pelega sesuai
kebutuhan, bila perlu.
Untuk mengatasi
eksaserbasi , dosis
pemeliharaan
berkisar 3-4x/ hari

40 mcg,
3-4 x/ hari
0,25 mg, setiap
6 jam

20 mcg,
3-4x/ hari
0,25 0,5 mg
tiap 6 jam

Diberikan kombinasi
dengan agonis beta-2
kerja singkat, untuk
mengatasi serangan
Kombinasi dengan
agonis beta-2 pada
pengobatan jangka
panjang, tidak ada
manfaat tambahan

Medikasi
Kortikosteroid
sistemik
Metilprednisolon
Prednison

Sediaan obat
Tablet 4, 8,16
mg
Tablet 5 mg

Dosis dewasa
Short-course :
24-40 mg /hari
dosis tunggal
atau terbagi
selama 3-10
hari

Dosis anak
Short-course:
1-2 mg/ kg BB/
hari,
maksimum
40mg/ hari
selama 3-10
hari

Metilsantin
Teofilin
Aminofilin

Tablet 130,
150 mg
Tablet 200
mg

3-5 mg/ kg BB/


kali, 3-4x/ hari

3-5mg/kgBB
kali, 3-4 x/ hari

Keterangan
Short-course efektif
utk mengontrol asma
pada terapi awal,
sampai tercapai APE
80% terbaik atau gejala
mereda, umumnya
membutuhkan 3-10
hari
Kombinasi teofilin
/aminoflin dengan
agonis beta-2 kerja
singkat (masing-masing
dosis minimal),
meningkatkan efektiviti
dengan efek samping

Antikolinergik
Ipratropium
bromide

17

minimal

PENATALAKSANAAN SERANGAN AKUT


Serangan asma bervariasi dari ringan sampai berat bahkan dapat bersifat
fatal atau mengancam jiwa. Seringnya serangan asma menunjukkan penanganan
asma sehari-hari yang kurang tepat. Dengan kata lain penanganan asma
ditekankan kepada penanganan jangka panjang, dengan tetap memperhatikan
serangan asma akut atau perburukan gejala dengan memberikan pengobatan yang
tepat.9
Penilaian berat serangan merupakan kunci pertama dalam penanganan
serangan akut. Langkah berikutnya adalah memberikan pengobatan tepat,
selanjutnya menilai respons pengobatan, dan berikutnya memahami tindakan apa
yang sebaiknya dilakukan pada penderita (pulang, observasi, rawat inap, intubasi,
membutuhkan ventilator, ICU, dan lain-lain) Langkah-langkah tersebut mutlak
dilakukan, sayangnya seringkali yang dicermati hanyalah bagian pengobatan
tanpa memahami kapan dan bagaimana sebenarnya penanganan serangan asma.9
Penanganan serangan yang tidak tepat antara lain penilaian berat serangan di
gawat darurat yang tidak tepat dan berakibat pada pengobatan yang tidak adekuat,
memulangkan penderita terlalu dini dari gawat darurat, pemberian pengobatan
(saat pulang) yang tidak tepat, penilaian respons pengobatan yang kurang tepat
menyebabkan tindakan selanjutnya

menjadi tidak tepat. Kondisi penanganan

tersebut di atas menyebabkan perburukan asma yang menetap, menyebabkan


serangan berulang dan semakin berat sehingga berisiko jatuh dalam keadaan asma
akut berat bahkan fatal.9

Tabel 6. Klasifikasi berat serangan asma akut9


Gejala dan

Berat Serangan Akut


18

Keadaan

Tanda
Sesak napas
Posisi
Cara berbicara
Kesadaran

Ringan
Berjalan

Sedang
Berbicara

Berat
Istirahat

Dapat tidur
terlentang
Satu kalimat

Duduk

Duduk
membungkuk
Kata demi kata

Beberapa
kata
Gelisah

Mungkin
gelisah
<20/ menit
20-30/ menit
< 100
100 120
+ / - 10 20
10 mmHg
mmHg
+
Penilaian Awal

Gelisah

Mengancam jiwa

Mengantuk, gelisah,
kesadaran menurun

Frekuensi napas
> 30/menit
Nadi
> 120
Bradikardia
Pulsus
+
paradoksus
> 25 mmHg
Kelelahan otot
Otot Bantu Napas
+
Torakoabdominal
dan
retraksi
paradoksal
Riwayat dan pemeriksaan fisik (auskultasi, otot bantu napas, denyut jantung,
suprasternal
frekuensi napas) dan bila mungkin faal paru (APE atau VEP1, saturasi O2), AGDA dan
Mengi
Akhir
Silent Chest
pemeriksaan
lainAkhir
atas indikasiInspirasi dan
(Wheezing)
ekspirasi
ekspirasi
ekspirasi
paksa
APE
> 80%
60 80%
<
60% Asma Mengancam
Serangan
Asma Ringan
Serangan Asma
Serangan
Sedang/Berat 80-60
PaO2
> 80 mHg
< 60 mmHg Jiwa
mmHg
Pengobatan Awal
PaCO
<
45
mmHg
<
45
mmHg
> 45 mmHg
2
Oksigenasi dengan kanul nasal
SaO
95%
9120 menit
95% dalam satu<jam)
90%
Inhalasi
agonis
beta-2 kerja singkat >
(nebulisasi),
setiap
atau
2
agonis beta-2 injeksi (Terbutalin 0,5 ml subkutan atau Adrenalin 1/1000 0,3 ml subkutan)
Kortikosteroid sistemik :
- serangan asma berat, tidak ada respons segera dengan pengobatan bronkodilator
- dalam kortikosterois oral

Penilaian Ulang setelah 1 jam


Pem.fisis, saturasi O2, dan pemeriksaan lain atas indikasi

Respons baik
Respons baik dan stabil
dalam 60 menit
Pem.fisi normal
APE >70% prediksi/nilai
terbaik

Respons Tidak Sempurna


Resiko tinggi distress
Pem.fisis : gejala ringan
sedang
APE > 50% terapi < 70%
Saturasi O2 tidak perbaikan

Respons buruk dalam 1 jam


Resiko tinggi distress
Pem.fisis : berat, gelisah dan
kesadaran menurun
APE < 30%
PaO2 < 45 mmHg ,PaCO2 > 60
mmHg

Pulang

Dirawat di RS
Inhalasi agonis beta-2 + anti
Pengobatan dilanjutkan
kolinergik
dengan inhalasi agonis
Kortikosteroid sistemik
beta-2
Aminofilin drip
Membutuhkan
Terapi Oksigen pertimbangkan
kortikosteroid oral
kanul nasal atau masker
Edukasi pasien
venturi Serangan Asma Akut
Algoritma Penatalaksanaan
Memakai obat yang benar
Pantau APE, Sat O2, Nadi, kadar
Ikuti rencana pengobatan
teofilin
selanjutnya

Perbaikan
Pulang
Bila APE > 60% prediksi / terbaik.
Tetap berikan pengobatan oral

19

Dirawat di ICU

di

Inhalasi agonis beta-2 + anti


kolinergik
Kortikosteroid IV
Pertimbangkan agonis beta-2
injeksi SC/IM/IV
9
Rumah
Aminofilin
Sakit:
drip
Mungkin perlu intubasi dan
ventilasi ik

Tidak Perbaikan
Dirawat di ICU
Bila tidak perbaikan dalam 6-12
jam

9.Komplikasi
Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah :15,16

20

Atelektasis
Hipoksemia
Pneumothoraks
Emfisema

10. Prognosis
Mortalitas akibat asma sedikit nilainya. Gambaran yang paling akhir
menunjukkan kurang dari 5000 kematian setiap tahun dari populasi beresiko yang
berjumlah kira-kira 10 juta. Sebelum dipakai kortikosteroid, secara umum angka
kematian penderita asma wanita dua kali lipat penderita asam pria. Juga suatu
kenyataan bahwa angka kematian pada serangan asma dengan usia lebih tua lebih
banyak, kalau serangan asma diketahui dan di mulai sejak kanak-kanak dan
mendapat pengawasan yang cukup kira-kira setelah 20 tahun, hanya 1% yang
tidak sembuh dan di dalam pengawasan tersebut kalau sering mengalami serangan
commond cold 29% akan mengalami serangan ulangan.2

ILUSTRASI KASUS
IDENTITAS PASIEN:
Identitas Pasien
Nama

: Ny. S
21

Umur

: 52 Tahun

Jenis kelamin

: Perempuan

Agama

: Islam

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Status

: Menikah

Alamat

: Jl. Leton Rumbai- Pekanbaru

Masuk RS

: 02 September 2012

Tanggal Pemeriksaan : 03 September 04 september 2012


ANAMNESIS
Autoanamnesis
Keluhan Utama
Sesak nafas sejak 2 jam sebelum masuk rumah sakit (SMRS)
Riwayat Penyakit Sekarang
-

Sesak napas terjadi mendadak saat udara dingin, dini hari.


Sesak disertai nafas berbunyi ngik.
Sesak nafas hilang timbul, bertambah bila sedang beraktifitas berat, cuaca
dingin dan jika terpapar debu ataupun asap, batuk (+) disertai dahak berwarna

putih tanpa darah.


Pasien mengaku dalam 1 minggu bisa 2 3 kali sesak nafas yang mengganggu

aktifitas dan tidur.


Pasien berobat kontrol ke poli ataupun puskesmas terdekat, dan pasien rutin

mengkonsumsi obat salbutamol dan aminopilin untuk mengurangi sesaknya.


1 tahun terakhir, sesak nafas dirasakan semakin berat. Setiap kali sesak pasien
datang ke IGD untuk di asap. Dalam 1 tahun terakhir tercatat pasien sudah 6

kali masuk IGD.


Sejak 2 jam SMRS sesak nafas yang dirasakan pasien semakin berat, pada
pernafasan terdengar bunyi ngik semakin keras, pasien lebih suka posisi
duduk daripada berbaring, sesak bertambah jika pasien berbicara dan pasien
hanya dapat mengucapkan beberapa kata ketika berbicara. Pasien juga
mengeluhkan nyeri ulu hati, batuk-batuk berdahak, dahak bewarna putih, tidak

22

berdarah, tidak ada demam, tidak ada keringat malam, pasien dibawa ke IGD
RSUD AA dan diberi pengasapan sebanyak 2 kali.
Riwayat Penyakit Dahulu
- Sesak napas pertama kali muncul saat pasien berusia 15 tahun.
- Tidak ada riwayat bersin-bersin pagi hari, alergi kulit (-)
- Pasien tidak memiliki riwayat penyakit jantung, hipertensi dan diabetes
melitus.
Riwayat Penyakit Keluarga
Ayah dan putri pasien pasien menderita asma.
Riwayat Pekerjaan, Sosial Ekonomi dan Kebiasaan
Pasien bekerja sebagai Ibu Rumah Tangga
Pasien merokok 1 bungkus perhari, sudah 1 tahun terahir berhenti

merokok.
Lingkungan tempat tinggal merupakan perumahan yang padat, dan rapat
serta lembab.

Pemeriksaan Umum
Kesadaran
Keadaan umum
Tekanan darah
Nadi
Nafas
Suhu
BB
TB
Gizi

: Komposmentis
: Tampak sakit sedang
: 110/80 mmHg
: 108x/i
: 28x/menit
: 36,50C
: 60 kg
: 160 cm
: 0ver weight (IMT: 23,43)

Pemeriksaan Fisik
Kepala
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil bulat, isokor,

diameter 3 mm, refleks cahaya +/+


Leher : JVP (5-2) cmH2O, pembesaran KGB (-)

Thoraks
Paru
Inspeksi

: Bentuk dan gerakan dada kanan = kiri, pernapasan


torakoabdominal, gerakan otot bantu napas (+), sela iga

Palpasi
Perkusi
Auskultasi

melebar (-), retraksi iga (-)


: Fremitus kanan=kiri
: Sonor pada seluruh lapang paru
: Ekspirasi memanjang, wheezing (+/+), ronkhi (-/-)
23

Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi

Abdomen
Inspeksi
Palpasi

: Ictus cordis tidak terlihat


: Ictus kordis teraba lemah di RIC V 1 jari medial LMCS
: Batas-batas jantung
Kanan : RIC V linea parasternalis dextra
Kiri : RIC V 1 jari medial linea mid clavicula sinistra
: bunyi jantung I dan II normal, bising jantung (-)

: Perut datar , venektasi (-)


: Supel, nyeri tekan epigastrium (+), nyeri lepas (-), defens

muskuler (-), hepar dan lien tidak teraba


Perkusi
: Timpani
Auskultasi
: Bising usus (+) Normal 5x/menit
Ekstremitas (Superior et inferior)
Akral hangat, pitting udem(-), clubbing finger (-)
Pemeriksaan Penunjang
Hasil laboratorium tanggal 04 september 2012:
Darah rutin
Hb
: 12,2 gr%
Ht : 36,9 vol%
Leukosit
: 8.600/mm3
Trombosit
: 237.000/mm3
Kimia darah
Gula darah sewaktu (GDS) : 94 mg/dl
Kolesterol
: 181 mg/dl
HDL
Dbilirubin
: 0,1 mg/dl
TG-B
Tbilirubin
: 1,7 mg/dl
BUN
CR-S
: 0,83 mg/dl
URIC
AST
: 21 IU/L
ALP
ALT
: 12 IU/L
Ureum
Albumin
: 4,0 gr/dl
LDL
Total Protein : 6,8 gr/dl
Globulin

: 61,9 mg/dl
: 44 mg/dl
: 14 mg/dl
: 7,4 mg/dl
: 42 mg/dl
: 30 mg/dl
: 110 mg/dl
: 2,8 mg/dl

Resume
Pasien Ny. S, 52 tahun, masuk ke Nuri II RSUD AA melalui IGD pada
tanggal 02 september 2012 pukul 07.00 WIB dengan keluhan utama sesak nafas
hebat sejak 2 jam SMRS. Nafas berbunyi ngik, hilang timbul, pasien lebih suka
posisi duduk daripada berbaring, pasien hanya dapat mengucapkan beberapa kata
ketika berbicara. Pasien juga mengeluhkan batuk-batuk, berdahak dan bewarna
putih. Pasien mengaku sesak pertama kali dirasakan sejak usia 15 tahun , sesak
nafas hilang timbul, sesak bertambah bila pasien terpapar debu, dan bila terlalu

24

kecapean, saat tidur malam, lebih kurang 2x dalam seminggu, mengganggu


aktivitas dan tidur. Ayah dan anak pasien memiliki riwayat penyakit Asma.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan penggunaan otot bantu pernapasan (+),
ekspirasi memanjang (+), ronki (_-/-) dan wheezing (+/+).
DAFTAR MASALAH
Asma eksaserbasi akut sedang pada persisten sedang
RENCANA PEMERIKSAAN
Spirometri
Analisa gas darah
Rontgen Thorax
Rencana Penatalaksanaan
Non Farmakologi
- Istirahat
- Minum obat teratur
- hindari faktor pemicu seperti asap, debu, aktifitas berlebihan.
- Menjaga kebersihan lingkungan rumah agar tidak banyak debu
menumpuk.
- Senam asma
Farmakologi:
IGD:
- O2 4 L/menit
- Nebulizer Combivent 3x
- Drip D5 + Aminofilin 16 tpm
- Dexamethasone inj
- Ambroxol syr 3x1 cth
Nuri II:
- O2 4 L/menit
- Nebulizer Combivent 3x1
- Dexamethasone inj. 3x2 ampul
- IVFD D5 16 tts/i + aminofilin drip 1/2 ampul
- Salbutamol 2x2mg
Follow Up
03 september 2012
S
: sesak nafas (+), batuk berdahak (+)
O
: TD 100/70 mmHg, nadi 90x/i, nafas 24x/i, suhu 36,9 0C, wheezing (+/+),
Ronkhi (-/-)
A
: Asma bronkial persisten sedang
P
:
- O2 3-4 L/menit
- IVFD D5 16 tts/menit + aminofilin drip 1 ampul
- Nebulizer ventolin 3x1
25

Injeksi Dexamethasone 3x1 ampul


Salbutamol 3x2 mg
OBH syrup 3x1 cth

Follow up
04 September 2012
S
: Sesak nafas berkurang, batuk kadang-kadang ada dan berdahak putih.
O
: TD 100/70 mmHg, nadi 100x/i, nafas 28x/menit
A
: Asma bronkial persisten sedang
P
:
- IVFD NaCL 20 tts/i + aminofilin drip 1/2 ampul
- Salbutamol 3x2 mg
- Nebulizer Ventolin 3x1
- Inj. Dexamethasone 3x1
- OBH syr 3x1 cth
PEMBAHASAN
Pada pasien ini ditegakkan diagnosis asma bronkial sedang pada asma
persisten sedang karena adanya keluhan sesak nafas yang timbul bila pasien
terpapar debu dan saat aktifitas berlebihan. Bila sesak nafas timbul terdengar
suara ngik tanpa menggunakan stetoskop. Sesak terutama timbul pada malam
hari. Gejala sesak nafas sering timbul tiap hari, gejala sesak nafas malam > 1 kali
dalam seminggu, sesak nafas mengganggu aktivitas dan tidur dan pasien rutin
meminum obat bronkodilator untuk mengurangi sesaknya. Hal ini sesuai dengan
kriteria klasifikasi derajat asma persisten sedang berdasarkan gambaran klinis.
Pasien lebih suka posisi duduk, sesak bertambah jika pasien berbicara dan pasien
hanya dapat mengucapkan beberapa kata ketika berbicara. Hal ini sesuai dengan
kriteria beratnya serangan asma yaitu serangan asma sedang. Pada pemeriksaan
fisik didapatkan adanya ekspirasi memanjang dengan wheezing terdengar pada
kedua lapangan paru.
Asma bronkial dicirikan sebagai suatu penyakit kesulitan bernafas, batuk,
dada sesak dan adanya suara wheezing. Gejala asma dapat terjadi secara spontan
atau mungkin diperberat dengan pemicu yang berbeda antar pasien. Frekuensi
asma mungkin memburuk pada malam hari oleh karena tonus bronkomotor dan
reaktivitas bronkus mencapai titik terendah antara jam 3-4 pagi, meningkatkan
gejala bronkokontriksi.
Terapi pengobatan asma meliputi beberapa hal diantaranya yaitu menjaga
saturasi oksigen arteri tetap adekuat dengan oksigenasi, membebaskan obstruksi

26

jalan nafas dengan pemberian bronkodilator inhalasi kerja cepat (beta-2 agonis
dan antikolinergik) dan mengurangi inflamasi saluran napas serta mencegah
kekambuhan dengan pemberian kortikosteroid sistemik lebih awal.
Penyuluhan:
Pencegahan kekambuhan asma dilakukan dengan pencegahan sensitisasi
alergi. Penderita sebaiknya mengurangi pajanan dengan beberapa alergen indoor
dan outdoor. Hal-hal lain yang harus pula dihindari adalah emosi-stres, obesitas
dan faktor lain. Pasien diupayakan untuk dapat memahami sistem penanganan
asma secara mandiri. Anti inflamasi merupakan pengobatan rutin yang bertujuan
mengontrol penyakit serta mencegah serangan dikenal sebagai pengontrol. Senam
asma juga sangat dianjurkan untuk memperbaiki kualitas pernapasan pasien secara
bertahap.

27

DAFTAR PUSTAKA
1. Sutoyo DK, Setyanto DB, Rengganis I, Yunus F, Sundaru H.Pedoman Tata
laksana Asma. Jakarta: Dewan Asma Indonesia. 2011.
2. Mcfadden ER. Penyakit Asma. Dalam Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu
Penyakit Dalam (Harrisons principles of Internal Medicine). Isselbacher
KJ et al, editor. Jakarta : EGC, 2000. 1311-18.
3. Almazini P. Penghambat TNF-alfa untuk Asma Berat. 2008. http://
myhealing.wordpress.com
4. Riyanto BS, Hisyam B. Obstruksi saluran pernapasan akut. Dalam: buku
ajar ilmu penyakit dalam jilid II ed.4. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006. Hal. 978-87.
5. Asma bronkial. 2008. http://www.medicastore.com
6. Widjaja A. Patogenesis Asma. Makalah Ilmiah Respirologi 2003.
Surakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, 2003.27.
7. Manurung P, Yunus F, Wiyono WH, Jusuf A, Murti B. Hubungan Antara
Eosinofil Sputum dengan Hiperreaktivitas Bronkus pada Asma Persisten
Sedang. Jurnal Respirologi Indonesia 2006;1.45
8. Rengganis I. Diagnosis dan tatalaksana asma bronkial. Majalah
Kedokteran Indonesia. 2008;58(11):444-51.
9. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). Asma. Pedoman Diagnosis
dan Penatalaksanaan di Indonesia. Balai Penerbit FKUI.2004
10. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, wardani WI, Setiowulan W. Kapita
Selekta kedokteran. Edisi III. Jakarta: Media Aesculapius FKUI, 2001.
477-82.
28

11. Sundaru H. Asma Bronkial. Dalam Ilmu Penyakit Dalam. Edisi III.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2001.21-27.
12. Mangunnegoro dkk. Asma Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di
Indonesia. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2004.3-79.
13. Danususanto H. Ilmu Penyakit Paru. Jakarta: Hipokrates, 2000. 196-224.
14. Global Initiative for Asthma (GINA). Updated 2010. Global Strategy for
Asthma Management and Prevention. http://www.ginaasthma.org.
15. Amin M, Alsagaff H, Saleh T. Pengantar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya:
Airlangga University Press. 1989. 1-11.
16. Tanjung D. Asma Bronkial. 2003. http://library.usu.id

29

Vous aimerez peut-être aussi