Vous êtes sur la page 1sur 15

ASKEP GAWAT DARURAT

ACUTE DIGESTIF BLEEDING

Disusun Oleh :
Nama : Gusti Ayu Desi Sagitari
NIM : 04.11.2891
Kelas : C/Kp VII

KONSENTRASI INSTALASI GAWAT DARURAT


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
SURYA GLOBAL YOGYAKARTA
2014

A. DEFINISI
Acute Digestif Bleeding atau perdarahan saluran cerna adalah suatu
perdarahan yang bisa terjadi dimana saja di sepanjang saluran pencernaan, mulai
dari mulut sampai anus. Bisa berupa di temukannya darah dalam tinja atau
muntuh darah, tetapi gejala bisa juga tersembunyi dan hanya bisa diketahui
melalui pemeriksaan tertentu. Perdarahan yang terjadi di saluran cerna bila di
sebabkan oleh adanya erosi arteri akan mengeluarkan darah lebih banyak dan
tidak dapat di hentikan dengan penatalaksanaan medis saja. (Mansjoer,2000)
B.

KLASIFIKASI

Perdarahan saluran cerna dibagi menjadi 2 yaitu :


1.

Perdarahan saluran cerna bagian atas

2.

Perdarahan saluran cerna bagian bawah / lower gastrointestinal bleeding

(LGIB). (Mansjoer, 2000)


C.

ETIOLOGI
Penyebab perdarahan saluran bagian atas terbanyak di indonesia adalah

karena pecahnya varises esophagus dengan rata rata 45-50% seluruh perdarahan
saluran cerna bagian atas.
1.

Perdarahan saluran cerna bagian atas di antaranya :

Kelainan esophagus : varises , esophagitis, keganasan

Kelainan lambung dan duodenum : tukak lambung &


duodenum, keganasan

Penyakit darah : leukemia, purpura trombositopenia

Penyakit sistemik : uremia

Pemakaian obat yang ulserogenik : gol. Salisilat, kortokosteroid,


alkohol

2.

Perdarahan saluran cerna bagian bawah

Tumor ganas

Polip : pertumbuhan jinak atau polip di usus besar yang umum


dan dapat menyebabkan kanker.

Colitis ulseratif : Infeksi, penyakit seperti penyakit Crohn s,


kurangnya aliran darah ke usus besar, dan radiasi dapat
menyebabkan kolitis - radang usus besar.

Penyakit chron

Angiodiplasia : Penuaan menyebabkan angiodisplasia - kelainan


pada pembuluh darah usus.

Hemorrhoid (wasir) : Wasir pembuluh darah membesar di anus


atau rektum yang bisa pecah dan berdarah. Fissures, atau bisul,
luka atau air mata di daerah dubur.

Hemoragik massif saluran cerna bagian atas (Suparman, 1987)

D. TANDA DAN GEJALA


Gejalanya bisa berupa :
1. Muntah darah (Hematemesis)
Adalah muntah darah dan biasanya di sebabkan oleh penyakit
saluran cerna bagian atas. Melena adalah keluarnya feses berwarna hitam
per rectal yang mengandung campuran darah biasanya disebabkan oleh
perdarahan usus proksimal (Grace & Borley,2007).
2. Mengeluarkan tinja yang kehitaman (Melena)
Tinja berwarna hitam merupakan akibat dari perdarahan di saluran
bagian atas. Misalnya lambung atau duodenum. Warna hitam terjadi
Karena darah tercemar oleh asam lambung dan pencernaan kuman selama
beberapa jam sebelum keluar dari tubuh. Sekitar 200 gram darah dapat
menghasilkan tinja yang berwarna kehitaman
3. Mengeluarkan darah dari rektum (hematoskezia)
4. Waterbrash merupakan regurgitasi isi lambung kedalam rongga mulut.
Gangguan ini dirasakan terdapat pada tenggorokan sebagai rasa asam atau
cairan panas yang pahit

5. Pirosis (Nyeri uluhati)


Pirosis sering ditandai sensasi panas. Nyeri uluhati dapat
disebabkan oleh refluks asam lambung atau sekrat empedu kedalam
esofahus bagian bawah, keduanya sangat mengiritasi mukosa.
6. Penderita dengan perdarahan jangka panjang, bisa menunjukkan gejalagejala anemia, seperti mudah lelah, terlihat pucat, nyeri dada dan pusing.
Jika terdapat gejala-gejala tersebut, dokter bisa mengetahui adanya
penurunan abnormal tekanan darah, pada saat penderita berdiri setelah
sebelumnya berbaring.
7. Gejala yang menunjukan adanya kehilangan darah yang serius adalah
denyut nadi yang cepat, tekanan darah rendah dan berkurangnya
pembentukan air kemih. Tangan dan kaki penderita juga akan teraba
dingin dan basah. Berkurangnya aliran darah ke otak karena kehilangan
darah, bisa menyebabkan bingung, disorientasi, rasa mengantuk dan
bahkan syok
8. Pada penderita perdarahan saluran pencernaan yang serius, gejala dari
penyakit lainnya, seperti gagal jantung, tekanan darah tinggi, penyakit
paru-paru dan gagal ginjal, bisa bertmbah buruk. Pada penderita penyakit
hati, perdarahan ke dalam usus bisa menyebabkan pembentukan racun
yang akan menimbulkan gejala seperti perubahan kepribadian, perubahan
kesiagaan dan perubahan kemampuan mental (ensefalopati hepatik).
(Sylfia A. Price, 1994 : 359)
E.

PATOFISIOLOGI
Pada gagal hepar sirosis kronis, kematian sel dalam hepar mengakibatkan

peningkatan tekanan vena porta. Sebagai akibatnya terbentuk saluran kolateral


dalam submukosa esopagus dan rektum serta pada dinding abdomen anterior
untuk mengalihkan darah dari sirkulasi splenik menjauhi hepar.
Dengan meningkatnya tekanan dalam vena ini, maka vena tersebut
menjadi mengembang dan membesar (dilatasi) oleh darah (disebut varises).

Varises

dapat

pecah,

mengakibatkan

perdarahan

gastrointestinal

masif.

Selanjutnya dapat mengakibatkan kehilangan darah tiba-tiba, penurunan arus


balik vena ke jantung, dan penurunan curah jantung. Jika perdarahan menjadi
berlebihan, maka akan mengakibatkan penurunan perfusi jaringan. Dalam
berespon terhadap penurunan curah jantung, tubuh melakukan mekanisme
kompensasi untuk mencoba mempertahankan perfusi.
Mekanisme ini merangsang tanda-tanda dan gejala-gejala utama yang
terlihat pada saat pengkajian awal. Jika volume darah tidak digantikan, penurunan
perfusi jaringan mengakibatkan disfungsi seluler. Sel-sel akan berubah menjadi
metabolsime anaerobi, dan terbentuk asam laktat. Penurunan aliran darah akan
memberikan efek pada seluruh sistem tubuh, dan tanpa suplai oksigen yang
mencukupi sistem tersebut akan mengalami kegagalan
G. KOMPLIKASI
Komplikasi yang bisa terjadi adalah koma hepatik (suatu sindrom
neuropsikiatrik yang ditandai dengan perubahan kesadaran, penurunan intelektual,
dan kelainan neurologis yang menyertai kelainan parenkim hati)
1. Anemia
2. Dehidrasi
3. Nyeri Dada jika ada juga penyakit jantung
4. Kehilangan darah
5. Syok
6. Kematian
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG (PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK)
Berbagai pemeriksaan penunjang dapat digunakan untuk membantu
mendiagnosa abnormalitas sistem gastrointestinal dan abdomen. Adapun
pemeriksaan penunjang atau tes diagnostic yang dilakukan adalah :
a.

Sinar X

Serangkaian pemeriksaan abdomen, atau gambaran abdomen


dalam tiga cara, terdiri atas film abdomen datar, film abdomen atas dan
dada bagian atas dengan pasien berdiri tegak, dan film dimana pasien
dalam posisi miring pada salah satu sisi (dekubitus). Radiografi dapat
membantu menggambarkan adanya udara bebas di dalam abdomen yang
disebabkan oleh masalah-masalah seperti perforasi viskus atau pecahnya
abses. Obtruksi usus, seperti yang ditunjukkan oleh dilatasi loop usus
dengan tingkat cairan udara atau volvulus intestine, dapat dilihat dari fotofoto tersebut. Posisi film dekubitus dapat membantu adanya asites.
b.

Endoskopi Gastrointestinal
Prosedur ini merupakan suatu tambahan penting pada pemeriksaan

barium karena prosedur itu memungkinkan untuk dilakukan pengamatan


langsung tentang bagian-bagian traktus intestinal. Instrumen yang
digunakan adalah endoskop serat optic yang lentur. Alat ini dirancang
dengan

ujung

yang

dapat

digerakkan

sehingga

operator

dapat

memanipulasi sepanjang saluran intestinal. Alat itu mempunyai saluran


instrumen yang memungkinkan untuk biopsy lesi, seperti tumor, ulser atau
peradangan. Cairan dapat diaspirasikan dari lumen saluran intestine dan
udara dapat dihembuskan untuk menggelembungkan saluran intestine
sehingga mempermudah pengamatan.
Apus sitologi dan jerat elektrokauteri dapat juga dimasukkan
melalui alat ini. Endoskop dan kolonoskop dasar untuk intestinal bagian
atas dirancang dalam bentuk yang hampir sama dan hanya berbeda pada
diameter dan panjangnya. Endoskop intestinal atas sebelah sisi juga
dirancang untuk pemeriksaan khusus pada duktus empedu komunis dan
duktus

pankreatik.

Pengkajian

ini

disebut

endoskopi

retrograde

kolangiopankreatografi (ERCP).
Indikasi untuk dilakukannya endoskopi intestinal bagian atas
sangat banyak. Dalam lingkup perawatan kritis, indikasi yang paling

umum adalah perdarahan gastrointestinal, yang dapat disebabkan oleh


ulkus, gastritis

atau varises esophagus. Endoskopi sangat bermanfaat

untuk mendiagnosa neoplasma saluran intestinal bagian atas. Biopsi atau


penyayatan daera abnormal ini dapat dilakukan untuk mendapatkan bahan
diagnose.
Terapi spesifik dapat dilakukan melalui endoskopi gastrointestinal
bagian atas, termasuk sklerosis varises esophagus. Pada prosedur ini agen
penksklerosing, seperti natrium morhuate, dimasukkan ke vena yang
berdilatasi dalam esofagus dengan harapan akan terjadi jaringan ikat di
dalam vena untuk mencegah perdarahan spontan selanjutnya.
c.

Kolonoskopi
Kolonoskopi digunakan untuk mengevaluasi adanya tumor,

peradangan atau polip di dalam kolon. Kolonoskopi juga dapat digunakan


untuk mengevaluasi kondisi daerah anstomotik dari pembedahan dan
mengkaji derajat striktura baik karena pembedahan atau peradangan.
Kolonoskop dapat dimasukkan melalui rektum menuju sepanjang
kolon ke dalam sekum. Dari sini katup ileosekal dapat dikaji begitu juga
abnormalitas lainnya, seperti adanya karsinoma awal atau polip di sebelah
kanan kolon. Polip ini dapat dikeluarkan melalui endoskopi, atau dapat
difulgurasi dan dibakar. Letak perdarahan khusus seperti yang terjadi pada
colitis, polip, tumor, atau angiodisplasia (pengumpulan pembuluh darah
yang abanormal yang dapat menyebabkan perdarahan terus menerus)
dapat diobservasi.
Karena pasien biasanya diberi sedatif sebelum dilakukan prosedur
endoskopi sangat penting mengawasi jalan napasnya untuk mencegah
terjadinya depresi pernapasan atau aspirasi dan untuk memantau tandatanda vital.
d.

Pemeriksaan Barium Kontras

Pemeriksaan diagnostic ini sangat penting untuk menemukan


abnormalitas di dalam saluran intestinal. Penyinaran sinar X pada
gastrointestinal bagian atas atau telan barium dilakukan dengan meminta
pasien minum minuman yang telah dicampur dengan barium radioopak,
sementara ahli radiologi mengamati penyalutan dari bahan ini di dalam
esofagus, lambung dan usus halus. Barium mampu memperlihatkan
kelainan struktur seperti tumor atau ulkus juga dapat menemukan adanya
peradangan atau penyempitan. Enema barium dilakukan dengan
memasukkan barium melalui rektum dalam posisi retrograde ke dalam
seluruh kolon. Saluran tipis barium dapat membantu memperlihatkan letak
tumor, polip, diverticulitis atau perdangan seperti Penyakit Crohn atau
Kolitis ulcerative.
e.

Ultrasonografi
Pemeriksaan noninvasive ini menggunakan gelombang echo untuk

mendeteksi adanya abnormalitas dalam rongga abdomen. Dilatasi dari


duktus empedu komunis, distensi kandung empedu karena batu empedu,
dan abnormalitas pancreas seperti tumor, pseudokis, atau abses dapat
ditemukan. Aneurisme aorta dapat diperhitungkan untuk membantu
memutuskan apakah diperlukan pembedahan eksisi. Penebalan kolon
desenden dan kolon sigmoid dengan abses perikolonik yang disebabkan
oleh kondisi seperti divertikolusis dapat diidentifikasikan. Prosedur ini
biasanya dilakukan pada bagian radiologi rumah sakit.
f.

Computed Axial Tomography (CT) dan Magnetic Resonance

Imaging (MRI).
Tumor pada hati, pancreas, esofagus, lambung dan kolon dapat
diidentifikasi menggunakan pemeriksaan ini. Tumor retroperitoneal atau
nodus limfe juga dapat dilihat. Dengan menggunakan skan CT, dapat
dilakukan biopsi jarum pada struktur ini untuk menentukan tipe sel tumor.
Jarum ditusukan melalui dinding abdomen dengan menggunakan anestesi

lokal. Jarum kemudian diarahkan ke struktur yang diinginkan dengan


bantuan skan CT. Cairan dapat diaspirasikan dan selanjutnya dievaluasi
oleh ahli patologi untuk melihat adanya sel nukleoplastik.
Teknik pengobatan nuklir sering digunakan untuk membantu
mendiagnosa

abnormalitas

sistem

hepatogastrointestinal.

Skan

radionuclide hepar dapat membantu menentukan disfungsi sel hepatic.


Skaning CT dapat digunakan untuk menemukan tumor atau abses di
dalam hepar atau abdomen bagian atas.
Cholesintogram dapat dilakukan untuk menentukan kapasitas
fungsi sistem empedu dan patensi duktus empedu dan pembuluh sistik.
Pada perdarahan intestine berulang, jika sumbernya tidak ditemukan,
teknik skan teknetium dapat sangat membantu. Pada teknik ini daerah
yang berdarah diberi label dengan teknetium, dan jika pasien mengalami
perdarahan aktif maka tanda titik panas akan diperlihatkan dalam skan
abdomen. Ini merupakan tes yang sangat tidak khusus untuk menentukan
letak perdarahan yang tepat, tetapi dapat membantu dalam mengarahkan
ahli bedah pada letak yang umum. Angiodisplasia dan perdarahan
divertikulum Meckel dapat didiagnosa dengan prosedur ini.
g.

Arteriografi
Prosedur ini sangat berguna untuk menentukan tempat perdarahan

yang biasanya sulit ditentukan. Kateter ditempatkan baik pada arteri


mesenterika superior dan inferior, dan disuntikan kontras. Arteriografi
juga sangat membantu dalam menemukan aneurisme aorta
I.

PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Resusitasi cairan dan produk darah :

Pasang akses intravena dengan kanul berdiameter besar

Lakukan penggantian cairan intravena : RL atau normal saline

Kaji terus TTV saat cairan diganti

Jika kehilangan cairan > 1500 ml membutuhkan penggantian darah


selain cairan

Kadang digunakan obat vasoaktif sampai cairan seimbang untuk


mempertahankan tekanan darah dan perfusi organ vital seperti :
dopamin, epineprin dan norefineprin

2. Bilas lambung

Dilakukan selama peroide perdarahan akut (controversial karena


menggangu

mekanisme

pembekuan

normal.

Sebagian

lain

menyakini lambung dapat membantu membersihkan darah dalam


lambung, membantu mendiagnosa penyebab perdarahan selama
endoskofi)

Jika di instruksikan bilas lambung maka 1000-2000 ml air atau


normal salin dalam suhu kamar di masukan dengan menggunakan
NGT. Kemudian dikeluarkan kembali dengan spuit atau di pasang
suction sampai sekresi lambung jernih.

Irigasi lambung dengan cairan normal saline levarterenol agar


menimbulkan vasokontriksi. Setelah diabsorbsi lambung obat di
kirim melalui sistem vena porta ke hepar dimana metabolism
terjadi, sehingga reaksi sistemik dapat di cegah. Pengenceran
biasanya menggunakan 2 ampul dalam 1000 ml larutan.

Pasien beresiko mengalami aspirasi lambung karena pemasangan


NGT dan peningkatan tekanan intragastrik karena darah atau cairan
yang dugunakan untuk membilas. Pemantauan distensi lambung
dan membaringkan pasien dengan kepala ditinggikan penting untuk
memcegah refkuls isi lambung. Bila posisi tersebut kontraindikasi
maka diganti posisi dekubitus lateral kanan, memudahkan
mengalirkan isi lambung melewati pylorus.

3. Pemberian Pitresi

Dilakukan bila dengan bilas lambung atau skleroterapi tidak


menolong maka akan diberikan vasopressin (pitresin ) intravena.

Obat ini menurunkan tekanan vena porta oleh karenanya


menurunkan aliran darah pada tempat perdarahan .

Mempengaruhi output urine karena sifat antidiuretik.

Ranitidine 2-3 mg/kg/hari diberikan 2 kali sehari

Pada esofagitis berat dan ulkus peptikum : omeprazole 0,6-3


mg/kg/hari 1 kali sehari

4. Mengurangi asam lambung

Turunkan keasaman sekresi lambung dengan obat histamine (H2)


antagonistic : simetidin (tagamet), ranitidine hidrokloride (zantac)
dan famotidin.

Dosis tunggal dapat menurunkan sekresi asam selama hampit 5


jam.

Ranitidine iv : 50mg di cairkan 50ml D5W setiap 6 jam. Simetidin


iv : 300 mg dicairkan dalam dosis intermiten 300 mg di cairkan
dalam 50 mg D5W setiap 6 jam atau sebagai infuse iv kontinu 50
mg/jam. Hasil terbaik dicapai jika pH lambung 4 dapat
dipertahankan.

5. Memperbaiki status hipokoagulasi

Pemberian vit. K dalam bentuk fitonadion (aqua mephyton) 10 mg


im atau iv dengan lambat untuk mengembalikan masa protrombin
menjadi normal.

Diberikan plasma segar beku.

6. Balon tamponade
Terdapat bermacam balon tamponade : tube sangstaken-blakemore,
Minnesota atau linton-nachlas. Alat ini untuk mengontrol perdarahan GI
bagian atas karena varises esophagus.

Tube sangstaken-blakemore

mengandung 3 lumen :

Balon gastric yang dapat diinflasikan dengan 100-200 mL udara

Balon esophagus yang dapat diinflasikan dengan 40 mmHg

Lumen yang ke 3 untuk mengaspirasi isi lambung tube Minnesota


mempunyai lumen tambahan dan mempunyai lubang untuk
menghisap sekresi paring. Sedangkan tube linton-nachlas terdiri
hanya satu balon gaster yang dapat di inflasikan dengan 500-600
mL udara. Terdapat beberapa lubang/bagian yang terbuka baik
pada bagian esophagus maupun lambung untuk mengaspirasi
sekresi dan darah. Tube/slenag Sangstaken-Blakemore setelah
dipasang didalam lambung dikembangkan dengan udara tidak lebih
dari 50 ml.kemudian selang ditarik perlahan sampai gallon
lambung pas terkait pada kardia lambung dapat dikembangkan
dengan 100-200 mL udara. Kemudian selang dibagian luar ditraksi
dan difiksasi. Jika perdarahan berlanjut balon esopagus dapat
dikembangkan dengan tekanan 250 40 mm Hg (menggunakan
spigmomanometer) dan dipertahankan dalam 24-48 jam. Jika lebih
lama depat menyebabkan edema, esopagitis, ulserasi atau perforasi
esopagus.
Hal yang penting dilakukan saat menggunakan balon ini
adalah

observasi

konstan

dan

perawatan

cermat,

dengan

mengidentifikasi ketiga ostium selang, diberi label dengan tepat


dan diperiksa kepatenannya.
J.

PERENCANAAN / INTERVENSI
1.

Diagnosa Kep. I : Resiko terjadi syok hipovolemik berhubungan

dengan perdarahan
Tujuan : Tidak terjadi syok hipovolemik
Kriteria Hasil : - Perdrahan berkurang / berhenti, Nadi teratur dan
pengisian kuat (60 100 x/mnt), Tekanan darah menurun (110/70
120/80 mmHg). Akral hangat
Rencana Tindakan
a. Observasi TTV dan tanda-tanda syok hipovolemik tiap 30 menit

R / Deteksi dini terhadap perubahan kondisi pasien sehingga dapat


menentukan tindakan yang lebih tepat.
b. Bila ada tanda-tanda syok hipovolemik beri posisi kepala lebih rendah dari
kaki..
R / Mencegah terjadinya hipoksia
c. Observasi intake dan out put cairan
R / Menjaga kebutuhan keseimbangan cairan tetap adekuat
d. Observasi adanya perdarahan
R / Deteksi dini terhadap perubahan kondisi pasien
e. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian plasma expander
R / Mengganti plasma yang keluar akibat muntah dan BAB darah
2. Diagnosa Kep II :

Pola pernafasan tidak efektif berhubungan dengan

penurunan ekspansi paru.


Tujuan : Sesak nafas berkurang
Kriteria Hasil : - Frekuensi pernafasan normal (RR 16 20 x/menit). ,
Tidak terdapat bunyi nafas tambahan, Kx tidak hipoksia.
Rencana Tindakan
a. Observasi TTV klien (terutama RR).
R / Mengetahui tk skala sesak Kx.
b. Auskultasi bunyi nafas Kx.
R / Mengetahui ada tidaknya bunyi nafas tambahan.
c. Berikan posisiyang nyaman pada Kx seperti semi fowler.
R / Mengurangi rasa nyeri.
d. Kolaborasi dengan tim dokter dalam memberikan teraepi obat.
R / Melaksanakan fungsi independent.
3. Diagnosa Kep. III : Perubahan nutrisi (kurang dari kebutuhan)
berhubungan dengan ketidakmampuan untuk memproses (mencerna)
makanan.
Tujuan : Kebutuhan pasien terpenuhi
Kriteria Hasil : - Tidak ada nyeri tekan abdomen, Mual / muntah
berkurang, BB meningkat, Nafsu makan bertambah

Rencana Tindakan
a. Timbang BB Kx setiap hari.
R / Sebagai indikator / status nutrisi Kx tercukupi atau belum.
b. Motivasi Kx agar mau makan.
R / Meningkatkan nafsu makan.
Kolaborasi dengan tim ahli gizi dalam pemberian nutrisi.
4. Resiko gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovolemik
karena perdarahan.
Resiko gangguan perfusi jaringan tidak terjadi.
a. Selidiki perubahan tingkat kesadaran, keluhan pusing/ sakit kepala.
b. Auskultasi nadi apikal. Awasi kecepatan jantung/irama bila EKG
kontinu ada.
c. Kaji kulit terhadap dingin, pucat, berkeringat, pengisian kapiler
lambat, dan nadi perifer lemah.
d. Catat laporan nyeri abdomen, khususnya tiba-tiba nyeri hebat atau
nyeri menyebar ke bahu.
e. Observasi kulit untuk pucat, kemerahan. Pijat dengan minyak. Ubah
posisi dengan sering.
Kolaborasi Berikan oksigen tambahan sesuai indikas
f. Berikan cairan IV sesuai indikasi.

DAFTAR PUSTAKA

http://baloteli.blogspot.com/2014/03/laporan-pendahuluan-asuhankeperawatan.html
http://listmedical.blogspot.com/2013/12/pendarahan-saluran-cerna.html

Pathway
Perdarahan saluran cerna

Perdarahan Saluran atas dan


bawah

Tindakan

Peningkatan Tekanan vena

a. Cek respon klien


b. Observasi TTV klien (terutama
RR).

Vena mengembang dan


membesar/dilatasi (Varises)

c. Auskultasi bunyi nafas klien


d. Berikan posisi yang nyaman pada

Varises pecah

klien seperti semi fowler.


Perdarahan gastrointestinal

e. Berikan oksigenasi
f. Kolaborasi dengan tim dokter
dalam memberikan teraepi obat

Kehilangan darah tiba-tiba

Resiko terjadi
syok hipovolemik

dan terapi cairan isotonik untuk


mencegah terjadinya syok

Suplai O2 menurun

Penurunan tekanan darah

GANGGUAN PERTUKARAN GAS

Penurunan saturasi O2

Peurunan arus balik


vena ke jantung
Penurunan curah
jantung
Penurunan perfusi
jaringan

Hipoksia jaringan
Pola pernafasan tidak
efektif

Disfungsi seluler

Metabolisme
anaerob

Terbentuk
asam laktat

Vous aimerez peut-être aussi