Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Abses adalah kumpulan nanah setempat yang terkubur dalam jaringan,
organ atau rongga yang tertutup. Abses anorektal merupakan abses yang
terdapat dalam jaringan anorektum. Sedangkan abses perianal merupakan abses
anorektal superficial tepat dibawah kulit sekitar anus. Abses perianal
merupakan infeksi pada jaringan lunak sekitar saluran anal, dengan
pembentukan abses rongga diskrit. Abses anorektal disebabkan oleh radang
ruang pararektum akibat infeksi kuman usus. Umunya, pintu infeksi terdapat
dikelenjar rectum di kripta antar kolumna rectum. Penyebab lain ialah infeksi
dari kulit anus, hematom, fisura anus, dan skleroterapi Tingkat keparahan dan
kedalaman dari abses cukup variable, dan rongga abses dikaitkan dengan
pembentukan saluran fistulous.1,2,3
Abses dinamai sesuai dengan letak anatomic seperti pelvirektal,
iskiorektal, antarsfingter, marginal, yaitu di saluran anus dibawah epitel, dan
perianal. Dalam praktik sehari-hari, abses perianal paling sering ditemukan.
Lokasi klasik abses anorectal tercantum dalam urutan penurunan frekuensi
adalah sebagai berikut: perianal 60%, ischiorectal 20%, intershincteric 5%,
supralevator 4%, dan submukosa 1%.2,3
Kejadian puncak dari abses anorektal adalah didekade ketiga dan keempat
kehidupan. Pria lebih sering terkena daripada wanita, dengan dominasi lakilaki:perempuan 2:01-3:01. Sekitar 30% dari pasien dengan abses anorektal
laporan riwayat abses serupa yang baik diselesaikan secara spontan atau
intervensi bedah diperlukan.3
Sebuah insiden yang lebih tinggi dari pembentukan abses tampaknya
sesuai dengan musim semi dan panas. Sementara demografi menunjukan
disparitas yang jelas dalam terjadinya abses sehubungan dengan usia dan jenis
1
kelamin, tidak ada pola yang jelas ada di antara berbagai Negara atau wilayah
di dunia. Meskipun menyarankan, hubungan langsung antara pembentukan
abses anorektal dan kebiasaan buang air besar, diare sering, dan kebersihan
pribadi yang buruk tetap tidak terbukti.3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. Definisi
Abses anorektal merupakan abses yang terdapat dalam jaringan
anorektum. Sedangkan abses perianal merupakan abses anorektal superficial
tepat dibawah kulit sekitar anus. Abses perianal merupakan infeksi pada
jaringan lunak sekitar saluran anal, dengan pembentukan abses rongga diskrit.
Sebuah abses anorektal merupakan akumulasi nanah di sekitar anus dan
rectum.1,2,3
II. Etiologi
Abses anorektal merupakan gangguan sekitar anus dan rectum, dimana
sebagian besar timbul dari obstruksi kripta anal. Infeksi dan stasis dari
kelenjar dan sekresi kelenjar menghasilkan supurasi dan pembentukan abses
dalam kelenjar anal. Biasanya, abses terbentuk awal awal dalam ruang
intersfingterik dan kemudian keruang potensial yang berdekatan.2,4
III. Anatomi
Mayoritas penyakit supuratif anorektal adalah hasil dari infeksi kelenjar
anal (cryptoglandular infection) yang ditemukan pada intersphincteric
plane. Duktus dari kelenjar kelenjar tersebut melintasi sfingter internal dan
bermuara di kripta anal pada tingkat linea dentata. Infeksi dari kelenjar anal
membentuk abses yang membesar dan menyebar sepanjang salah satu rongga
pada ruang perianal dan perirektal. Ruang perianal mengelilingi anus dan
bagian lateralnya bersatu menjadi lemak bokong. Ruang intersfingterik
memisahkan sfingter ani internal dan eksternal.2
IV. Patofisiologi
. Kebanyakan abses anorektal bersifat sekunder terhadap proses supuratif
yang dimulai pada kelenjar anal. Teori ini menunjukan bahwa obstruksi dari
saluran kelenjar tersebut oleh tinja, corpus alienum atau trauma akan
menghasilkan stasis dan infeksi sekunder yang terletak di ruang
intersfingterik. Dari sini proses infeksi dapat menyebar secara distal
sepanjang otot longitudinal dan kemudian muncul di subkutis sebagai abses
perianal, atau dapat menyebar secara lateral melewati otot longitudinal dan
sfingter eksternal sehingga menjadi abses ischiorektal. Meskipun kebanyakan
abses yang berasal dari kelenjar anal adalah perianal dan ischiorektal, ruang
lain dapat terinfeksi. Pergerakan infeksi ke atas dapat menyebabkan abses
intersfingterik tinggi. Ini kemudian dapat menerobos otot longitudinal ke
ruang supralevator sehingga menyebabkan sebuah abses supralevator. Setelah
abses terdrainase, secara spontan maupun secara bedah, komunikasi abnormal
antara lubang anus dan kulit perianal disebut fistula ani.5
Ruang Supralevator
Ruang Ischiorektal
Ruang Intersfingterik
banding
ialah
tuberculosis,
karsinoma
sel
skuamosa,
fistula-in-ano atipikal atau fistula yang sulit yang tidak berespon terhadap
pengobatan konvensional.3
Klasifikasi dan persentase abses perirektal adalah:
1. Perianal 4050%
2. Ischiorektal 2025%
3. Intersfingterik 25%
4. Supralevator 2.5%.6
V. Gambaran Klinis
Awalnya, pasien bisa merasakan nyeri yang tumpul, berdenyut
yang memburuk sesaat sebelum defekasi yang membaik setelah defekasi
tetapi pasien tetap tidak merasa nyaman. Rasa nyeri diperburuk oleh
pergerakan dan pada saat menduduk.
Nyeri timbul bila abses terletak pada atau disekitar anus atau kulit
perianal. Gejala dan tanda sistemik radang biasanya cukup jelas seperti
demam, leukositosis, dan mungkin keadaan toksik. Tanda dan gejala local
bergantung pada letaknya. Pada colok dubur atau pemeriksaan vaginal,
dapat dicapai gejala dalam seperti abses iskiorektal atau pelvirektal.
Umumnya, tidak ada gangguan defekasi.2
Abses perianal biasanya jelas karena tampak pembengkakan yang
mungkin berwarna biru, nyeri, panas, dan akhirnya berfluktuasi. Penderita
demam dan tak dapat duduk disisi pantat yang sakit. komplikasi terdiri
dari perluasan ke ruang lain dan perforasi ke dalam, ke anorektum, atau ke
luar melalui kulit perianal.2
7
Gambar 5 Gambaran Klinis Dari Abses Perianal
pada pasien tertentu, seperti individu dengan diabetes dan pasien dengan
imunitas tubuh yang rendah karena memiliki risiko tinggi terhadap
terjadinya sepsis bakteremia yang dapat disebabkan dari abses anorektal.
Dalam kasus tersebut, evaluasi laboratorium lengkap adalah penting.3
VI.3 Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi jarang diperlukan pada evaluasi pasien
dengan abses anorektal, namun pada pasien dengan gejala klinis abses
intersfingter atau supralevator mungkin memerlukan pemeriksaan
konfirmasi dengan CT scan, MRI, atau ultrasonografi dubur. Namun
pemeriksaan radiologi adalah modalitas terakhir yang harus dilakukan
karena terbatasnya kegunaannya. USG juga dapat digunakan secara
intraoperatif untuk membantu mengidentifikasi abses atau fistula dengan
lokasi yang sulit.3
Penatalaksanaan
Penanganan abses terdiri dari penyaliran. Umumnya, sudah terjadi
pernanahan sewaktu penderita datang. Pemberian antibiotik kurang
10
kebanyakan
pasien
dengan
abses
anorektal,
terapi
11
C. Abses Intersfingter
Abses intersfingter sangat sulit untuk didiagnosa karena mereka
hanya menghasilkansedikit pembengkakan dan tanda-tanda infeksi
perianal.Nyeri
biasanya
digambarkan
sebagai
nyeri
yang
jauh
didalamlubang anus, dan biasanya diperburuk oleh batuk atau bersin. Rasa
nyeri tersebut begitu hebat sehingga biasanya menghalangi pemeriksaan
colok dubur. Diagnosis dibuat berdasarkan kecurigaan yang tinggi dan
biasanya
membutuhkan
pemeriksaan
di
bawah
anestesi.
Setelah
12
VIII. Komplikasi
Fistula anorektal terjadi pada 30-60% pasien dengan abses
anorektal. Kelenjar intersfingterik terletak antara sfingter internal dan
eksternal anus dan seringkali dikaitkan dengan pembentukan abses. Fistula
anorektal timbul oleh karena obstruksi dari kelenjar dan/atau kripta anal,
dimana ia dapat diidentifikasi dengan adanya sekresi purulen dari kanalis
anal atau dari kulit perianal sekitarnya. Etiologi lain dari fistula anorektal
adalah multifaktorial dan termasuk penyakit divertikular, IBD, keganasan,
dan infeksi yang terkomplikasi, seperti tuberkulosis.
Klasifikasi menurut Parks dan persentase fistula anorektal adalah:
1. Intersfingerik 70%
2. Transfingterik 23%
3. Ekstrasfingterik 5%
4. Suprasfingterik 2%
14
setelah
fistulotomi,
BAB III
LAPORAN KASUS
16
I. IDENTITAS PASIEN
Nama
Tn. HD
Umur
30 tahun
Jenis kelamin
Laki-laki
Agama
Kristen Protestan
Status Pernikahan
Belum menikah
Pekerjaan
Wiraswasta
Alamat
Sentani
40 89 84
Tanggal masuk RS
08 Januari 2015
Keluhan Utama
II. ANAMNESIS
Pasien datang ke IGD RSUD dok2 dengan keluhan utama nyeri pada
pantat sebelah kiri, pasien merasakan nyeri sudah sejak 2minggu yang lalu,
nyeri yang dirasakan disertai dengan demam, demam dirasakan terus menerus
namun tidak terlalu tinggi, pasien sudah mencoba untuk meminum obat
penghilang rasa sakit, namun nyeri masih dirasakan oleh pasien, akibat dari
rasa nyeri tersebut pasien tidak dapat duduk dan tidur kearah sebelah kiri,
pasien mengaku tahun lalu (2015) pernah terjatuh saat bermain bola (futsal),
pasien jatuh terduduk dan bokong pasien mengenai batu, tidak terdapat luka
setelah jatuh, namun pasien mengeluh sakit pada bagian bokong sebelah kiri,
namun pasien tidak berobat atau memeriksakan diri ke dokter. Setelah
dibiarkan lama, keluhan nyeri pada bokong pasien tidak kunjung hilang dan
malah makin bertambah nyeri. Selain nyeri, pasien juga merasa bengkak pada
sisi bokong sebelah kiri dan seperti menebal. Pasien susah untuk duduk atau
tidur terlentang dan bahkan susah untuk buang air besar, sehingga pasien
berinisiatif untuk berobat ke PKM di sentani dan akhirnya di rujuk ke RSUD
dok2. Makan dan minum pasien baik, tidak terdapat mual ataupun muntah,
BAB menurun akibat nyeri saat mengedan, BAK lancar.
17
(-)
(-)
(-)
(-)
Riwayat asma
(-)
(-)
(-)
III.
(-)
(-)
(-)
(-)
Riwayat asma
(-)
(-)
PEMERIKSAAN FISIK
A. Status Generalis
Keadaan Umum
Kesadaraan
: Compos mentis
Kesan sakit
Status gizi
Tanda-tanda Vital
: 80x/mnt
RR
: 20x/mnt
Suhu
: 37 C
Status emosi
: tenang
: sesuai
18
Bentuk badan
: habitus atletikus
: coklat
Efloresensi
:(-)
Jaringan Parut
:(-)
Pigmentasi
: merata
: lembab
Suhu Raba
: hangat
Turgor
: normal
Ikterus
:(-)
Lapisan Lemak
: merata
: tidak membesar
Leher
: tidak membesar
Supraklavikula
: tidak membesar
Ketiak
: tidak membesar
Lipat paha
: tidak membesar
Kepala
Ekspresi wajah
: normal, biasa
Simetri muka
: simetris
Rambut
Mata
Exophthalmus : tidak ada
Kelopak
Lensa
Konjungtiva
: tidak anemis
Visus
: tidak dinilai
: jernih
19
Sklera
: tidak ikterik
Nistagmus
: tidak ada
Telinga
Tuli
: - /-
: +/+ (lapang)
Penyumbatan
: - /-
Serumen
: - /-
Pendarahan
: - /-
Cairan
: - /-
Mulut
Bibir
: tidak sianosis
Tonsil
: T1-T1 tenang
Bau pernapasan
: tidak khas
Gigi geligi
: tidak caries,
: tidak ada
Faring
: normal
Lidah
: tidak kotor
utuh
Trismus
normal,
tidak hiperemis
Selaput lendir
Leher
Pemeriksaan leher dalam batas normal.
Thorax :
Paru Paru Depan Belakang
Inspeksi
: simetris
Palpasi
: Fremitus kiri dan kanan sama, benjolan (-), nyeri tekan (-)
Perkusi
Auskultasi
Jantung
Inspeksi
20
Palpasi
kiri
Perkusi
Batas kanan
Batas kiri
Batas atas
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
Palpasi
Hati
: tidak teraba
Limpa
: tidak teraba
Ginjal
Perkusi
Auskultasi
Extremitas
Lengan
Kanan
Kiri
Tonus otot
normotonus
normotonus
Sendi
nyeri (-)
nyeri (-)
Gerakan
aktif
aktif
Kekuatan
+5
+5
Oedem
(-)
(-)
Lain-lain
(-)
(-)
Kanan
Kiri
Luka
tidak ada
tidak ada
21
Varises
tidak ada
tidak ada
Tonus otot
normotonus
normotonus
Sendi
nyeri (-)
nyeri (-)
Gerakan
aktif
aktif
Kekuatan
+5
+5
Edema
(-)
(-)
Lain-lain
(-)
(-)
B. Status Lokalis
Regio anus : Tampak benjolan 6 x 4 cm, kemerahan, nyeri (+),
Fluktuasi (+)
IV.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium (08 Januari 2016)
Leukosit
: 18.53
Eritrosit
: 3.22 juta/mm3
Hemoglobin
: 11.5
g/dl
Hematokrit
: 28.4
Trombosit
: 201 ribu/mm3
22
GDS
:-
mg/dL
SGOT/SGPT
:-
U/L
Natrium
:-
mmol/L
Kalium
:-
mmol/L
Calcium
:-
mmol/L
Magnesium
:-
mmol/L
V. DIAGNOSIS BANDING
VI.
Abses Perianal
Fistula abses perianal
DIAGNOSIS KERJA
Abses Perianal
VII.
PENATALAKSANAAN
IVFD RL 20 tpm
Inj Ceftriaxone 1 x 1gr iv
Inj. Metronidazole 3 x 500mg drip
Inj. Ranitidin 2 x 50mg iv
Inj. Antrain 3 x 1mg iv
Pro Insisi drainase
23
BAB IV
PEMBAHASAN
Abses perianal merupakan infeksi pada jaringan lunak sekitar saluran anal,
dengan pembentukan rongga abses. Tingkat keparahan dan kedalaman dari abses
cukup variable, dan rongga abses sering dikaitkan dengan pembentukan saluran
fistulous. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
didapatkan:
terasa sakit
Pada pemeriksaan fisik didapatkan pada Status Lokalis didapatkan
di Regio anus : Tampak benjolan 6 x 4 cm, kemerahan, nyeri (+),
dan nyeri
Adanya nanah, dan sembelit.
25
Pada pasien ini, prognosisnya dapat timbul kembali atau muncul lagi bila
hiegene pasien tidak diperhatikan. Hal ini sesuai dengan kepustakaan yang
menyatakan bahwa sekitar dua per tiga dengan abses perianal atau anorectal
yang diobati dengan drainase spontan akan mendapat komplikasi fistula in
ano atau fistula anorectal kronis.
26
27
28
BAB V
KESIMPULAN
Walaupun sebuah abses perianal atau anorectal dapat terlihat sebagai
sesuatu hal yang tidak berbahaya, namun tatalaksana dari abses tersebut
mempunyai dampak terhadap perjalanan penyakit dan prognosis.
Dari data anamnesis yang diperoleh, sesuai dengan kepustakaan yaitu
pasien datang dengan keluhan nyeri yang biasanya konstan, sakit ketika duduk,
demam, iritasi kulit di sekitar anus, termasuk pembengkakan, kemerahan, dan
nyeri.
Dari pemeriksaan fisik data yang didapatkan Regio Anus: Tampak
benjolan 6 x 4 cm, kemerahan, nyeri (+), Fluktuasi (+). Rectal Toucher : TSA
cekat, Nyeri (+) dan hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan leukosit (leukosit
18.3 103/ Ul). Hal ini sesuai dengan kepustakaan.
Dalam kasus ini, pasien didiagnosis sebagai abses perianal yang
berdasarkan dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Sehingga tatalaksana pasien ini dilakukan insisi drainase, namun prognosis dan
komplikasi pada pasien ini dapat terjadi kembali bila hiegene tidak diperhatikan
dan komplikasi pada pasien ini akan terjadi fistula in ano atau fistula anorectal
kronis.
Berdasarakan hokum Goodsalls rule, kasus ini menunjukkan muara
eksterna terletak posterior dari anal transversal line maka saluran akan
melengkung menuju posterior midline.
29
DAFTAR PUSTAKA
1. Dorland, W.A Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29.
Jakarta: EGC.
2. De Jong. W, Sjamsuhidajat. R. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi. EGC.
Jakarta. 1998.
3. Perianal Abscess, oleh Andre Hebra, MD; Chief editor: John Geibel, MD,
Medscape
Reference.
Dapat
ditinjau
di:
http://emedicine.medscape.com/article/191975-overview
4. Stamos MJ. Anorectal, Abscess, Fistula And Pilonidal Disease. Diunduh
dari:
http://web.squ.edu.om/med-
Lib/MED_CD/E_CDs/Surgery/CHAPTERS/CH35.PDF
5. Perianal abscess.pdf
6. Chapter 297. Diverticular Disease and Common Anorectal Disorders, oleh
Susan
L.
Gearheart,
Harrisons
online.
Dapat
ditinjau
di:
http://ezproxy.library.uph.ac.id:2076/content.aspx?
aID=9132775&searchStr=perianal+abscess#9132775
7. Chapter 88. Anorectal Disorders, oleh Brian E. Burgess. Tintinallis
Emergency Medicine. Dapat di tinjau
di:http://ezproxy.library.uph.ac.id:2076/content.aspx?
aID=6361634&searchStr=perianal+abscess#6361634
8. Chapter 29. Colon, Rectum, and Anus, oleh Kelli M. Bullard Dunn and
David
A.
Rothenberger.
Dapat
di
tinjau
di:
http://ezproxy.library.uph.ac.id:2076/content.aspx?
aID=5015605&searchStr=perianal+abscess#5015605
30
31