Vous êtes sur la page 1sur 29

REFERAT

PERAWAKAN PENDEK

Disusun Oleh :
Galih Arief Harimurti FK YARSI 1102011110
Zulfa Vinanta FK YARSI
Pembimbing :
dr. Bara

KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ANAK


RS MOH RIDWAN MEURAKSA
JAKARTA

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan ridho-NYA
penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul Perawakan Pendek. Referat yang
berjudul Perawakan pendek ini ini bertujuan untuk mengetahui tentang kelainan
dan mengenali tanda-tanda terjadinya sinusitis secara lebih luas melalui definisi,
klasifikasi, etiologi, epidemiologi, gejala klinis, diagnosis, penatalaksanaan,
komplikasi, prognosis, dan pencegahan.
Penyusun menyadari dalam penulisan referat ini masih banyak kekurangan
dan masih banyak yang perlu diperbaiki. Oleh karena itu, penyusun mengharapkan
saran dan kritik yangmembangun guna menambah ilmu dan pengetahuan penyusun
dalam ruang lingkup IlmuTelinga, Hidung dan Tenggorokan, khususnya yang
berhubungan dengan referat ini.
Tak lupa penyusun ucapkan terima kasih pada seluruh pembimbing di
Departemen Anak RS Moh Ridwan Meuraksa Jakarta, atas ilmu dan bimbingannya
selama ini, khususnya kepada dr. Bara, SpA. selaku pembimbing dalam penyusunan
referat ini.Semoga referat ini bermanfaat bagi para pembaca.

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Penelitian tentang pertumbuhan dan perkembangan anak, baru dimulai lebih
dari 270 tahun yang lalu sejak publikasi buku tentang pertumbuhan yang di tulis oleh
Johann Augustin Stoelller (1729) dengan judul WachstumderMenschenindieLange,
dalam buku ini tidak memuat ukuran-ukuran antropometri. Penelitian tentang
pertumbuhan yang sebenarnya baru dilaporkan pertama kali beberapa tahun setelah
itu dalam sebuah tesis doktoral oleh Christian Freidrich Jampert (1754). Jampert
mengukur dan mencatat tinggi badan, berat badan, dan dimensi lain pada anak lakilaki dan perempuan di Royal Orphange Berlin dalam rangka menyelesaikan penelitian
belah lintang tentang pertumbuhan. Count Philibert Gueneau de Montebeillard (17591777) melakukan penelitian longitudinal yang pertama pada tinggi badan dengan
mencatat tinggi badan anak laki-lakinya sejak lahir sampai usia 18 tahun. Catatan ini
digunakan secara luas dan dijadikan rujukan selama beberapa tahun. Sampai akhir
abad 19, buku teks pediatri hanya sedikit yang membahas tentang pertumbuhan.
Penelitian klinis tentang pertumbuhan semakin berkembang setelah diperkenalkan
endokrinologi pediatri sebagai salah satu sub spesialisasi dan diketahui tentang
defisiensi hormon pertumbuhan (GH).
Perawakan pendek menyebabkan kekhawatiran pada orang tua, anak atau
dokter anak yang merawatnya, apalagi dengan.adanya pendapat yang menyatakan
anak tinggi lebih baik, menyebabkan efek psikososial dan diskriminasi pada anak
pendek, tingkat keparahan tergantung pada derajat pendek seseorang dan tingkat
toleransi sosial budaya setempat. Badan yang tinggi dikaitkan dengan keberhasilan
dalam berbagai hal, sebagai contoh besar gaji dan penerimaan tenaga kerja, besar
polis asuransi jiwa, dan adat yang menganggap bahwa laki-laki harus selalu lebih
tinggi dari pasangannya. Pada sebuah penelitian di Swedia, dilakukan evaluasi pada
semua laki-laki yang lahir pada tahun 1976 dan menjalani wajib militer pada tahun
1994, kecuali pada laki-laki dengan penyakit yang mempengaruhi pertumbuhan dan
data tidak lengkap (populasi subjek 32.887). Dari data tersebut didapatkan bahwa
pada laki-laki yang tinggi badannya dibawah -2 SD: (1) lebih banyak menderita
gangguan psikiatrik dan muskuloskeletal, (2) lebih sering mengalami instabilitas

psikologis dan kurang cocok untuk menjadi pemimpin dan (3) skor intelegensia dan
penilaian fungsi psikologis selama stress mental lebih rendah.
Bagaimanapun juga perawakan pendek menyebabkan implikasi medik lebih
besar dibanding aspek psikososialnya, karena pertumbuhan merupakan tanda yang
paling sensitif pada anak, walaupun bersifat tidak spesifik. Diagnosis bandingnya
sangat luas. Dilihat dari aspek lainnya, perawakan pendek seringkali merupakan tanda
yang pertama bahkan satu-satunya tanda yang muncul dari berbagai problem medis
yang mendasari. Pengenalan, menentukan diagnosis dan terapi dari masalah medis
yang mendasarinya secara tepat merupakan hal yang sangat penting bagi anak.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II. 1 DEFINISI DAN KLASIFIKASI
Disebut perawakan pendek bila tinggi badan kurang dari -2 SD ( < persentil ke
3) sesuai usia dan jenis kelamin anak, populasi normal sebagai rujukan. Termasuk ini
Dwarfisme merupakan perawakan pendek yang parah, tinggi badan kurang dari -3
SD. Midgets adalah perawakan pendek dengan proporsi fisik normal.

Perawakan pendek, dapat juga didefinisikan tinggi badan kurang dari -2 SD


dibawah tinggi badan target kedua orang tuanya (midparental height). Sehingga anak
dengan tinggi badan pada persentil ke 25 sesuai usia dan jenis kelaminnya,
kemungkinan klinis perawakan pendek bila potensi genetiknya pada persentil ke 90.
Atau dikatakan pendek bila perlambatan laju pertumbuhan abnormal. Pada
usia 3 tahun sampai pubertas, bila rata-rata laju pertumbuhan kurang dari 5 cm /
tahun, maka harus mendapat perhatian.
Atau bila perlambatan kecepatan pertumbuhan terjadi penurunan memotong
kanal rentang persentil grafik pertumbuhan. Keadaan ini terutama terjadi pada usia
lebih dari 18 bulan. Sebelum usia 18 bulan, bayi mengalami perubahan dari ukuran
saat lahir, hal ini sangat dipengaruhi oleh faktor ekstrinsik (kehamilan yang sehat,
kecukupan perfusi plasenta, kesehatan ibu hamil), menuju kurva intrinsiknya sendiri
yang akan diikuti sampai dewasa.
Bilamana seorang anak memenuhi salah satu kriteria diatas (lihat kotak 1), maka
harus segera di lakukan investigasi.

2. ETIOLOGI
Faktorketurunan
FamilialShortStature(FSS), perawakan pendek disebabkan faktor keturunan. Anak
mengikuti kurva pertumbuhan pendek tetapi mempunyai kecepatan pertumbuhan
normal dan umur tulang normal; kurva pertumbuhannya sejajar dengan kurva normal
dan tinggi badan akhir sesuai dengan tinggi midparental. Pemeriksaan laboratorium,
semuanya dalam batas normal.

Constitutionalgrowthdelay(CGD). Maturasi tulang terlambat dibanding usia


kronologik tetapi semuanya dalam batas normal. Dibanding teman sebaya dengan usia
kronologik sama, relatif pendek. Ketertinggalan ini paling menonjol pada masa
prapubertas, teman sebayanya sudah memasuki pubertas dan mengalami tumbuh kejar
pubertas, anak ini masih dalam kecepatan pertumbuhan prapubertas yang lambat.
Pada kasus yang lebih parah terjadi sedikit deselerasi pertumbuhan sebelum timbul
pubertas. Akan tetapi, pada saat teman lainnya telah selesai pubertas dan lempeng
pertumbuhannya telah menutup, anak ini terus tumbuh dan mencapai tinggi badan
dewasa sesuai dengan tinggi badan midparental. Kadang CGD tumpang tindih dengan
FSS, sehingga anak ini tinggi badannya tetap sangat pendek.

Penyebabnonorganik
Penyebabnya ekstrinsik, antara lain faktor lingkungan-sosial dan nutrisi. Faktor
psikososial disebabkan oleh penyiksaan, penelantaran dan deprivasi emosional, yang
menyebabkan gangguan pemenuhan intake dan atau depresif, beberapa anak
mengalami defisiensi sementara GH atau hormon hipofisis anterior lain. Terapi
utamanya adalah menghindarkan anak dari lingkungan yang berbahaya dan
menempatkan pada panti asuhan atau rumah sakit; biasanya setelah itu akan terjadi
kejar tumbuh tanpa perlu terapi hormonal.

Asupan nutrisi kurang, merupakan penyebab utama perawakan pendek di seluruh


dunia. Defisiensi nutrisi berat terlihat jelas, misalnya kwashiorkor, tetapi pada
sebagian besar kasus kelainannya ringan. Asupan nutrisi suboptimal disebabkan
ketidaktahuan kebutuhan nutrisi secara benar (misal: memberikan sari buah
berlebihan, susu formula terlalu encer, atau diet yang sangat tidak seimbang akibat
kepercayaan tertentu), teknik pemberian makan yang tidak benar, atau akibat
gangguan dinamika pemberian makan (kepercayaan yang dihubungkan dengan
kelainan lain). Fima Lifshitz dkk (1980), menyatakan adanya ketakutan pada obesitas
dan hiperkolesterolemia sebagai penyebab spesifik kekurangan asupan nutrisi.
Dengan merebaknya epidemi obesitas diantara penduduk Amerika serta pemberitaan
media yang menekankan kecantikan pada tubuh yang langsing, maka beberapa orang
tua membatasi asupan makanan anak; akibat ketakutan pada asupan diet berlebihan
tanpa menyadari anak mereka kekurangan nutrisi untuk pertumbuhan normal. Jika
anak sudah cukup dewasa maka mereka sendiri akan membatasi asupan makanan,
kadang-kadang tanpa sepengetahuan orang tua. Tanda telah terjadi gagal tumbuh dan
kekurangan nutrisi adalah turunnya kurva berat badan yang terjadi sebelum penurunan
kurva tinggi badan. Pemberian nutrisi yang adekuat dapat mengembalikan kejar
tumbuh berat badan dan tinggi badan.
Perawakan pendek dapat juga disebabkan oleh defisiensi mikronutrien tertentu.
Penyebab paling sering adalah defisiensi zat besi dan seng. Anemia mikrositik dan
akrodermatitis enterohepatika merupakan penyakit yang sering muncul akibat
defisiensi zat tersebut namun tidak selalu berhubungan dengan perawakan pendek.
Modifikasi diet dan pemberian suplementasi mikronutrien dapat mengkoreksi masalah
ini.
Penyebabintrinsik
Sebagian besar anak yang lahir SGA mengalami kejar tumbuh postnatal dan tinggi
badannya normal saat dewasa, tetapi kira-kira 10% diantaranya tidak mengalami kejar
tumbuh. Kelompok ini masih tetap pendek (tinggi kurang dari -2 SD) dan cenderung
mempunyai nafsu makan rendah, badan kurus, akselerasi maturasi tulang sejak masa
midchildhood,pubertas relatif lebih awal, dan insiden intoleransi karbohidrat
meningkat. Dengan terapi GH menunjukkan perbaikan skor SD tinggi badan,
meskipun anak tersebut tidak menderita defisiensi GH. Sehingga FDA

merekomendasikan terapi GH pada anak SGA yang gagal mengalami kejar tumbuh
pada usia 2 tahun.
Perawakan pendek juga dapat terjadi sebagai akibat dari beberapa sindroma genetik.
Sangat penting memasukkan data pertumbuhan anak pada kurva pertumbuhan sesuai
sindroma yang dideritanya, dengan memakai kurva yang tepat kita dapat
meperkirakan tinggi badan dewasa, selain itu bila terjadi penurunan pertumbuhan
pada kurva dapat secara dini mengidentifikasi masalah kesehatan yang mendasari.
Sebagai contoh, anak dengan trisomi 21 menderita perawakan pendek akibat
sindroma Down. (lihat gambar 1 dan 2). Angka kejadian tiroiditis pada anak tersebut
lebih tinggi. Bila anak tersebut terus diikuti pertumbuhannya menggunakan kurva
populasi umum maka dokter anak akan melihat bahwa anak tersebut tumbuh
dibawah kurva. Jika anak yang sama data pertumbuhannya dimasukkan dalam
kurva sindroma Down maka terlihat jelas bahwa anak tersebut turun dibawah
persentil. Grafik tersebut dapat menjadi petunjuk bahwa anak ini menderita tiroiditis,
karena fenotip hipotiroidisme dan sindroma Down saling tumpang tindih.

Sindroma Turner merupakan sindroma genetik dengan ciri gangguan pertumbuhan


akibat gangguan perkembangan tulang postnatal dan tidak ada tumbuh kejar pubertas.
Anak dengan sindroma Turner biasanya lahir dengan tinggi dan berat badan -1 SD
populasi normal. Kecepatan pertumbuhan pada 3 tahun pertama kehidupan normal,
selanjutnya mengalami penurunan secara bermakna (lihat gambar 3). Anak tersebut
mengalami disgenesis gonad, bila tidak mendapat terapi pengganti estrogen maka
tidak akan terjadi tumbuh kejar pubertas yang merupakan efek estrogen pada sekresi
GH hipofisis. Walaupun anak dengan sindroma Turner umumnya akan mengikuti pola
pertumbuhan sesuai dengan pola sindromanya, sifat genetik masih berpengaruh pada
pertumbuhannya. Oleh karena itu, persentil tinggi badan anak ini pada kurva
pertumbuhan masih berkorelasi dengan tinggi badan orang tuanya pada kurva

pertumbuhan populasi normal, dan tinggi akhir wanita dengan sindroma Turner sangat
bervariasi tergantung pada tinggi badan populasi umum. Sindroma Turner disebabkan
oleh hilangnya kromosom X (kariotipe 45,X), tetapi berbagai kelainan kromosom X
misalnya mosaik juga dapat menyebabkan fenotip Turner. Perawakan pendek pada
pasien ini disebabkan oleh haploinsufisiensi gen SHOX(untuk perawakan pendek
HomeobOX; atau disebut juga PHOGuntuk pseudoautosomalhomeoboxcontaining
osteogenicgene),yaitu sebuah gen di Xpter-p22.32 pada regio pseudoautosomal
kromoson X. Walaupun sindroma Turner tidak mengalami defisiensi GH, displasia
tulang intrinsik yang dialaminya memberikan respon terhadap terapi GH sehingga
tinggi badan akhir dapat meningkat secara bermakna. Oleh karena itu, FDA
menyarankan untuk memberikan terapi GH pada sindroma Turner.

Sindroma Prader-Willi (PWS). Karena pemeriksaan genetik


tidak mempunyai sensitivitas 100% maka diagnosis PWS

ditetapkan secara klinis berdasarkan kriteria major dan minor,


dengan tanda klinis: hipotonia neonatus atau bayi, sukar makan
dan failuretothrivepada awal masa anak sampai makan yang
sangat rakus, obesitas sentral, dan keterlambatan perkembangan
menyeluruh. Kebutuhan kalori yang rendah dan hiperfagia
disertai gambaran klinis hipogonadotropik hipogonadisme,
perawakan pendek, dan instabilitas terhadap suhu menunjukkan
lesi primer yang mendasari defek pada hipothalamus. Deselerasi
pertumbuhan pada anak ini tetap terjadi meskipun pemeriksaan
GH kadarnya normal. Kelainan tulang antara lain tangan dan
kaki yang kecil,

osteoporosis dan skoliosis. PWS disebabkan oleh delesi kromosom 15q11-13


paternal; sedangkan delesi kromosom 15q11-13 maternal menyebabkan sindroma
Angelman yang secara klinis mempunyai fenotip yang berbeda. Sindroma ini oleh
FDA juga disarankan untuk diterapi dengan GH.
Akondroplasia dan hipokondroplasia disebabkan oleh mutasi reseptor faktor
pertumbuhan fibroblast (FGFR3), merupakan kelainan genetik yang langsung
berpengaruh pada perkembangan tulang. Akondroplasia diturunkan secara autosomal
dominan atau akibat mutasi de novo. Angka kejadian akondroplasia 1:15.000. Karena

FGFR3 diekspresikan di kondrosit artikuler, maka mutasi ini menyebabkan


disproporsi, yaitu ekstrimitas pendek tetapi tulang kraniofasial relatif normal, dan
terdapat pemendekan tulang vertebra. Hipokondroplasia relatif kurang parah
dibanding akondroplasia, sedangkan displasia thanatoporik bersifat lebih berat,
sebagian besar bayi meninggal beberapa saat setelah lahir akibat gagal nafas. Secara
genetik, terdapat tiga keadaan yang terjadi akibat mutasi pada regio yang berbeda dari
gen FGFR3, yaitu akondroplasia akibat mutasi domain transmembran,
hipokondroplasia akibat mutasi domain tirosin kinase proksimal, dan displasia
thanatoporik-II akibat mutasi domain tirosin kinase distal. Terapi GH akan
memperburuk disproporsi.
Penyakitsistemik
Perawakan pendek seringkali merupakan manifestasi awal dari berbagai penyakit
sistemik. Hampir semua penyakit kronik menyebabkan keterlambatan pertumbuhan;
jika penyakit yang mendasari diobati dengan adekuat maka dapat terjadi tumbuh
kejar. Karena diagnosis bandingnya terlalu banyak, maka disini hanya akan dibahas
beberapa saja.
Secara umum, penyakit infeksi merupakan bagian terbesar dari penyebab sistemik.
Infeksi oleh humanimmunodeficiencyvirus(HIV) mengakibatkan peningkatan
infeksi tuberkulosis (TBC). Bayi yang lahir dari ibu HIV mempunyai frekuensi lebih
tinggi terjadi retardasi pertumbuhan intrauterin, walaupun virus tidak ditransmisikan
melalui plasenta. Perawakan pendek merupakan komplikasi paling sering pada anak
yang mengalami infeksi perinatal dan masa anak. Beberapa penelitian menunjukkan
adanya penurunan kadar IGF-I meskipun kadar GH normal, penelitian lain
menunjukkan adanya resistensi terhadap IGF-I. Dilaporkan juga terjadi perubahan
aksis tiroid dan adrenal, terutama akibat infeksi opportunistik yang mengenai kelenjar.
Penyakit jantung bawaan, kadang merupakan bagian dari sindroma genetik, seperti
sindroma Down, Turner, Noonan, delesi kromosom 22q. Namun, perawakan pendek
dapat terjadi akibat dari penyakit jantung bawaan sendiri. Derajat perawakan pendek
tergantung pada tipe lesi jantung, yang paling berat terjadi pada bayi dan anak dengan
gagal jantung kongestif. Kebutuhan energi yang tinggi akibat penyakit jantung
bawaan menyebabkan lebih rentan terhadap nutritionaldwarf,walaupun asupan

kalori cukup adekuat sesuai umur. Hipoksemia kronik juga dapat menyebabkan
perawakan pendek, sehingga anak dengan penyakit jantung bawaan tipe sianotik
terutama dengan hipertensi pulmonal pertumbuhan lebih terhambat dibanding
asianotik.
Disfungsi ginjal, kadang satu-satunya gejala klinis perawakan pendek. Bayi dan anak
dengan renal tubular acidosis (RTA) sering kali datang dengan perawakan pendek.
Terapi dengan alkali untuk mengkoreksi asidosis metabolik pada RTA tipe I (distal)
dan RTA tipe II (proksimal) dapat memperbaiki kecepatan pertumbuhan dan tinggi
badan saat dewasa. Perawakan pendek merupakan komplikasi utama insufisiensi
ginjal kronik
(CRI). Perawakan pendek berkaitan dengan gagal ginjal terminal, akibat
meningkatnya frekuensi perawatan dirumah sakit, sehingga perawakan pendek
merupakan pertanda adanya risiko tinggi. Pada model tikus dengan uremia non
asidosis, perawakan pendek pada CRI disebabkan oleh resistensi GH dan gangguan
fungsi JAK/STAT. Bioaktivitas IGF mengalami penurunan akibat gangguan kliren
IGFBP di ginjal. Meskipun mengalami resistensi GH, anak CRI memberi respon
terhadap pemberian GH eksogen yang ditandai dengan peningkatan kecepatan
pertumbuhan dan tinggi dewasa lebih baik. Sehingga menurut FDA, CRI
(pretransplantasi) merupakan indikasi terapi GH.
Penyakit gastrointestinal, dapat merupakan penyebab nutritionaldwarfnonorganik,
maka harus selalu diingat bahwa penyakit gastrointestinal juga dapat menyebabkan
perawakan pendek. Berbagai penyakit gastrointestinal yang menyebabkan gangguan
absorpsi nutrisi dapat menyebabkan nutritionaldwarforganik. Terdapat tiga
penyakit gastrointestinal yang sering menjadi penyebab, yaitu fibrosis kistik (CF),
penyakit inflamasi usus (IBD), dan penyakit celiac.
CF merupakan penyakit autosomal resesif, ditandai dengan penyakit paru obstruktif
kronis dan defisiensi eksokrin pankreas yang disebabkan mutasi regulator
transmembran fibrosis kistik (CFTR), yaitu sebuah kanal klorida yang diaktifkan oleh
cAMP. Kelambatan pertumbuhan kadang merupakan gejala awal, sebelum timbul
komplikasi pada paru dan gastrointestinal, atau seringkali ditemukan bersama dengan
gejala khas lainnya. Perawakan pendek pada CF disebabkan karena: kurangnya

asupan energi dan meningkatnya kebutuhan energi, malabsorpsi akibat insufisiensi


pankreas, inflamasi jalan nafas kronis akibat infeksi berulang, terapi glukokortikoid
jangka panjang, dan akibat defek CFTR itu sendiri (CFTR diekspresikan di thalamus,
hipothalamus dan nukleus amygdala, merupakan pusat yang mengatur nafsu makan,
kebutuhan energi, dan maturasi seksual). Dalam sebuah penelitian longitudinal oleh
NationalCysticFibrosisPatientRegistry(n = 19.000) didapatkan bahwa rasio tinggi
badan terhadap usia, kurang dari persentil ke 5 untuk usia 5 dan 7 tahun merupakan
indikator prognostik buruk untuk menilai survival pada kedua jenis kelamin. Akan
tetapi diagnosis dini, dapat meningkatkan pertumbuhan.
Diagnosis IBD lebih sulit ditegakkan, perawakan pendek bisa terjadi beberapa tahun
sebelum timbul keluhan klasik berupa nyeri abdomen, diare disertai darah, atau
manifestasi sistemik IBD lainnya. Perawakan pendek terjadi pada 50% anak pada saat
ditegakkan diagnosis. Perawakan pendek pada IBD dapat disebabkan oleh
malabsorpsi protein dan kalori, inflamasi yang terus berlangsung, resistensi GH, dan
efek dari pengobatan yang diberikan. Pada IBD kadar IGF-I serum rendah dan pasien
dalam keadaan katabolik sehingga seringkali sukar menegakkan diagnosis; pada anak
yang hanya dengan perawakan pendek diagnosis dapat keliru dengan defisiensi GH
dan mendapat terapi GH sebelum akhirnya gejala klasik saluran cerna muncul. Terapi
medis, operatif dan nutrisi yang optimal dapat memperbaiki pertumbuhan dan
meningkatkan kadar IGF-I pada pasien dengan penyakit Crohn, meskipun sebagian
pasien tetap mengalami kelambatan pertumbuhan. Laporan tentang kecukupan sekresi
GH pada pasien dengan penyakit Crohn masih kontroversial dan beberapa penelitian
yang mengevaluasi efektivitas terapi GH untuk meningkatkan pertumbuhan
memberikan hasil yang beragam.
Penyakit celiac merupakan penyakit autoimun yang disebabkan oleh intoleransi
menetap terhadap gliadin dan prolamin gandum. Peptida gluten dipresentasikan secara
efisien oleh antigenpresentingcellyang mengandung HLA-DQ2 dan HLA-DQ8
positif yang akan memicu respon imun terhadap lamina propria intestinal; selama
inflamasi sel- sel melepaskan transglutaminase jaringan yaitu sebuah autoantigen
endomysial yang sangat spesifik. Gejala klasik yaitu steatorrhea dan malnutrisi,
spektrum gejala klinis penyakit ini sangat luas mulai dari asimptomatik sampai
perawakan pendek. Meskipun secara klinis tenang, penyakit celiac yang tidak diterapi

dalam jangka panjang dapat merupakan predisposisi penyakit autoimun lain. Untuk
terapi yang efektif disarankan diet bebas gluten, sehingga menurunkan inflamasi
intestinal dan merangsang tumbuh kejar.
Kelainanhormonal
Pubertas dini, terjadi akselerasi umur tulang, sehingga anak dengan pubertas dini
lebih tinggi dibandingkan usia kronologisnya, persentil tinggi badannya berada diatas
target tinggi badan orang tuanya. Karena terjadi akselerasi maturasi tulang maka
menyebabkan akhir pertumbuhan lebih dini. Jika pubertas mulai lebih awal atau
berjalan dalam waktu yang sangat cepat maka lempeng pertumbuhan menutup lebih
dini dan anak akan kehilangan pertumbuhan tinggi badan sebesar 5 cm / tahun. Hasil
akhirnya adalah anak pada awalnya tumbuh lebih tinggi, namun tinggi badan saat
dewasa lebih pendek dibanding potensi genetiknya. Terapi dengan agonist
gonadotropin-releasing hormon dapat menahan maturasi tulang sehingga umur tulang
bertambah sesuai dengan umur kronologis.
Kelebihan kortisol, dapat menyebabkan perawakan pendek yang frekuensinya
mengalami peningkatan. Meskipun kelebihan kortisol endogen (sindroma Cushing)
jarang ditemukan pada usia anak, kelebihan kortisol iatrogenik akibat terapi
glukokortikoid jangka panjang semakin banyak. Sindroma Cushing dapat karena
akibat penyakit Cushing (hiperkortisolisme yang tergantung pada kortikotropin
[ACTH]) dan hiperkortisolisme yang tidak tergantung kortikotropin. Kelebihan
kortisol iatrogenik termasuk dalam kelompok kedua; karena ACTH tertekan akibat
pemberian glukokortikoid dosis tinggi dalam jangka panjang. Gambaran klinis
sindroma Cushing dan kelebihan glukokortikoid iatrogenik sama (fenotip
Cushingoid). Fenotip Cushingoid ditandai dengan deselerasi pertumbuhan linier,
disertai pertambahan berat badan sehingga menyebabkan moon face, obesitas trunkal
dan buffalo hump. Gambaran lain yang juga sering ditemukan adalah striae, plethora,
rash, atrofi otot, osteoporosis, dan hipertensi. Selain menghambat sintesis kolagen dan
meningkatkan katabolisme protein, glukokortikoid juga menekan pertumbuhan sentral
(menghambat sekresi GH dengan meningkatkan kadar somatostatin dan menekan
sintesis GH) dan perifer (efek langsung pada lempeng epifisis, menghambat
proliferasi kondrosit, diferensiasi sel hipertrofik dan mempengaruhi GH/IGF lokal).
Meskipun pertumbuhan linier dapat meningkat jika sumber kelebihan kortisol

dihilangkan, kelebihan kortisol iatrogenik lebih sulit karena penghentian atau


pengurangan dosis terapi akan menyebabkan kekambuhan penyakit yang mendasari
yang kadang jauh lebih berbahaya dibandingkan perawakan pendek. Pendapat
sebelumnya, pertumbuhan tidak terpengaruh jika absorpsi sistemik sedikit seperti
pada glukokortikoid intranasal atau inhalasi yang digunakan untuk mengurangi
inflamasi jalan nafas pada asma atau alergi, namun bukti menunjukan bahwa
deselerasi pertumbuhan tetap terjadi dengan pemberian glukokortikoid dosis sedang,
meskipun efek akhirnya belum diketahui, FDA menyatakan bahwa steroid inhalasi
atau intranasal dapat mengurangi potensi pertumbuhan.
Hipotiroidisme, dapat menghambat pertumbuhan secara sentral dan perifer. Pada
tingkat pusat hormon tiroid merangsang ekspresi gen GH hipofisis. Pada tingkat
perifer, hormon tiroid merangsang ekspresi IGF-I kondrosit, merangsang osifikasi
endokondral dan diperlukan saat invasi vaskuler pada saat resorpsi lempeng
pertumbuhan. Seperti pada kelebihan kortisol, kegagalan pertumbuhan linier pada
hipotiroidisme disertai dengan peningkatan berat badan. Hipotiroidisme sangat
penting dalam evaluasi dan pengelolaan anak dengan perawakan pendek karena dua
alasan: pertama, insiden hipotiroidisme primer jauh lebih tinggi dibanding defisiensi
GH; kedua, banyak anak dengan defisiensi GH juga menderita disfungsi hormon
hipofisis anterior lainnya, termasuk TSH.
Diabetes mellitus yang tak terkontrol dapat menyebabkan perawakan pendek.
Kekurangan insulin menyebabkan hiperglikemia, diuresis osmotik yang disertai
dengan glukosuria, lipolisis dan katabolisme. Glikosuria kronik mengakibatkan
kekurangan intake nutrisi karena banyak terbuang melalui urin. Dalam jangka
panjang, pertumbuhan linier juga akan tertekan. Badan kurus (dwarfing) akibat
diabetes yang disertai hepatomegali disebut dengan sindroma Mauriac. Perbaikan
metabolisme dapat meningkatkan pertumbuhan anak. Tujuan utama pengelolaan
diabetes pada anak adalah untuk mempertahankan pertumbuhan normal sesuai dengan
kurva berat badan dan tinggi badan.
Defisiensi GH sangat jarang ditemukan, hanya 1 : 3500 anak usia 5 sampai 12 tahun.
GH tidak adekuat dapat karena GHD (insufisiensi hormonal) dan resistensi GH
(penurunan respon terhadap GH). GHD dibagi menjadi kongenital dan didapat. GHD
dapat terjadi akibat defisit hormon tunggal atau bagian dari disfungsi hormon

hipofisis anterior multipel. Karena gejala klinis muncul lambat, maka tidak semua
penyebab kongenital dapat terdiagnosis saat bayi. Namun, pada diagnosis banding
harus selalu dipikirkan penyebab kongenital dan akuisita.
2

DIAGNOSIS

Karena diagnosis banding perawakan pendek sangat banyak maka diperlukan


anamnesis dan pemeriksaan fisik yang cermat. Yang paling penting adalah mengukur
berat badan dan tinggi badan secara akurat, kemudian memasukkan dengan benar
kedalam kurva pertumbuhan yang sesuai. Untuk anak yang memenuhi kriteria
perawakan pendek (lihat kotak 1), tahap selanjutnya adalah melakukan anamnesis
lengkap tentang anak dan keluarganya. Komponen kunci dalam melakukan anamnesis
tercantum dalam kotak 2.

Pola pertumbuhan anak perlu dicocokkan dengan pola pertumbuhan keluarga agar
mendapatkan interpretasi yang tepat. Riwayat keluarga dapat memberikan informasi
tentang keadaan yang diturunkan bila perawakan pendek merupakan tanda awal atau

satu-satunya gejala pada anak. Mengkaji semua sistem, termasuk sistem neurologi,
merupakan hal yang penting untuk menskrining berbagai keadaan seperti yang
disebutkan dalam diagnosis banding. Riwayat pertumbuhan gigi, seperti umur saat
gigi pertama erupsi dan umur saat gigi pertama hilang, juga dapat digunakan sebagai
informamsi tambahan. Riwayat pertumbuhan gigi dapat digunakan sebagai perkiraan
umur tulang anak yang menunjukkan maturasi tulang.
Kesehatan psikososial dapat dikaji dengan menanyakan komposisi anggota keluarga
dan prestasi sekolah, anak dengan prestasi sekolah jelek harus mendapat perhatian
lebih. Untuk anak yang pertambahan berat badannya sangat sedikit atau berat
badannya turun sebelum terjadi penurunan pertumbuhan linier, maka perlu dilakukan
anamnesis gizi secara lengkap. Daripada menanyakan diet secara keseluruhan, lebih
baik dan efisien bila membuat daftar makanan tiap hari, termasuk minuman, waktu
pemberian, dan jumlah yang dimakan.
Pemeriksaan fisik diperlukan terutama pemeriksaan neurologi, termasuk didalamnya
pemeriksaan lapangan pandang, dan funduskopi untuk mencari kemungkinan tumor
otak. Skoliosis, umur gigi, dan proporsi tungkai yang lebih panjang dibanding tinggi
badan (rasio segmen atas dan bawah) merupakan indikator yang baik; valgus cubitus
dan pemendekan tulang metakarpal ke 4 biasanya ditemukan pada sindroma Turner.
Solitarycentralmaxillaryincisoratau defek midline lainnya merupakan tanda dari
hopopituitarismne. Kelenjar tiroid pada setiap anak juga harus diperiksa. Auskultasi
untuk mencari masalah respirasi atau kardiovaskuler serta pemeriksaan abdomen yang
teliti sangat membantu untuk mencari kemungkinan penyakit sistemik. Stadium
pubertas Tanner juga harus ditentukan.
Karena banyaknya diagnosis banding dan tingginya sensitivitas serta sendahnya
spesifisitas tanda klinis perawakan pendek, maka perlu dilakukan skrining
laboratorium untuk menyingkirkan diagnosis banding (lihat kotak 3).

Seharusnya anamnesis dan pemeriksaan fisik sudah dapat mengarahkan etiologi


tertentu, baru kemudian dipertajam dengan hasil pemeriksaan laboratorium. Sebagai
contoh, temuan klinis berupa limfadenopati mengarahkan diagnosis pada prosesproses penyakit infeksi, pemeriksaan PPD dan HIV perlu dilakukan. Pada anamnesis
yang mengarah pada fibrosis kistik maka perlu dilakukan tes keringat, dan
pertambahan berat badan yang sedikit mengarahkan pada penyakit celiak sehingga
perlu dipastikan dengan pemeriksaan penunjang berupa antibodi transglutaminase
jaringan. Hiperpigmentasi yang disertai dengan pertambahan berat badan yang rendah
mengarahkan pada penyakit Addison, yang dapat di evaluasi dengan cara memeriksa
kadar kortisol dan ACTH pagi hari (jam 08.00- 09.00). Sedangkan plethora,
hipertensi, striae, dan pertambahan berat badan yang berlebihan mengarahkan
diagnosis pada sindroma Cushing. Diganosis sindroma ini dapat dipastikan dengan
memeriksa rasio kortisol bebas terhadap kadar kreatinin urin tampung 24 jam.
Meskipun kadar T4 dan TSH cukup baik untuk screening hipotiroidisme, namun bila
dicurigai menderita hipotiroidisme sekunder atau tersier, maka lebih baik dilakukan
pemeriksaan kadar T4 bebas. Pada anak yang menunjukkan gejala dan tanda
neurologis sebaiknya dilakukan pemeriksaan MRI dengan kontras. Karena kelenjar
hipofisis sangat kecil maka agar dapat terlihat dengan baik perlu dilakukan pembuatan
potongan gambar yang lebih rapat; lesi yang ada mungkin tidak tanpak pada
pemeriksaan MRI standar,
sehingga dalam pemeriksaan perlu ditekankan pada ahli radiologi agar memeriksa
kelenjar hipofisis secara lebih teliti.

EVALUASI
Akibat sulitnya menegakkan diagnosis GHD, maka untuk evaluasi sebaiknya
diserahkan pada ahli endokrinologi anak. Namun perlu ditekankan pada dokter yang
mengirim bahwa perawakan pendek yang terjadi bukan disebabkan oleh penyakit non
endokrinologi. Pada saat merujuk disarankan untuk menyertakan salinan grafik
pertumbuhan anak; grafik ini dapat memberikan banyak informasi. Selain itu juga
disarankan untuk menyertakan salinan hasil pemeriksaan laboratorium untuk
mencegah pemeriksaan yang tidak diperlukan.
Karena GH mengikuti irama sirkardian, maka pemeriksaan yang dilakukan secara
acak tidak berguna (kecuali pada neonatus). Darah biasanya diambil pada siang hari,
saat tersebut kadar GH sangat rendah, maka pengukuran GH secara acak tidak dapat
digunakan untuk mengevaluasi sekresi GH secara keseluruhan. Pemeriksaan skrining
yang sangat berguna adalah mengukur kadar IGF-I dan IGFBP-3, karena kadarnya
tidak berubah secara signifikan, dan produksinya tergantung pada rangsang GH di
hepar, sehingga bila kadar IGF-I dan IGFBP-3 normal maka GH cukup adekuat.
Namun, kadar IGF-I dan IGFBP-3 berubah sesuai umur dan jenis kelamin (kadarnya
meningkat mulai masa anak dan mencapai puncak saat pubertas, setelah itu
mengalami penurunan), sehingga untuk interpretasi perlu disesuaikan dengan usia dan
jenis kelamin. Karena produksinya dipengaruhi oleh faktor lain, termasuk fungsi
hepar dan status nutrisi, maka kadar rendah belum cukup kuat untuk menegakkan
diagnosis GHD, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.
Uji provokasi dilakukan untuk menyingkirkan efek irama sirkardian sekresi GH
endogen. Pasien dipuasakan selama satu malam (diperbolehkan minum air), anak
dibawa ke rumah sakit pada pagi harinya untuk diberi bahan yang merangsang sekresi
GH dan dilakukan pemeriksaan kadar GH secara serial sebelum dan setelah stimulus.
Dipasang akses intravena untuk menghindari tusukan berulang kali. Tes provokasi
meningkatkan sekresi GH di siang hari sehingga kadarnya dapat diukur dan amplitudo
peningkatannya dapat dinilai adekuat atau inadekuat. Adekuat tidaknya puncak
sekresi GH tergantung metoda yang dipakai dan usia pasien. Nilai normal berkisar
antara 7-10 ng/mL, tergantung pada laboratorium memakai antibodi monoklonal atau
poliklonal., 20% anak sehat kadang tidak memberikan respon terhadap tes provokasi
maka untuk mengurangi kesalahan dilakukan dua kali pemeriksaan dan untuk

menetapkan diagnosis GHD dinilai amplitudo pada kedua pemeriksaan tersebut.


Bahan yang digunakan untuk merangsang sekresi GH yang biasanya digunakan untuk
uji provokasi adalah arginin, klonidin, hipoglikemia yang diinduksi oleh insulin,
propanolol, glukogon, L-dopa dan GHRH.
Puncak sekresi GH yang tidak adekuat setelah stimulasi menunjukkan bahwa kelenjar
hipofisis tidak mampu mensintesis dan/atau melepaskan GH secara adekuat. Akan
tetapi jika lesi terjadi pada tingkat hipothalamus maka uji provokatif hasilnya tidak
dapat dipercaya. Kelenjar hipofisis normal mensekresi GH secara adekuat jika
dirangsang oleh bahan farmakologis eksogen, tetapi ekskresi GH sebenarnya pada
pasien ini tetap rendah akibat adanya gangguan penghantaran sinyal endogen.
Defisiensi GH sekunder ini disebut juga dengan GHD neurosekretori, dapat di uji
dengan mengukur kadar GH secara serial, setiap 20 menit sekali dari jam 20.00
sampai 08.00. Kontroversi masih tetap ada
mengenai apakah jumlah dan amplitudo puncak GH atau kadar GH dalam satu malam
dapat berperan sebagai marker GHD yang baik. Namun pengukuran dalam satu
malam merupakan prosedur invasif dan memerlukan perawatan di rumah sakit, serta
pengambilan sampel darah yang banyak untuk pemeriksaan GH dan tentunya
memerlukan biaya yang tidak sedikit. Dahulu pemeriksaan ini merupakan satusatunya uji untuk GHD. Sekarang test ini menjadi pilihan terakhir pada anak yang
lolos uji provokasi, tetapi secara klinis masih dicurigai GHD. Pengetahuan
mengenai GHD neurosekretori sangat penting karena pasien ini memberikan respon
terhadap terapi GH sehingga dapat mencapai tinggi badan yang memuaskan, sama
seperti pasien dengan GHD klasik. Sebaliknya, pada anak pendek dengan fungsi GH
normal terapi GH tidak dapat memperbaiki tinggi badan dewasa.
Semua anak yang didiagnosa GHD seharusnya dilakukan pemeriksaan MRI hipofisis.
Untuk meningkatkan sensitivitas dalam mendateksi lesi di hipofisis, maka dalam
pemeriksaan MRI perlu ditambahkan dengan kontrast gadolinium serta pembuatan
potongan gambar secara lebih detail. Pemeriksaan radiologis sangat penting untuk
mendiagnosis malformasi hipofisis atau lesi lainnya. Bilamana ditemukan
abnormalitas kelenjar yang nyata, maka harus dilakukan uji laboratorium untuk
menilai fungsi semua hormon hipofisis dan bila ada defisiensi maka harus diberikan
terapi pengganti agar pertumbuhannya optimal.

PENDEKATAN TERHADAP PASIEN


Pendekatan menyeluruh untuk mengevalusi perawakan pendek dilakukan secara
bertahap.
Tahap pertama, dokter harus menentukan apakah pasien menderita perawakan pendek
atau gagal tumbuh. Untuk menentukan hal tersebut maka harus dilakukan pengukuran
tinggi badan dan berat badan secara akurat dan kemudian dimasukkan kedalam kurva
pertumbuhan yang sesuai. Setiap anak yang memenuhi kriteria seperti tercantum
dalam kotak 1 harus dilakukan investigasi lebih lanjut.
Tahap kedua adalah memastikan bahwa bila anak tersebut pendek tetapi sehat.
Terdapat tiga point utama yang dapat membantu. Point pertama adalah potensi tinggi
badan genetik berdasarkan tinggi badan orang tua. Jika anak pendek tapi masih dalam
rentang tinggi badan midparental disertai dengan kecepatan pertumbuhan yang
normal maka anak di diagnosa sebagai perawakan pendek familial dan tidak perlu
dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Point kedua adalah umur tulang, karena dapat
membantu memperkirakan tinggi badan dewasa. Sebagian besar endokrinopati dan
penyakit sistemik yang mengganggu pertumbuhan biasanya menyebabkan
keterlambatan umur tulang. Jika umur tulang terlambat masih dalam rentang 2 SD dan
perkiraan tinggi badan dewasa sesuai dengan tinggi badan midparental, maka anak
lebih cenderung menderita terlambat tumbuh konstitusional. Kecepatan pertumbuhan
yang normal menunjukkan bahwa tidak ada proses penyakit yang dapat menghambat
pertumbuhan linier anak. Point ketiga membedakan antara gangguan pertumbuhan
linier primer dengan pertambahan berat badan yang tak adekuat. Anak kadang bisa
mengalami gangguan pertumbuhan tinggi badan dan berat badan. Mengkaji kurva
pertumbuhan anak sebelumnya sangat penting jika penurunan pertambahan berat
badan terjadi sebelum penurunan pertumbuhan linier. Jika terdapat keadaan seperti ini
maka pemeriksaan selanjutnya ditekankan pada masalah gizi. Dalam kasus ini
selanjutnya ditentukan apakah anak menderita nutritionaldwarfing
organik atau non organik. Penyebab organik meliputi penyakit-penyakit
gastrointestinal, sehingga harus dilakukan anamnesis tentang gejala yang muncul,
pemeriksaan fisik serta pemeriksaan laboratorium secara teliti. Penyebab non organik
dapat dilacak dengan menanyakan riwayat pemberian makan setiap hari. Namun jika
terdapat penurunan yang sangat drastis, dokter harus mencari kemungkinan stressor

psikososial yang mungkin terjadi pada saat itu (seperti kematian anggota keluarga,
pindah rumah, sekolah baru dll). Seringkali perubahan nafsu makan, diet dan aktivitas
yang bermanifestasi sebagai penurunan pertambahan berat badan merupakan tanda
dari depresi atau ansietas. Untuk anak yang perawakan pendeknya cenderung
penurunan pertambahan berat badan dibandingkan tinggi badan maka lebih efektif
bila ditangani oleh ahli gastroenterologi atau ahli gizi anak dibandingkan ahli
endokrinologi anak.
Tahap ketiga adalah menentukan penyakit sistemik, termasuk didalamnya sindroma
genetik. Untuk ini diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan neurologis secara
detail. Pemeriksaan laboratorium dan radiologi disesuaikan dengan tanda-tanda klinis
yang ditemukan selama anamnesis dan pemeriksaan fisik. Screening kimiawi seperti
fungsi ginjal dan hepar, dan darah rutin sangat membantu.
Bila anak perkiraan tinggi badan akhirnya dibawah tinggi badan midparental dan atau
kecepatan pertumbuhan yang rendah maka harus dipikirkan kemungkinan
endokrinopati. Fungsi tiroid harus di evaluasi. Karena sulitnya menegakkan diagnosis
GHD maka pasien sebaiknya dirujuk pada ahli endokrinologi anak.
TERAPI
Terapi disesuaikan penyebab yang mendasari. Kadang hanya diperlukan edukasi dan
pemberian pengertian yang benar, antara lain pada kasus perawakan pendek familial
atau konstitusional. Terapi nutrisi dan sistemik telah dijelaskan sebelumnya. Terapi
untuk endokrinopati dibahas diatas, disini ditekankan terapi GH.
Terapi GH untuk GHD pada anak pendek telah dilakukan sejak tahun 1960. Dari
tahun 1963 1985, National Hormone and Pituitary Program (NHPP) of The National
Institute of Health (NIH) memberikan GH dari kadaver manusia pada sekitar 8000
anak di Amerika dan di seluruh dunia. Program ini dihentikan pada tahun 1985,
karena 3 anak yang mendapat GH meninggal akibat penyakit Creutzfeldt-Jakob (CJD)
suatu penyakit neurodegeneratif. Pada follow up tahun 1999, kematian akibat CJD di
Amerika Serikat bertambah menjadi 22 dan 6 kematian lainnya diseluruh dunia.
Ditemukan juga 62 kasus CJD di Prancis, 32 kasus di Inggris, 1 di Belanda dan 1 di
Australia.

Pada waktu yang sama NHPP ditutup, perkembangan teknik biologi molekuler
memungkinkan untuk memproduksi rekombinan human GH (rhGH). Gen GH
manusia di klon kedalam bakteri nonpatogen sehingga dapat memproduksi GH secara
massal. Semua produk rhGH yang ada dipasaran saat ini dibuat dengan teknik
tersebut dan teknik tersebut menghasilkan peptida yang identik dengan struktur
isoform GH endogen yang beredar dalam sirkulasi. Setelah kasus CJD yang
menakutkan, peredaran rhGH dimonitor secara ketat dan didapatkan bahwa rhGH
terbukti mempunyai efek samping yang minimal pada lebih dari 110.000 pasien yang
diberikan obat ini. Peningkatan tekanan intrakranial ringan dilaporkan terjadi pada
0,07 1,6 / 1000 pasien yang mendapat terapi rhGH untuk GHD idiopatik;
peningkatan tekanan intrakranial tersebut akan membaik dengan menghentikan terapi
rhGH. Efek samping lainnya akibat fenomena pergeseran cairan adalah edema perifer,
dimana fenomena ini merupakan penyebab terbanyak
sindroma karpal tunnel pada orang dewasa yang diberikan dosis rhGH pediatrik.
Akhirnya, sekarang ini untuk terapi pengganti rhGH pada GHD orang dewasa,
dosisnya diturunkan lebih rendah dari dosis pediatrik, sehingga efek samping
sindroma karpal tunnel jauh berkurang. Karena rhGH mempercepat pertumbuhan,
maka dapat terjadi skoliosis dan pergeseran epifisis kaput femoris (SCFE) seperti
yang dapat terjadi pada tumbuh kejar pubertas normal. Ginekomastia dilaporkan
terjadi pada beberapa anak laki- laki yang mendapat rhGH, dan pada anak dengan
nevus cenderung mengalami peningkatan jumlah dan ukuran nevus tetapi tidak terjadi
transformasi maligna. Karena GH adalah hormon insulincounterregulator,maka
terapi dengan rhGH dapat meningkatkan resistensi terhadap insulin. Sebagian besar
anak tetap euglikemia dengan cara kompensasi meningkatkan produksi insulin.
Terakhir yang menjadi perhatian utama adalah karena pemberiannya dalam jangka
panjang mungkin dapat meningkatkan insiden kanker. Namun data yang ada
menunjukkan bahwa insiden kanker sama dengan insiden pada populasi normal. Yang
harus diperhatikan adalah bahwa sebagian besar anak yang menderita kanker setelah
mendapat terapi rhGH, sebelumnya sudah mempunyai faktor predisposisi adanya
keganasan. Beberapa penelitian casecontrolmenunjukkan bahwa risiko kanker
(seperti kanker prostat, paru, kolorektal) lebih tinggi pada individu dengan kadar IGFI dalam serum yang tinggi, kadar IGFBP-3 yang tinggi dikaitan dengan risiko kanker
yang rendah. Hubungan tersebut tidak terbukti kausatif, dan hubungan antara kadar

IGF-I di sirkulasi dengan IGF-I lokal dalam karsinogenesis masih belum jelas. Terapi
rhGH akan meningkatkan kadar IGF-I dan IGFBP-3 dalam sirkulasi. Demi keamanan
menggunakan rhGH maka kadar IGF-I dan IGFBP-3 sebaiknya diperiksa secara rutin
dan dosis rhGH harus di titrasi untuk mencegah kadar IGF-I yang berlebihan.
Selain keamanan meningkat, pergantian dari GH cadaveric dengan rhGH berimbas
pada cara pemberian obat ke pasien. GH cadaveric yang kurang murni diberikan
secara intramuskuler, sedangkan rhGH diberikan secara intrakutan sehingga kurang
nyeri. Lebih jauh, dikembangkan pula berbagai cara pemberian rhGH pada anak
sehingga anak lebih nyaman. Karena persediaan GH cadaveric sangat terbatas, maka
terapi GH cadaveric pertama kali diberikan pada anak penderita GHD berat, dimulai
dengan dosis kecil. Sebaliknya, karena produksi rhGH secara teori tidak terbatas,
maka obat ini dapat diberikan secara luas dengan dosis optimal dan juga dapat
diberikan untuk indikasi selain GHD, yang menjadi pertimbangan hanyalah masalah
keuangan. Contoh, dilaporkan bahwa pertambahan tinggi badan lebih baik pada anak
yang mendapat obat tiap malam hari dibandingkan anak yang mendapat obat
seminggu 3 kali dengan dosis total dalam 1 minggu sama.Oleh karena itu rhGH paling
baik diberikan pada malam hari secara intrakutan untuk menyesuaikan dengan
produksi GH endogen. Polimer rhGH lepas lambat telah dikembangkan untuk
meningkatkan kenyamanan pasien karena mengurangi frekuensi pemberian suntikan
pada pasien. Pemberian rhGH dosis tinggi pada anak pubertas, berdasar pada
peningkatan fisiologis produksi GH endogen saat pubertas, terbukti cukup aman pada
anak untuk meningkatkan pertambahan tinggi badan tanpa perlu pemberian GnRH
analog untuk memperlambat pubertas. Penentuan dosis yang aman dan efektif masih
terus dilakukan.

BAB III
KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA
Allen DB, Fost N. hGH for short stature: ethical issues raised by expanded access. J
Pediatr 2004;144: 64852.
Allen DB. Growth Hormone Therapy for Short Stature: Is the Benefit Worth the
Burden?. Pediatrics. 2006;118: 343-8
Arya AD. Small for Gestation and Growth Hormone Therapy. Indian J Pediatr 2006;
73: 73-8
Bajpai A, Menon PSN. Insulin like Growth Factors Axis and Growth Disorders.
Indian J Pediatr 2006; 73: 67-71
Cheng Pik-shun. Management of Childhood Short Stature. The Hongkong Medical
Diary. 2006; 11: 21-3
Cohen P, Rogol AD, Howard CP, Bright GM, Kappelgaard Anne-Marie, Rosenfeld
RG. Insulin Growth Factor-Based Dosing of Growth Hormone Therapy in Children: A
Randomized, Controlled Study. J Clin Endocrinol Metab.2007; 92: 24806.
Joshi S. Approach to a child with short stature. Pediatric on call child heath care.
http://www.pediatriconcall.com/fordoctor/diseasesandcondition/approach_to_shortstat
ure .asp
Lee PA, Kendig JW, Kerrigan JR. Persistent Short Stature, Other Potential Outcomes,
and the Effect of Growth Hormone Treatment in Children Who Are Born Small for
Gestational Age. Pediatrics. 2003; 112: 150-62.
Lilly Research Laboratories. Humatrope (somatropin [rDNA origin] for injection)
for Non-Growth Hormone Deficient Short Stature. Endocrinologic and Metabolic
Drugs. Advisory Committee. June 10, 2003
Presutti RJ, Cangemi JR, Cassidy HD, Hill DA. Celiac Disease. Am Fam Physician.
2007;76:1795-1802
Voss LD. Is short stature a problem? The psychological view. European Journal of
Endocrinology. 2006;155: S3945
Wheeler PG, Bresnahan K, Shephard BA, Lau J, Balk EM. Short Stature and
Functional Impairment. Arch Pediatr Adolesc Med. 2004;158: 236-43.

Vous aimerez peut-être aussi

  • Assessment CA Ovarium
    Assessment CA Ovarium
    Document1 page
    Assessment CA Ovarium
    Galih Arief Harimurti Wawolumaja
    Pas encore d'évaluation
  • Assesment CA Ovarium
    Assesment CA Ovarium
    Document1 page
    Assesment CA Ovarium
    Galih Arief Harimurti Wawolumaja
    Pas encore d'évaluation
  • Laporan Kasus Vulnus Ictum
    Laporan Kasus Vulnus Ictum
    Document12 pages
    Laporan Kasus Vulnus Ictum
    Galih Arief Harimurti Wawolumaja
    Pas encore d'évaluation
  • Fistula Ani Lapsus
    Fistula Ani Lapsus
    Document19 pages
    Fistula Ani Lapsus
    Galih Arief Harimurti Wawolumaja
    Pas encore d'évaluation
  • Plan Pengobatan CA Ovarium
    Plan Pengobatan CA Ovarium
    Document1 page
    Plan Pengobatan CA Ovarium
    Galih Arief Harimurti Wawolumaja
    Pas encore d'évaluation
  • Lapsus Kista Ovarium
    Lapsus Kista Ovarium
    Document24 pages
    Lapsus Kista Ovarium
    Galih Arief Harimurti Wawolumaja
    Pas encore d'évaluation
  • Cutting Method
    Cutting Method
    Document1 page
    Cutting Method
    Galih Arief Harimurti Wawolumaja
    Pas encore d'évaluation
  • Hygine and Sanitation
    Hygine and Sanitation
    Document1 page
    Hygine and Sanitation
    Galih Arief Harimurti Wawolumaja
    Pas encore d'évaluation
  • Assessment CA Ovarium
    Assessment CA Ovarium
    Document1 page
    Assessment CA Ovarium
    Galih Arief Harimurti Wawolumaja
    Pas encore d'évaluation
  • Hygine and Sanitation
    Hygine and Sanitation
    Document1 page
    Hygine and Sanitation
    Galih Arief Harimurti Wawolumaja
    Pas encore d'évaluation
  • Kuisener Pasien TB
    Kuisener Pasien TB
    Document2 pages
    Kuisener Pasien TB
    Galih Arief Harimurti Wawolumaja
    Pas encore d'évaluation
  • Role Play Depresi
    Role Play Depresi
    Document1 page
    Role Play Depresi
    Galih Arief Harimurti Wawolumaja
    Pas encore d'évaluation
  • Cooking Method 1
    Cooking Method 1
    Document2 pages
    Cooking Method 1
    Galih Arief Harimurti Wawolumaja
    Pas encore d'évaluation
  • Pengolahan Dan Persiapan Makanan
    Pengolahan Dan Persiapan Makanan
    Document2 pages
    Pengolahan Dan Persiapan Makanan
    Galih Arief Harimurti Wawolumaja
    Pas encore d'évaluation
  • Case Presentation DHF
    Case Presentation DHF
    Document59 pages
    Case Presentation DHF
    Galih Arief Harimurti Wawolumaja
    Pas encore d'évaluation
  • Cover Journal Reading
    Cover Journal Reading
    Document1 page
    Cover Journal Reading
    Galih Arief Harimurti Wawolumaja
    Pas encore d'évaluation
  • Cooking Method
    Cooking Method
    Document1 page
    Cooking Method
    Galih Arief Harimurti Wawolumaja
    Pas encore d'évaluation
  • Skenario 3 A13 Endokrin
    Skenario 3 A13 Endokrin
    Document58 pages
    Skenario 3 A13 Endokrin
    Muhammad Abdul Aziz
    100% (2)
  • Journal Reading
    Journal Reading
    Document8 pages
    Journal Reading
    Galih Arief Harimurti Wawolumaja
    Pas encore d'évaluation
  • Presentasi Kasus PPOK
    Presentasi Kasus PPOK
    Document41 pages
    Presentasi Kasus PPOK
    Galih Arief Harimurti Wawolumaja
    Pas encore d'évaluation
  • Case Report Glaukoma
    Case Report Glaukoma
    Document47 pages
    Case Report Glaukoma
    Galih Arief Harimurti Wawolumaja
    Pas encore d'évaluation
  • Pseudo Seizure
    Pseudo Seizure
    Document1 page
    Pseudo Seizure
    Galih Arief Harimurti Wawolumaja
    Pas encore d'évaluation
  • Journal Reading Neuro
    Journal Reading Neuro
    Document10 pages
    Journal Reading Neuro
    Galih Arief Harimurti Wawolumaja
    Pas encore d'évaluation
  • Cover Journal Reading
    Cover Journal Reading
    Document1 page
    Cover Journal Reading
    Galih Arief Harimurti Wawolumaja
    Pas encore d'évaluation
  • Perawakan Pendek
    Perawakan Pendek
    Document37 pages
    Perawakan Pendek
    Myra Marianty
    100% (2)
  • Laporan Operasi Katarak Phaeco
    Laporan Operasi Katarak Phaeco
    Document3 pages
    Laporan Operasi Katarak Phaeco
    Galih Arief Harimurti Wawolumaja
    Pas encore d'évaluation
  • Preskas Uveitis Anterior
    Preskas Uveitis Anterior
    Document30 pages
    Preskas Uveitis Anterior
    Galih Arief Harimurti Wawolumaja
    Pas encore d'évaluation
  • Referat Inferti
    Referat Inferti
    Document23 pages
    Referat Inferti
    Galih Arief Harimurti Wawolumaja
    Pas encore d'évaluation
  • Osteomielitis
    Osteomielitis
    Document50 pages
    Osteomielitis
    Galih Arief Harimurti Wawolumaja
    Pas encore d'évaluation
  • CT Scan Kepala
    CT Scan Kepala
    Document43 pages
    CT Scan Kepala
    Galih Arief Harimurti Wawolumaja
    Pas encore d'évaluation