Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
PERAWAKAN PENDEK
Disusun Oleh :
Galih Arief Harimurti FK YARSI 1102011110
Zulfa Vinanta FK YARSI
Pembimbing :
dr. Bara
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan ridho-NYA
penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul Perawakan Pendek. Referat yang
berjudul Perawakan pendek ini ini bertujuan untuk mengetahui tentang kelainan
dan mengenali tanda-tanda terjadinya sinusitis secara lebih luas melalui definisi,
klasifikasi, etiologi, epidemiologi, gejala klinis, diagnosis, penatalaksanaan,
komplikasi, prognosis, dan pencegahan.
Penyusun menyadari dalam penulisan referat ini masih banyak kekurangan
dan masih banyak yang perlu diperbaiki. Oleh karena itu, penyusun mengharapkan
saran dan kritik yangmembangun guna menambah ilmu dan pengetahuan penyusun
dalam ruang lingkup IlmuTelinga, Hidung dan Tenggorokan, khususnya yang
berhubungan dengan referat ini.
Tak lupa penyusun ucapkan terima kasih pada seluruh pembimbing di
Departemen Anak RS Moh Ridwan Meuraksa Jakarta, atas ilmu dan bimbingannya
selama ini, khususnya kepada dr. Bara, SpA. selaku pembimbing dalam penyusunan
referat ini.Semoga referat ini bermanfaat bagi para pembaca.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Penelitian tentang pertumbuhan dan perkembangan anak, baru dimulai lebih
dari 270 tahun yang lalu sejak publikasi buku tentang pertumbuhan yang di tulis oleh
Johann Augustin Stoelller (1729) dengan judul WachstumderMenschenindieLange,
dalam buku ini tidak memuat ukuran-ukuran antropometri. Penelitian tentang
pertumbuhan yang sebenarnya baru dilaporkan pertama kali beberapa tahun setelah
itu dalam sebuah tesis doktoral oleh Christian Freidrich Jampert (1754). Jampert
mengukur dan mencatat tinggi badan, berat badan, dan dimensi lain pada anak lakilaki dan perempuan di Royal Orphange Berlin dalam rangka menyelesaikan penelitian
belah lintang tentang pertumbuhan. Count Philibert Gueneau de Montebeillard (17591777) melakukan penelitian longitudinal yang pertama pada tinggi badan dengan
mencatat tinggi badan anak laki-lakinya sejak lahir sampai usia 18 tahun. Catatan ini
digunakan secara luas dan dijadikan rujukan selama beberapa tahun. Sampai akhir
abad 19, buku teks pediatri hanya sedikit yang membahas tentang pertumbuhan.
Penelitian klinis tentang pertumbuhan semakin berkembang setelah diperkenalkan
endokrinologi pediatri sebagai salah satu sub spesialisasi dan diketahui tentang
defisiensi hormon pertumbuhan (GH).
Perawakan pendek menyebabkan kekhawatiran pada orang tua, anak atau
dokter anak yang merawatnya, apalagi dengan.adanya pendapat yang menyatakan
anak tinggi lebih baik, menyebabkan efek psikososial dan diskriminasi pada anak
pendek, tingkat keparahan tergantung pada derajat pendek seseorang dan tingkat
toleransi sosial budaya setempat. Badan yang tinggi dikaitkan dengan keberhasilan
dalam berbagai hal, sebagai contoh besar gaji dan penerimaan tenaga kerja, besar
polis asuransi jiwa, dan adat yang menganggap bahwa laki-laki harus selalu lebih
tinggi dari pasangannya. Pada sebuah penelitian di Swedia, dilakukan evaluasi pada
semua laki-laki yang lahir pada tahun 1976 dan menjalani wajib militer pada tahun
1994, kecuali pada laki-laki dengan penyakit yang mempengaruhi pertumbuhan dan
data tidak lengkap (populasi subjek 32.887). Dari data tersebut didapatkan bahwa
pada laki-laki yang tinggi badannya dibawah -2 SD: (1) lebih banyak menderita
gangguan psikiatrik dan muskuloskeletal, (2) lebih sering mengalami instabilitas
psikologis dan kurang cocok untuk menjadi pemimpin dan (3) skor intelegensia dan
penilaian fungsi psikologis selama stress mental lebih rendah.
Bagaimanapun juga perawakan pendek menyebabkan implikasi medik lebih
besar dibanding aspek psikososialnya, karena pertumbuhan merupakan tanda yang
paling sensitif pada anak, walaupun bersifat tidak spesifik. Diagnosis bandingnya
sangat luas. Dilihat dari aspek lainnya, perawakan pendek seringkali merupakan tanda
yang pertama bahkan satu-satunya tanda yang muncul dari berbagai problem medis
yang mendasari. Pengenalan, menentukan diagnosis dan terapi dari masalah medis
yang mendasarinya secara tepat merupakan hal yang sangat penting bagi anak.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II. 1 DEFINISI DAN KLASIFIKASI
Disebut perawakan pendek bila tinggi badan kurang dari -2 SD ( < persentil ke
3) sesuai usia dan jenis kelamin anak, populasi normal sebagai rujukan. Termasuk ini
Dwarfisme merupakan perawakan pendek yang parah, tinggi badan kurang dari -3
SD. Midgets adalah perawakan pendek dengan proporsi fisik normal.
2. ETIOLOGI
Faktorketurunan
FamilialShortStature(FSS), perawakan pendek disebabkan faktor keturunan. Anak
mengikuti kurva pertumbuhan pendek tetapi mempunyai kecepatan pertumbuhan
normal dan umur tulang normal; kurva pertumbuhannya sejajar dengan kurva normal
dan tinggi badan akhir sesuai dengan tinggi midparental. Pemeriksaan laboratorium,
semuanya dalam batas normal.
Penyebabnonorganik
Penyebabnya ekstrinsik, antara lain faktor lingkungan-sosial dan nutrisi. Faktor
psikososial disebabkan oleh penyiksaan, penelantaran dan deprivasi emosional, yang
menyebabkan gangguan pemenuhan intake dan atau depresif, beberapa anak
mengalami defisiensi sementara GH atau hormon hipofisis anterior lain. Terapi
utamanya adalah menghindarkan anak dari lingkungan yang berbahaya dan
menempatkan pada panti asuhan atau rumah sakit; biasanya setelah itu akan terjadi
kejar tumbuh tanpa perlu terapi hormonal.
merekomendasikan terapi GH pada anak SGA yang gagal mengalami kejar tumbuh
pada usia 2 tahun.
Perawakan pendek juga dapat terjadi sebagai akibat dari beberapa sindroma genetik.
Sangat penting memasukkan data pertumbuhan anak pada kurva pertumbuhan sesuai
sindroma yang dideritanya, dengan memakai kurva yang tepat kita dapat
meperkirakan tinggi badan dewasa, selain itu bila terjadi penurunan pertumbuhan
pada kurva dapat secara dini mengidentifikasi masalah kesehatan yang mendasari.
Sebagai contoh, anak dengan trisomi 21 menderita perawakan pendek akibat
sindroma Down. (lihat gambar 1 dan 2). Angka kejadian tiroiditis pada anak tersebut
lebih tinggi. Bila anak tersebut terus diikuti pertumbuhannya menggunakan kurva
populasi umum maka dokter anak akan melihat bahwa anak tersebut tumbuh
dibawah kurva. Jika anak yang sama data pertumbuhannya dimasukkan dalam
kurva sindroma Down maka terlihat jelas bahwa anak tersebut turun dibawah
persentil. Grafik tersebut dapat menjadi petunjuk bahwa anak ini menderita tiroiditis,
karena fenotip hipotiroidisme dan sindroma Down saling tumpang tindih.
pertumbuhan populasi normal, dan tinggi akhir wanita dengan sindroma Turner sangat
bervariasi tergantung pada tinggi badan populasi umum. Sindroma Turner disebabkan
oleh hilangnya kromosom X (kariotipe 45,X), tetapi berbagai kelainan kromosom X
misalnya mosaik juga dapat menyebabkan fenotip Turner. Perawakan pendek pada
pasien ini disebabkan oleh haploinsufisiensi gen SHOX(untuk perawakan pendek
HomeobOX; atau disebut juga PHOGuntuk pseudoautosomalhomeoboxcontaining
osteogenicgene),yaitu sebuah gen di Xpter-p22.32 pada regio pseudoautosomal
kromoson X. Walaupun sindroma Turner tidak mengalami defisiensi GH, displasia
tulang intrinsik yang dialaminya memberikan respon terhadap terapi GH sehingga
tinggi badan akhir dapat meningkat secara bermakna. Oleh karena itu, FDA
menyarankan untuk memberikan terapi GH pada sindroma Turner.
kalori cukup adekuat sesuai umur. Hipoksemia kronik juga dapat menyebabkan
perawakan pendek, sehingga anak dengan penyakit jantung bawaan tipe sianotik
terutama dengan hipertensi pulmonal pertumbuhan lebih terhambat dibanding
asianotik.
Disfungsi ginjal, kadang satu-satunya gejala klinis perawakan pendek. Bayi dan anak
dengan renal tubular acidosis (RTA) sering kali datang dengan perawakan pendek.
Terapi dengan alkali untuk mengkoreksi asidosis metabolik pada RTA tipe I (distal)
dan RTA tipe II (proksimal) dapat memperbaiki kecepatan pertumbuhan dan tinggi
badan saat dewasa. Perawakan pendek merupakan komplikasi utama insufisiensi
ginjal kronik
(CRI). Perawakan pendek berkaitan dengan gagal ginjal terminal, akibat
meningkatnya frekuensi perawatan dirumah sakit, sehingga perawakan pendek
merupakan pertanda adanya risiko tinggi. Pada model tikus dengan uremia non
asidosis, perawakan pendek pada CRI disebabkan oleh resistensi GH dan gangguan
fungsi JAK/STAT. Bioaktivitas IGF mengalami penurunan akibat gangguan kliren
IGFBP di ginjal. Meskipun mengalami resistensi GH, anak CRI memberi respon
terhadap pemberian GH eksogen yang ditandai dengan peningkatan kecepatan
pertumbuhan dan tinggi dewasa lebih baik. Sehingga menurut FDA, CRI
(pretransplantasi) merupakan indikasi terapi GH.
Penyakit gastrointestinal, dapat merupakan penyebab nutritionaldwarfnonorganik,
maka harus selalu diingat bahwa penyakit gastrointestinal juga dapat menyebabkan
perawakan pendek. Berbagai penyakit gastrointestinal yang menyebabkan gangguan
absorpsi nutrisi dapat menyebabkan nutritionaldwarforganik. Terdapat tiga
penyakit gastrointestinal yang sering menjadi penyebab, yaitu fibrosis kistik (CF),
penyakit inflamasi usus (IBD), dan penyakit celiac.
CF merupakan penyakit autosomal resesif, ditandai dengan penyakit paru obstruktif
kronis dan defisiensi eksokrin pankreas yang disebabkan mutasi regulator
transmembran fibrosis kistik (CFTR), yaitu sebuah kanal klorida yang diaktifkan oleh
cAMP. Kelambatan pertumbuhan kadang merupakan gejala awal, sebelum timbul
komplikasi pada paru dan gastrointestinal, atau seringkali ditemukan bersama dengan
gejala khas lainnya. Perawakan pendek pada CF disebabkan karena: kurangnya
dalam jangka panjang dapat merupakan predisposisi penyakit autoimun lain. Untuk
terapi yang efektif disarankan diet bebas gluten, sehingga menurunkan inflamasi
intestinal dan merangsang tumbuh kejar.
Kelainanhormonal
Pubertas dini, terjadi akselerasi umur tulang, sehingga anak dengan pubertas dini
lebih tinggi dibandingkan usia kronologisnya, persentil tinggi badannya berada diatas
target tinggi badan orang tuanya. Karena terjadi akselerasi maturasi tulang maka
menyebabkan akhir pertumbuhan lebih dini. Jika pubertas mulai lebih awal atau
berjalan dalam waktu yang sangat cepat maka lempeng pertumbuhan menutup lebih
dini dan anak akan kehilangan pertumbuhan tinggi badan sebesar 5 cm / tahun. Hasil
akhirnya adalah anak pada awalnya tumbuh lebih tinggi, namun tinggi badan saat
dewasa lebih pendek dibanding potensi genetiknya. Terapi dengan agonist
gonadotropin-releasing hormon dapat menahan maturasi tulang sehingga umur tulang
bertambah sesuai dengan umur kronologis.
Kelebihan kortisol, dapat menyebabkan perawakan pendek yang frekuensinya
mengalami peningkatan. Meskipun kelebihan kortisol endogen (sindroma Cushing)
jarang ditemukan pada usia anak, kelebihan kortisol iatrogenik akibat terapi
glukokortikoid jangka panjang semakin banyak. Sindroma Cushing dapat karena
akibat penyakit Cushing (hiperkortisolisme yang tergantung pada kortikotropin
[ACTH]) dan hiperkortisolisme yang tidak tergantung kortikotropin. Kelebihan
kortisol iatrogenik termasuk dalam kelompok kedua; karena ACTH tertekan akibat
pemberian glukokortikoid dosis tinggi dalam jangka panjang. Gambaran klinis
sindroma Cushing dan kelebihan glukokortikoid iatrogenik sama (fenotip
Cushingoid). Fenotip Cushingoid ditandai dengan deselerasi pertumbuhan linier,
disertai pertambahan berat badan sehingga menyebabkan moon face, obesitas trunkal
dan buffalo hump. Gambaran lain yang juga sering ditemukan adalah striae, plethora,
rash, atrofi otot, osteoporosis, dan hipertensi. Selain menghambat sintesis kolagen dan
meningkatkan katabolisme protein, glukokortikoid juga menekan pertumbuhan sentral
(menghambat sekresi GH dengan meningkatkan kadar somatostatin dan menekan
sintesis GH) dan perifer (efek langsung pada lempeng epifisis, menghambat
proliferasi kondrosit, diferensiasi sel hipertrofik dan mempengaruhi GH/IGF lokal).
Meskipun pertumbuhan linier dapat meningkat jika sumber kelebihan kortisol
hipofisis anterior multipel. Karena gejala klinis muncul lambat, maka tidak semua
penyebab kongenital dapat terdiagnosis saat bayi. Namun, pada diagnosis banding
harus selalu dipikirkan penyebab kongenital dan akuisita.
2
DIAGNOSIS
Pola pertumbuhan anak perlu dicocokkan dengan pola pertumbuhan keluarga agar
mendapatkan interpretasi yang tepat. Riwayat keluarga dapat memberikan informasi
tentang keadaan yang diturunkan bila perawakan pendek merupakan tanda awal atau
satu-satunya gejala pada anak. Mengkaji semua sistem, termasuk sistem neurologi,
merupakan hal yang penting untuk menskrining berbagai keadaan seperti yang
disebutkan dalam diagnosis banding. Riwayat pertumbuhan gigi, seperti umur saat
gigi pertama erupsi dan umur saat gigi pertama hilang, juga dapat digunakan sebagai
informamsi tambahan. Riwayat pertumbuhan gigi dapat digunakan sebagai perkiraan
umur tulang anak yang menunjukkan maturasi tulang.
Kesehatan psikososial dapat dikaji dengan menanyakan komposisi anggota keluarga
dan prestasi sekolah, anak dengan prestasi sekolah jelek harus mendapat perhatian
lebih. Untuk anak yang pertambahan berat badannya sangat sedikit atau berat
badannya turun sebelum terjadi penurunan pertumbuhan linier, maka perlu dilakukan
anamnesis gizi secara lengkap. Daripada menanyakan diet secara keseluruhan, lebih
baik dan efisien bila membuat daftar makanan tiap hari, termasuk minuman, waktu
pemberian, dan jumlah yang dimakan.
Pemeriksaan fisik diperlukan terutama pemeriksaan neurologi, termasuk didalamnya
pemeriksaan lapangan pandang, dan funduskopi untuk mencari kemungkinan tumor
otak. Skoliosis, umur gigi, dan proporsi tungkai yang lebih panjang dibanding tinggi
badan (rasio segmen atas dan bawah) merupakan indikator yang baik; valgus cubitus
dan pemendekan tulang metakarpal ke 4 biasanya ditemukan pada sindroma Turner.
Solitarycentralmaxillaryincisoratau defek midline lainnya merupakan tanda dari
hopopituitarismne. Kelenjar tiroid pada setiap anak juga harus diperiksa. Auskultasi
untuk mencari masalah respirasi atau kardiovaskuler serta pemeriksaan abdomen yang
teliti sangat membantu untuk mencari kemungkinan penyakit sistemik. Stadium
pubertas Tanner juga harus ditentukan.
Karena banyaknya diagnosis banding dan tingginya sensitivitas serta sendahnya
spesifisitas tanda klinis perawakan pendek, maka perlu dilakukan skrining
laboratorium untuk menyingkirkan diagnosis banding (lihat kotak 3).
EVALUASI
Akibat sulitnya menegakkan diagnosis GHD, maka untuk evaluasi sebaiknya
diserahkan pada ahli endokrinologi anak. Namun perlu ditekankan pada dokter yang
mengirim bahwa perawakan pendek yang terjadi bukan disebabkan oleh penyakit non
endokrinologi. Pada saat merujuk disarankan untuk menyertakan salinan grafik
pertumbuhan anak; grafik ini dapat memberikan banyak informasi. Selain itu juga
disarankan untuk menyertakan salinan hasil pemeriksaan laboratorium untuk
mencegah pemeriksaan yang tidak diperlukan.
Karena GH mengikuti irama sirkardian, maka pemeriksaan yang dilakukan secara
acak tidak berguna (kecuali pada neonatus). Darah biasanya diambil pada siang hari,
saat tersebut kadar GH sangat rendah, maka pengukuran GH secara acak tidak dapat
digunakan untuk mengevaluasi sekresi GH secara keseluruhan. Pemeriksaan skrining
yang sangat berguna adalah mengukur kadar IGF-I dan IGFBP-3, karena kadarnya
tidak berubah secara signifikan, dan produksinya tergantung pada rangsang GH di
hepar, sehingga bila kadar IGF-I dan IGFBP-3 normal maka GH cukup adekuat.
Namun, kadar IGF-I dan IGFBP-3 berubah sesuai umur dan jenis kelamin (kadarnya
meningkat mulai masa anak dan mencapai puncak saat pubertas, setelah itu
mengalami penurunan), sehingga untuk interpretasi perlu disesuaikan dengan usia dan
jenis kelamin. Karena produksinya dipengaruhi oleh faktor lain, termasuk fungsi
hepar dan status nutrisi, maka kadar rendah belum cukup kuat untuk menegakkan
diagnosis GHD, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.
Uji provokasi dilakukan untuk menyingkirkan efek irama sirkardian sekresi GH
endogen. Pasien dipuasakan selama satu malam (diperbolehkan minum air), anak
dibawa ke rumah sakit pada pagi harinya untuk diberi bahan yang merangsang sekresi
GH dan dilakukan pemeriksaan kadar GH secara serial sebelum dan setelah stimulus.
Dipasang akses intravena untuk menghindari tusukan berulang kali. Tes provokasi
meningkatkan sekresi GH di siang hari sehingga kadarnya dapat diukur dan amplitudo
peningkatannya dapat dinilai adekuat atau inadekuat. Adekuat tidaknya puncak
sekresi GH tergantung metoda yang dipakai dan usia pasien. Nilai normal berkisar
antara 7-10 ng/mL, tergantung pada laboratorium memakai antibodi monoklonal atau
poliklonal., 20% anak sehat kadang tidak memberikan respon terhadap tes provokasi
maka untuk mengurangi kesalahan dilakukan dua kali pemeriksaan dan untuk
psikososial yang mungkin terjadi pada saat itu (seperti kematian anggota keluarga,
pindah rumah, sekolah baru dll). Seringkali perubahan nafsu makan, diet dan aktivitas
yang bermanifestasi sebagai penurunan pertambahan berat badan merupakan tanda
dari depresi atau ansietas. Untuk anak yang perawakan pendeknya cenderung
penurunan pertambahan berat badan dibandingkan tinggi badan maka lebih efektif
bila ditangani oleh ahli gastroenterologi atau ahli gizi anak dibandingkan ahli
endokrinologi anak.
Tahap ketiga adalah menentukan penyakit sistemik, termasuk didalamnya sindroma
genetik. Untuk ini diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan neurologis secara
detail. Pemeriksaan laboratorium dan radiologi disesuaikan dengan tanda-tanda klinis
yang ditemukan selama anamnesis dan pemeriksaan fisik. Screening kimiawi seperti
fungsi ginjal dan hepar, dan darah rutin sangat membantu.
Bila anak perkiraan tinggi badan akhirnya dibawah tinggi badan midparental dan atau
kecepatan pertumbuhan yang rendah maka harus dipikirkan kemungkinan
endokrinopati. Fungsi tiroid harus di evaluasi. Karena sulitnya menegakkan diagnosis
GHD maka pasien sebaiknya dirujuk pada ahli endokrinologi anak.
TERAPI
Terapi disesuaikan penyebab yang mendasari. Kadang hanya diperlukan edukasi dan
pemberian pengertian yang benar, antara lain pada kasus perawakan pendek familial
atau konstitusional. Terapi nutrisi dan sistemik telah dijelaskan sebelumnya. Terapi
untuk endokrinopati dibahas diatas, disini ditekankan terapi GH.
Terapi GH untuk GHD pada anak pendek telah dilakukan sejak tahun 1960. Dari
tahun 1963 1985, National Hormone and Pituitary Program (NHPP) of The National
Institute of Health (NIH) memberikan GH dari kadaver manusia pada sekitar 8000
anak di Amerika dan di seluruh dunia. Program ini dihentikan pada tahun 1985,
karena 3 anak yang mendapat GH meninggal akibat penyakit Creutzfeldt-Jakob (CJD)
suatu penyakit neurodegeneratif. Pada follow up tahun 1999, kematian akibat CJD di
Amerika Serikat bertambah menjadi 22 dan 6 kematian lainnya diseluruh dunia.
Ditemukan juga 62 kasus CJD di Prancis, 32 kasus di Inggris, 1 di Belanda dan 1 di
Australia.
Pada waktu yang sama NHPP ditutup, perkembangan teknik biologi molekuler
memungkinkan untuk memproduksi rekombinan human GH (rhGH). Gen GH
manusia di klon kedalam bakteri nonpatogen sehingga dapat memproduksi GH secara
massal. Semua produk rhGH yang ada dipasaran saat ini dibuat dengan teknik
tersebut dan teknik tersebut menghasilkan peptida yang identik dengan struktur
isoform GH endogen yang beredar dalam sirkulasi. Setelah kasus CJD yang
menakutkan, peredaran rhGH dimonitor secara ketat dan didapatkan bahwa rhGH
terbukti mempunyai efek samping yang minimal pada lebih dari 110.000 pasien yang
diberikan obat ini. Peningkatan tekanan intrakranial ringan dilaporkan terjadi pada
0,07 1,6 / 1000 pasien yang mendapat terapi rhGH untuk GHD idiopatik;
peningkatan tekanan intrakranial tersebut akan membaik dengan menghentikan terapi
rhGH. Efek samping lainnya akibat fenomena pergeseran cairan adalah edema perifer,
dimana fenomena ini merupakan penyebab terbanyak
sindroma karpal tunnel pada orang dewasa yang diberikan dosis rhGH pediatrik.
Akhirnya, sekarang ini untuk terapi pengganti rhGH pada GHD orang dewasa,
dosisnya diturunkan lebih rendah dari dosis pediatrik, sehingga efek samping
sindroma karpal tunnel jauh berkurang. Karena rhGH mempercepat pertumbuhan,
maka dapat terjadi skoliosis dan pergeseran epifisis kaput femoris (SCFE) seperti
yang dapat terjadi pada tumbuh kejar pubertas normal. Ginekomastia dilaporkan
terjadi pada beberapa anak laki- laki yang mendapat rhGH, dan pada anak dengan
nevus cenderung mengalami peningkatan jumlah dan ukuran nevus tetapi tidak terjadi
transformasi maligna. Karena GH adalah hormon insulincounterregulator,maka
terapi dengan rhGH dapat meningkatkan resistensi terhadap insulin. Sebagian besar
anak tetap euglikemia dengan cara kompensasi meningkatkan produksi insulin.
Terakhir yang menjadi perhatian utama adalah karena pemberiannya dalam jangka
panjang mungkin dapat meningkatkan insiden kanker. Namun data yang ada
menunjukkan bahwa insiden kanker sama dengan insiden pada populasi normal. Yang
harus diperhatikan adalah bahwa sebagian besar anak yang menderita kanker setelah
mendapat terapi rhGH, sebelumnya sudah mempunyai faktor predisposisi adanya
keganasan. Beberapa penelitian casecontrolmenunjukkan bahwa risiko kanker
(seperti kanker prostat, paru, kolorektal) lebih tinggi pada individu dengan kadar IGFI dalam serum yang tinggi, kadar IGFBP-3 yang tinggi dikaitan dengan risiko kanker
yang rendah. Hubungan tersebut tidak terbukti kausatif, dan hubungan antara kadar
IGF-I di sirkulasi dengan IGF-I lokal dalam karsinogenesis masih belum jelas. Terapi
rhGH akan meningkatkan kadar IGF-I dan IGFBP-3 dalam sirkulasi. Demi keamanan
menggunakan rhGH maka kadar IGF-I dan IGFBP-3 sebaiknya diperiksa secara rutin
dan dosis rhGH harus di titrasi untuk mencegah kadar IGF-I yang berlebihan.
Selain keamanan meningkat, pergantian dari GH cadaveric dengan rhGH berimbas
pada cara pemberian obat ke pasien. GH cadaveric yang kurang murni diberikan
secara intramuskuler, sedangkan rhGH diberikan secara intrakutan sehingga kurang
nyeri. Lebih jauh, dikembangkan pula berbagai cara pemberian rhGH pada anak
sehingga anak lebih nyaman. Karena persediaan GH cadaveric sangat terbatas, maka
terapi GH cadaveric pertama kali diberikan pada anak penderita GHD berat, dimulai
dengan dosis kecil. Sebaliknya, karena produksi rhGH secara teori tidak terbatas,
maka obat ini dapat diberikan secara luas dengan dosis optimal dan juga dapat
diberikan untuk indikasi selain GHD, yang menjadi pertimbangan hanyalah masalah
keuangan. Contoh, dilaporkan bahwa pertambahan tinggi badan lebih baik pada anak
yang mendapat obat tiap malam hari dibandingkan anak yang mendapat obat
seminggu 3 kali dengan dosis total dalam 1 minggu sama.Oleh karena itu rhGH paling
baik diberikan pada malam hari secara intrakutan untuk menyesuaikan dengan
produksi GH endogen. Polimer rhGH lepas lambat telah dikembangkan untuk
meningkatkan kenyamanan pasien karena mengurangi frekuensi pemberian suntikan
pada pasien. Pemberian rhGH dosis tinggi pada anak pubertas, berdasar pada
peningkatan fisiologis produksi GH endogen saat pubertas, terbukti cukup aman pada
anak untuk meningkatkan pertambahan tinggi badan tanpa perlu pemberian GnRH
analog untuk memperlambat pubertas. Penentuan dosis yang aman dan efektif masih
terus dilakukan.
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Allen DB, Fost N. hGH for short stature: ethical issues raised by expanded access. J
Pediatr 2004;144: 64852.
Allen DB. Growth Hormone Therapy for Short Stature: Is the Benefit Worth the
Burden?. Pediatrics. 2006;118: 343-8
Arya AD. Small for Gestation and Growth Hormone Therapy. Indian J Pediatr 2006;
73: 73-8
Bajpai A, Menon PSN. Insulin like Growth Factors Axis and Growth Disorders.
Indian J Pediatr 2006; 73: 67-71
Cheng Pik-shun. Management of Childhood Short Stature. The Hongkong Medical
Diary. 2006; 11: 21-3
Cohen P, Rogol AD, Howard CP, Bright GM, Kappelgaard Anne-Marie, Rosenfeld
RG. Insulin Growth Factor-Based Dosing of Growth Hormone Therapy in Children: A
Randomized, Controlled Study. J Clin Endocrinol Metab.2007; 92: 24806.
Joshi S. Approach to a child with short stature. Pediatric on call child heath care.
http://www.pediatriconcall.com/fordoctor/diseasesandcondition/approach_to_shortstat
ure .asp
Lee PA, Kendig JW, Kerrigan JR. Persistent Short Stature, Other Potential Outcomes,
and the Effect of Growth Hormone Treatment in Children Who Are Born Small for
Gestational Age. Pediatrics. 2003; 112: 150-62.
Lilly Research Laboratories. Humatrope (somatropin [rDNA origin] for injection)
for Non-Growth Hormone Deficient Short Stature. Endocrinologic and Metabolic
Drugs. Advisory Committee. June 10, 2003
Presutti RJ, Cangemi JR, Cassidy HD, Hill DA. Celiac Disease. Am Fam Physician.
2007;76:1795-1802
Voss LD. Is short stature a problem? The psychological view. European Journal of
Endocrinology. 2006;155: S3945
Wheeler PG, Bresnahan K, Shephard BA, Lau J, Balk EM. Short Stature and
Functional Impairment. Arch Pediatr Adolesc Med. 2004;158: 236-43.