Vous êtes sur la page 1sur 18

ASPEK HUKUM HIV

AIDS
Dr. Sahrun

Pendahuluan

Sejak kasus AIDS pertama di Bali tahun 1987, pemerintah


Indonesia sudah menyadari bahwa aspek hukum menjadi
urgen dalam upaya pencegahan dan penanggulangan HIV/
AIDS.
Akan tetapi legalisasi untuk mendapatkan suatu peraturan
perudangan membutuhkan proses yang panjang dan tidak
sederhana. Sejalan dengan perkembangan epidemi HIV/
AIDS baik skala global maupun skala nasional, maka sejak
tahun 1994, Pemerintah Republik Indonesia telah
menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 36
Tahun 1994 tanggal 30 Mei 1994 tentang Komisi
Penanggulangan AIDS.

Berdasarkan Keppres tersebut, dibentuklah Komisi


Penanggulangan AIDS (KPA) yang bertujuan untuk:

1. Melakukan upaya pencegahan dan


penanggulangan AIDS berdasarkan ketentuan
peraturan perundang- undangan yang berlaku
dan/atau strategi global pencegahan dan
penanggulangan AIDS yang dicanangkan oleh
Perserikatan Bangsa-Bangsa;
2. Meningkatkan kewaspadaan masyarakat
terhadap bahaya AIDS dan meningkatkan
pencegahan dan/atau penanggulangan AIDS
secara lintas sektor, menyeluruh, terpadu dan
terkoordinasi.

Menkokesra, Ketua Komisi


Penanggulangan AIDS,
menerbitkan Keputusan Nomor:
9/KEP/MENKO/KESRA/VI/1994
tanggal 16 Juni 1994 tentang
Strategi Nasional (STRANAS)
Penanggulangan AIDS di
Indonesia.

Adapun tujuan yang diusung STRANAS dalam


penanggulangan HIV dan AIDS adalah:
1. Mencegah penularan virus HIV dan AIDS.
2. Mengurangi sebanyak mungkin penderitaan
perorangan serta dampak sosial dan
ekonomis dari HIV dan AIDS di seluruh
Indonesia.
3. Menghimpun dan menyatukan upaya-upaya
nasional untuk penanggulangan HIV dan
AIDS.

Aspek Hukum

Cara-cara penularan AIDS sulit dibendung, bahkan oleh


undang-undang yg memberikan hukuman berat.

Bagaimana dengan tanggung jawab para dokter yg merawat


penderita, sebab mereka tahu persis bahwa penderita AIDS
atau pengidap HIV berpotensi menularkan penyakitnya kepada
orang lain?

Salahkah jika dokter memberitahukan kepada orang2 yg


terancam penularan?

Salahkan dokter jika di kemudian hari benar2 ada orang


tertular disebabkan karena ia lebih suka menjunjung tinggi
sumpah dokter dan konfidensialitas medik?

Dokter sebagai manusia biasa adalah bagian dari


masyarakat yang dihadapkan pada banyak
masalah sewaktu harus menghadapi kasus-kasus
AIDS. Dalam hal ini tetap melakukan profesi
menurut ukuran tertinggi (KODEKI BAB I pasal 1)

Sehubungan dengan telah masuknya infeksi HIV


dan penderita AIDS ke Indonesia, terbitlah Instruksi
Menteri Kesehatan RI no.72/Menkes/II/1988 ttg
kewajiban melaporkan penderita dengan gejala
AIDS, ditetapkan tgl 11 Februari 1988.

Petunjuk pelaksanaannya diatur melalui Keputusan


Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan
Penyehatan Lingkungan Pemukiman No.286-1/PP0304
Isi instruksi menteri tersebut ditujukan kpd seluruh petugas

kesehatan yg mengetahui dan atau menemukan seseorang dgn


gejala AIDS.
Mereka wajib melaporkannya kpd sarana pelayanan kesehatan yg

terdekat dgn segera dan memperhatikan kerahasiaan pribadi


penderita. Laporan ttg tersangka penderita AIDS atau penderita dgn
seropositif harus dijaga kerahasiaannya dan tdk boleh dibaca oleh yg
tdk berkepentingan

Perlindungan Hukum dan


HAM terhadap Pengidap
HIV/AIDS

Pasal 4 UU Kesehatan No. 36/2009


dinyatakan bahwa setiap orang berhak
atas kesehatan. Permasalahan HIV dan
AIDS sangat terkait dengan hak atas
kesehatan
Pasal 5 UU Kesehatan dinyatakan
bahwa terdapat kesamaan hak tiap
orang dalam mendapatkan akses atas
sumber daya kesehatan, memperoleh
pelayanan kesehatan yang aman,
bermutu dan terjangkau.

Hak atas informasi Pasal 7 UU Kesehatan secara


tegas mengatakan bahwa setiap orang berhak
mendapatkan informasi dan edukasi tentang
kesehatan serta informasi tentang data kesehatan
dirinya termasuk tindakan dan pengobatan atas
dirinya pada pasal 8.
Hak atas kerahasiaan dalam UU Kesehatan diatur
dalam Pasal 57 dimana setiap orang berhak atas
rahasia kondisi kesehatannya. Selain itu UUPK No.
29/2004 juga mengatur mengenai rahasia medis
dan rekam medis ini pada paragraph 3 dan 4
tentang rekam medis dan rahasia kedokteran.

Hak atas persetujuan tindakan medis


Dalam pasal 56 UU Kesehatan diatur
tentang persetujuan tindakan medis
atau informed consent.

Kaidah Etik Kedokteran dengan


Masalah Pencegahan AIDS

Belum ada obat/vaksin yang efektif untuk


menanggulangi AIDS
pencegahan dengan penyuluhan

Harus mengetahui secara pasti cara-cara penyebaran


virus AIDS tersebut

Seorang dokter, sesuai dengan KODEKI hendaklah


berusaha untuk menjadi pendidik masyarakat yang
seharusnya yaitu dengan memberikan informasi kpd
masyarakat & kelompok resiko tinggi & tentang
bagaimana pola penyebaran virus AIDS dan langkah2
pencegahannya

Hal lain yang perlu mendapatkan klarifikasi dari


aspek hukumnya adalah tentang pemeriksaan
darah, yg dalam rangka pencegahan meluasnya
penyakit sering dipaksakan kepada kelompok
tertentu di dalam masyarakat beresiko tinggi.

Persoalannya adalah bahwa setiap bentuk


intervensi medik, berdasarkan doktrin informed
concent, memerlukan izin lebih dahulu dari yg
bersangkutan

Di sisi lain juga dapat dipertanyakan keuntungan model


pemeriksaan seperti itu bagi upaya pencegahan, sebab
tentunya orang akan berusaha menghindar mengingat
pemeriksaan tersebut dapat menimbulkan bencana, seperti
kehilangan pekerjaan, tempat tinggal, kesempatan belajar,
kesempatan berpartisipasi dalam berbagai kegiatan di
masyarakat dsb.

Tetapi kalau tidak dipaksakan, kapan dapat ditemukan


pengidap HIV pada tingkat sedini mungkin sehingga lebih
banyak orang dapat dihindarkan dari penyakit yg
mematikan ini. Benar-benar merupakan pertanyaan yg
tidak mudah untuk dijawab.

Kaidah Etik Kedokteran dengan


Masalah Pengobatan AIDS

Salah persepsi tentang AIDS dan bagaimana


seseorang menjadi pengidap HIV atau AIDS
perawatan inadekuat

American Medical Assosiation (AMA), 1987:

1.Seseorang tenaga kesehatan tidak boleh menolak


pasien yang seropositif
2.Pasien tidak boleh didiskriminasikan hanya atas
dasar ketakutan.

3.Seorang tenaga kesehatan diharapkan terlibat untuk


menyediakan pelayanan medis yg baik dan
bertanggung jawab dan menghormati hak-hak pasien
sebagai makhluk insani.
4.Seorang tenaga kesehatan yg tidak menyediakan
pelayanan medis harus merujuk kpd tenaga yg lebih
ahli atau ke tempat yg memiliki fasilitas lebih baik.
5.Seorang tenaga kesehatan diharuskan menghormati
hak pribadi dan kerahasiaan penderita AIDS dan orangorang yg mengidap HIV.

6.Apabila tidak ada peraturan atau larangan untuk melaporkan


orang yg menderita seropositif ke lembaga kesehatan yg
berwenang, sdgkan tenaga kesehatan tsb mengetahui orang
tsb akan membahayakan masyarakat, tenaga kesehatan itu
harus :

Menganjurkan penderita tsb utk menjaga diri supaya tdk


membahayakn pihak ketiga.

Kalau anjuran tsb tdk dipatuhi, melaporkan penderita itu kpd


pihak yg berwenang.

Kalau pihak yg berwenang tdk memberikan tanggapan,


melaporkan penderita itu kpd masyarakat yg beresiko tertular

7.Tenaga kesehatan yg menemukan seseorang telah


seropositif disarankan kpdnya utk tdk melibatkan diri
pada aktivitas yg mempunyai resiko tinggi terhadap
penyebaran AIDS
8.Seorang tenaga medis yg menderita AIDS atau
seropositif disarankan untuk tdk melibatkan diri pada
aktivitas yang mempunyai resiko tinggi kpd pasiennya.
Apa yang dikatakan AMA tersebut adalah sesuai dengan
kewajiban dokter terhadap pasien dalam KODEKI

Vous aimerez peut-être aussi