Vous êtes sur la page 1sur 7

ASKEP TRAUMA ABDOMEN

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
abdomen adalah sebuah rongga besar yang dililingkupi oleh otot-otot perut pada
bagian ventral dan lateral, serta adanya kolumna spinalis di sebelah dorsal. Bagian atas abdomen
berbatasan dengan tulang iga atau costae. Cavitas abdomninalis berbatasan dengan cavitas thorax
atau rongga dada melalui otot diafragma dan sebelah bawah dengan cavitas pelvis atau rongga
panggul.
Antara cavitas abdominalis dan cavitas pelvis dibatasi dengan membran serosa yang dikenal
dengan sebagaiperitoneum parietalis. Membran ini juha membungkus organ yang ada di abdomen
dan menjadi peritoneum visceralis.[2]
Pada vertebrata, di dalam abdomen terdapat berbagai sistem organ, seperti sebagian besar organ
sistem pencernaan, sistem perkemihan. Berikut adalah organ yang dapat ditemukan di abdomen:
Komponen dari saluran cerna: lambung (gaster), usus halus, usus besar (kolon),caecum, umbai
cacing atau appendix.
Organ pelengkap dai saluran cerna seperti: hati (hepar), kantung empedu, danpankreas.
Organ saluran kemih seperti: ginjal, ureter, dan kantung kemih (vesica urinaria).
Organ lain seperti limpa (lien).
Aktivitas dalam kehidupan sehari-hari memungkin seseorang untuk terkena injury yang bisa saja
merusak keutuhan integritas kulit, selama ini kita mungkin hanya mengenal luka robek atau luka
sayatan saja namun ternyata di luar itu masih banyak lagi luka/trauma yang dapat terjadi pada
daerah abdomen.
B.
Tujuan Penulisan
Tujuan Umum:
Mengetahui lebih lanjut tentang perawatan luka yang dimungkinkan karena trauma, luka insisi
bedah, kerusakan integritas jaringan
Tujuan Khusus:
1.
Mengetahui tindakan keperawatan pada pasien dengan trauma abdomen
2.
Mengetahui masalah yang mungkin timbul pada pasien dengan trauma abdomen
3.
Memenuhi tugas pembuatan makalah pada mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah
C. Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian dari trauma abdomen?
2.
Bagaimana tindakan medis yang dapat dilakukan pada pasien dengan trauma abdomen?
3.
Bagaimana penerapan proses keperawatan dalam asuhan keperawatan pasien dengan
trauma abdomen?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Trauma adalah cedera/rudapaksa atau kerugian psikologis atau emosional (Dorland, 2002).
Trauma adalah luka atau cedera fisik lainnya atau cedera fisiologis akibat gangguan emosional yang
hebat (Brooker, 2001).
Trauma adalah penyebab kematian utama pada anak dan orang dewasa kurang dari 44 tahun.
Penyalahgunaan alkohol dan obat telah menjadi faktor implikasi pada trauma tumpul dan tembus
serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer, 2001).

Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma tumpul dan tembus serta
trauma yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer, 2001).
Trauma perut merupakan luka pada isi rongga perut dapat terjadi dengan atau tanpa tembusnya
dinding perut dimana pada penanganan/penatalaksanaan lebih bersifat kedaruratan dapat pula
dilakukan tindakan laparatomi (FKUI, 1995).
B. Etiologi Dan Klasifikasi
1. Trauma tembus (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga peritonium).
Disebabkan oleh : luka tusuk, luka tembak.
2. Trauma tumpul (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga peritonium).
Disebabkan oleh : pukulan, benturan, ledakan, deselerasi, kompresi atau sabuk pengaman (set-belt)
(FKUI, 1995).
C. Patofisiologi
D. Tanda Dan Gejala
1. Trauma tembus (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga peritonium) :
a.
Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ
b.
Respon stres simpatis
c.
Perdarahan dan pembekuan darah
d.
Kontaminasi bakteri
e.
Kematian sel
2. Trauma tumpul (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga peritonium).
a.
Kehilangan darah.
b.
Memar/jejas pada dinding perut.
c.
Kerusakan organ-organ.
d.
Nyeri tekan, nyeri ketok, nyeri lepas dan kekakuan (rigidity) dinding perut.
e.
Iritasi cairan usus (FKUI, 1995).
E. Komplikasi
Segera : hemoragi, syok, dan cedera.
Lambat : infeksi (Smeltzer, 2001).
F. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan rektum : adanya darah menunjukkan kelainan pada usus besar ; kuldosentesi,
kemungkinan adanya darah dalam lambung ; dan kateterisasi, adanya darah menunjukkan adanya
lesi pada saluran kencing.
b. Laboratorium : hemoglobin, hematokrit, leukosit dan analisis urine.
c. Radiologik : bila diindikasikan untuk melakukan laparatomi.
d. IVP/sistogram : hanya dilakukan bila ada kecurigaan terhadap trauma saluran kencing.
e. Parasentesis perut : tindakan ini dilakukan pada trauma tumpul perut yang diragukan adanya
kelainan dalam rongga perut atau trauma tumpul perut yang disertai dengan trauma kepala yang
berat, dilakukan dengan menggunakan jarum pungsi no 18 atau 20 yang ditusukkan melalui
dinding perut didaerah kuadran bawah atau digaris tengah dibawah pusat dengan menggosokkan
buli-buli terlebih dahulu.
f.
Lavase peritoneal : pungsi dan aspirasi/bilasan rongga perut dengan memasukkan cairan
garam fisiologis melalui kanula yang dimasukkan kedalam rongga peritonium (FKUI, 1995).
G. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan kedaruratan ; ABCDE.
b. Pemasangan NGT untuk pengosongan isi lambung dan mencegah aspirasi.
c. Kateter dipasang untuk mengosongkan kandung kencing dan menilai urin yang keluar
(perdarahan).

d. Pembedahan/laparatomi (untuk trauma tembus dan trauma tumpul jika terjadi rangsangan
peritoneal : syok ; bising usus tidak terdengar ; prolaps visera melalui luka tusuk ; darah dalam
lambung, buli-buli, rektum ; udara bebas intraperitoneal ; lavase peritoneal positif ; cairan bebas
dalam rongga perut) (FKUI, 1995).
H. Asuhan Keperawatan
1. PENGKAJIAN
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara menyeluruh
(Boedihartono, 1994).
Pengkajian pasien trauma abdomen (Smeltzer, 2001) adalah meliputi :
a. Trauma Tembus abdomen
1) Dapatkan riwayat mekanisme cedera ; kekuatan tusukan/tembakan ; kekuatan tumpul
(pukulan).
2) Inspeksi abdomen untuk tanda cedera sebelumnya : cedera tusuk, memar, dan tempat
keluarnya peluru.
3) Auskultasi ada/tidaknya bising usus dan catat data dasar sehingga perubahan dapat dideteksi.
Adanya bising usus adalah tanda awal keterlibatan intraperitoneal ; jika ada tanda iritasi
peritonium, biasanya dilakukan laparatomi (insisi pembedahan kedalam rongga abdomen).
4) Kaji pasien untuk progresi distensi abdomen, gerakkan melindungi, nyeri tekan, kekakuan otot
atau nyeri lepas, penurunan bising usus, hipotensi dan syok.
5) Kaji cedera dada yang sering mengikuti cedera intra-abdomen, observasi cedera yang
berkaitan.
6) Catat semua tanda fisik selama pemeriksaan pasien.
b. Trauma tumpul abdomen
i.
Dapatkan riwayat detil jika mungkin (sering tidak bisa didapatkan, tidak
akurat, atau salah). dapatkan semua data yang mungkin tentang hal-hal sebagai berikut :
1. Metode cedera.
2. Waktu awitan gejala.
3. Lokasi penumpang jika kecelakaan lalu lintas (sopir sering menderita ruptur limpa atau hati).
Sabuk keselamatan digunakan/tidak, tipe restrain yang digunakan.
4. Waktu makan atau minum terakhir.
5. Kecenderungan perdarahan.
6. Penyakit danmedikasi terbaru.
7. Riwayat immunisasi, dengan perhatian pada tetanus.
8. Alergi.
ii.
Lakukan pemeriksaan cepat pada seluruh tubuh pasienuntuk mendeteksi
masalah yang mengancam kehidupan.
2. PENATALAKSANAAN KEDARURATAN
1. Mulai prosedur resusitasi (memperbaiki jalan napas, pernapasan, sirkulasi) sesuai indikasi.
2. Pertahankan pasien pada brankar atau tandu papan ; gerakkan dapat menyebabkan
fragmentasi bekuan pada pada pembuluh darah besar dan menimbulkan hemoragi masif.
a. Pastikan kepatenan jalan napas dan kestabilan pernapasan serta sistem saraf.
b. Jika pasien koma, bebat leher sampai setelah sinar x leher didapatkan.
c. Gunting baju dari luka.
d. Hitung jumlah luka.
e. Tentukan lokasi luka masuk dan keluar.
3. Kaji tanda dan gejala hemoragi. Hemoragi sering menyertai cedera abdomen, khususnya hati
dan limpa mengalami trauma.
4. Kontrol perdarahan dan pertahanan volume darah sampai pembedahan dilakukan.
a. Berikan kompresi pada luka perdarahan eksternal dan bendungan luka dada.

b. Pasang kateter IV diameter besar untuk penggantian cairan cepat dan memperbaiki dinamika
sirkulasi.
c. Perhatikan kejadian syoksetelah respons awal terjadi terhadap transfusi ; ini sering merupakan
tanda adanya perdarrahan internal.
d. Dokter dapat melakukan parasentesis untuk mengidentifikasi tempat perdarahan.
5. Aspirasi lambung dengan selang nasogastrik. Prosedur ini membantu mendeteksi luka
lambung, mengurangi kontaminasi terhadap rongga peritonium, dan mencegah komplikasi paru
karena aspirasi.
6. Tutupi visera abdomen yang keluar dengan balutan steril, balutan salin basah untuk mencegah
nkekeringan visera.
a. Fleksikan lutut pasien ; posisi ini mencegah protusi lanjut.
b. Tunda pemberian cairan oral untuk mencegah meningkatnya peristaltik dan muntah.
7. Pasang kateter uretra menetap untuk mendapatkan kepastian adanya hematuria dan pantau
haluaran urine.
8. Pertahankan lembar alur terus menerus tentang tanda vital, haluaran urine, pembacaan
tekanan vena sentral pasien (bila diindikasikan), nilai hematokrit, dan status neurologik.
9. Siapkan untuk parasentesis atau lavase peritonium ketika terdapat ketidakpastian mengenai
perdarahan intraperitonium.
10.
Siapkan sinografi untuk menentukan apakah terdapat penetrasi peritonium pada
kasus luka tusuk.
a. Jahitan dilakukan disekeliling luka.
b. Kateter kecil dimasukkan ke dalam luka.
c. Agens kontras dimasukkan melalui kateter ; sinar x menunjukkan apakah penetrasi peritonium
telah dilakukan.
11.
Berikan profilaksis tetanus sesuai ketentuan.
12.
Berikan antibiotik spektrum luas untuk mencegah infeksi. trauma dapat
menyebabkan infeksi akibat karena kerusakan barier mekanis, bakteri eksogen dari lingkungan
pada waktu cedera dan manuver diagnostik dan terapeutik (infeksi nosokomial).
13.
Siapkan pasien untuk pembedahan jika terdapat bukti adanya syok, kehilangan
darah, adanya udara bebas dibawah diafragma, eviserasi, atau hematuria.
3. PENATALAKSANAAN DIRUANG PERAWATAN LANJUTAN
DIAGFNOSA TUJUAN INTERVENSI
1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan cedera tusuk.
Tujuan:
Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.
Kriteria Hasil :
tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.
Intervensi
Rasional
1. Kaji kulit dan identifikasi pada
1.mengetahui tingkat kerusakan kulit
tahap perkembangan luka.
klien
2. Kaji lokasi, ukuran, warna, bau,
serta jumlah dan tipe cairan luka
2.mengkaji resiko terjadinya infeksi
3. Pantau peningkatan suhu tubuh.
4. Berikan perawatan luka dengan
3.mengontrol tanda-tanda infeksi
tehnik aseptik. Balut luka dengan kasa
4.membantu proses penyembuhan luka
kering dan steril, gunakan plester
dan menjaha agar luka kering dan
kertas.
bersih
5. Jika pemulihan tidak terjadi

kolaborasi tindakan lanjutan, misalnya


debridement.
6. Setelah debridement, ganti
balutan sesuai kebutuhan.
7. Kolaborasi pemberian antibiotik
sesuai indikasi.

5.memperbaiki keutuhan integritas


kulit secara cepat
6.menjaga luka agar tidak terpapar
mikroorganisme
7.membunuh mikroba penyebab infeksi

2. Risiko infeksi berhubungan dengan

tidak adekuatnya pertahanan perifer,

perubahan sirkulasi,

kadar gula darah yang tinggi,

prosedur invasif dan

kerusakan kulit. infeksi tidak terjadi / terkontrol.


Kriteria hasil :

tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.

luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.

Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.

Intervensi
1. Pantau tanda-tanda vital.
2.
Lakukan perawatan luka dengan
teknik aseptik.
3.
Lakukan perawatan terhadap
prosedur invasif seperti infus, kateter,
drainase luka,
4.
Jika ditemukan tanda infeksi
kolaborasi untuk pemeriksaan darah,
seperti Hb dan leukosit.
5.
Kolaborasi untuk pemberian
antibiotik.

Rasional
1.mengetahui keadaan umum klien
2. menjaga agar luka bersih dan kering
3.mencegah terjadi infeksi lebih lanjut

4.memberikan data penunjang tentang


resiko infeksi
5.membunuh mikroorganisme
penyebab infeksi

3. Nyeri akut berhubungan dengan Trauma/diskontinuitas jaringan.


Tujuan: Nyeri dapat berkurang atau hilang.
Kriteria Hasil :

Nyeri berkurang atau hilang

Klien tampak tenang.

Intervensi

Rasional

1. Lakukan pendekatan pada klien dan


keluarga
2. Kaji tingkat intensitas dan frekwensi
nyeri
3. Jelaskan pada klien penyebab dari
nyeri
4. Observasi tanda-tanda vital
5. Melakukan kolaborasi dengan tim
medis dalam pemberian analgesik

1.
Mengobservasi keadaan
dan support sistem klien
2.
Mengetahui tingakat defisit
kenyamanan klien
3.
Menginformasikan tentang
nyeri
4.
Mengetahui keadaan umum
klien
5.
Mengurangi/menghilangkan
nyeri

4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.


Tujuan: Pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas.
Kriteria hasil :

Perilaku menampakan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan diri.

Pasien mengungkapkan mampu untuk melakukan beberapa aktivitas tanpa dibantu.

Koordinasi otot, tulang dan anggota gerak lainya baik.


Intervensi
Rasional
1. Rencanakan periode istirahat yang
1.
Menghindari rasa lelah
cukup.
2.
Mengembalikan ADL klien
2. Berikan latihan aktivitas secara
3.
Membantu klien dalam ADL
bertahap.
3. Bantu pasien dalam memenuhi
4. Mengetahui keadaan klien setelah
kebutuhan sesuai kebutuhan.
dilakukan tindakan
4. Setelah latihan dan aktivitas kaji
respons pasien.

5.
Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan Nyeri/ketidak nyamanan, terapi
pembatasan aktivitas, dan penurunan kekuatan/tahanan.
Tujuan: Pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.
Kriteria hasil :

Penampilan yang seimbang.

Melakukan pergerakkan dan perpindahan.

Mempertahankan mobilitas optimal yang dapat ditoleransi, dengan karakteristik :


0 = mandiri penuh
1 = memerlukan alat Bantu.
2 = memerlukan bantuan dari orang lain untuk bantuan, pengawasan, dan pengajaran.
3 = membutuhkan bantuan dari orang lain dan alat Bantu.
4 = ketergantungan; tidak berpartisipasi dalam aktivitas.
Intervensi
Rasional
1. Kaji kebutuhan akan pelayanan
1.
Mengetahui tingkat
kesehatan dan kebutuhan akan
kemandirian kline dalam memenuhi
peralatan.
kebutuhan
2. Tentukan tingkat motivasi pasien
2.
Membantu klien dalam
dalam melakukan aktivitas.
meningkatkan aktivitas
3. Ajarkan dan pantau pasien dalam hal 3.
Menghindari resiko injuri
penggunaan alat bantu.

4. Ajarkan dan dukung pasien dalam


latihan ROM aktif dan pasif.
5. Kolaborasi dengan ahli terapi fisik
atau okupasi.

4. Mengembalikan pola aktivitas klien


5.
Mengembalikan
pemenuhan kebutuhan Activity Daily
Life

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
abdomen adalah sebuah rongga besar yang dililingkupi oleh otot-otot perut pada
bagian ventral dan lateral, serta adanya kolumna spinalis di sebelah dorsal. Bagian atas abdomen
berbatasan dengan tulang iga atau costae. Cavitas abdomninalis berbatasan dengan cavitas thorax
atau rongga dada melalui otot diafragma dan sebelah bawah dengan cavitas pelvis atau rongga
panggul.
Trauma perut merupakan luka pada isi rongga perut dapat terjadi dengan atau tanpa tembusnya
dinding perut dimana pada penanganan/penatalaksanaan lebih bersifat kedaruratan dapat pula
dilakukan tindakan laparatomi
B.
Saran
Lingkup keperawatan medikal bedah adalah mencakup seluruh organ dalam tubuh manusia, tidak
terkecuali abdomen atau sistem gastro intestinal. Aktivitas hidup sehari-hari seorang manusia
memungkinkan untuk beresiko cedera atau trauma, sebagai seorang perawat kita maka
bertanggung jawab besar terhadap klien yang mengalami trauma ataupun cedera pada
abdomen. Maka dari itu, semoga hadirnya makalah ini dapat menjadi acuan ataupun bahan
referensi untuk mata kuliah keperawatan medikal bedah.
DAFTAR PUSTAKA
1. Boedihartono, 1994, Proses Keperawatan di Rumah Sakit, Jakarta.Brooker, Christine. 2001. Kamus
2. Saku Keperawatan Ed.31. EGC : Jakarta.
3. Dorland, W. A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran. EGC : Jakarta.
4. FKUI. 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu bedah. Binarupa Aksara : Jakarta
5. Nasrul Effendi, 1995, Pengantar Proses Keperawatan, EGC, Jakarta.
6. Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner and Suddarth Ed.8 Vol.3. EGC :
Jakarta.

Vous aimerez peut-être aussi