Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Air (al-Ma) yang dilafazkan sebanyak enam puluh tiga kali di dalam al-Quran
mengandung pelbagai hikmah yang tersurat dan tersirat. Kehebatan air juga dinyatakan
sebagai asas penciptaan semua makhluk. Justeru, air diumpamakan sebagai ciptaan Allah
s.w.t yang kedua hebat selepas manusia.
menyatakan pelbagai informasi berkaitan air termasuklah ilmu hidrologi seperti dalam
firman-firmanNya yang berikut:
dan Kami turunkan air dari langit dengan suatu ukuran; lalu Kami jadikan air itu menetap
di bumi, dan Kami pasti berkuasa melenyapannya (al-muminun, 23: 18)
Sebagai seorang muslim, kita perlu menyadari bahwa air bersih (mutlaq) sangat
penting sebagai medium praktik penyucian diri daripada hadas seperti ghusl yang bersifat
maknawi dan wudu yang bersifat majazi dan maknawi serta menjadi syarat ibadah tertentu.
Sumber air
Adapun sumber dari air yang dapat digunakan untuk bersuci adalah sebagai berikut,
abu syuja berkata:
air yang boleh digunakan untuk bersuci ada tujuh yaitu air hujan, air laut, air sungai, air
telaga, air mata air, air salju, dan air embun
Kegunaan air
Air telah menjadi bagian yang amat penting dalam agama Islam. Bahasan thaharah
atau bersuci (bersih secara hukmi maupun maknawi), dan terutama dalam bahasan ini adalah
air, selalu menjadi bahasan yang menempati posisi urutan awal dalam Fiqh Islam oleh ulama
siapa pun. Banyak kegiatan ibadah yang selalu menyaratkan penggunaan air, terutama yang
berkaitan dengan thaharah, seperti: wudhu, mandi, membersihkan najis dan lain-lain.
Thaharah menjadi salah satusyarat yang patut dipenuhi, apakah ibadah kita diterima oleh
Allah swt. atau tidak. Hai orangorang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan
shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu
dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah,
dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau
menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan
tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak
hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan
ni'mat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur. (QS. Al Maidah: 6).
Islam, melalui al-Quran, memberi penegasan bahwa air tidak semata merupakan
kebutuhan manusia, untuk ibadah wudhu dan diminum, namun juga kebutuhan tumbuhan
danhewan. Lebih dari itu, air ternyata menjadi salah satu unsur penciptaan makhluk hidup,
termasukhewan dan manusia. Ditegaskan juga bahwa tanah yang tandus dapat menjadi subur
melalui air. Berikut merupakan maanfaat air berdasarkan perspektif al-qur,an:
Klasifikasi air
Maka jenis air dalam Fiqh Islam dibagi menjadi sebagai berikut :
1. Air Mutlaq, hukumnya air suci lagi menyucikan, seperti: air hujan, salju, embun, laut,
telaga, sungai, sumur, zam-zam dan air yang berubah karena lama tergenang atau tidak
mengalir atau disebabkan bercampur dengan apa yang menurut ghalibnya (lazim) tak
terpisah dari air. Air ini sangat disyaratkan untuk kegiatan wudhu, mandi wajib dan
mencuci najis (Sayyid Sabiq, 1945).
2. Air Musyammas, hukumnya air suci lagi menyucikan tapi makruh dipakai. Yaitu air yang
dijemur di terik matahari dalam wadah mudah berkarat, seperti besi, timah dan kaleng.
Kecuali ketika sudah dingin kembali, maka tidak makruh.
3. Air yang hukumnya air suci tapi tidak menyucikan:
a. Air Mustamal, yakni air bekas terpakai wudhu, mandi wajib dan mencuci najis, yang
kurang dari 2 qullah (216 liter- 270 liter (Sarwat, 2011)).
b. Air Muttaghayyir, yakni air yang berubah sebab bercampur dengan benda-benda suci
lainnya, seperti teh, kopi, sirup dan lain-lain, yang telah keluar dari kriteria air.
Kecuali tercampur oleh tepung, kapur barus, sabun, daun bidara, bunga dan lain-lain,
maka ia hukumnya suci lagi menyucikan (Sarwat, 2011).
c. Air Muqayyad, yakni air perasan dari tumbuh-tumbuhan atau pohon-pohonan, seperti
air nira, air kelapa, jus buah dan lain-lain (Rasjid, 1954). Air jenis ini boleh dipakai
selain untuk wudhu, mandi wajib dan mencuci najis. Air Mustamal bisa dikonsumsi
untuk minum dan membersihkan kotoran selain najis, karena sifatnya masih suci
(Sarwat, 2011).
4. Air Muttanajjis, yakni air yang tercampur dengan barang yang najis, hukumnya bisa 2
kemungkinan, yakni jika ia terkena najis lalu berubah rasa, warna atau baunya maka
hukum air adalah najis, jika tidak berubah rasa, warna atau baunya maka hukum air adalah
suci dan menyucikan, kalau lebih dari 2 qullah. Kalau kurang, maka hukumnya air najis
(Rasjid, 1954). Jenis air ini tidak bisa digunakan kembali untuk keperluan lain, kecuali
didaur ulang (recycle).
5. Air Suru, yakni air (mutlaq) bekas minum, hukumnya tergantung apa yang meminumnya.
Jika manusia, kucing, bagal atau keledai, hewan atau burung buas dan hewan yang halal di
makan dagingnya, maka hukum airnya adalah suci lagi menyucikan. Jika ia anjing dan
babi, maka hukum airnya adalah najis (Sayyid Sabiq, 1945).
Para fuqaha berpandangan bahwa air yang terkena najis atau telah berubah salah satu
sifatnya, dapat direkayasa untuk mengembalikan status air itu menjadi thahir muthahhir atau
air bersih (Assidiq, 2012). Pada dasarnya semua fuqaha dari berbagai mazhab sependapat
mempergunakan istihalah (hukum yang berdasar pada kemaslahatan masyarakat, dimana
tidak ada nash maupun ijmanya) sebagai solusi problem air daur ulang. Ada tiga cara yang
dilakukan oleh fuqaha klasik (Suratmaputra, 2009), yaitu:
1. Thariqat an-Nazh: menguras air yang terkena najis atau yang telah berubahtersebut
sehingga yang tersisa tinggal air yang aman dari najis dan yang tidak berubah salah satu
sifatnya. Hal ini dilakukan dengan tata cara, sebagai berikut:
a. Mata airnya ditutup terlebih dahulu.
b. Sebelum dikuras, penyebab yang menjadikan air itu najis dibuang terlebih dahulu.
c. Menghilangkan rasa, warna, bau yang menyebabkan air itu berubah.
d. Air yang akan dikuras itu banyak (dua qullah) menurut fikih Syafii dan Hanbali.
2. Thariqah al-Mukatsarah: yakni dengan cara menambahkan air thahir muthahhir pada air
yang terkena najis atau mutaghayyir tersebut; sehingga unsur najis dan semua sifat yang
menyebabkan air itu berubah, menjadi hilang.
3. Thariqah Tahgyir: yaitu dengan cara mengubah air yang terkena najis atau yang telah
berubah sifatnya tersebut; sehingga sifat-sifat asli air itu kembali lagi dan layak dinilai
sebagai thahir muthahhir.
NAJIS
Najis dari segi bahasa berarti benda kotor seperti darah, air kencing, dan tahi. Dari
segi syara najis berarti segala kotoran yang menghalang sahnya shoalt. Menurut Rosli Bin
Othman dalam bukunya Al-Mukhatsar Al-Mufid mengatakan bahwa najib dapat diartikan
sebagai suatu benda yang kotor pada pandangan syara yang menghalang sahnya solat dan
ibadah-ibadah yang pada maknanya. Kesimpulan dari pengertian najis diatas adalah bendabenda yang kotor dan menjijikan dan tidak sah sholat jika ada benda tersebut dibadannya,
pakaian maupun tempat mengerjakan shalat. Sehingga sebelum melakukan sholat, hendaklah
terlebih dahulu membersihkan tubuh, pakaian dan tempat shalatnya. Firman Allah SWT dan
pakaianmu, maka hendaklah engkau bersihkan (Al-Muddatthir:4)
Pembagian najis
najis terbagi menjadi dua, yaitu:
1. Najis hakiki yaitu benda kotor baik berupa padat maupun cair dan dapat terlihat maupun
tidak. Terbagi menjadi tiga, yaitu:
- Mughallazah (berat) yaitu anjing, khinzir dan yang keluar dari keduanya atau salah
-
satunya.
Mukhaffafah (ringan) yaitu air kencing anak laki-laki yang tidak makan selain
Secara syriat wudhu ialah menggunakan air yang suci untuk mencuci anggotaanggota tertentu yang sudah diterangkan dan disyariat kan Allah subhanahu wataala. Allah
memerintahkan:
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak melakukan shalat, maka
basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh)
kakimu sampai dengan , kedua mata-kaki (Al-Maaidah:6).
Allah tidak akan menerima shalat seseorang sebelum ia berwudhu (HSR. Bukhari di
Fathul Baari, I/206; Muslim, no.255 dan imam lainnya).
Rasulullah juga mengatakan bahwa wudhu merupakan kunci diterimanya shalat.
(HSR. Abu Dawud, no. 60).
Utsman bin Affan ra berkata: Barangsiapa berwudhu seperti yang dicontohkan
Rasulullah Shallallahu alaihi wa Salam, niscaya akan diampuni dosa-dosanya yang telah
lalu, dan perjalanannya menuju masjid dan shalatnya sebagai tambahan pahala
baginya (HSR. Muslim, I/142, lihat Syarah Muslim, III/13).
Ibnu Taimiyah berkata: Menurut kesepakatan para imam kaum muslimin, tempat niat
itu di hati bukan lisan dalam semua masalah ibadah, baik bersuci, shalat, zakat, puasa, haji,
memerdekakan budak, berjihad dan lainnya. Karena niat adalah kesengajaan dan
kesungguhan dalam hati. (Majmuatu ar-Rasaaili al-Kubra, I/243)
Rasulullah Shallallahu alaihi wa Salam menerangkan bahwa segala perbuatan
tergantung kepada niatnya, dan seseorang akan mendapatkan balasan menurut apa yang
diniatkannya (HSR.
Bukhari
dalam
Fathul
Baary,
1:9;
Muslim,
6:48).
Setelah itu tanpa mengambil air baru Rasulullah langsung mengusap kedua
telingannya. Dengan cara memasukkan jari telunjuk ke dalam telinga, kemudian ibu jari
mengusap-usap kedua daun telinga. Karena Rasulullah bersabda: Dua telinga itu termasuk
kepala.(HSR. Tirmidzi, no. 37, Ibnu Majah, no. 442 dan 444, Abu Dawud no. 134 dan 135,
NasaI no. 140)
Syaikh Al-Albani dalam Silsilah Ahadits adh-Dhaifah, no. 995 mengatakan: Tidak
terdapat di dalam sunnah (hadits-hadits nabi Shallallahu alaihi wa Salam) yang mewajibkan
mengambil air baru untuk mengusap dua telinga. Keduanya diusap dengan sisa air dari
mengusap kepala berdasarkan hadits Rubayyi:
Bahwasanya Nabi Shallallahu alaihi wa Salam mengusap kepalanya dengan air sisa
yang ada di tangannya. (HR. Abu Dawud dan lainnya dengan sanad hasan)
Dalam mengusap kepala Rasulullah melakukannya satu kali, bukan dua kali dan
bukan tiga kali. Berkata Ali bin Abi Thalib ra : Aku melihat Nabi Shallallahu alaihi wa
Salam mengusap kepalanya satu kali. (lihat _Shahih Abu Dawud, no. 106). Kata Rubayyi bin
Muawwidz: Aku pernah melihat Rasulullah Shallallahu alaihi wa Salam berwudhu, lalu ia
mengusap kepalanya yaitu mengusap bagian depan dan belakang darinya, kedua pelipisnya,
dan kedua telinganya satu kali. (HSR Tirmidzi, no. 34 dan Shahih Tirmidzi no. 31)
Rasulullah Shallallahu alaihi wa Salam juga mencontohkan bahwa bagi orang yang
memakai sorban atau sepatu maka dibolehkan untuk tidak membukanya saat berwudhu,
cukup dengan menyapu diatasnya, (HSR. Bukhari dalam Fathul Baari I/266 dan
selainnya) asal saja sorban dan sepatunya itu dipakai saat shalat, serta tidak bernajis.
Adapun peci/kopiah/songkok bukan termasuk sorban, sebagaimana dijelaskan oleh
para Imam dan tidak boleh diusap diatasnya saat berwudhu seperti layaknya sorban.
Alasannya karena:
1. Peci/kopiah/songkok diluar kebiasaan dan juga tidak menutupi seluruh kepala.
2. Tidak ada kesulitan bagi seseorang untuk melepaskannya.
Adapun Kerudung, jilbab bagi wanita, maka dibolehkan untuk mengusap diatasnya,
karena ummu Salamah (salah satu isteri Nabi) pernah mengusap jilbabnya, hal ini disebutkan
oleh Ibnu Mundzir. (Lihat al-Mughni, I/312 atau I/383-384).
8. Membasuh kedua kaki sampai kedua mata kaki
Allah subhanahu wataala berfirman: Dan basuhlah kaki-kakimu hingga dua mata
kaki (Al-Maidah: 6)
Rasulullah menyuruh umatnya agar berhati-hati dalam membasuh kaki, karena kaki
yang tidak sempurna cara membasuhnya akan terkena ancaman neraka, sebagaimana beliau
9. Tertib
Semua tatacara wudhu tersebut dilakukan dengan tertib (berurutan) muwalat (menyegerakan
dengan basuhan berikutnya) dan disunahkan tayaamun (mendahulukan yang kanan atas yang
kiri) [Bukhari-Muslim]
Dalam penggunaan air hendaknya secukupnya dan tidak berlebihan, sebab Rasulullah pernah
mengerjakan dengan sekali basuhan, dua kali basuhan atau tiga kali basuhan [Bukhari]
10. Berdoa
Yakni membaca doa yang diajarkan Nabi Shallallahu alaihi wa Salam:
MANDI WAJIB
Al gushlu (mandi) secara bahasa adalahkata yang tersusun dari tiga huruf yaitu ghain, sin dan
lam untuk menunjukan sucinya sesuatu dan bersihnya. Dan mandi secara istilah adalah
menyiram air ke seluruh badan secara khusus.
Hukum mandi janabah ini adalah wajib sesuai dengan dalil pada al-quran dan hadis.
Ada beberapa dalil yang memerintahkan mandi janabah setelah keluar mani
dengan syahwat yaitu:
Namun jika air mani keluar tanpa ada syahwat yang diakibatkan kedinginan atau
sakit, maka tidak wajib baginya untuk mandi.
2. Bertemunya dua kemaluan tanpa keluar mani
5. Meninggal
(H.R. Bukhari yang dijelaskan dalam Fathul Baari(I/369 no. 257 dan 259) dan Muslim
(I/254 no. 317)).
f. Berwudhu
Seseorang yang mandi junub, setelah mencuci kemaluannya, hendaklah berwudhu
secara sempurna sebagaimana berwudhu ketika hendak shalat berdasarkan hadits dari
Aisyah radhiallahu 'anha (H.R. Bukhari yang dijelaskan dalam Fathul Baari(I/360 no.
248,383) dan Muslim (I/253 no. 316-317)) akan tetapi mencuci kaki diakhirkan dalam
mandi tersebut berdasarkan hadits dari Maimunah radhiallahu 'anha (H.R. Bukhari yang
dijelaskan dalam Fathul Baari(I/360 no. 249,257,259,266)).
g. Menyela-nyelai rambut secara merata dan menyiram kepala
Seseorang yang mandi junub hendaklah menyela-nyelai rambut secara merata, lalu
menyiram kepalanya tiga kali sepenuh 2 telapak tangan. Hal ini berdasarkan hadits dari
Aisyah dan Maimunah radhiallahu 'anhuma (H.R. Bukhari yang dijelaskan dalam Fathul
Baari(I/361 no. 249,257,259,266)).
Ketika menyiram kepala, hendaklah dimulai dari kepala bagian kanan, kemudian
kiri, setelah itu bagian tengah. Ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Aisyah
radhiallahu 'anha (H.R. Bukhari yang dijelaskan dalam Fathul Baari(I/369 no. 258 dan
I/834 no. 377) dan Muslim (I/255 no. 318). Adapun hadits yang diriwayatkan dari Jabir
radhiallahu 'anh diriwayatkan oleh Al Bukhari yang dijelaskan dalam Fathul Baari (I/367
no. 255-256) dan Muslim (I/259 no.329), sedangkan yang diriwayatkan dari Jubair bin
Muth'im radhiallahu 'anh diriwayatkan oleh Bukhari yang dijelaskan dalam Fathul Baari
(I/367 no. 254) dan Muslim (I/258 no. 327)).
Bagi wanita, ketika mandi junub dibolehkan tidak melepaskan ikatan rambutnya
(sanggul), cukup diguyur saja. Ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Ummu
Salamah radhiallahu 'anha. (Ummu Salamah berkata : "Ya Rasulallah, saya suka
mengikat rambut. Apakah saya harus melepasnya ketika mandi junub?" Rasulullah
menjawab, "Tidak, kamu cukup menyiramkan air pada kepala 3 kali, selanjutnya
meratakannya ke seluruh tubuh. Dengan cara begitu kamu sudah suci") Akan tetapi, ketika
mandi setelah haidh, wanita diwajibkan melepaskan ikatan ambutnya. Ini berdasarkan
hadits yang diriwayatkan dari Aisyah radhiallahu 'anha (Rasulullah shalallahu 'alaihi
wasallam berkata kepada Aisyah yang kedatangan haidh saat menunaikan ibadah haji.
"Tinggalkanlah rangkaian ibadah thawaf umrahmu! Lepaskanlah ikatan rambutmu saat
mandi, dan sisirlah rambutmu!" (H.R. Bukhari/418)
Malaysia,
2012.
(diunduh
tanggal
desember
2014
di
http://myais.fsktm.um.edu.my/view/type/article/Jurnal_Syariah.htm )
Khamdevi, M. Aplikasi Penggunaan Air dalam Fiqh pada Bangunan Hunian :
Reduse, Reuse, Recycle. Jurnal Universitas Pembangunan jaya. Banten :
Univesitas Pembangunan Jaya, 2012.
http://www.al-azim.com/masjid/infoislam/ibadat/najis.htm
http://ummusalma.wordpress.com/2007/04/09/sifat-wudhu-nabi/
Albayaty AA. Tata Cara Berwudhu berdasarkan Al-Quran dan Sunah Nabi. Pustaka AlBayaty. (diunduh : tanggal 4 desember 2014 di http://wahonot.wordpress.com ).
Jamal L. Tata cara Mandi Janabah. (diunduh : tanggal 4 desember 2014 di http://annashihah.com )