Vous êtes sur la page 1sur 21

AIR

Air (al-Ma) yang dilafazkan sebanyak enam puluh tiga kali di dalam al-Quran
mengandung pelbagai hikmah yang tersurat dan tersirat. Kehebatan air juga dinyatakan
sebagai asas penciptaan semua makhluk. Justeru, air diumpamakan sebagai ciptaan Allah
s.w.t yang kedua hebat selepas manusia.

Melalui ayat-ayat al-Quran ini, Allah telah

menyatakan pelbagai informasi berkaitan air termasuklah ilmu hidrologi seperti dalam
firman-firmanNya yang berikut:

dan Kami turunkan air dari langit dengan suatu ukuran; lalu Kami jadikan air itu menetap
di bumi, dan Kami pasti berkuasa melenyapannya (al-muminun, 23: 18)
Sebagai seorang muslim, kita perlu menyadari bahwa air bersih (mutlaq) sangat
penting sebagai medium praktik penyucian diri daripada hadas seperti ghusl yang bersifat
maknawi dan wudu yang bersifat majazi dan maknawi serta menjadi syarat ibadah tertentu.
Sumber air
Adapun sumber dari air yang dapat digunakan untuk bersuci adalah sebagai berikut,
abu syuja berkata:

air yang boleh digunakan untuk bersuci ada tujuh yaitu air hujan, air laut, air sungai, air
telaga, air mata air, air salju, dan air embun
Kegunaan air
Air telah menjadi bagian yang amat penting dalam agama Islam. Bahasan thaharah
atau bersuci (bersih secara hukmi maupun maknawi), dan terutama dalam bahasan ini adalah
air, selalu menjadi bahasan yang menempati posisi urutan awal dalam Fiqh Islam oleh ulama
siapa pun. Banyak kegiatan ibadah yang selalu menyaratkan penggunaan air, terutama yang
berkaitan dengan thaharah, seperti: wudhu, mandi, membersihkan najis dan lain-lain.

Thaharah menjadi salah satusyarat yang patut dipenuhi, apakah ibadah kita diterima oleh
Allah swt. atau tidak. Hai orangorang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan
shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu
dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah,
dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau
menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan
tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak
hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan
ni'mat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur. (QS. Al Maidah: 6).
Islam, melalui al-Quran, memberi penegasan bahwa air tidak semata merupakan
kebutuhan manusia, untuk ibadah wudhu dan diminum, namun juga kebutuhan tumbuhan
danhewan. Lebih dari itu, air ternyata menjadi salah satu unsur penciptaan makhluk hidup,
termasukhewan dan manusia. Ditegaskan juga bahwa tanah yang tandus dapat menjadi subur
melalui air. Berikut merupakan maanfaat air berdasarkan perspektif al-qur,an:

Klasifikasi air
Maka jenis air dalam Fiqh Islam dibagi menjadi sebagai berikut :
1. Air Mutlaq, hukumnya air suci lagi menyucikan, seperti: air hujan, salju, embun, laut,
telaga, sungai, sumur, zam-zam dan air yang berubah karena lama tergenang atau tidak
mengalir atau disebabkan bercampur dengan apa yang menurut ghalibnya (lazim) tak
terpisah dari air. Air ini sangat disyaratkan untuk kegiatan wudhu, mandi wajib dan
mencuci najis (Sayyid Sabiq, 1945).
2. Air Musyammas, hukumnya air suci lagi menyucikan tapi makruh dipakai. Yaitu air yang
dijemur di terik matahari dalam wadah mudah berkarat, seperti besi, timah dan kaleng.
Kecuali ketika sudah dingin kembali, maka tidak makruh.
3. Air yang hukumnya air suci tapi tidak menyucikan:
a. Air Mustamal, yakni air bekas terpakai wudhu, mandi wajib dan mencuci najis, yang
kurang dari 2 qullah (216 liter- 270 liter (Sarwat, 2011)).
b. Air Muttaghayyir, yakni air yang berubah sebab bercampur dengan benda-benda suci
lainnya, seperti teh, kopi, sirup dan lain-lain, yang telah keluar dari kriteria air.
Kecuali tercampur oleh tepung, kapur barus, sabun, daun bidara, bunga dan lain-lain,
maka ia hukumnya suci lagi menyucikan (Sarwat, 2011).
c. Air Muqayyad, yakni air perasan dari tumbuh-tumbuhan atau pohon-pohonan, seperti
air nira, air kelapa, jus buah dan lain-lain (Rasjid, 1954). Air jenis ini boleh dipakai
selain untuk wudhu, mandi wajib dan mencuci najis. Air Mustamal bisa dikonsumsi
untuk minum dan membersihkan kotoran selain najis, karena sifatnya masih suci
(Sarwat, 2011).
4. Air Muttanajjis, yakni air yang tercampur dengan barang yang najis, hukumnya bisa 2
kemungkinan, yakni jika ia terkena najis lalu berubah rasa, warna atau baunya maka
hukum air adalah najis, jika tidak berubah rasa, warna atau baunya maka hukum air adalah
suci dan menyucikan, kalau lebih dari 2 qullah. Kalau kurang, maka hukumnya air najis
(Rasjid, 1954). Jenis air ini tidak bisa digunakan kembali untuk keperluan lain, kecuali
didaur ulang (recycle).
5. Air Suru, yakni air (mutlaq) bekas minum, hukumnya tergantung apa yang meminumnya.
Jika manusia, kucing, bagal atau keledai, hewan atau burung buas dan hewan yang halal di
makan dagingnya, maka hukum airnya adalah suci lagi menyucikan. Jika ia anjing dan
babi, maka hukum airnya adalah najis (Sayyid Sabiq, 1945).

Para fuqaha berpandangan bahwa air yang terkena najis atau telah berubah salah satu
sifatnya, dapat direkayasa untuk mengembalikan status air itu menjadi thahir muthahhir atau
air bersih (Assidiq, 2012). Pada dasarnya semua fuqaha dari berbagai mazhab sependapat
mempergunakan istihalah (hukum yang berdasar pada kemaslahatan masyarakat, dimana
tidak ada nash maupun ijmanya) sebagai solusi problem air daur ulang. Ada tiga cara yang
dilakukan oleh fuqaha klasik (Suratmaputra, 2009), yaitu:
1. Thariqat an-Nazh: menguras air yang terkena najis atau yang telah berubahtersebut
sehingga yang tersisa tinggal air yang aman dari najis dan yang tidak berubah salah satu
sifatnya. Hal ini dilakukan dengan tata cara, sebagai berikut:
a. Mata airnya ditutup terlebih dahulu.
b. Sebelum dikuras, penyebab yang menjadikan air itu najis dibuang terlebih dahulu.
c. Menghilangkan rasa, warna, bau yang menyebabkan air itu berubah.
d. Air yang akan dikuras itu banyak (dua qullah) menurut fikih Syafii dan Hanbali.
2. Thariqah al-Mukatsarah: yakni dengan cara menambahkan air thahir muthahhir pada air
yang terkena najis atau mutaghayyir tersebut; sehingga unsur najis dan semua sifat yang
menyebabkan air itu berubah, menjadi hilang.
3. Thariqah Tahgyir: yaitu dengan cara mengubah air yang terkena najis atau yang telah
berubah sifatnya tersebut; sehingga sifat-sifat asli air itu kembali lagi dan layak dinilai
sebagai thahir muthahhir.

NAJIS
Najis dari segi bahasa berarti benda kotor seperti darah, air kencing, dan tahi. Dari
segi syara najis berarti segala kotoran yang menghalang sahnya shoalt. Menurut Rosli Bin
Othman dalam bukunya Al-Mukhatsar Al-Mufid mengatakan bahwa najib dapat diartikan
sebagai suatu benda yang kotor pada pandangan syara yang menghalang sahnya solat dan
ibadah-ibadah yang pada maknanya. Kesimpulan dari pengertian najis diatas adalah bendabenda yang kotor dan menjijikan dan tidak sah sholat jika ada benda tersebut dibadannya,
pakaian maupun tempat mengerjakan shalat. Sehingga sebelum melakukan sholat, hendaklah
terlebih dahulu membersihkan tubuh, pakaian dan tempat shalatnya. Firman Allah SWT dan
pakaianmu, maka hendaklah engkau bersihkan (Al-Muddatthir:4)
Pembagian najis
najis terbagi menjadi dua, yaitu:

1. Najis hakiki yaitu benda kotor baik berupa padat maupun cair dan dapat terlihat maupun
tidak. Terbagi menjadi tiga, yaitu:
- Mughallazah (berat) yaitu anjing, khinzir dan yang keluar dari keduanya atau salah
-

satunya.
Mukhaffafah (ringan) yaitu air kencing anak laki-laki yang tidak makan selain

menyusu dan belum mencapai dua tahun.


Mutawasithah (pertengahan) yaitu selain dari dua jeni diatas seperti darah, nanah,

tahi dan sebagainya.


2. Nji hukmiyy yaitu kotoran yang ada pada bagian tubuh seperti hada kecil yang dapat
dihilangkan dengan berwudhu dan hadas besar yang dapat dihilangkan dengan mandi
atau tayamum bila tidak ada air.
Najis yang dimaafkan
Adapun najis yang dapat dimaafkan tersebut yaitu:
1. Najis yang tidak dapat dilihat oleh pandangan sederhana sepertidarah yang sedikit dan
percikan air kencing
2. Darah jerawat, bisul , darah kudis, kurap maupun nanah
3. Darah binatang yang tidak mengalir darahnya seperti kutu, nyamuk.
4. Tempat berbekam, najis lalat, darah istidhah, air kurap dan kudis.
Cara menyucikan najis
Cara menyucikan najis dengan beristinja membasuh dan menyamak. Dan cara
menyucikan najis haqiqiy adalah sebagai berikut:
1. Najis mughallzah (berat) : hendaklah dihilangkan najis tersebut terlebih dahulu,
kemudian barulah dibasuh dengan air sebanyak tujuh kali, salah satu daripadanya
dicampur dengan tanah sehingga hilang sifatnya (warna, bau dan rasa)
2. Najis mutawassitah (pertengahan) : hilangkan najis dahulu, kemudian baru dibasuh
tempat kena najis dengan air sehingga hilang warna, bau dan rasanya.
3. Najis mukhaffafah (ringan) : hilangkan najisnya dahulu, kemudian cukup percikan air
diatasnya.
Untuk menyucikan najis hukmiy yaitu cukup dialirkan diatas tempat najis tersebut.
WUDHU

Secara syriat wudhu ialah menggunakan air yang suci untuk mencuci anggotaanggota tertentu yang sudah diterangkan dan disyariat kan Allah subhanahu wataala. Allah
memerintahkan:
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak melakukan shalat, maka
basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh)
kakimu sampai dengan , kedua mata-kaki (Al-Maaidah:6).
Allah tidak akan menerima shalat seseorang sebelum ia berwudhu (HSR. Bukhari di
Fathul Baari, I/206; Muslim, no.255 dan imam lainnya).
Rasulullah juga mengatakan bahwa wudhu merupakan kunci diterimanya shalat.
(HSR. Abu Dawud, no. 60).
Utsman bin Affan ra berkata: Barangsiapa berwudhu seperti yang dicontohkan
Rasulullah Shallallahu alaihi wa Salam, niscaya akan diampuni dosa-dosanya yang telah
lalu, dan perjalanannya menuju masjid dan shalatnya sebagai tambahan pahala
baginya (HSR. Muslim, I/142, lihat Syarah Muslim, III/13).

Rasulullah Shallallahu alaihi wa Salam bersabda: Barangsiapa menyempurnakan


wudhunya, kemudian ia pergi mengerjakan shalat wajib bersama orang-orang dengan
berjamaah atau di masjid (berjamaah), niscaya Allah mengampuni dosa-dosanya (HSR.
Muslim, I//44, lihatMukhtashar Shahih Muslim, no. 132).
Maka wajiblah bagi segenap kaum muslimin untuk mencontoh Rasulullah Shallallahu
alaihi wa Salam dalam segala hal, lebih-lebih dalam berwudhu. Al-Hujjah kali ini
memaparkan secara ringkas tentang tatacara wudhu Rasulullah Shallallahu alaihi wa Salam
melakukan wudhu:
10. Memulai wudhu dengan niat.
Niat artinya menyengaja dengan kesungguhan hati untuk mengerjakan wudhu karena
melaksanakan perintah Allah subhanahu wataala dan mengikuti perintah Rasul-Nya
Shallallahu alaihi wa Salam.

Ibnu Taimiyah berkata: Menurut kesepakatan para imam kaum muslimin, tempat niat
itu di hati bukan lisan dalam semua masalah ibadah, baik bersuci, shalat, zakat, puasa, haji,
memerdekakan budak, berjihad dan lainnya. Karena niat adalah kesengajaan dan
kesungguhan dalam hati. (Majmuatu ar-Rasaaili al-Kubra, I/243)
Rasulullah Shallallahu alaihi wa Salam menerangkan bahwa segala perbuatan
tergantung kepada niatnya, dan seseorang akan mendapatkan balasan menurut apa yang
diniatkannya (HSR.

Bukhari

dalam

Fathul

Baary,

1:9;

Muslim,

6:48).

2. Tasmiyah (membaca bismillah)


Beliau memerintahkan membaca bismillah saat memulai wudhu. Beliau bersabda:
Tidak sah/sempurna wudhu sesorang jika tidak menyebut nama Allah, (yakni
bismillah) (HR. Ibnu Majah, 339; Tirmidzi, 26; Abu Dawud, 101. Hadits ini
Shahih, lihat Shahih Jamiu ash-Shaghir, no. 744).
Abu Bakar, Hasan Al-Bashri dan Ishak bin Raahawaih mewajibkan membaca
bismillah saat berwudhu. Pendapat ini diikuti pula oleh Imam Ahmad, Ibnu Qudamah serta
imam-imam yang lain, dengan berpegang pada hadits dari Anas tentang perintah Rasulullah
untuk membaca bismillah saat berwudhu. Rasulullah Shallallahu alaihi wa Salam
bersabda: Berwudhulah kalian dengan membaca bismillah! (HSR. Bukhari, I: 236,
Muslim, 8: 441 dan NasaI, no. 78)
Dengan ucapan Rasulullah Shallallahu alaihi wa Salam: Berwudhulah kalian
dengan membaca bismillah maka wajiblah tasmiyah itu. Adapun bagi orang yang lupa
hendaknya dia membaca bismillah ketika dia ingat, namun apabila dia ingat tatkala selesai
wudhu, maka tidaklah mengapa tidak membaca basmalah. Adapun dalil gugurnya kewajiban
mengucapkan basmalah kalau lupa adalah hadits : dimaafkan untuk umatku, kesalahan dan
kelupaan.
3. Mencuci kedua telapak tangan
Bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wa Salam mencuci kedua telapak tangan saat
berwudhu sebanyak tiga kali. Rasulullah Shallallahu alaihi wa Salam juga membolehkan
mengambil air dari bejancdengan telapak tangan lalu mencuci kedua telapak tangan itu.
Tetapi Rasulullah melarang bagi orang yang bangan tidur mencelupkan tangannya ke dalam
bejana kecuali setelah mencucinya. (HR. Bukhari-Muslim)

4. Berkumur-kumur dan menghirup air ke hidung


Yaitu mengambil air sepenuh telapak tangan kanan lalu memasukkan air kedalam
hidung dengan cara menghirupnya dengan sekali nafas sampai air itu masuk ke dalam hidung
yang paling ujung, kemudian menyemburkannya dengan cara memencet hidung dengan
tangan kiri. Beliau melakukan perbuatan ini dengan tiga kali cidukan air. (HR. BukhariMuslim. Abu Dawud no. 140)
Imam Nawawi berkata: Dalam hadits ini ada penunjukkan yang jelas bagi pendapat
yang shahih dan terpilih, yaitu bahwasanya berkumur dengan menghirup air ke hidung dari
tiga cidukan dan setiap cidukan ia berkumur dan menghirup air ke hidung, adalah
sunnah. (Syarah Muslim, 3/122).
Demikian pula Rasulullah Shallallahu alaihi wa Salam menganjurkan untuk
bersungguh-sungguh menghirup air ke hidung, kecuali dalam keadaan berpuasa, berdasarkan
hadits Laqith bin Shabrah. (HR. Abu Dawud, no. 142; Tirmidzi, no. 38, NasaI )

10. Membasuh muka sambil menyela-nyela jenggot.


Yakni mengalirkan air keseluruh bagian muka. Batas muka itu adalah dari tumbuhnya
rambut di kening sampai jenggot dan dagu, dan kedua pipi hingga pinggir telinga. Sedangkan
Allah memerintahkan kita:
Dan basuhlah muka-muka kamu. (Al-Maidah: 6)
Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Humran bin Abaan, bahwa cara Nabi
Shallallahu alaihi wa Salam membasuh mukanya saat wudhu sebanyak tiga kali. (HR
Bukhari, I/48),Fathul Bari, I/259. No.159 dan Muslim I/14)

Setalah Nabi Shallallahu alaihi wa Salam membasuh mukanya beliau mengambil


seciduk air lagi (di telapak tangan), kemudian dimasukkannya ke bawah dagunya, lalu ia
menyela-nyela jenggotnya, dan beliau bersabda bahwa hal tersebut diperintahkan oleh Allah
subhanahu wataala. (HR. Tirmidzi no.31, Abu Dawud, no. 145; Baihaqi, I/154 dan Hakim,
I/149, Shahih Jaamiu ash-Shaghir no. 4572).

10. Membasuh kedua tangan sampai siku


Menyiram air pada tangan sampai membasahi kedua siku, Allah subhanahu wataala
berfirman:
Dan basuhlah tangan-tanganmu sampai siku (Al-Maaidah: 6)
Rasulullah membasuh tangannya yang kanan sampai melewati sikunya, dilakukan tiga
kali, dan yang kiri demikian pula, Rasulullah mengalirkan air dari sikunya (Bukhari-Muslim,
HR. Daraquthni, I/15, Baihaqz, I/56)
Rasulullah juga menyarankan agar melebihkan basuhan air dari batas wudhu pada
wajah, tangan dan kaki agar kecemerlangan bagian-bagian itu lebih panjang dan cemerlang
pada hari kiamat (HR. Muslim I/149)

7. Mengusap kepada, telinga dan sorban


Mengusap kepala, haruslah dibedakan dengan mengusap dahi atau sebagian kepala.
Sebab Allah subhanahu wataala memerintahkan:
Dan usaplah kepala-kepala kalian (Al-Maidah: 6).
Rasulullah mencontohkan tentang caranya mengusap kepala, yaitu dengan kedua
telapak tangannya yang telah dibasahkan dengan air, lalu ia menjalankan kedua tangannya
mulai dari bagian depan kepalanya ke belakangnya tengkuknya kemudian mengambalikan
lagi ke depan kepalanya. (HSR. Bukhari, Muslim, no. 235 dan Tirmidzi no. 28 lih. Fathul
Baari, I/251)

Setelah itu tanpa mengambil air baru Rasulullah langsung mengusap kedua
telingannya. Dengan cara memasukkan jari telunjuk ke dalam telinga, kemudian ibu jari
mengusap-usap kedua daun telinga. Karena Rasulullah bersabda: Dua telinga itu termasuk
kepala.(HSR. Tirmidzi, no. 37, Ibnu Majah, no. 442 dan 444, Abu Dawud no. 134 dan 135,
NasaI no. 140)
Syaikh Al-Albani dalam Silsilah Ahadits adh-Dhaifah, no. 995 mengatakan: Tidak
terdapat di dalam sunnah (hadits-hadits nabi Shallallahu alaihi wa Salam) yang mewajibkan
mengambil air baru untuk mengusap dua telinga. Keduanya diusap dengan sisa air dari
mengusap kepala berdasarkan hadits Rubayyi:
Bahwasanya Nabi Shallallahu alaihi wa Salam mengusap kepalanya dengan air sisa
yang ada di tangannya. (HR. Abu Dawud dan lainnya dengan sanad hasan)
Dalam mengusap kepala Rasulullah melakukannya satu kali, bukan dua kali dan
bukan tiga kali. Berkata Ali bin Abi Thalib ra : Aku melihat Nabi Shallallahu alaihi wa
Salam mengusap kepalanya satu kali. (lihat _Shahih Abu Dawud, no. 106). Kata Rubayyi bin
Muawwidz: Aku pernah melihat Rasulullah Shallallahu alaihi wa Salam berwudhu, lalu ia

mengusap kepalanya yaitu mengusap bagian depan dan belakang darinya, kedua pelipisnya,
dan kedua telinganya satu kali. (HSR Tirmidzi, no. 34 dan Shahih Tirmidzi no. 31)

Rasulullah Shallallahu alaihi wa Salam juga mencontohkan bahwa bagi orang yang
memakai sorban atau sepatu maka dibolehkan untuk tidak membukanya saat berwudhu,
cukup dengan menyapu diatasnya, (HSR. Bukhari dalam Fathul Baari I/266 dan
selainnya) asal saja sorban dan sepatunya itu dipakai saat shalat, serta tidak bernajis.
Adapun peci/kopiah/songkok bukan termasuk sorban, sebagaimana dijelaskan oleh
para Imam dan tidak boleh diusap diatasnya saat berwudhu seperti layaknya sorban.
Alasannya karena:
1. Peci/kopiah/songkok diluar kebiasaan dan juga tidak menutupi seluruh kepala.
2. Tidak ada kesulitan bagi seseorang untuk melepaskannya.
Adapun Kerudung, jilbab bagi wanita, maka dibolehkan untuk mengusap diatasnya,
karena ummu Salamah (salah satu isteri Nabi) pernah mengusap jilbabnya, hal ini disebutkan
oleh Ibnu Mundzir. (Lihat al-Mughni, I/312 atau I/383-384).
8. Membasuh kedua kaki sampai kedua mata kaki
Allah subhanahu wataala berfirman: Dan basuhlah kaki-kakimu hingga dua mata
kaki (Al-Maidah: 6)
Rasulullah menyuruh umatnya agar berhati-hati dalam membasuh kaki, karena kaki
yang tidak sempurna cara membasuhnya akan terkena ancaman neraka, sebagaimana beliau

mengistilahkannya dengan tumit-tumit neraka. Beliau memerintahkan agar membasuh kaki


sampai kena mata kaki bahkan beliau mencontohkan sampai membasahi betisnya. Beliau
mendahulukan kaki kanan dibasuh hingga tiga kali kemudian kaki kiri juga demikian. Saat
membasuh kaki Rasulullah menggosok-gosokan jari kelingkingnya pada sela-sela jari kaki.
(HSR. Bukhari; Fathul Baari, I/232 dan Muslim, I/149, 3/128)
Imam Nawai di dalam Syarh Muslim berkata. Maksud Imam Muslim berdalil dari
hadits ini menunjukkan wajibnya membasuh kedua kaki, serta tidak cukup jika dengan cara
mengusap saja.
Sedangkan pendapat menyela-nyela jari kaki dengan jari kelingking tidak ada
keterangan di dalam hadits. Ini hanyalah pendapat dari Imam Ghazali karena ia
mengqiyaskannya dengan istinja.
Rasulullah Shallallahu alaihi wa Salam bersabda: barangsiapa diantara kalian
yang sanggup, maka hendaklahnya ia memanjangkan kecermerlangan muka, dua tangan dan
kakinya. (HSR. Muslim, 1/149 atau Syarah Shahih Muslim no. 246)

9. Tertib
Semua tatacara wudhu tersebut dilakukan dengan tertib (berurutan) muwalat (menyegerakan
dengan basuhan berikutnya) dan disunahkan tayaamun (mendahulukan yang kanan atas yang
kiri) [Bukhari-Muslim]
Dalam penggunaan air hendaknya secukupnya dan tidak berlebihan, sebab Rasulullah pernah
mengerjakan dengan sekali basuhan, dua kali basuhan atau tiga kali basuhan [Bukhari]

10. Berdoa
Yakni membaca doa yang diajarkan Nabi Shallallahu alaihi wa Salam:

MANDI WAJIB

Al gushlu (mandi) secara bahasa adalahkata yang tersusun dari tiga huruf yaitu ghain, sin dan
lam untuk menunjukan sucinya sesuatu dan bersihnya. Dan mandi secara istilah adalah
menyiram air ke seluruh badan secara khusus.
Hukum mandi janabah ini adalah wajib sesuai dengan dalil pada al-quran dan hadis.

Hal yang mewajibkan mandi janabah


1. Keluar mani dengan syahwat

Ada beberapa dalil yang memerintahkan mandi janabah setelah keluar mani
dengan syahwat yaitu:

Namun jika air mani keluar tanpa ada syahwat yang diakibatkan kedinginan atau
sakit, maka tidak wajib baginya untuk mandi.
2. Bertemunya dua kemaluan tanpa keluar mani

3. Perempuan yang suci dari haid dan nifas

4. Orang kafir masuk islam

5. Meninggal

Tata cara mandi wajib


Tata cara mandi secara lengkap meliputi yang wajib dan yang sunnah sebagai berikut:
a. Niat dalam hati
Seseorang yang hendak mandi wajib berniat dalam hati. Ini berdasarkan hadits
yang diriwayatkan dari Umar bin Khathab radhiallahu 'anh bahwa Rasulullah shalallahu
'alaihi wasallam bersabda :
"Sesungguhnya amalan-amalan seseorang tergantung niatnya,dan seseorang akan
mendapatkan balasan sesuai niatnya." (H. R. Bukhari I/9 hadits no. 1) dan Muslim
(I/1515 hadits no.1907))
Adapun niat cukup dalam hati tanpa perlu melafazkannya. Mengenai bacaan niat
"Nawaitu rof'al hadasil akbar ....." tidak pernah ditemukan hadits yang shahih datangnya
dari Nabi shalallahu 'alaihi wasallam.
b. Membaca bismillah
Seseorang yang hendak mandi hendaknya membaca bismillah. Ini berdasarkan
hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallahu 'anh (H.R Abu Dawud, Ibnu
Majah, Ahmad, dan lainnya. Lihat Irwa' Al Ghalil hadits no.81, syaikh Al Albani
menghasankan hadits ini karena ada banyak jalur periwayatan dan penguat (syawaahid)).
c. Mencuci telapak tangan terlebih dahulu 3 kali
Seseorang yang hendak mandi sebaiknya memulainya dengan mencuci telapak
tangannya terlebih dahulu 3 kali. Ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Aisyah dan
Maimunah radhiallahu 'anhuma (H.R. Bukhari yang dijelaskan dalam Fathul Baari(I/369
no. 256) dan Muslim (I/253 no. 316-317)).
d. Mencuci kemaluan dengan tangan kirinya
Seseorang yang mandi junub hendaknya mencuci kemaluannya dengan tangan kiri.
Ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Aisyah dan Maimunah radhiallahu 'anhuma
(H.R. Bukhari yang dijelaskan dalam Fathul Baari(I/368 no. 257 dan 259) dan Muslim
(I/253 no. 316-317)). Untuk mandi haidh dicuci tempat keluarnya darah sampai bersih dan
boleh memakai wewangian (minyak wangi). Perlu diketahui bahwa wajib membasuhnya
sampai benar-benar bersih, hal ini dikarenakan darah haidh dan nifas itu najis.
e. Membersihkan tangan kirinya
Seseorang yang mandi junub hendaklah mencuci tangan kirinya setelah digunakan
mencuci kemaluan dengan cara menggosokkan tangan kiri ke tanah, lalu mencucinya. Ini
berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Aisyah dan Maimunah radhiallahu 'anhuma

(H.R. Bukhari yang dijelaskan dalam Fathul Baari(I/369 no. 257 dan 259) dan Muslim
(I/254 no. 317)).
f. Berwudhu
Seseorang yang mandi junub, setelah mencuci kemaluannya, hendaklah berwudhu
secara sempurna sebagaimana berwudhu ketika hendak shalat berdasarkan hadits dari
Aisyah radhiallahu 'anha (H.R. Bukhari yang dijelaskan dalam Fathul Baari(I/360 no.
248,383) dan Muslim (I/253 no. 316-317)) akan tetapi mencuci kaki diakhirkan dalam
mandi tersebut berdasarkan hadits dari Maimunah radhiallahu 'anha (H.R. Bukhari yang
dijelaskan dalam Fathul Baari(I/360 no. 249,257,259,266)).
g. Menyela-nyelai rambut secara merata dan menyiram kepala
Seseorang yang mandi junub hendaklah menyela-nyelai rambut secara merata, lalu
menyiram kepalanya tiga kali sepenuh 2 telapak tangan. Hal ini berdasarkan hadits dari
Aisyah dan Maimunah radhiallahu 'anhuma (H.R. Bukhari yang dijelaskan dalam Fathul
Baari(I/361 no. 249,257,259,266)).
Ketika menyiram kepala, hendaklah dimulai dari kepala bagian kanan, kemudian
kiri, setelah itu bagian tengah. Ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Aisyah
radhiallahu 'anha (H.R. Bukhari yang dijelaskan dalam Fathul Baari(I/369 no. 258 dan
I/834 no. 377) dan Muslim (I/255 no. 318). Adapun hadits yang diriwayatkan dari Jabir
radhiallahu 'anh diriwayatkan oleh Al Bukhari yang dijelaskan dalam Fathul Baari (I/367
no. 255-256) dan Muslim (I/259 no.329), sedangkan yang diriwayatkan dari Jubair bin
Muth'im radhiallahu 'anh diriwayatkan oleh Bukhari yang dijelaskan dalam Fathul Baari
(I/367 no. 254) dan Muslim (I/258 no. 327)).
Bagi wanita, ketika mandi junub dibolehkan tidak melepaskan ikatan rambutnya
(sanggul), cukup diguyur saja. Ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Ummu
Salamah radhiallahu 'anha. (Ummu Salamah berkata : "Ya Rasulallah, saya suka
mengikat rambut. Apakah saya harus melepasnya ketika mandi junub?" Rasulullah
menjawab, "Tidak, kamu cukup menyiramkan air pada kepala 3 kali, selanjutnya
meratakannya ke seluruh tubuh. Dengan cara begitu kamu sudah suci") Akan tetapi, ketika
mandi setelah haidh, wanita diwajibkan melepaskan ikatan ambutnya. Ini berdasarkan
hadits yang diriwayatkan dari Aisyah radhiallahu 'anha (Rasulullah shalallahu 'alaihi
wasallam berkata kepada Aisyah yang kedatangan haidh saat menunaikan ibadah haji.
"Tinggalkanlah rangkaian ibadah thawaf umrahmu! Lepaskanlah ikatan rambutmu saat
mandi, dan sisirlah rambutmu!" (H.R. Bukhari/418)

Ketika mengomentari kitab Muntaqa Al Akhbar karya Ibnu Taimiyah, Syaikh


Abdul 'Aziz bin 'Abdullah bin Baz rahimahullah berkata, "Ketika mandi setelah haidh,
para wanita diperintahkan melepas ikatan rambutnya, sedangkan ketika mandi junub
mereka tidak disunnahkan melepaskannya." Lihat Fathul Baari (I/418) dan kitab Al Haidh
wa An Nifas hal. 175)).
h. Meratakan air ke seluruh tubuh
Seseorang yang mandi diwajibkan meratakan air ke seluruh tubuh. Ini berdasarkan
hadits yang diriwayatkan dari Aisyah dan Maimunah radhiallahu 'anhuma (H. R. Bukhari
yang dijelaskan dalam Fathul Baari (I/360 no. 248,249,257,265,266,274,276) dan Muslim
(I/253 no. 316, 317)), dan ketika menyiramkan air ke seluruh tubuh hendaklah dimulai
dari tubuh bagian kanan,
kemudian bagian kiri. Ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Aisyah
radhiallahu 'anha, dia berkata : "Sesungguhnya Nabi shalallahu 'alaihi wasallam suka
mendahulukan bagian yang kanan ketika memakai sandal, menyisir rambut, bersuci, dan
dalam segala urusan beliau." (H. R. Bukhari yang dijelaskan dalam Fathul Baari (I/269)
dan Muslim(I/26)).
Kecuali dalam hal-hal yang memang disunnahkan memulai dengan sebelah kiri,
misal masuk kamar mandi/WC, keluar dari masjid, dsb.. perlu merujuk dalil lain dalam hal
ini. Seseorang yang mandi hendaknya juga membersihkan ketiak, semua lekukan tubuh,
dan selangkangannya. Ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Aisyah radhiallahu
'anha (Dalam hadits ini disebutkan bahwa Nabi shalallahu 'alaihi wasallam membersihkan
semua lipatan tubuhnya, termasuk ketiak dan selangkangan. Hadits ini diriwayatkan oleh
Abu Dawud no. 243 yang dinilai shahih oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih Sunan Abi
Dawud (I/48)).
Seseorang yang mandi hendaknya menggosok-gosok bagian tubuhnya yang tidak
mudah terjangkau air. Ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Aisyah radhiallahu
'anha (H. R. Muslim (I/260). Dalam penggalan hadits ini disebutkan, "Kemudian dia
menyiramkan air ke atas kepalanya, lalu dia gosok-gosok kepalanya (agar air merata)."
Lihat Syarah Al 'Umdah (I/368) karya Ibnu Taimiyah).
i. Bergeser dari tempat semula, lalu membasuh kedua kaki
Menjelang selesai mandi, sebelum membasuk kedua kaki, seseorang yang mandi
dianjurkan bergeser sedikit dari tempat semula, lalu membasuk kedua kakinya sampai merata.
Ini berdasarkan hadits dari Maimunah radhiallahu 'anha (H. R. Bukhari yang dijelaskan
dalam Fathul Baari(I/361 no. 249, 257, 259, 260, 266) dan Muslim (I/254 no. 317). Syaikh
Ibnu Baz berkata : "Hendaknya seseorang yang mandi mencuci kedua kakinya di akhir
mandi, baik sebelumnya telah dibasuh saat wudhu di permulaan mandi maupun belum").
DAFTAR PUSTAKA
Mochtar, MI., Abdullah R. Undang-Undang Air Islam: Analisis Komparatif terhadap Aspek
Kualiti Air. Jurnal Syariah Universitas Malaysia Jilid 2. Malaysia : Penerbit Universitas

Malaysia,

2012.

(diunduh

tanggal

desember

2014

di

http://myais.fsktm.um.edu.my/view/type/article/Jurnal_Syariah.htm )
Khamdevi, M. Aplikasi Penggunaan Air dalam Fiqh pada Bangunan Hunian :
Reduse, Reuse, Recycle. Jurnal Universitas Pembangunan jaya. Banten :
Univesitas Pembangunan Jaya, 2012.
http://www.al-azim.com/masjid/infoislam/ibadat/najis.htm
http://ummusalma.wordpress.com/2007/04/09/sifat-wudhu-nabi/

Albayaty AA. Tata Cara Berwudhu berdasarkan Al-Quran dan Sunah Nabi. Pustaka AlBayaty. (diunduh : tanggal 4 desember 2014 di http://wahonot.wordpress.com ).
Jamal L. Tata cara Mandi Janabah. (diunduh : tanggal 4 desember 2014 di http://annashihah.com )

Vous aimerez peut-être aussi