Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Perdarahan post partum didefinisikan sebuah peristiwa ketimbang sebuah
diagnosis. Saat perdarahan post partum ditemukan, maka penyebabnya harus
diketahui. Secara umum penyebab perdarahan berasal dari tempat implantasi
plasenta, trauma pada traktus genitalia dan struktur disekitarnya atau karena
keduanya.(1)
Setiap tahunnya diperkirakan ada 14 juta kasus perdarahan dalam
kehamilan. Paling sedikit 128.000 perempuan yang mengalami perdarahan sampai
meninggal. Sebagian besar perdarahan tersebut terjadi dalam waktu empat jam
setelah melahirkan. Sebagian besar kematian tersebut terjadi di negara-negara
berkembang karena para perempuan kurang mendapatkan akses terhadap
penyelamatan hidup (life saving-care). Di negara berkembang, perempuan
cenderung lebih mendapat perawatan antenatal atau perawatan sebelum
melahirkan dibandingkan mendapat perawatan kebidanan yang seharusnya
diterima selama persalinan atau pasca persalinan. Dibandingkan dengan risikorisiko lain pada ibu seperti infeksi, kasus perdarahan dapat dengan cepat
mengancam jiwa. Seorang ibu dengan perdarahan hebat akan cepat meninggal bila
tak mendapat penanganan medis yang sesuai termasuk pemberian obat-obatan,
prosedur klinis sederhana, transfusi darah dan/atau operasi. Di daerah atau
wilayah dengan akses terbatas untuk memperoleh perawatan petugas medis,
transportasi dan pelayanan gawat darurat, maka keterlambatan untuk memperoleh
pelayanan kesehatan menjadi hal yang biasa sehingga risiko kematian karena
perdarahan post partum menjadi lebih tinggi. Sebenarnya perdarahan post partum
dini seringkali dapat ditangani dengan perawatan kebidanan dasar, namun
keterlambatan dapat mengakibatkan komplikasi lebih lanjut sehingga memerlukan
pelayanan kebidanan darurat yang komprehensif. (2)
World Health Organization menyusun Fokus untuk penanganan penurunan angka
kematian ibu sebanyak tiga perempat diantara tahun 1990-2015 yang terangkum
bersama program internasional lain dalam Millenium Development Goals
(MDGs). Hasil pada tahun 2015 menunjukkan bahwa angka kematian ibu
menurun sampai 50%. Namun di beberapa negara kawasan Asia Tenggara, Timur
Tengah dan Afrika Utara masih cukup tinggi yaitu mencapai angka dua pertiga.
Perbandingan angka pada negara berkembang adalah 14 kali lebih tinggi daripada
negara maju. Kemudian pada tahun 2015 program tersebut dilanjutkan dalam
Sustainable Development Goals(SDGs) dimana pada tahun 2030 diharapkan
angka kematian kematian ibu menjadi 70 per 100.000. Oleh karena itu sangat
penting untuk mempelajari perdarahan post partum karena di Negara Indonesia
hal ini menjadi penyebab kematian paling sering. (3)
BAB II
A. DEFINISI
Perdarahan post partum didefinisikan sebagai kehilangan darah
sebanyak 500ml atau lebih setelah selesainya persalinan kala III. Hal ini
menjadi masalah karena hampir setengah dari wanita yang melahirkan
secara pervaginam mengeluarkan darah lebih banyak saat perdarahan
tersebut diukur secara kuantitatif. Oleh karena itu saat setelah kelahiran
bayi dan beberapa jam setelah persalinan adalah waktu yang sangat
penting untuk pencegahan, diagnoasa dan penanganan perdarahan. (1)(2)(4)
B. EPIDEMIOLOGI
Perdarahan obstetrik utamanya perdarahan post partum merupakan
salah satu dari penyebab kematian tertinggi di dunia. Angka ini dari tahun
ke tahun semakin tinggi.(5)
Pritchard meneliti bahwa sekitar 5% wanita yang melahirkan
secara pervaginam kehilangan darah lebih dari 1000ml. Penelitian tersebut
juga menyatakan bahwa secara umum perkiraan darah yang hilang sekitar
500ml. sehingga saat perdarahan yang terjadi berjumlah 500ml maka harus
diwaspadai terjadinya perdarahan yang berlebih. (1)
Di berbagai negara paling sedikit seperempat dari seluruh kematian
ibu di seluruh dunia disebabkan oleh perdarahan. Proporsinya berkisar
antara kurang dari 10% sampai hampir 60%. Walaupun seorang
perempuan dapat bertahan hidup setelah mengalami perdarahan post
partum, namun ia akan menderita masalah kekurangan darah yang berat
(anemia
berat)
dan
akan
mengalami
masalah
kesehatan
yang
berkepanjangan.(2)
Di Amerika Serikat diperkirakan angka kematian ibu berkisar 7-10
wanita per 100.000 kelahiran hidup. Data nasional AS menunjukkan
sekitar 8% dari kematian ibu disebabkan oleh perdarahan post partum. Di
Negara industri, Perdarahan post partum menempati peringkat 3 teratas
Resiko Antepartum
Resiko Intrapartum
Intervensi Bedah
Persalinan lama
Preeklampsi
KJDR
Induksi atau
augmentasi
Pengunaan
magnesium
sulfat
Chorioamnioniti
Operation
vaginal
delivery
Sectio sesarea
Episiotomy
gestation, polyhidramnion,
fetal makrosomia)
D. DIAGNOSIS
Setelah plasenta lahir maka normalnya uterus berkontraksi
menekan arteri spiralis diantara myometrium. Kegagalan dari uterus untuk
berkontraksi efektif (atoni) adalah penyebab utama dari perdarahan. Selain
itu jaringan plasenta yang tersisa atau plasenta yang berkembang sampai
ke myometrium dapat pula menjadi penyebab perdarahan. Perdarahan
dapat pula terjadi akibat lasereasi, ruptur uteri, atau koagulopati. Yang
perlu diperhatikan adalah seberapa banyak darah yang hilang tak dapat
diabaikan karena hipotensi dapat terjadi.(9)
Tabel 1
Etiologi perdarahan post partum
Immediate
Delayed
Koagulopati
Laserasi traktus genitalis
Jaringan atau membrane plasenta yang
tersisa
Atonia uteri
Inversi uteri
Ruptur uteri
Polyp plasenta
Subinvolusi uteri
Penyakit von
willebrands
1. Tonus
Atonia uteri adalah penyebab terbanyak (sekitar 90%) terjadinya
perdarahan post partum. Atonia uteri adalah keadaan lemahnya
tonus/kontraksi Rahim yang menyebabkan uterus tidak mampu
menutup perdarahan terbuka dari tempat implantasi plasenta setelah
bayi lahir dan plasenta lahir.Atonia dapat menyebabkan kehilangan
darah secara tiba-tiba atau secara perlahan (hingga 24 jam). (10)
Faktor predisposisi terjadinya atonia uteri adalah :(10)
1. Regangan rahim yang berlebihan karena kehamilan gemeli,
polihidramnion, atau anak terlalu besar
2. Kelelahan karena persalinan lama atau persalinan kasep
3. Kehamilan grande multipara
4. Ibu dengan keadaan umum yang jelek, anemis atau menderita
penyakit menahun.
5. Mioma uteri yang mengganggu kontraksi Rahim
6. Infeksi intrauterine (korioamniotis)
7. Ada riwayat atonia uteri sebelumnya
misoprostol per oral 2-3 tablet (400-600 g) segera setelah bayi lahir.(9) (10)
(11)
kadang
memberikan
efeksamping
berupa
Gambar 1
Kompresi bimanual untuk penanganan perdarahan akibat atonia uteri (9)
-
10
Gambar 2
Teknik penanganan inversi uterus (12)
Pada kasus retensio plasenta didiagnosis apabila selama 30
menit plasenta belum lahir. Pada kasus ini dapat dilakukan
pemeriksaan ultrasonografi yang akan memberikan hasil massa pada
uterus yang mendukung adanya jaringan atau memberan plasenta.
Selain itu dapat pula dilakukan transvaginal duplex doppler yang
cukup efektif untuk evaluasi. (12)
3. Trauma
Pada umumnya robekan jalan lahir terjadi pada persalinan
dengan trauma. Pertolongan persalinan yang semakin manipulatif dan
traumatik akan memudahkan robekan jalan lahir dank arena itu
dihindarkan memimpin persalinan pada saat pembukaan serviks
belum lengkap. Robekan jalan lahir biasanya akibat episiotomy,
robekan spontan perineum, trauma forceps atau vakum ekstraksi, atau
karena versi ekstraksi. Robekan yang terjadi bisa ringan, luka
episiotomy, robekan perineum spontan derajat ringan sampai ruptur
11
4. Trombin
Perdarahan post partum karena gangguan pembekuan darah baru
dicurigai apabila penyebab lain dapat disingkirkan. Hal ini terutama
apabila didapatkan riwayat persalinan sebelumnya mengalami hal yang
12
13
post partum yang disebabkan tonus, tissue dan trauma bila telah
disingkirkan maka patut dicurigai adanya faktor thrombin yang berperan.
Oleh karena itu
pemeriksaan.
Jika fasilitas tersedia, ambil sampel darah dan lakukan
pemeriksaan:
- Kadar hemoglobin (pemeriksaan hematologi rutin)
- Penggolongan ABO dan tipe Rh serta sampel untuk
pencocokan silang
- Profil Hemostasis
Hitung trombosit
Fibrinogen
Lakukan pengawasan tekanan darah, nadi, dan pernapasan ibu.
Periksa kondisi abdomen: kontraksi uterus, nyeri tekan, parut luka,
dewasa normal.
Mulai lakukan transfusi darah, setelah informed consent
2. Tatalaksana Khusus
1. Atonia uteri
Lakukan pemijatan uterus.
Pastikan plasenta lahir lengkap.
Berikan 20-40 unitoksitosin dalam 1000 ml larutan NaCl
0,9%/Ringer Laktat dengan kecepatan 60 tetes/menit dan 10
unitIM. Lanjutkan infus oksitosin 20 unit dalam 1000 ml larutan
NaCl 0,9%/Ringer Laktat dengan kecepatan 40 tetes/menit hingga
perdarahan berhenti.
Bila tidak tersedia oksitosin atau bila perdarahan tidak berhenti,
selama 5 menit.
Siapkan tindakan operatif atau rujuk ke fasilitas yang lebih
15
Gambar 3
Teknik kompresi bimanual
pasien.
Robekan Serviks
Paling sering terjadi pada bagian lateral bawah kiri dan kanan dari
porsio.
Jepitkan klem ovum pada lokasi perdarahan.
Jahitan dilakukan secara kontinu dimulai dari ujung atas robekan
16
pasien.
3. Retensio Plasenta
Berikan 20-40 unit oksitosin dalam 1000 ml larutan NaCl
0,9%/Ringer Laktat dengan kecepatan 60 tetes/menitdan 10 UNIT
IM. Lanjutkan infus oksitosin 20 UNIT dalam 1000 ml larutan
NaCl 0,9%/Ringer Laktat dengan kecepatan 40 tetes/menit hingga
perdarahan berhenti.
Lakukan tarikan tali pusat terkendali.
Bila tarikan tali pusat terkendali tidak berhasil, lakukan plasenta
perdarahan berhenti.
Lakukan eksplorasi digital (bila serviks terbuka) dan keluarkan
bekuan darah dan jaringan. Bila serviks hanya dapat dilalui oleh
instrumen, lakukan evakuasi sisa plasenta dengan aspirasi vakum
17
0,1 mg/kgBB/IM.
Jika usaha reposisi tidak berhasil, lakukan laparotomi.
Jika laparotomi tidak berhasil, lakukan histerektomi.
6. Gangguan Pembekuan Darah
Pada banyak kasus kehilangan darah yang akut, koagulopati dapat
dicegah jika volume darah dipulihkan segera.
Tangani kemungkinan penyebab (solusio plasenta, eklampsia).
Berikan darah lengkap segar, jika tersedia, untuk menggantikan
padaperdarahan
lanjut
atau
pada
keadaan
18
BAB III
KESIMPULAN
Perdarahan post partum dideskripsikan sebagai sebuah peristiwa
ketimbang sebuah diagnosis. Saat perdarahan post partum ditemukan,
maka penyebabnya harus ditemukan.
Perdarahan post partum didefiniskan sebagai kehilangan darah
sebanyak 500ml atau lebih setelah selesainya persalinan kala III. Hal ini
menjadi masalah karena hampir setengah dari wanita yang melahirkan
secara pervaginam mengeluarkan darah lebih banyak saat perdarahan
tersebut diukur secara kuantitatif.
Faktor resiko dari perdarahan post partum meliputi keadaan saat
antepartum maupun intra partum. Namun 20 persen dari pasien yang
mengalami perdarahan post partum tidak memiliki faktor risiko, oleh
karena itu penolong persalinan harus tetap siaga untuk mengantisipasi
terjadinya perdarahan post partum.
Perdarahan post partum atau perdarahan pasca persalinan atau post
partum haemorrhage (PPH) secara primer adalah perdarahan atau
hilangnya darah yang terjadi setelah anak lahir. Perdarahan post partum
secara sekunder adalah kehilangan darah banyak darahan dapat terjadi
sebelum, selama, atau sesudah lahirnya plasenta dari saluran genital antara
24 jam sampai 6 minggu post partum.Penanganan perdarahan post partum
adalah dengan segera menghentikan perdarahan sesuai kausa, serta
mengganti volume darah yang hilang sesegera mungkin.
19
DAFTAR PUSTAKA
1. Cunningham, F Gary, et al., et al. Obstetric Hemorarraghe.
William Obstetric 24th Edition. New York : Mc Graw Medical, 2014.
2.
20