Vous êtes sur la page 1sur 20

BAB I

PENDAHULUAN
Perdarahan post partum didefinisikan sebuah peristiwa ketimbang sebuah
diagnosis. Saat perdarahan post partum ditemukan, maka penyebabnya harus
diketahui. Secara umum penyebab perdarahan berasal dari tempat implantasi
plasenta, trauma pada traktus genitalia dan struktur disekitarnya atau karena
keduanya.(1)
Setiap tahunnya diperkirakan ada 14 juta kasus perdarahan dalam
kehamilan. Paling sedikit 128.000 perempuan yang mengalami perdarahan sampai
meninggal. Sebagian besar perdarahan tersebut terjadi dalam waktu empat jam
setelah melahirkan. Sebagian besar kematian tersebut terjadi di negara-negara
berkembang karena para perempuan kurang mendapatkan akses terhadap
penyelamatan hidup (life saving-care). Di negara berkembang, perempuan
cenderung lebih mendapat perawatan antenatal atau perawatan sebelum
melahirkan dibandingkan mendapat perawatan kebidanan yang seharusnya
diterima selama persalinan atau pasca persalinan. Dibandingkan dengan risikorisiko lain pada ibu seperti infeksi, kasus perdarahan dapat dengan cepat
mengancam jiwa. Seorang ibu dengan perdarahan hebat akan cepat meninggal bila
tak mendapat penanganan medis yang sesuai termasuk pemberian obat-obatan,
prosedur klinis sederhana, transfusi darah dan/atau operasi. Di daerah atau
wilayah dengan akses terbatas untuk memperoleh perawatan petugas medis,
transportasi dan pelayanan gawat darurat, maka keterlambatan untuk memperoleh
pelayanan kesehatan menjadi hal yang biasa sehingga risiko kematian karena
perdarahan post partum menjadi lebih tinggi. Sebenarnya perdarahan post partum
dini seringkali dapat ditangani dengan perawatan kebidanan dasar, namun
keterlambatan dapat mengakibatkan komplikasi lebih lanjut sehingga memerlukan
pelayanan kebidanan darurat yang komprehensif. (2)
World Health Organization menyusun Fokus untuk penanganan penurunan angka
kematian ibu sebanyak tiga perempat diantara tahun 1990-2015 yang terangkum
bersama program internasional lain dalam Millenium Development Goals

(MDGs). Hasil pada tahun 2015 menunjukkan bahwa angka kematian ibu
menurun sampai 50%. Namun di beberapa negara kawasan Asia Tenggara, Timur
Tengah dan Afrika Utara masih cukup tinggi yaitu mencapai angka dua pertiga.
Perbandingan angka pada negara berkembang adalah 14 kali lebih tinggi daripada
negara maju. Kemudian pada tahun 2015 program tersebut dilanjutkan dalam
Sustainable Development Goals(SDGs) dimana pada tahun 2030 diharapkan
angka kematian kematian ibu menjadi 70 per 100.000. Oleh karena itu sangat
penting untuk mempelajari perdarahan post partum karena di Negara Indonesia
hal ini menjadi penyebab kematian paling sering. (3)

BAB II
A. DEFINISI
Perdarahan post partum didefinisikan sebagai kehilangan darah
sebanyak 500ml atau lebih setelah selesainya persalinan kala III. Hal ini
menjadi masalah karena hampir setengah dari wanita yang melahirkan
secara pervaginam mengeluarkan darah lebih banyak saat perdarahan
tersebut diukur secara kuantitatif. Oleh karena itu saat setelah kelahiran
bayi dan beberapa jam setelah persalinan adalah waktu yang sangat
penting untuk pencegahan, diagnoasa dan penanganan perdarahan. (1)(2)(4)
B. EPIDEMIOLOGI
Perdarahan obstetrik utamanya perdarahan post partum merupakan
salah satu dari penyebab kematian tertinggi di dunia. Angka ini dari tahun
ke tahun semakin tinggi.(5)
Pritchard meneliti bahwa sekitar 5% wanita yang melahirkan
secara pervaginam kehilangan darah lebih dari 1000ml. Penelitian tersebut
juga menyatakan bahwa secara umum perkiraan darah yang hilang sekitar
500ml. sehingga saat perdarahan yang terjadi berjumlah 500ml maka harus
diwaspadai terjadinya perdarahan yang berlebih. (1)
Di berbagai negara paling sedikit seperempat dari seluruh kematian
ibu di seluruh dunia disebabkan oleh perdarahan. Proporsinya berkisar
antara kurang dari 10% sampai hampir 60%. Walaupun seorang
perempuan dapat bertahan hidup setelah mengalami perdarahan post
partum, namun ia akan menderita masalah kekurangan darah yang berat
(anemia

berat)

dan

akan

mengalami

masalah

kesehatan

yang

berkepanjangan.(2)
Di Amerika Serikat diperkirakan angka kematian ibu berkisar 7-10
wanita per 100.000 kelahiran hidup. Data nasional AS menunjukkan
sekitar 8% dari kematian ibu disebabkan oleh perdarahan post partum. Di
Negara industri, Perdarahan post partum menempati peringkat 3 teratas

penyebab kematian ibu diantara emboli dan hipertensi. Pada Negara


berkembang angka kematian berkisar 1000 wanita dari 100.000 kelahiran
hidup. American College of Obstetrian and Gynecologists memperkirakan
140.000 kematian ibu per tahun atau 1 perempuan tiap 4 menit. Angka
perdarahan post partum meningkat dari 1,5 % tahun 1999 menuju 4,1 pada
tahun 2009 serta rasio dari perdarahan post partum atonia meningkat dari
1% pada tahun 1999 menjadi 3,4% pada tahun 2009 (6)
Kementerian kesehatan Republik Indonesia menyatakan dalam
Profil Kesehatan Indonesia tahun 2013 bahwa lima penyebab kematian ibu
terbesar adalah perdarahan, hipertensi dalam kehamilan, infeksi, partus
lama/macet dan abortus. Kematian ibu di Indonesia tetap didominasi oleh
tiga penyebab utama yaitu perdarahan, hipertensi dalam kehamilan dan
infeksi. Proporsi ketiga penyebab kematian ibu telah berubah, dimana
perdarahan dan infeksi cenderung mengalami penurunan sedangkan
hipertensi dalam kehamilan semakin meningkat.(7)
C. FAKTOR RESIKO
Faktor resiko dari perdarahan post partum meliputi keadaan saat
antepartum maupun intra partum. Namun 20 persen dari pasien yang
mengalami perdarahan post partum tidak memiliki faktor resiko, oleh
karena itu penolong persalinan harus tetap siaga untuk mengantisipasi
terjadinya perdarahan post partum(8)

Resiko Antepartum

Resiko Intrapartum

Intervensi Bedah

Riwayat PPH (10%


rekurensi)
Nullipara
Grand Multiparitas (>5
persalinan)
Koagulopati (kongenital

Persalinan lama
Preeklampsi
KJDR
Induksi atau

augmentasi
Pengunaan

maupun acquired termasuk

magnesium

penggunaan obat seperti

sulfat
Chorioamnioniti

aspirin atau heparin)


Plasenta Abnormal
Usia >30 tahun
Anemia
Overdistensi uterus (multiple

Operation
vaginal

delivery
Sectio sesarea
Episiotomy

gestation, polyhidramnion,
fetal makrosomia)

D. DIAGNOSIS
Setelah plasenta lahir maka normalnya uterus berkontraksi
menekan arteri spiralis diantara myometrium. Kegagalan dari uterus untuk
berkontraksi efektif (atoni) adalah penyebab utama dari perdarahan. Selain
itu jaringan plasenta yang tersisa atau plasenta yang berkembang sampai
ke myometrium dapat pula menjadi penyebab perdarahan. Perdarahan
dapat pula terjadi akibat lasereasi, ruptur uteri, atau koagulopati. Yang
perlu diperhatikan adalah seberapa banyak darah yang hilang tak dapat
diabaikan karena hipotensi dapat terjadi.(9)

Tabel 1
Etiologi perdarahan post partum
Immediate

Delayed

(24 jam pertama)

(24 jam - 6 Minggu )


5

Koagulopati
Laserasi traktus genitalis
Jaringan atau membrane plasenta yang

tersisa
Atonia uteri
Inversi uteri
Ruptur uteri

Polyp plasenta
Subinvolusi uteri
Penyakit von
willebrands

1. Tonus
Atonia uteri adalah penyebab terbanyak (sekitar 90%) terjadinya
perdarahan post partum. Atonia uteri adalah keadaan lemahnya
tonus/kontraksi Rahim yang menyebabkan uterus tidak mampu
menutup perdarahan terbuka dari tempat implantasi plasenta setelah
bayi lahir dan plasenta lahir.Atonia dapat menyebabkan kehilangan
darah secara tiba-tiba atau secara perlahan (hingga 24 jam). (10)
Faktor predisposisi terjadinya atonia uteri adalah :(10)
1. Regangan rahim yang berlebihan karena kehamilan gemeli,
polihidramnion, atau anak terlalu besar
2. Kelelahan karena persalinan lama atau persalinan kasep
3. Kehamilan grande multipara
4. Ibu dengan keadaan umum yang jelek, anemis atau menderita
penyakit menahun.
5. Mioma uteri yang mengganggu kontraksi Rahim
6. Infeksi intrauterine (korioamniotis)
7. Ada riwayat atonia uteri sebelumnya

Diagnosis adalah dengan melakukan palpasi pada uterus melalui


dinding abdomen. Uterus yang berkontraksi berbentuk bulat dan keras,
seperti bola kasti. Langkah awal untuk penanganan adalah dengan masase
uterus melalui dinding abdomen. Uterus biasanya berespon dalam waktu 1
hingga 2 menit. Perdarahan karena atonia uteri dapat dicegah dengan
melakukan secara rutin manajeman aktif kala III pada semua wanita

bersalin karena hal ini dapat menurunkan insidens perdarahan pasca


persalinan akibat atonia uteri.

Selain itu dapat diberikan pemberian

misoprostol per oral 2-3 tablet (400-600 g) segera setelah bayi lahir.(9) (10)
(11)

Diagnosis atonia uteri ditegakkan bila setelah bayi dan plasenta


lahir ternyata perdarahan masih aktif dan banyak, bergumpal dan pada
palpasi didapatkan fundus uteri masih setinggi pusat atau lebih dengan
kontraksi yang lembek. Perlu diperhatikan bahwa saat atonia uteri
didiagnosis maka pada saat itu juga masih ada darah sebanyak 500 - 1.000
cc yang sudah keluar dari pembuluh darah tetapi terperangkap dalam
uterus dan harus diperhitungkan dalam kalkulasi pemberian darah
pengganti. Banyaknya darah yang hilang akan memperngaruhi keadaan
umum pasien. Pasien bisa masih dalam keadaan sadar, sedikit anemis atau
sampai syok berat hipovolemik. Pada umumnya pada pasien syok
dilakukan tindakan secara simultan sebagai berikut :(10)

Sikap tredelenberg, pasang venous line dan pemberian oksigen


Rangsang kontraksi uterus dengan cara:
- Massage fundus uteri dan merangsang puting susu
- Pemberian oksitosin dan turunan ergot melalui suntikan
-

intramuscular, intravena atau subkutan


Memberikan derivate prostaglandin F2 (carboprost tromethamine)
yang

kadang

memberikan

efeksamping

berupa

diare,hipertensi,mual muntah, febris, dan takikardia.


Pemberian misoprostol 800-1000 g per-rektal
Kompresi bimanual eksterna dan/atau internal

Gambar 1
Kompresi bimanual untuk penanganan perdarahan akibat atonia uteri (9)
-

Kompresi aorta abdominalis


Pemasangan tampon kondom. Kondom dalam kavum uteri
disambung dengan kateter, difiksasi dengan karet gelang dan diisi
cairan infus 200ml yang akan mengurangi perdarahan dan

menghindari tindakan operatif


Bila semua tindakan itu gagal maka dipersiapkan tindakan operatif
laparatomi dengan pilihan bedah konservatif (mempertahankan uterus)
atau melakukan histerektomi. Alternatifnya berupa ligase arteri uterina
atau arteri ovarika, operasi ransel B lynch, histerektomi suprabvaginal,
histerektomi total abdominal (10)(12)
2. Tissue
Penyebab perdarahan post partum yang berikutnya berhubungan
dengan plasenta. Bila plasenta tetap tertinggal dalam uterus selama
setengah jam setelah anak lahir disebut retensio plasenta. Plasenta
yang sulit dilepaskan dengan manajemen aktif kala III bisa disebabkan
oleh adhesi yang kuat antara plasenta dan uterus. Plasenta akreta
adalah implantasi plasenta yang menembus desidua basalis dan
Nitabuch layer. Plasenta inkreta adalah plasenta yang menembus
myometrium sedangkan plasenta prekreta bila vili korialis sampai

menembus perimetrium. Faktor predisposisi terjadinya plasenta akreta


adalah plasenta previa, bekas seksio sesarea, pernah kuret berulang
dan multiparitas. Bila sebagian kecil dari plasenta masih tertinggal
dalam uterus disebut rest plasenta dan dapat menimbulkan Perdarahan
post partum primer atau sekunder (lebih sering). Proses kala III
didahului dengan tahap pelepasan/separasi plasenta yang ditandai
dengan perdarahan pervaginam (cara pelepasan Duncan) atau plasenta
sudah sebagian lepas tetapi tidak keluaar pervaginam (cara pelepasan
Schulze), sampai akhirnya tahap ekspulsi, plasenta lahir. Pada retensio
plasenta, sepanjang plasenta belum terlepas, maka akan terjadi
perdarahan yang cukup banyak (perdarahan kala III) dan harus
diantisipasi dengan segera melakukan manual plasenta meskipun kala
uri belum lewat setengah jam. Sisa plasenta bisa diduga bila kala uri
berlangsung tidak lancer, atau setelah melakukan manual plasenta atau
menemukan adanya kotiledon yang tidak lengkap pada saat
melakukan pemeriksaan plasenta dan masih ada perdarahan dari
ostium uteri eksternum pada saat kontraksi sudah baik dan robekan
jalan lahir sudah terjahit. Untuk itu harus dilakukan eksplorasi ke
dalam Rahim dengan cara manual/digital atau kuret dan pemberian
uterotonika. Anemia yang ditimbulkan dapat ditangani dengan
transfusi darah seperlunya.(10)
Tindakan yang diperlukan pada saat perdarahan post partum
disebabkan oleh faktor tissue antara lain:

Memanggil bantuan anestesi dan memasang infus untuk cairan/darah

pengganti dan pemberian obat


Beberapa center memberikan tokolitik/MgSO4 untuk melemaskan
uterus yang terbalik sebelum dilakukan reposisi manual yaitu
mendorong endometrium ke atas masuk ke dalam vagina dan terus
melewati serviks sampai tangan masuk ke dalam uterus pada posisi
normalnya. Hal ini dapat dilakukan sewaktu plasenta sudah terlepas
atau tidak

Didalam uterus, plasenta dilepaskan secara manual dan sambil


diberikan uterotonika melalui infus atau intramuscular. Tangan
tetap dipertahankan agar konfigurasi uterus kembali normal dan

tangan operator baru dilepaskan.


Pemberian antibiotik dan transfusi darah sesuai keperluan
Intervensi bedah dilakukan bila karena jepitan serviks yang keras
menyebakan maneuver diatas tidak bisa dikerjakan, maka
dilakukan laparatomi untuk reposisi dan kalau terpaksa dilakukan
histerektomi bila uterus sudah infeksi dan nekrosis (10)
Kegawatdaruratan pada kala III yang dapat menimbulkan

perdarahan adalah terjadinya inversi uterus. Inversi uterus adalah keadaan


dimana lapisan dalam uterus (endometrium) turun dan keluar lewat ostium
uteri eksternum yang dapat bersifat inkomplit sampai komplit
Faktor-faktor yang memungkinkan hal itu adalah adanya atonia
uteri, serviks yang masih terbuka lebar dan adanya kekuatan yang menarik
fundus ke bawah (misalnya karena plasenta akreta, inkreta, perkreta yang
tali pusatnya ditarik keras dari bawah) atau ada tekanan pada fundus uteri
dari atas (maneuver crede) atau tekanan intra abdominal yang keras dan
tiba-tiba misalnya karena batuk atau bersin.
Inversio uteri ditandai dengan tanda-tanda:

Syok karena kesakitan


Perdarahan banyak bergumpal
Di vulva banyak endometrium terbalik dengan atau tanpa

plasenta yang masih melekat


Bila baru terjadi maka prognosis masih cukup baik. Akan tetapi
bila kejadiannya cukup lama maka jepitan serviks yang
mengecil akan membuat uterus mengalami iskemia, nekrosis
dan infeksi. (10)

10

Gambar 2
Teknik penanganan inversi uterus (12)
Pada kasus retensio plasenta didiagnosis apabila selama 30
menit plasenta belum lahir. Pada kasus ini dapat dilakukan
pemeriksaan ultrasonografi yang akan memberikan hasil massa pada
uterus yang mendukung adanya jaringan atau memberan plasenta.
Selain itu dapat pula dilakukan transvaginal duplex doppler yang
cukup efektif untuk evaluasi. (12)
3. Trauma
Pada umumnya robekan jalan lahir terjadi pada persalinan
dengan trauma. Pertolongan persalinan yang semakin manipulatif dan
traumatik akan memudahkan robekan jalan lahir dank arena itu
dihindarkan memimpin persalinan pada saat pembukaan serviks
belum lengkap. Robekan jalan lahir biasanya akibat episiotomy,
robekan spontan perineum, trauma forceps atau vakum ekstraksi, atau
karena versi ekstraksi. Robekan yang terjadi bisa ringan, luka
episiotomy, robekan perineum spontan derajat ringan sampai ruptur
11

perineum totalis (sfingter ani terputus), robekan pada dinding vagina,


forniks uteri, serviks daerah sekitar klitoris dan uretra dan bahkan
rupture uteri. Oleh karena itu pada setiap persalinan hendaklah
dilakukan inspeksi pada vulva, vagina, dan serviks dengan memakai
spekulum untuk mencari sumber perdarahan dengan ciri warna darah
merah segar dan pulsatif sesuai denyut nadi. Perdarahan karena
rupture uteri dapat diduga pada persalinan macet atau kasep. Semua
sumber perdarahan yang terbuka harus diklem, diikat dan luka ditutup
dengan jahitan cat gut lapis demi lapis sampai perdarahan terhenti.
Teknik penjahitan memerlukan asisten, anestesi lokal, penerangan
lampu yang cukup serta spekulum dan memperhatikan kedalaman
luka. (10) (12)
Untuk menemukan trauma pada daerah genitalia, maka pada
setiap persalinan hendaklah dilakukan inspeksi pada vulva, vagina,
dan serviks dengan memakai spekulum untuk mencari sumber
perdarahan dengan ciri warna darah merah segar dan pulsatif sesuai
denyut nadi. Perdarahan karena ruptur uteri dapat diduga pada
persalinan macet atau kasep. (10) (12)
Penanganan pada laserasi vagina dan perineum dapat diatasi
dengan melakukan penjahitan berdasarkan derajatnya. Semua sumber
perdarahan yang terbuka harus diklem, diikat dan luka ditutup dengan
jahitan cat gut lapis demi lapis sampai perdarahan terhenti. Teknik
penjahitan memerlukan asisten, anestesi lokal, penerangan lampu
yang cukup serta spekulum dan memperhatikan kedalaman (10)

4. Trombin
Perdarahan post partum karena gangguan pembekuan darah baru
dicurigai apabila penyebab lain dapat disingkirkan. Hal ini terutama
apabila didapatkan riwayat persalinan sebelumnya mengalami hal yang

12

sama. Akan ada tendensi mudah terjadi perdarahan setiap dilakukan


penjahitan dan perdarahan akan merembes atau timbul hematoma pada
bekas jahitan, suntikan, perdarahan dari gusi, rongga hidung dan lainlain. Pada pemeriksaan penunjang ditemukan hasil pemeriksaan faal
homeostatis yang abnormal. Waktu perdarahan dan waktu pembekuan
memanjang, trombositopenia, terjadi hipofibrinogemia dan terdeteksi
adanya FDP (fibrin degradation product) serta perpanjangan tes
protrombin dan PTT (partial thromboplastin time). Predisposisi untuk
terjadinya hal ini adalah solusio plasenta, kematian janin dalam
kandungan eklampsia, emboli cairan ketuban dan sepsis. Terapi yang
dilakukan adalah dengan transfusi darah dan produknya seperti fresh
frozen plasma, trombosit, fibrinogen dan heparinisasi atau pemberian

EACA (Epsilon Amino Caproic Acid)(8)(10)


Hipofibrinogenemia.
Pada kehamilan tua, level fibrinogen plasma umumnya sekitar
300-600 mg/dL. Dengan konsumtif koagulopati, level tinggi ini terkadang
terjadi untuk melindungi dari hipofibrinogenemia signifikan secara klinis.
Untuk meningkatkan koagulasi klinis, level fibrinogen harus rata-rata 150
mg/dL.(1)

Idiopathic thrombocytopenic purpura (ITP)


ITP dikenal juga sebagai primary immune thrombocytopenic
purpura dan autoimmune thrombocytopenic purpura, didefinisikan sebagai
trombositopenia terisolasi dengan sumsum tulang normal dan hilangnya
penyebab lain dari trombositopenia. ITP merupakan penurunan jumlah dari
platelet yang beredar dengan tidak adanya paparan toksik atau penyakit
yang berhubungan dengan rendahnya jumlah platelet.(13)
Untuk mencegah terjadinya perdarahan post partum karena faktor
thrombin, maka sangat perlu pada pemeriksaan antenatal dilakukan
pemeriksaan darah lengkap. Perlu diantisipasi bila ditemukan kadar
hemoglobin yang rendah. Pada hemoglobin antara 10-10.5 g/dl
dihubungkan dengan risiko tinggi pada persalinan. Assessment perdarahan

13

post partum yang disebabkan tonus, tissue dan trauma bila telah
disingkirkan maka patut dicurigai adanya faktor thrombin yang berperan.
Oleh karena itu

pemeriksaan darah rutin dan factor koagulasi sangat

diperlukan untuk menegakkan diagnosis.(6)


E. PENATALAKSANAAN
Berdasarkan buku pelayanan kesehatan ibu di fasilitas kesehatan
dasar dan rujukan tahun 2013, berikut tatalaksana yang dilakukan pada
penanganan perdarahan post partum (14)
1. Tatalaksana Umum
Panggil bantuan tim untuk tatalaksana secara simultan.
Nilai sirkulasi, jalan napas, dan pernapasan pasien.
Bila menemukan tanda-tanda syok, lakukan penatalaksanaan syok
Berikan oksigen.
Pasang infus intravena dengan kanul berukuran besar (16 atau 18)
dan mulai pemberian cairan kristaloid (NaCl 0,9% atau Ringer
Laktat atauRinger Asetat) sesuai dengan kondisi ibu. Pada saat
memasang infus, lakukan juga pengambilan sampel darah untuk

pemeriksaan.
Jika fasilitas tersedia, ambil sampel darah dan lakukan
pemeriksaan:
- Kadar hemoglobin (pemeriksaan hematologi rutin)
- Penggolongan ABO dan tipe Rh serta sampel untuk

pencocokan silang
- Profil Hemostasis

Waktu perdarahan (Bleeding Time/BT)

Waktu pembekuan (Clotting Time/CT)

Prothrombin time (PT)

Activated partial thromboplastin time (APTT)

Hitung trombosit

Fibrinogen
Lakukan pengawasan tekanan darah, nadi, dan pernapasan ibu.
Periksa kondisi abdomen: kontraksi uterus, nyeri tekan, parut luka,

dan tinggi fundus uteri.


Periksa jalan lahir dan area perineum untuk melihat perdarahan dan

laserasi (jika ada, misal: robekan serviks atau robekan vagina).


Periksa kelengkapan plasenta dan selaput ketuban.
14

Pasang kateter Folley untuk memantau volume urin dibandingkan


dengan jumlah cairan yang masuk (Produksi urin normal 0.5-1 ml/
kgBB/jam atau sekitar 30 ml/jam)
Siapkan transfusi darah jika kadar Hb < 8 g/dL atau secara klinis

ditemukan keadaan anemia berat


1 unit whole blood (WB) atau Packed Red Cells (PRC) dapat
menaikkan hemoglobin 1 g/dl atau hematokrit sebesar 3% pada

dewasa normal.
Mulai lakukan transfusi darah, setelah informed consent

ditandatangani untuk persetujuan transfusi


Tentukan penyebab dari perdarahannya dan lakukantatalaksana
spesifik sesuai penyebab.

2. Tatalaksana Khusus
1. Atonia uteri
Lakukan pemijatan uterus.
Pastikan plasenta lahir lengkap.
Berikan 20-40 unitoksitosin dalam 1000 ml larutan NaCl
0,9%/Ringer Laktat dengan kecepatan 60 tetes/menit dan 10
unitIM. Lanjutkan infus oksitosin 20 unit dalam 1000 ml larutan
NaCl 0,9%/Ringer Laktat dengan kecepatan 40 tetes/menit hingga
perdarahan berhenti.
Bila tidak tersedia oksitosin atau bila perdarahan tidak berhenti,

berikanergometrin 0,2 mg IM atau IV (lambat), dapat diikuti


pemberian 0,2 mgIM setelah 15 menit, dan pemberian 0,2 mg
IM/IV (lambat) setiap 4 jam bila diperlukan. jangan berikan lebih
dari 5 dosis (1 mg).
Jika perdarahan berlanjut, berikan 1 g asam traneksamat IV

(bolus selama 1 menit, dapat diulang setelah 30 menit).


Lakukan kondom kateter atau kompresi bimanual internal

selama 5 menit.
Siapkan tindakan operatif atau rujuk ke fasilitas yang lebih

memadai sebagai antisipasi bila perdarahan tidak berhenti


Dirumah sakit rujukan lakukan tindakan operatif bila kontraksi
uterus tidak membaik dimulai dari yang konservatif. Pilihan

15

tindakan operatif yang dapat dilakukan antara lain prosedur


jahitan B-Lynch, embolisasi arteri uterine, ligase arteri uterine
dan arteri ovarika atau prosedur histerektomi subtotal.

Gambar 3
Teknik kompresi bimanual

2. Robekan Jalan Lahir


Ruptura Perineum dan Robekan Dinding Vagina

Lakukan eksplorasi untuk mengidentifikasi sumber perdarahan.


Lakukan irigasi pada tempat luka dan bersihkan dengan antiseptik.
Hentikan sumber perdarahan dengan klem kemudian ikat dengan

benang yang dapat diserap.


Lakukan penjahitan
Bila perdarahan masih berlanjut, berikan 1 g asam traneksamat IV
(bolus selama 1 menit, dapat diulang setelah 30 menit) lalu rujuk

pasien.
Robekan Serviks
Paling sering terjadi pada bagian lateral bawah kiri dan kanan dari

porsio.
Jepitkan klem ovum pada lokasi perdarahan.
Jahitan dilakukan secara kontinu dimulai dari ujung atas robekan
16

kemudian ke arah luar sehingga semua robekan dapat dijahit


Bila perdarahan masih berlanjut, berikan 1 g asam traneksamat IV
(bolus selama 1 menit, dapat diulang setelah 30 menit) lalu rujuk

pasien.
3. Retensio Plasenta
Berikan 20-40 unit oksitosin dalam 1000 ml larutan NaCl
0,9%/Ringer Laktat dengan kecepatan 60 tetes/menitdan 10 UNIT
IM. Lanjutkan infus oksitosin 20 UNIT dalam 1000 ml larutan
NaCl 0,9%/Ringer Laktat dengan kecepatan 40 tetes/menit hingga

perdarahan berhenti.
Lakukan tarikan tali pusat terkendali.
Bila tarikan tali pusat terkendali tidak berhasil, lakukan plasenta

manual secara hati-hati.


Berikan antibiotika profilaksis dosis tunggal (ampisilin 2 g IV Dan

metronidazol 500 mg IV).


Segera atasi atau rujuk ke fasilitas yang lebih lengkap bila terjadi

komplikasi perdarahan hebat atau infeksi.


4. Sisa Plasenta
Berikan 20-40 unitoksitosin dalam 1000 ml larutan NaCl
0,9%/Ringer Laktat dengan kecepatan 60 tetes/menitdan 10
unitIM. Lanjutkan infus oksitosin 20 unitdalam 1000 ml larutan
NaCl 0,9% Ringer Laktat dengan kecepatan 40 tetes/menit hingga

perdarahan berhenti.
Lakukan eksplorasi digital (bila serviks terbuka) dan keluarkan
bekuan darah dan jaringan. Bila serviks hanya dapat dilalui oleh
instrumen, lakukan evakuasi sisa plasenta dengan aspirasi vakum

manual atau dilatasi dan kuretase.


Berikan antibiotika profilaksis dosis tunggal (ampisillin 2 g IV

Dan metronidazole 500 mg).


Jika perdarahan berlanjut, tatalaksana seperti kasus atonia uteri.
5. Inversio uteri
Segera reposisi uterus. Namun jika reposisi tampak sulit, apalagi
jika inversio telah terjadi cukup lama, bersiaplah untuk merujuk
ibu.

17

Jika ibu sangat kesakitan, berikan petidin 1 mg/kgBB (jangan


melebihi 100 mg) IM atau IV secara perlahan atau berikan morfin

0,1 mg/kgBB/IM.
Jika usaha reposisi tidak berhasil, lakukan laparotomi.
Jika laparotomi tidak berhasil, lakukan histerektomi.
6. Gangguan Pembekuan Darah
Pada banyak kasus kehilangan darah yang akut, koagulopati dapat
dicegah jika volume darah dipulihkan segera.
Tangani kemungkinan penyebab (solusio plasenta, eklampsia).
Berikan darah lengkap segar, jika tersedia, untuk menggantikan

faktor pembekuan dan sel darah merah.


Jika darah lengkap segar tidak tersedia, pilih salah satu di bawah
ini:
o Plasma beku segar untuk menggantikan faktor pembekuan
(15 ml/kg berat badan) jika APTT dan PT melebihi 1,5 kali
kontrol

padaperdarahan

lanjut

atau

pada

keadaan

perdarahan berat walaupun hasil dari pembekuan belum


ada.
o Sel darah merah (packed red cells) untuk penggantian sel
darah merah.
o Kriopresipitat untuk menggantikan fibrinogen.
o Konsentrasi trombosit (perdarahan berlanjut dan trombosit
< 20.000).
o Apabila kesulitan mendapatkan darah yang sesuai, berikan
darahgolongan O untuk penyelamatan jiwa.(14)(15)

18

BAB III
KESIMPULAN
Perdarahan post partum dideskripsikan sebagai sebuah peristiwa
ketimbang sebuah diagnosis. Saat perdarahan post partum ditemukan,
maka penyebabnya harus ditemukan.
Perdarahan post partum didefiniskan sebagai kehilangan darah
sebanyak 500ml atau lebih setelah selesainya persalinan kala III. Hal ini
menjadi masalah karena hampir setengah dari wanita yang melahirkan
secara pervaginam mengeluarkan darah lebih banyak saat perdarahan
tersebut diukur secara kuantitatif.
Faktor resiko dari perdarahan post partum meliputi keadaan saat
antepartum maupun intra partum. Namun 20 persen dari pasien yang
mengalami perdarahan post partum tidak memiliki faktor risiko, oleh
karena itu penolong persalinan harus tetap siaga untuk mengantisipasi
terjadinya perdarahan post partum.
Perdarahan post partum atau perdarahan pasca persalinan atau post
partum haemorrhage (PPH) secara primer adalah perdarahan atau
hilangnya darah yang terjadi setelah anak lahir. Perdarahan post partum
secara sekunder adalah kehilangan darah banyak darahan dapat terjadi
sebelum, selama, atau sesudah lahirnya plasenta dari saluran genital antara
24 jam sampai 6 minggu post partum.Penanganan perdarahan post partum
adalah dengan segera menghentikan perdarahan sesuai kausa, serta
mengganti volume darah yang hilang sesegera mungkin.

19

DAFTAR PUSTAKA
1. Cunningham, F Gary, et al., et al. Obstetric Hemorarraghe.
William Obstetric 24th Edition. New York : Mc Graw Medical, 2014.

2.

OutLook. Mencegah Perdarahan Pasca Persalinan: Menangani Persalinan


Kala Tiga. s.l. : Maternal Neonatal Health, 2002, Vol. 19.
3. Reproductive Health Indicators. Guideline for Their Generation,
Interpretation, adn Analysis for Global Monitoring. s.l. : World Health
Organization, 2006.
4. Norwitz, Errol R and Schorge, John O. Third Stage of Labor and post
Partum Hemorrhage. Obstetric and Gynecology at a Glance. Oxford :
Blackwell Science, 2001.
5. Edmonds, D Keith. Chapter 18: Obstetries Emergencies. Dewhurst's
Textbook of Obstetrics & Gynaecology. Massachusetts : Blackwell
Publishing, 2007.
6. Post Partum Hemorrhage. Smith, John R. s.l. : Medscape Referrence, 2014.
7. Kesehatan Keluarga. Profil kesehatan Indonesia Tahun 2013. jakarta :
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014.
8. Evensen, Ann and Anderson, Janice.Third Stage Pregnancy. January 2013.
9. Pearlman, Mark D, Tintinolli, Judith E and Dyne, Pamela L. Emergency
Delivery, Preterm Labor and Postpartum Hemorrhage. Obstetric &
Gynecologic Emergencies Diagnosis and Treatment. USA : McGraw Hill,
2004.
10. Karkata, Made Kornia. Perdarahan Pasca Persalinan. [book auth.] Sarwono
Prawirodihardjo. Ilmu kebidanan. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirodihardjo, 2014.
11. Postpartum Haemorrhage and abnormalities of the Third Stage of labour.
[book auth.] Joan Pitkin, Alison B Peattie and Brian A Magowan. Obstetric
and Gynaecology an Illustrated Colour Text. s.l. : Churchill Livingstone,
2003.
12. Current Diagnosis & Treatment Obstetrics & Gynecology. [book auth.] Alan H
DeCherney, et al., et al. US : McGraw-Hill, 2007.
13. Idiopathic Trombocytopenic Purpura. Silverman, Michael. s.l. : Medscape,
2015.
14. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di fasilitas Kesehatan Dasar dan
Rujukan. Jakarta : Kementerian kesehatan republik Indonesia, 2013.
15. Hanretty, Kevin P. Primary Post Partum Haemorrhage. Obstetrics Illustrated.
Tottenham : Churchill Livingstone, 2003.

20

Vous aimerez peut-être aussi