Vous êtes sur la page 1sur 6

Analisa kimia farmasi kuantitatif untuk zat-zat anorganik yang mengandung ion-ion

logam seperti aluminium, bismuth, kalsium, magnesium dan zink dengan cara
gravimetri memakan waktu yang lama, karena prosedurnya meliputi pengendapan,
penyaringan, pencucian dan pengeringan atau pemijaran sampai bobot tetap(Susanti
dan Wunas, 1979)
Kompleksometri

merupakan

jenis

titrasi

dimana

titran

dan

titrat

saling

mengkompleks, membentuk hasil berupa kompleks. Reaksireaksi pembentukan


kompleks atau yang menyangkut kompleks banyak sekali dan penerapannya juga
banyak, tidak hanya dalam titrasi. Karena itu perlu pengertian yang cukup luas tentang
kompleks, sekalipun disini pertama-tama akan diterapkan pada titrasi. Contoh reaksi
titrasi kompleksometri (Khopkar, 2002) :
Ag+ + 2 CN- Ag(CN)2
Hg2+ + 2Cl- HgCl2
(Khopkar, 2002).
Salah satu tipe reaksi kimia yang berlaku sebagai dasar penentuan titrimetrik
melibatkan pembentukan (formasi) kompleks atau ion kompleks yang larut namun
sedikit terdisosiasi. Kompleks yang dimaksud di sini adalah kompleks yang dibentuk
melalui reaksi ion logam, sebuah kation, dengan sebuah anion atau molekul
netral(Basset, 1994).
.Asam etilen diamin tetra asetat atau yang lebih dikenal dengan EDTA, merupakan
salah satu jenis asam amina polikarboksilat. EDTA sebenarnya adalah ligan seksidentat
yang dapat berkoordinasi dengan suatu ion logam lewat kedua nitrogen dan keempat
gugus karboksil-nya atau disebut ligan multidentat yang mengandung lebih dari dua
atom

koordinasi

per

molekul,

misalnya

asam

1,2-diaminoetanatetraasetat

(asametilenadiamina tetraasetat, EDTA) yang mempunyai dua atom nitrogen


penyumbang dan empat atom oksigen penyumbang dalam molekul (Rival, 1995).
Suatu EDTA dapat membentuk senyawa kompleks yang mantap dengan sejumlah
besar ion logam sehingga EDTA merupakan ligan yang tidak selektif. Dalam larutan
yang agak asam, dapat terjadi protonasi parsial EDTA tanpa pematahan sempurna

kompleks logam, yang menghasilkan spesies seperti CuHY-. Ternyata bila beberapa ion
logam yang ada dalam larutan tersebut maka titrasi dengan EDTA akan menunjukkan
jumlah semua ion logam yang ada dalam larutan tersebut (Harjadi, 1993).
Selektivitas kompleks dapat diatur dengan pengendalian pH, misal Mg, Ca, Cr,
dan Ba dapat dititrasi pada pH = 11 EDTA. Sebagian besar titrasi kompleksometri
mempergunakan indikator yang juga bertindak sebagai pengompleks dan tentu saja
kompleks logamnya mempunyai warna yang berbeda dengan pengompleksnya sendiri.
Indikator demikian disebut indikator metalokromat. Indikator jenis ini contohnya adalah
Eriochrome black T; pyrocatechol violet; xylenol orange; calmagit; 1-(2-piridil-azonaftol),
PAN, zincon, asam salisilat, metafalein dan calcein blue (Khopkar, 2002).
Satu-satunya ligan yang lazim dipakai pada masa lalu dalam pemeriksaan kimia
adala ion sianida, CN-, karena sifatnya yang dapat membentuk kompleks yang mantap
dengan ion perak dan ion nikel. Dengan ion perak, ion sianida membentuk senyawa
kompleks perak-sianida, sedagkan dengan ion nilkel membentuk nikel-sianida. Kendala
yang membatasi pemakaian-pemakaian ion sianoida dalam titrimetri adalah bahwa ion
ini membentuk kompleks secara bertahap dengan ion logam lantaran ion ini merupakan
ligan bergigi satu (Rival, 1995).
Titrasi dapat ditentukan dengan adanya penambahan indikator yang berguna
sebagai tanda tercapai titik akhir titrasi. Ada lima syarat suatu indikator ion logam dapat
digunakan pada pendeteksian visual dari titik-titik akhir yaitu reaksi warna harus
sedemikian sehingga sebelum titik akhir, bila hampir semua ion logam telah
berkompleks dengan EDTA, larutan akan berwarna kuat. Kedua, reaksi warna itu
haruslah spesifik (khusus), atau sedikitnya selektif. Ketiga, kompleks-indikator logam itu
harus memiliki kestabilan yang cukup, kalau tidak, karena disosiasi, tak akan diperoleh
perubahan warna yang tajam. Namun, kompleks-indikator logam itu harus kurang stabil
dibanding kompleks logam-EDTA untuk menjamin agar pada titik akhir, EDTA
memindahkan ion-ion logam dari kompleks-indikator logam ke kompleks logam-EDTA
harus tajam dan cepat. Kelima, kontras warna antara indikator bebas dan kompleksindikator logam harus sedemikian sehingga mudah diamati. Indikator harus sangat peka

terhadap ion logam (yaitu, terhadap pM) sehingga perubahan warna terjadi sedikit
mungkin dengan titik ekuivalen. Terakhir, penentuan Ca dan Mg dapat dilakukan
dengan titrasi EDTA, pH untuk titrasi adalah 10 dengan indikator eriochrome black T.
Pada pH tinggi, 12, Mg(OH)2 akan mengendap, sehingga EDTA dapat dikonsumsi
hanya oleh Ca2+ dengan indikator murexide (Basset, 1994).
Kesulitan yang timbul dari kompleks yang lebih rendah dapat dihindari dengan
penggunaan bahan pengkelat sebagai titran. Bahan pengkelat yang mengandung baik
oksigen maupun nitrogen secara umum efektif dalam membentuk kompleks-kompleks
yang stabil dengan berbagai macam logam. Keunggulan EDTA adalah mudah larut
dalam air, dapat diperoleh dalam keadaan murni, sehingga EDTA banyak dipakai dalam
melakukan percobaan kompleksometri. Namun, karena adanya sejumlah tidak tertentu
air, sebaiknya EDTA distandarisasikan dahulu misalnya dengan menggunakan larutan
kadmium (Harjadi, 1993).

Cara-cara Titrasi EDTA


Titrasi secara khelatometri telah dilakukan dengan baik terhadap semua kation
biasa. Jenis-jenis titrasinya adalah :
a. Titrasi langsung, dapat dilakukan terhadap sedikitnya 25 kation dengan
menggunakan indicator logam. Pereaksi pembentukan kompleks, seperti sitrat dan
tartrat, sering ditambahkan untuk pencegahan endapan hidroksida logam. Buffer NH3NH4Cl dengan pH 9 sampai 10 sering digunakan untuk logam yang membentuk
kompleks dengan amoniak (Underwood, 1994).
b. Titrasi kembali, digunakan apabila reaksi antara kation dengan EDTA lambat
atau apabila indicator yang sesuai tidak ada. EDTA berlebih ditambahkan berlebih dan
yang bersisa dititrasi dengan larutan standar Mg dengan menggunakan calmagnite
sebagai indicator. Kompleks Mg-EDTA mempunyai stabilitas relative rendah dan kation
yang ditentukan tidak digantikan dengan magnesium. Cara ini dapat juga untuk

menentukan logam dalam endapan, seperti Pb di dalam PbSO4 dan Ca dalam CaSOa
(Underwood, 1994).
c. Titrasi substitusi, berguna bila tidak ada indicator yang sesuai untuk ion logam
yang ditentukan. Sebuah larutan berlebih yang mengandung kompleks Mg-EDTA
ditambahkan dan ion logam, misalnya M2+, menggantikan magnesium dari kompleks
EDTA yang relative lemah itu (Underwood, 1994).
d. Titrasi secara tidak langsung, beberapa jenis telah dilaporkan, antara lain
penentuan sulfat dengan menambahkan larutan baku barium berlebihan dan menitrasi
kelebihan tersebut dengan EDTA. Juga pospat sudah ditentukan setelah pengendapan
sebagai MgNH4PO4 yang tidak terlalu sukar lanrt lalu menitrasi kelebihan Mg
(Underwood, 1994).
e. Cara titrasi alkalimetri, dengan menambahkan larutan Na2H2Y berlebihan
kepada larutan analat yang bereaksi netral. Ion hydrogen yang dibebaskan dititrasi
dengan larutan baku basa. (Underwood,1994)
Titrasi kompleksometri adalah titrasi yang berdasarkan reaksi pembentukan kompleks,
misalnya penetapan kadar Ca (ion logam) dengan EDTA (garam natrium dari asam etilendiaminatetraasetat)
(Pujaatmaka, 2002).
Titrasi kompleksometri adalah titrasi berdasarkan pembentukan senyawa kompleks antara
kation dengan zat pembentuk kompleks. Salah satu zat pembentuk kompleksyang banyak digunakan
dalam titrasi kompleksomteri adalah garam dinatrium etilendiamina tetraasetat (dinatrium EDTA).
Senyawa ini dengan banyak kation membentuk kompleks dengan perbandingan 1:1, beberapa
valensinya :
M++ + (H2Y)(MY)- + 2H+
3+
M + (H2Y)
(MY)- + 2H+
M4+ + (H2Y)(MY)- + 2H+
M adalah kation (logam) dan (H2Y)- adalah garam dinatrium etilendiamina tetraasetat. Kestabilan dari
senyawa kompleks yang terbentuk tergantung dari sifat kation dan pH larutan. Oleh karena itu,
titrasi dilakukan pada pH tertentu. Pada larutan yang terlalu alkalis perlu diperhitungkan
kemungkinan mengendapnya logam hidroksida (Tim Penyusun, 2013).

1.

Menurut Basset (1994), bahwa ada prosedur-prosedur yang paling penting untuk titrasi ion-ion
logam dengan EDTA, yaitu:
Titrasi langsung. Larutan yang mengandung ion logam yang akan ditetapkan, dibuferkan sampai ke pH
yang dikehendaki (misalnya sampai pH=10 dengan NH + larutan-air NH2), dan titrasi langsung dengan
larutan EDTA standar. Mungkin adalh perlu untuk mencehag pengendapan hidroksida logam itu

dengan penambahan sedikit zat pengompleks pembantu, seperti asam tartrat atau sitrat atau
trietanolamina.
2. Titrasi balik. Karena berbagai alasan, banyak logam tak dapat dititrasi langsung; mereka mungkin
mengendap dari dalam larutan dalam jangkauan pH yang perlu untui titrasi, atau mereka mungkin
membentuk komplek-kompleks inert atau indikator logam yang sesuai tidak tersedia. Dalam hal-hal
demikian, ditambahkan larutan EDTA standar berlebih, larutan yang dihasilakn dibuferkan sampai ke
pH yang dihendaki.
3. Titrasi penggantian atau titrasi substitusi. Titrasi substitusi dapat digunakan untuk ion logam yang
tidak bereaksi (atau bereaksi dengan tak memuaskan) dengan indikator logam.
4. Titrasi alkalimetri. Bila suatu larutan EDTA, ditambahkan kepada suatu larutan yang mengandung
ion-ion logam, terbentuklah kompleks-kompleks disertai dengan pembebasan dua ekivalen ion
hidrogen.
Titrasi kompleksometri digunakan untuk menentukan kandungan garam-garam logam.
Etilendiamin tetraasetat (EDTA) merupakan titran yang sering digunakan. EDTA akan membentuk
kompleks 1:1 yang stabil dengan semua logam kecuali logam alkali seperti natrium dan kalium. Untuk
deteksi titik akhir titrasi digunakan indikator zat warna yang ditambahkan pada larutan logam pada
saat awal sebelum dilakukan titrasi dan akan membentuk kompleks berwarna dengan sejumlah kecil
logam. Pada titik akhir titrasi (ada sedikit kelebihan EDTA) maka komples indikator logam akan
pecah dan menghasilkan warna yang berbeda. Indikator yang dapat digunakan untuk titrasi
kompleksometri ini antara lain hitam eriokrom, mureksid, jingga pirokatenol, jingga xilenol, asam
kalkon karbonat, kalmagit, dan biru hidroksi naftol (Gholib, 2007).

Basset, J., dkk. 1994. Buku Ajar Vogel : Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Penerbit Buku Kedokteran
EGC. Jakarta
Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta
Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi IV. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta
Gholib, Ibnu., dan Rohman, Abdul. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar. Jogjakarta
Pujaatmaka, A. Handayana. 2002. Kamus Kimia. Balai Pustaka. Jakarta
Tim Penyusun. 2013. Penuntun Praktikum Kimia Analisis. Program Studi Farmasi FMIPA UNTAD. Palu

Anonim. 2011. Penuntun Praktikum Kimia Analisis. Universitas Muslim Indonesia. Makassar.
Basset, J. dkk. 1994. Buku Ajar Vogel:Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Terjemahan A.
Hadyana Pudjaatmaka dan L. Setiono. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Day, JR dan Underwood. 1994. Analisis Kimia Kuantitatif. Erlangga. Jakarta.

Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia III. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Jakarta.
Harjadi, W. 1993. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Erlangga. Jakarta.
Khopkar S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI Press. Jakarta.
Rival, Harrizul. 1995. Asas Pemeriksaan Kimia . UI Press. Jakarta.
Susanti,S., Wunas,Y., (1979), Analisis Kimia Farmasi Kuantitatif, Lembaga Penerbitan UNHAS,
Makassar.

Vous aimerez peut-être aussi