Vous êtes sur la page 1sur 13

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN POLIP NASI


Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II
Dosen Pengampu: Ns. Maryana, S.SiT., S.Psi., M.Kep.

Disusun oleh:
Ad Dieni Ulya Sholichah (P07120214001)
Latiefa Zulfa Istiqamah

(P07120214017)

Nissa Kurniasih

(P07120214023)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN YOGYAKARTA
JURUSAN DIV KEPERAWATAN
2016

BAB I
PENDAHULUAN
A. Definisi
Polip nasi adalah massa lunak yang tumbuh di dalam rongga hidung. Kebanyakan
polip berwarna putih bening atau keabu abuan, mengkilat, lunak karena banyak
mengandung cairan (polip edematosa). Polip yang sudah lama dapat berubah menjadi
kekuning kuningan atau kemerah merahan, suram dan lebih kenyal (polip fibrosa).
Polip kebanyakan berasal dari mukosa sinus etmoid, biasanya multipel dan dapat
bilateral. Polip yang berasal dari sinus maksila sering tunggal dan tumbuh ke arah
belakang, muncul di nasofaring dan disebut polip koanal.
B. Etiologi
Polip hidung biasanya terbentuk sebagai akibat reaksi hipersensitif atau reaksi
alergi pada mukosa hidung. Peranan infeksi pada pembentukan polip hidung belum
diketahui dengan pasti tetapi ada keragu raguan bahwa infeksi dalam hidung atau sinus
paranasal seringkali ditemukan bersamaan dengan adanya polip. Polip berasal dari
pembengkakan lapisan permukaan mukosa hidung atau sinus, yang kemudian menonjol
dan turun ke dalam rongga hidung oleh gaya berat. Polip banyak mengandung cairan
interseluler dan sel radang (neutrofil dan eosinofil) dan tidak mempunyai ujung saraf atau
pembuluh darah. Polip biasanya ditemukan pada orang dewasa dan jarang pada anak
anak. Pada anak anak, polip mungkin merupakan gejala dari kistik fibrosis.
Yang dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya polip antara lain :
1. Alergi terutama rinitis alergi.
2. Sinusitis kronik.
3. Iritasi.
4. Sumbatan hidung oleh kelainan anatomi seperti deviasi septum dan hipertrofi konka
C. Tanda dan gejala
Gejala utama yang ditimbulkan oleh polip hidung adalah rasa sumbatan di hidung.
Sumbatan ini tidak hilang timbul dan makin lama semakin berat keluhannya. Pada
sumbatan yang hebat dapat menyebabkan gejala hiposmia atau anosmia. Bila polip ini
menyumbat sinus paranasal, maka sebagai komplikasinya akan terjadi sinusitis dengan
keluhan nyeri kepala dan rinore.
Bila penyebabnya adalah alergi, maka gejala yang utama ialah bersin dan iritasi di
hidung. Pasien dengan polip yang masif biasanya mengalami sumbatan hidung yang

meningkat, hiposmia sampai anosmia, perubahan pengecapan, dan drainase post nasal
persisten. Sakit kepala dan nyeri pada muka jarang ditemukan dan biasanya pada daerah
periorbita dan sinus maksila. Pasien polip dengan sumbatan total rongga hidung atau
polip tunggal yang besar memperlihatkan gejala sleep apnea obstruktif dan pernafasan
lewat mulut yang kronik.
Pasien dengan polip soliter seringkali hanya memperlihatkan gejala obstruktif
hidung yang dapat berubah dengan perubahan posisi. Walaupun satu atau lebih polip
yang muncul, pasien mungkin memperlihatkan gejala akut, rekuren, atau rinosinusitis
bila polip menyumbat ostium sinus. Beberapa polip dapat timbul berdekatan dengan
muara sinus, sehingga aliran udara tidak terganggu, tetapi mukus bisa terperangkap dalam
sinus. Dalam hal ini dapat timbul perasaan penuh di kepala, penurunan penciuman, dan
mungkin sakit kepala. Mukus yang terperangkap tadi cenderung terinfeksi, sehingga
menimbulkan nyeri, demam, dan mungkin perdarahan pada hidung.
Manifestasi polip nasi tergantung pada ukuran polip. Polip yang kecil mungkin
tidak menimbulkan gejala dan mungkin teridentifikasi sewaktu pemeriksaan rutin. Polip
yang terletak posterior biasanya tidak teridenfikasi pada waktu pemeriksaan rutin
rinoskopi posterior. Polip yang kecil pada daerah dimana polip biasanya tumbuh dapat
menimbulkan gejala dan menghambat aliran saluran sinus, menyebabkan gejala-gejala
sinusitis akut atau rekuren.
Gejala Subjektif:

Hidung terasa tersumbat

Hiposmia atau Anosmia (gangguan penciuman)

Nyeri kepala

Rhinore

Bersin

Iritasi di hidung (terasa gatal)

Post nasal drip

Nyeri muka

Suara bindeng

Telinga terasa penuh

Mendengkur

Gangguan tidur

Penurunan kualitas hidup

Gejala Objektif:

Oedema mukosa hidung

Submukosa hipertropi dan tampak sembat

Terlihat masa lunak yang berwarna putih atau kebiruan

Bertangkai

D. Patofisiologi
Pada tingkat permulaan ditemukan edema mukosa yang kebanyakan terdapat di
daerah meatus medius. Kemudian stroma akan terisi oleh cairan interseluler, sehingga
mukosa yang sembab menjadi polipoid. Bila proses terus berlanjut, mukosa yang sembab
makin membesar dan kemudian akan turun ke dalam rongga hidung sambil membentuk
tangkai, sehingga terbentuk polip.
Polip di kavum nasi terbentuk akibat proses radang yang lama. Penyebab tersering
adalah sinusitis kronik dan rinitis alergi. Dalam jangka waktu yang lama, vasodilatasi
lama dari pembuluh darah submukosa menyebabkan edema mukosa. Mukosa akan
menjadi ireguler dan terdorong ke sinus dan pada akhirnya membentuk suatu struktur

bernama polip. Biasanya terjadi di sinus maksila, kemudian sinus etmoid. Setelah polip
terrus membesar di antrum, akan turun ke kavum nasi. Hal ini terjadi karena bersin dan
pengeluaran sekret yang berulang yang sering dialami oleh orang yang mempunyai
riwayat rinitis alergi karena pada rinitis alergi terutama rinitis alergi perennial yang
banyak terdapat di Indonesia karena tidak adanya variasi musim sehingga alergen
terdapat sepanjang tahun. Begitu sampai dalam kavum nasi, polip akan terus membesar
dan bisa menyebabkan obstruksi di meatus media.
E. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Berdasarkan Studi Laboratorium langsung, proses patologis dipercaya
bertanggung jawab pada terjadinya polip hidung .Anak-anak dengan polip hidung
yang berhubungan dengan sinusitis alergi perlu mendapatkan evaluasi alergi; yaitu
test serological radioalergosorben (RAST) atau test alergi kulit. Mabry dan Marple
menunjukkan adanya penurunan kekambuhan polip hidung pada anak-anak yang
telah mendapatkan imunoterapi antigen sesuai dengan penyebab alerginya, oleh
karena itu, test alergi penting dalam AFS. Melakukan test klorida atau test genetik
Cystik Fibrosis pada setiap anak dengan polip hidung multipel benigna.
Ditemukannya Eosinofil pada hapusan hidung dapat digunakan untuk
membedakan penyakit sinus alergi dan non-alergi serta menandai apakah anak
tersebut memberikan respon terhadap glukokortikoid. Ditemukannya neutrofil
mengindikasikan adanya sinusitis kronis
2. Pemeriksaan Radiologis
Foto polos sinus paranasal (posisi Waters, AP, Caldwell dan lateral) dapat
memperlihatkan penebalan mukosa dan adanya batas udara-cairan di dalam sinus,
tetapi sebenarnya kurang bermafaat pada kasus polip nasi karena dapat memberikan
kesan positif palsu atau negatif palsu, dan tidak dapat memberikan informasi
mengenai keadaan dinding lateral hidung dan variasi anatomis di daerah kompleks
ostio-meatal. Pemeriksaan tomografi komputer (TK, CT scan) sangat bermanfaat
untuk melihat dengan jelas keadaan di hidung dan sinus paranasal apakah ada proses
radang, kelainan anatomi, polip atau sumbatan pada kompleks ostiomeatal. TK
terutama diindikasikan pada kasus polip yang gagal diobati dengan terapi
medikamentosa, jika ada komplikasi dari sinusitis dan pada perencanaan tindakan

bedah terutama bedah endoskopi. Biasanya untuk tujuan penapisan dipakai potongan
koronal, sedangkan pada polip yang rekuren diperlukan juga potongan aksial
3. Pemeriksaan diagnostic
Foto polos sinus paranasal (posisi Waters,AP, Caldwell dan lateral) dapat
memperlihatkan penebalan mukosa dan adanya batas udara-cairan di dalam sinus,
tetapi kurang bermanfaat pada kasus polip. Pemeriksaan tomografi computer (TK, CT
scan) sangat bermanfaat untuk melihat dengan jelas keadaan di hidung dan sinus
paranasal apakah ada proses radang, kelainan anatomi, polip atau sumbatan pada
kompleks ostiomeatal. TK terutama diindikasikan pada kasus polip yang gagal diobati
dengan terapi medikamentosa, jika ada komplikasi dari sinusitis dan pada
perencanaan tindakan bedah terutama bedah endoskopi.
F. Manajemen terapi
Untuk polip edematosa, dapat diberikan pengobatan kortikosteroid :
1. Oral, misalnya prednison 50 mg/hari atau deksametason selama 10 hari, kemudian
dosis diturunkan perlahan lahan (tappering off).
2. Suntikan intrapolip, misalnya triamsinolon asetonid atau prednisolon 0,5 cc, tiap 5
7 hari sekali, sampai polipnya hilang.
3. Obat semprot hidung yang mengandung kortikosteroid, merupakan obat untuk
rinitis alergi, sering digunakan bersama atau sebagai lanjutan pengobatn
kortikosteroid per oral. Efek sistemik obat ini sangat kecil, sehingga lebih aman.
Untuk polip yang ukurannya sudah besar dilakukan ektraksi polip (polipektomi)
dengan menggunakan senar polip. Selain itu bila terdapat sinusitis, perlu dilakukan
drenase sinus. Oleh karena itu sebelum operasi polipektomi perlu dibuat foto sinus
paranasal untuk melihat adanya sinusitis yang menyertai polip ini atau tidak. Selain itu,
pada pasien polip dengan keluhan sakit kepala, nyeri di daerah sinus dan adanya
perdarahan pembuatan foto sinus paranasal tidak boleh dilupakan.
Prosedur polipektomi dapat mudah dilakukan dengan senar polip setelah
pemberian dekongestan dan anestesi lokal.
Pada kasus polip yang berulang ulang, perlu dilakukan operasi etmoidektomi
oleh karena umumnya polip berasal dari sinus etmoid. Etmoidektomi ada dua cara,
yakni :
1. Intranasal

2. Ekstranasal
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN :
1. Biodata : nama, umur, sex, alamat, suku, bangsa, pendidikan, pekerjaan
2. Riwayat Penyakit sekarang
3. Keluhan utama : biasanya penderita mengeluh sulit bernafas, tenggorokan.
4. Riwayat penyakit dahulu :
a. Pasien pernah menderita penyakit akut dan perdarahan hidung atau trauma
b. Pernah mempunyai riwayat penyakit THT
c. Pernah menedrita sakit gigi geraham
5. Riwayat keluarga : Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang lalu yang
mungkin ada hubungannya dengan penyakit klien sekarang.
6. Riwayat spikososial
a. Intrapersonal : perasaan yang dirasakan klien (cemas/sedih)
b. Interpersonal : hubungan dengan orang lain.
7. Pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Untuk mengurangi flu biasanya klien mengkonsumsi obat tanpa memperhatikan efek
b.
c.
d.
e.

samping
Pola nutrisi dan metabolisme
Biasanya nafsu makan klien berkurang karena terjadi gangguan pada hidung
Pola istirahat dan tidur
Selama inditasi klien merasa tidak dapat istirahat karena klien sering pilek
Pola Persepsi dan konsep diri
Klien sering pilek terus menerus dan berbau menyebabkan konsep diri menurut
Pola sensorik
Daya penciuman klien terganggu karena hidung buntu akibat pilek terus menerus (baik

purulen, serous, mukopurulen).


8. Pemeriksaan fisik
a. Status kesehatan umum : keadaan umum, tanda vital, kesadaran.
b. Pemeriksaan fisik data fokus hidung : rinuskopi (mukosa merah dan bengkak).
B. ANALISIS DATA
Data subyektif :
Hidung terasa tersumbat, susah bernafas
Keluhan gangguan penciuman
Merasa banyak lender, keluar darah
Klien merasa lesu, tidak nafsu makan
Merasa pusing
Data Obyektif :

Demam, drainage ada : serous, mukopurulen, purulent


Polip mungkin timbul dan biasanya terjadi bilateral pada hidung dan sinus yang

mengalami radang : Pucat, edema keluar dari hidung atau mukosa sinus
Kemerahan dan edema membran mukosa
Pemeriksaan penunjung :
Kultur organisme hidung dan tenggorokan

C. DIAGNOSA
1. Nyeri Akut berhubungan dengan agen injuri
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
4. Resiko infeksi
D. PERENCANAAN
1. Nyeri akut
Tujuan : nyeri berkurang atau hilang
Kriteria hasil :
- Klien mengungkapakan nyeri yang dirasakan berkurang atau hilang
- Klien tidak menyeringai kesakitan
No.

Intervensi

Rasional
3

Kaji tingkat nyeri klien

Mengetahui tingkat nyeri klien

Jelaskan sebab dan akibat


nyeri

pada

klien

dalam

menentukan

tindakan

selanjutnya

serta

keluarganya
Ajarkan tehnik relaksasi dan

Dengan sebab dan akibat nyeri


diharapkan

klien

berpartisipasi

distraksi

dalam

Klien mengetahui tehnik distraksi

dan keluhan klien

dan

Kolaborasi dngan tim medis

Acetaminopen;

Aspirin,

sehinggga

dapat
bila

mengalami nyeri
Mengetahui keadaan umum dan
perkembangan kondisi klien.

dekongestan

hidung

relaksasi

mempraktekkannya

- Terapi konservatif :
obat

untuk

mengurangi nyeri

Observasi tanda tanda vital

a.

perawatan

Menghilangkan

/mengurangi

keluhan nyeri klien


2. Bersihan jalan nafas tidak efektif
Tujuan : Bersihan jalan nafas menjadi efektif
Kriteria : Frekuensi nafas normal, tidak ada suara nafas tambahan, tidak menggunakan
otot pernafasan tambahan, tidak terjadi dispnoe dan sianosis
No.

Intervensi

3
Penurunan bunyi nafas dapat

Mandiri
Kaji bunyi atau kedalaman
pernapasan dan gerakan dada.

Catat
mengeluarkan
efektif

Rasional

kemampuan
mukosa/batuk

menyebabkan atelektasis, ronchi


dan

wheezing

menunjukkan

akumulasi sekret
Sputum berdarah kental atau cerah
dapat diakibatkan oleh kerusakan
paru atau luka bronchial

Berikan posisi fowler atau

Posisi membantu memaksimalkan

semi fowler tinggi

ekspansi paru dan menurunkan


upaya pernafasan

Bersihkan sekret dari mulut

Mencegah obstruksi/aspirasi

dan trakea
Pertahankan masuknya cairan
sedikitnya

sebanyak

Membantu pengenceran sekret

250

ml/hari kecuali kontraindikasi


2

Kolaborasi

Mukolitik

untuk

menurunkan

batuk, ekspektoran untuk membantu


memobilisasi sekret, bronkodilator

Berikan obat sesuai dengan


indikasi

menurunkan spasme bronkus dan

mukolitik,

analgetik

ekspektoran, bronkodilator

diberikan

untuk

menurunkan ketidaknyamanan
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
Tujuan : Menunjukkan peningkatan nafsu makan.
Kriteria : Peningkatan masukan makanan, tidak ada penurunan berat badan lebih lanjut
No

Intervensi

Rasional

Mandiri

Pastikan pola diit biasa pasien,

Membantu

dalam

mengidentifikasi
kebutuhan/kekuatan khusus.

yang disukai atau tidak disukai


Awasi masukan dan pengeluaran
dan berat badan secara periodik

Berguna

dalam

mengukur

keefektifan nutrisi dan dukungan

cairan
Dorong makan sedikit dan sering Memaksimalkan masukan nutrisi
dengan makanan tinggi kalori dan

tanpa

kelemahan

tinggi karbohidrat

perlu/kebutuhan
makanan

Auskultasi

bising

usus,

yang
energi

banyak

tak
dari
dan

menurunkan iritasi gaster

palpasi/observasi abdomen

4. Resiko infeksi
Tujuan : infeksi tidak ada
Kriteria : Mengidentifikasi perilaku untuk mencegah / menurunkan risiko infeksi.
Meningkatkan penyembuhan luka, bebas eritema, dan demam.
No

Intervensi

Rasional

Mencegah kontaminasi silang /

Mandiri
Tingkatkan cuci tangan yang baik
oleh

pemberi

perawatan

kolonisasi bakterial.

dan Menurunkan risiko kolonisasi /

pasien.

infeksi bakteri.

Pertahankan teknik aseptik ketat Menurunkan risiko kerusakan


pada prosedur / perawatan luka.

kulit / jaringan dan infeksi.

Berikan perawatan kulit, perianal, Meningkatkan sirkulasi darah


dan oral dengan cermat.

dan

mencegah

decubitus

pencetus infeksi.
Dorong

perubahan

ambulasi yang sering.

posisi

/
Adanya proses inflamasi / infeksi

Pantau

suhu,

catat

adanya

membutuhkan

menggigil dan takikardi dengan /


tanpa demam.

evaluasi

pengobatan

Pantau / batasi pegunjung.

Membatasi

pemajanan

pada

bakteri / infeksi.

Kolaborasi

Mungkin

digunakan

secara

propilaktik untuk menurunkan

Berikan

antiseptik

antibiotik sistemik.

topikal

kolonisasi

atau

untuk

pengobatan proses infeksi lokal

DAFTAR PUSTAKA
Adams, George dkk. 1989. Buku Ajar Penyakit Telinga Hidung Tenggorok. W.B. Saunders,
Philadelphia.

Ballenger, John Jacob. 1991. Diseaes of The Nose Throat Ear Head and Neck. Lea & Febiger
14th edition. Philadelphia.
Kapita Selekta Kedokteran. 2000. Edisi III jilid I hal. 113 114. Penerbit Media Aesculapius
FK-UI: Jakarta.
Soepardi, Efiaty dkk. 2000. Penatalaksanaan dan Kelainan Telinga Hidung Tenggorok edisi II.
Balai Penerbit FK-U: Jakarta.
_________________. 2000. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok edisi IV
cetakan I. Balai Penerbit FK-UI: Jakarta.
-----.2014. Polip Nasi. [Online]. Tersedia : www.geocities.ws. [Diakses pada 11 maret 2016
pukul 20.00]

Vous aimerez peut-être aussi