Vous êtes sur la page 1sur 14

AHLUSSUNNAH WALJAMAAH DAN PERANAN PESANTREN DALAM

AKTUALISASI DAN PELESTARIANNYA DI TENGAH-TENGAH MASYARAKAT


A.Hakikat Ahlussunnah Wal Jamaah
Dengan tidak memonopoli predikat sebagai satu-satunya golongan Ahlussunnah wal Jamaah,
jamiah Nahdlatul Ulama semenjak pertama berdirinya menegaskan diri sebagai penganut,
pengembang Islam ala Ahlussunnah wal Jamaah. Dengan sekuat tenaga, Nahdlatul Ulama
berusaha menempatkan diri sebagai pengamal setia dan mengajak seluruh kaum muslimin,
terutama para warganya untuk menggolongkan diri pada Ahlussunnah wa Jamaah.
Pada hakekatnya, Ahlussunnah wal Jamaah, adalah ajaran Islam yang murni sebagaimana
diajarkan dan diamalkan oleh Rasulullah saw. bersama para sahabatnya. Ketika Rasulullah saw.
menerangkan bahwa umatnya akan tergolong menjadi banyak sekali (73) golongan, beliau
menegaskan bahwa yang benar dan selamat dari sekian banyak golongan itu hanyalah
Ahlussunnah wa Jamaah. Atas pertanyaan parasahabat, apakah as-Sunah wal Jamaah itu beliau
merumuskan dengan sabdanya:

apa yang aku brerada di atasnya,hari ini,bersama para sahabat ku.
Ahlussunnah wal Jamaah adalah golongan pengikut setia pada al-Sunnah wa al-Jamaah, yaitu
ajaran Islam yang diajarkan dan diamalkan Oleh Rasulullah saw. bersama para sahabatnya pada
zamanya itu.
Sebagai suatu doktrin ajaran Ahlussunnah Wal Jamaah sudah ada jauh sebelum tumbuh sebagai
aliran dan gerakan, bahkan teminologi atau istilah Ahlussunnah Wal Jamaah itu sudah
dipakai sejak zaman Rosulullah s.a.w. dan para sahabatnya; hanya saja belum dipakai sebagai
nama aliran atau gerakan kelompok tertentu. Hal yang memicu lahirnya Ahlussunnah Wal
Jamaah sebagai aliran dan gerakan tertentu dari komunitas Islam adalah sebagai reaksi dan
koreksi terhadap aliran dan gerakan lain di kalangan umat Islam yang mengancam kemapanan
doktrin Ahlussunnah Wal Jamaah, terutama menguatnya pengaruh aliran dan gerakan
Mutazilah pada zaman Abbasiyah, khususnya pada zaman Al-Mamun (198-218 H/ 813-833 M),
Al-Mutasim (218-228 H/833-842 M) dan Al-Watsiq (228-233 H/842-847 M) yang menjadikan
Mutazilah sebagai madzab resmi negara yang dilindungi oleh pemerintah.
Dalam penyebaran faham Mutazilah itu, terjadi suatu peristiwa yang membuat lembaran hitam
dalam sejarah umat Islam dan khususnya Mutazilah sendiri. Khalifah Al-Mamun dalam
upayanya menanamkan pengaruh Mutazilah melakukan pemaksaan kepda seluruh jajaran
pemerintahannya, bahkan juga kepada seluruh masarakat Islam. Dalam pemaksaan faham
Mutazilah itu, banyak ulama yang menjadi panutan masarakat menjadi korban penganiyayaan di
antaranya adalah Imam Hambali ( ahmad bin Hambal), Muhammad bin Nuh, dan lain-lain lagi
yang tidak mau mengubah pendiriannya untuk mengattakan bahwa Al-quran itu adalah
mahluk (seperti yang diyakini Mutazilah), maka mereka dipenjarakan dan dianiaya. Ketegaran
dan ketegasan mereka dalam mempertahankan keyakinan/aqidah Ahlussunnah Wal Jamaah itu
mendapat simpati luas dari masarakat dan sekaligus menanamkan kebencian dan antipati
terhadap Mutazilah dan kekuasaan pendukungnya.

Ketika Al-Mutawakkil (233-247 H/874-861 M) menjada khalifah Abbasiyah menggantikan AlWatsiq dia melihat bahwa posisi sebagian khalifah perlu mendapat dukungan mayoritas dari
masarakat. Sementara. Oleh sebab itu pada tahun 856 M, khalifah Al Mutawakkil membatalkan
aliran Mutazilah sebagai madzab resmi negara atau pemerintahan.
Bagi masarakat awam, sebenarnya sulit menerima doktrin mutazilah yang rasional-filosofis,
mereka lebih suka ajaran-ajaran yang sifatnya sederhana yang sejalan dengan sunnah Nabi
Muhammad s.a.w dan tradisi para sahabatnya. Dalam keadaan yang demikian itu muncullah
tokoh intelektual dan ulam Islam Abul Hasan Al-Asyary wafat 324 H/935 M ) dengan ajaraajaran aqidah (teologi) baru yang berusaha mengakomodasi aspirasi masarakat, dengan tetap
berpegangan teguh pada sunnah nabi s.a.w serta tradisi para sahabatnya. Ajaran atau doktrin
teologi al-Asyary ini kemudian di kembangkan secara dinamik oleh murid-murid dan ulamaulam pengikutnya, seperti: Abu Hasan Al Bahili, muhammad Al Baqillani, Abdul Maali Al
Juwaini (Imam haramain), Abu Hamid Muhammad Al Ghozali, Muhammad bin Yusuf As
Sanusi, dan lain-lain. Dan disamarkand, muncul tokoh Ahlussunnah Wal Jamaah yang lain yakni
Abu Manshur Al Maturidi (wafat333 H/ 944 M) kemudian ajaran teologinya di kenal Al
Maturidiyah. Di Bukhara, aliran Mturidiyah dikembangkan oleh Ali Muhammad Al Basdawi.
Meskipun pendukung Asyariyah maupun Maturidiyah, secara metodologi mengikuti imamnya,
tetapi dalam fatwa-fatwa qauliyah tidak seluruhnya sama; disana terjadi dinamika konsepsi
sejalan dengan realita dan penemuam-penemuan baru yang dihadapi. Dan dari kajian khazanah
keilmuan dan data-data kesejarahan Ahlussunnah Wal Jamaah selama ini dapat ditarik suatu
kesimpulan bahwa untuk mempelajari ahlussyunnah Wal Jamaah secara utuh, perlu beberapa
macam pendekatan, setidak tidaknya adalah pendekatan doktrinal (mengkaji dari sisi ajaran yang
di pandang baku), historis (aspek kesejarahan yang mempengaruhi perkembangan Ahlussunnah
Wal Jamaah selama ini), dan kultural (pengaruh budaya dan tradisi yang mendukung maupun
menentang Ahlussunnah Wal Jamaah) itu sendiri.
B.Peranan para Sahabat
Para sahabat, generasi yang hidup se-zaman dengan Rasulullah saw. adalah generasi yang paling
menghayati as-Sunnah wal Jamaah. Mereka dapat menerima langsung ajaran agama dari tangan
pertama. Kalau ada yang belum jelas, dapat menanyakan langsung pula kepada Rasulullah saw.
terutama al-Khulafa ar-Rosyidun sahabat Abu Bakar as-Shiddiq ra., sahabat Umar bin Khatab
ra., sahabat Utsman bin Affan ra., dan Sahabat Ali bin Abi Thalib ra.
Memang para sahabat adalah manusia biasa yang tidak memiliki wewenang Tasyri(
=membentu atau mengadakan hukum), Tetapi di dalam tathabiq ( = menerapkan prinsipprinsip pada perumusan sikap dan pendapaat yang kongkrit), peranan mereka tidak dapat
dikesampingkan karena hanya ada kritik atau koreksi dari seseorang atau kelompok orang
manusia biasa pula yang jarak zamannya sedemikian jauh dengan zaman Rasulullah saw. dan
kemampuan penghayatannya terhadap as-sunnah wal Jamaah sulit diyakini melebihi kemampuan
para sahabat.
Rasulullah saw. bersabda:

Haruslah kamu sekalian berpegang teguh kepada sunnahku dan sunnah para Khulafa arRasyidin yang mendapat petunjuk(Rw.Ahmad)

Nahdlatul Ulama berpendirian teguh, bahwa al-Mahdiyyin (yang mendapat petunjuk) adalah
sifat menerangkan kenyataan bukan sifat yang merupakan syarat yang membatasi. Artinya,
memang semua Khulafa al-Rasyidin itu, tanpa diragukan lagi adalah orang-orang yang mendapat
petunjuk, bukan orang-orang yang sebagian mendapat petunjuk dan sebagian tidak.
adalah sifat kata bukan sifat kata : . Bahkan, jumhur ulama berpendapat bahwa para
sahabat Rasulullah saw. adalah para tokoh yang diyakini kejujurannya di dalam masalah
penyampaian ajaran agama. Keragu-raguan terhadap kejujuran para sahabat merupakan salah
satu bahaya bagi kemantapan saluran ajaran agama, apa alagi terhadap Khulafa ar-Rosyidin alMahdiyyin. Keragu-raguan tersebut akan mengacaukan, mengaburkan dan mengeruhkan jalurjalur yang harus ditelusuri sampai kepada as-Sunnah dan al-Quran.
Para sahabat yang mendengar ucapan, melihat perbuatan dan menghayati sikap (taqrir)
Rasulullah saw. kemudian ucapan, perbuatan dan sikap Rasulullah saw itu dikumpulkan, dicatat
dan dikodifikasikan. Para sahabat pula yang mendengar dan mencatat Rasulullah saw., membaca
ayat-ayat al-Quran, kemudian dikumpulkan dan disusun menjadi mushaf yang sampai sekarang
kita yakini sebagai mushaf al-Quran yang otentik.
Selain dalil-dalil qauli (bersifat ucapan) yang memberi kesaksian Rasulullah saw. atas
kemampuan penghayatan para sahabat terhadap apa yang diajarkan oleh beliau, terdapat pula
dalil-dalil yang sekaligus qauli dan fili (bersifat perbuatan tindakan). Beliau merestui beberapa
sahabat melakukan ijtihad (mengerahkan daya pikir untuk mendapat kesimpulan pendapat
berdasarkan atas pemahaman dan peghayatan terhadap nash al-Quran dan al-Hadits). Yang
paling terkenal ialah ketika Rasulullah saw. mengutus sahabat Muadz bin Jabal ra. ke Yaman.
Atas pertanyaan Rasulullah saw., sahabat Muadz ra memberi jawaban yang dapat dirumuskan :
1.Kalau sesuatu masalah ada dalilnya yang jelas didalam al-Quran, maka keputusan hukum
diambil berdasarkan al-Quran
2.Kalau tidak terdapat dalam al-Quran dan terdapat didalam as-Sunnah, maka diambil
berdasarkan as-Sunnah
3.Kalau tidak terdapat dalil yang jelas didalam al-Quran dan juga tidak terdapat didalam asSunnah, maka keputusan hukum diambil berdasarkan ijtihad (hasil daya pikir).
Pasti dapat diyakinkan oleh setiap pemeluk Islam, bahwa para sahabat bukanlah sekelompok
orang yang dibina oleh Rasulullah saw. hanya untuk diri mereka sendiri tanpa berkelanjutan
peranannya. Pasti para sahabat adalah generasi pertama kaum muslimin mengemban tugas
melanjutkan missi dan perjuangan Rasulullah saw. mengembangkan ajaran agama Islam ke
seluruh pelosok dunia kepada segenap umat manusia.
Allah berfirman:
.
Dan kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya, sebagai
pembawa berita gembira dan pemberi peringatan. Tetapi kebanyakan manusia tidak mengerti.
(Q.S. As-Saba, 28) Pasti para sahabat adalah pembawa cahaya Islam yang diterima dari
Rasulullah saw. kepada generasi-generasi sesudahnya.
Rasulullah saw bersabda :

para sahabatku adalag ibarat bintang-bintang . dengan siapapun diantara mereka kamu sekalian
ikut, maka kamu akan mendapat petunjuk.
Para sahabat, pasti bukan sekedar pembawa rekaman ayat-ayat al-Quran dan as-Sunnah saja,

tetapi sekaligus adalah juga pembawa pentauladanan, penjelasan dan pendapat mengenai arti
ayat al-Quran dan al-Hadits itu sesuai dengan penghayatannya.
C.Generasi sesudah Sahabat
Sesudah generasi sahabat, tugas melanjutkan missi dan perjuangan Rasulullah SAW. diterima
oleh generasi baru yang disebut tabiin ( = para pengikut). Selanjutnya ganti berganti,
berkesinambungan generasi demi generasi menerima missi dan perjuangan itu, para tabiin, para
Imam Mujtahidin, para Ulama Shalihin, dari zaman ke zaman.
Kalau pengumpulan dan penyusunan catatan-catatan ayat-ayat al-Quran sampai menjadi sebuah
mush-haf yang otentik sudah terselesaikan pada zaman sahabat, maka pengumpulan Hadits baru
dirintis dan dilakukan oleh para tabiin. selanjutnya seleksi, kategorisasi, sistematisasinya
digarap dan dirampungkan oleh generasi-generasi sesudahnya. Segala macam syarat, sarana dan
metode untuk menyimpulkan pendapat yang benar dan murni dari al-Quran dan al-Hadits
diciptakan dan dikembangkan. Mulai dari ilmu-ilmu bahasa Arab, Nahwu, Sharraf, Maani,
Badi, dan Bayan sampai kepada ilmu mantiq (logika) dan filsafat, dirangkaikan dengan ilmu
tafsir, ilmu Mushthalahul Hadits sampai kepada Ushul Fiqh dan al-Qowaid al-Fiqhiyah.
Semuanya dimaksudkan untuk dapat mencapai kemurnian ajaran a-Sunnah wal Jamaah.
Bukan hanya guna mendapatkan ilmunya untuk diamalkan sendiri, tetapi sekaligus juga segala
ilmu yang didapat itu di siarkan, di dawahkan dan lebih dari untuk diamalkan oleh sebanyak
mungkin umat.
Mereka as-Sabiqunal Awwalun ( = generasi terdahulu) itu bergerak kesegala
penjuru dunia, dengan segala jerih payah, dengan penderitaan dan pengorbanan menyebarkan asSunnah wal Jamaah, Kaaffatan linnaas ( = kepada seluruh umat manusia). Tidak
terkecuali ke tanah air Indonesia ini. Para Muballighin, atas resiko sendiri tanpa dukungan dari
kekuasaan politik dan tanpa dukungan dari kekuatan materil yang berarti membawa as-Sunnah
wal Jamaah itu kemari. Dengan tidak mengurangi penghargaan terhadap para Muballighin yang
lain, tidaklah dapat dilewatkan menyebut jasa-jasa para wali Muballighin yang dikenal dengan
istilah Wali Sanga, kelompok sembilan yang paling berkesan di dalam sejarah Islam di
Indonesia.
D. Sistem dan Methode
Bagi para sahabat Rasulullah saw. yang hidup se zaman dengan beliau, tidaklah terlalu sulit
mendapatkan kemurnian ajaran agama Islam, karena jarak waktu dan jarak fisik yang sangat
dekat. Namun makin jauh jarak fisik dengan sumber pertama, maka menjadi sulit untuk
mendapatkan kemurnian as-Sunnah wal Jamaah itu, terutama karena besarnya gangguangangguan yang membahayakan kemurnian tersebut.
Kecuali jauhnya jarak dan adanya gangguan-gangguan, kesulitan untuk mendapatkan as-Sunnah
wal Jamaah itu menjadi lebih berat, karena al-Quran hanya mengandung hal-hal yang prinsip
sedang al-Hadits, meskipun lebih terperinci isinya, tetapi disampaikan oleh Rasulullah saw.
secara parsial (sebagian-sebagian) sehingga satu masalah saja (umpamanya cara melakukan
shalat) mungkin beratus-ratus jumlah al-Hadits yang berhubungan dengan masalah shalat ini.
Belum lagi, seleksi al-Hadits dan latar belakang sejarah disampaikannya oleh Rasulullah saw.
Oleh karenanya, tidak semua orang mampu memahami sendiri dan menyimpulkan pendapatnya
mengenai sesuatu masalah langsung dari al-Quran dan al-Hadits, secara benar sehingga dapat

dipertanggung jawabkan kemurniannya. Dengan demikian diperlukan sistem yang dapat


dipertanggung jawabkan, bagi seseorang yang perlu punya pendapat atau perlu melakukan
sesuatu hal mengenai ajaran agama.
1.Bagi yang memenuhi syarat dan sarana untuk mengambil kesimpulan pendapat (istinbath =
) sendiri dapat menggunakan sistem ijtihad, yaitu beristinbath sendiri
2.Bagi yang tidak memenuhi syarat atau yang meragukan kemampuannya sendiri, tidak ada yang
dapat dilakukan kecuali mengikuti hasil ijtihad atau istinbath orang lain yang mampu, yang
disebut dengan istilah sistem taqlid.
Memaksa semua orang beristinbath dan berijtihad sendiri, bukan saja tidak tepat tetapi juga
sangat membahayakan kemurnian ajaran agama Islam, membahayakan as-Sunnah wal Jamaah.
Rasulullah bersabda:

Tatkala suatu perkara diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah saat (kehancuran
saat perkara itu).
E.Karakteristik
Karena as-Sunnah wal Jamaah itu tidak lain adalah ajaran agama Islam yang murni sebagaimana
dianjurkan dan diamalkan oleh Rasulullah saw bersama para sahabatnya, maka perwatakan
(karakteristik) nya adalah juga karakteristik agama itu sendiri.
Karakteristik agama Islam yang paling esensial adalah:
1.Prinsip at-Tawassuth, jalan pertengahan, tidak tathorruf (ekstrem = ) kekanan-kananan
atau kekiri-kirian.
2.Sasaran Rahmatan lil alamin, menyebar rahmat kepada seluruh alam.
KARAKTER AT-TAWASSUTH WAL ITIDAL
A.Pengertian at-Tawassuth
As-Sunnah wal Jamaah adalah ajaran Islam yang murni sebagaimana diajarkan oleh Rasulullah
saw. dan diamalkan oleh beliau bersama para sahabatnya. Oleh karena itu dapat dipastikan
bahwa karakter as-Sunnah wal Jamaah serambutpun tidak bergeser dari karakter agama Islam
sendiri. Karakteristik as-Sunnah wal Jamaah adalah karakteristik agama Islam.
Ada tiga kata istilah yang diambil dari al-Quran dalam menggambarkan karakteristik agama
Islam, yaitu: at-Tawassuth = , al-Itidal = , at-Tawazun = .
1.At-Tawassuth = yang berarti: pertengahan, diambil dari firman Allah swt. (dari kata
wasathan = )

Dan demikianlah, kami telah menjadikan kamu sekalian (umat Islam) umat pertengan ( adil dan
pilihan) agar kamu menjadi saksi (ukuran penilaian) atas (sikap dan perbuatan) manusia dan
supaya Rasulullah saw. menjadi saksi (ukuran penilaian) atas (sikap dan perbuatan) kamu
sekalian(QS. Al-Baqarah:143)

2. Al-Itidal = berarti tegak lurus, tidak condong kekanan-kananan dan tidak condong
kekiri-kirian, diambil dari kata al-Adlu ) ) keadilan atau Idiluu ( = bersikap adillah)
pada ayat:
. .
.
Hai orang-orang yang beriman kendaklah kamu sekalian menjadi orang yang tegak (membela
kebenaran) karena Allah swt. Menjadi saksi (pengukur kebenaran) yang adil (bil qisthi). Dan
jangan sekali-kali kebencianmu kepada kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil.
Berlaku adillah keadilan itu lebih dekat kepada taqwa. Dan bertaqwalah kepada Allah
sesungguhnya Allah itu Maha Melihat terhadap apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Maidah : 9)
3.At-Tawazun = , berarti keseimbangan, tidak berat sebelah, tidak kelebihan suatu unsur
atau kekurangan unsur yang lain. Diambil dari kata al-waznu atau al-mizan alat penimbang dari
ayat:

Sungguh kami telah mengutus rasul-rasul kami dengan membawa bukti kebenaran yang nyata
dan telah kami turunkan bersama mereka al-Kitab dan Mizan (penimbnagn keadilan)supaya
manusia dapat melaksanakan keadilan (al-qisth)(QS. Al-Hadid : 25)
At-Tawassuth (termasuk al-Itidal dan ast-Tawazun), bukanlah serba kompromistis dengan
mencapur adukkan semua unsur (sinkretisme). Juga bukan merngucilkan diri dari menolak
pertemuan dengan unsur apa-apa. Karakter at-Tawassuth bagi Islam adalah memangs sejak
semula Allah swt. Sudak meletakkan didalam Islam segala kebaikan,dan segala kebaikan itu
pasti terdapat diantara ujung tatharruf, sifat mengujung, , ekstrimisma. Prinsip dan karakter atTawassuth yang sudah menjadi karakter Islam ini harus diterapkan didalam segala bidang,supaya
agama Islam dan sikap serta tingkah laku umat Islam selalu menjadi saksi dan pengukur
kebenaran bagi semua sikap dan tingkah laku manusia umumnya.
B. Penerapan Prinsip dan Karakter at-Tawassuth
Manifestasi prinsip dan karakter at-Tawassuth ini tampak pada segala bidang ajaran agama Islam
dan harus dipertahankan, dipelihara dan dikembangkan sebaik-baiknya, terutama oleh kaum
Ahlussunnah wal Jamaah, pengikut setia as-Sunnah wal Jamaah.
Beberapa hal dikemukakan, sebagai pembuktian termanifestasikannya prinsip at-Tawassuth itu:
1.Pada bidang aqidah :
a.Keseimbangan antara penggunaan dalil aqli (argumentasional) dengan dalil naqli (nash alQuran dan al-Hadits) dengan pengertian, bahwa dalil aqli dipergunakan dan ditempatkan
dibawah dalil naqli.
b.Berusaha sekuat tenaga memurnikan aqidah dari segala campuran aqidah dari luar Islam.
c.Tidak tergesa menjatuhkan vonis musyrik, kufur dan sebagainya atas mereka yang karena satu
dan lain hal belum dapat memurnikan tauhid/ aqidahnya, semurni-murninya.
2.Pada bidang Syariah
a.Selalu berpegang teguh pada al-Quran dan as-Sunnah, dengan menggunakan methode dan
sistem yang dapat dipertanggung jawabkan dan melalui jalur-jalur yang wajar.
b.Pada masalah yang sudah ada dalil nash yang sharih dan qathI (tegas dan pasti), tidak boleh
ada campur tangan pendapat akal.

c.Pada masalah yang dhanniyat (tidak tegas dan tidak pasti), dapat di toleransi adanya perbedaan
pendapat selama masih tidak bertentangan dengan prinsip agama.
3.Pada bidang Tashawwuf/ Akhlak
a.Tidak mencegah, bahkan menganjurkan usaha memperdalam penghayatan ajaran Islam, denga
riyadhoh dan mujahadah menurut kaifiyah yang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip
hukum dan ajaran Islam.
b.Mencegah ekstrimisme dan sikap berlebih-lebihan (al-Ghuluwwu) yang dapat menjerumuskan
orang kepada penyelewengan aqidah dan syariah
c.Berpedoman bahwa ahlak yang luhur selalu berada diantara dua ujung sikap yang mengunjung,
misalnya:
- Syajaah ( ) berani adalah diantara Jubn (penakut) dan sembrono at-Tahawwur
- Tawadhu ( ) menempatkan diri secara tepat adalah diantara takabbur (sombong) dan
tadzallul (rendah diri)
- Jud atau karom ( ) luman, dan dermawan adalah diantara Bukhl (kikir) dan Israf
(boros)
4.Pada bidang Muasyaroh (pergaulan) antar golongan:
a.Mengakui watak tabiat manusia yang selalu senang berkelompok dan bergolong-golong
berdasarkan atas unsur pengikatnya masing-masing.
b.Pergaulan antar golongan harus diusahakan berdasar saling mengerti dan saling menghormati
c.Permusuhan terhadap sesuatu golongan, hanya boleh dilakukan terhadap golongan yang nyata
memusuhi agama Islam dan Umat Islam. Terhadap yang tegas memusuhi Islam, tidak boleh ada
sikap lain kecuali sikap tegas.
5. Pada bidang kehidupan Bernegara
a.Negara nasional (yang didirikan bersama oleh seluruh rakyat) wajib dipelihara dan
dipertahankan eksistensinya.
b.Penguasa negara (pemerintah) yang sah harus ditempatkan pada kedudukan yang terhormat
dan ditaati, selama tidak meyeleweng, dan/atau memerintah kearah yang bertentangan dengan
hukum dan ketentuan Allah.
c.Kalau terjadi kesalahan dari pihak pemerintah, cara memperingatkannya melalui tata cara yang
sebaik-baiknya.
6.Pada bidang Kebudayaan
a.Kebudayaan, termasuk di dalamnya adat-istiadat, tata pakaian, kesenian dan sebagainya adalah
hasil budi daya manusia yang harus ditempatkan pada kedudukan yang wajar dan bagi pemeluk
agama, kebudayaan harus dinilai dan diukur dengan norma-norma hukum dan ajaran agama.
b.Kebudayaan yang baik dalam arti menurut norma agama, dari manapun datangnya dapat
diterima dan dikembangkan. Sebaliknya, yang tidak baik harus ditinggalkan. Yang lama yang
baik dipelihara dan di kembangkan. Yang baru yang lebih baik dicari dan dimanfaatkan.

c.Tidak boleh ada sikap apriori, selalu menerima yang lama dan menolak yang baru atau
sebaliknya selalu menerima yang baru dan menolak yang lama
7.Pada bidang Dakwah

a.berdakwah adalah mengajak masyarakat untuk berbuat menciptakan keadaan yang lebih baik,
terutama menurut ukuran ajaran agama. Tidak mungkin orang berhasil mengajak seseorang
dengan cara yang tidak mengenakkan hati yang diajak. Berdawah bukan menghukum.
b.Berdakwah harus dilakukan dengan sasaran tujuan yang jelas, tidak hanya sekedar mengajak
berbuat saja, menurut selera.
c.Berdakwah harus dilaksanakan dengan keterangan yang jelas, dengan petunjuk-petunjuk yang
baik, sebgaimana seorang dokter atau perawat berbuat terhadap pasien. Kalau terdapat kesulitan,
maka kesulitan itu harus ditanggulangi dan diatasi dengan cara yang seb aik-baiknya.
Bahaya-bahaya bagi kemurnian ajaran ASWAJA
Banyak sekali dalam Ayat-ayat Al Quran, Allah SWT , memberikan jaminan, bahwa dia pasti
memelihara agamanya. Namun jaminan itu tidaklah berarti bahwa agama Islam berkembang dan
terpelihara tanpa rintangan ancaman, hambatan dan bahaya- bahaya terhadap kemurniannya dan
kelangsungan perkembangannya. Juga tidak berarti, bahwa kaum muslimin tidak perlu berjuang
memelihara kemurnian agamanya, tidak perlu bersusah payah mengembangkan agamanya.
Rasulullah SAW diharuskan berjuang untuk mengembangkan agama itu dengan susah payah,
dengan penderitaan, bahkan berkali-kali jiwanya terancam dan mendapat luka-luka pada waktu
berdakwah dan pada waktu berperang. Rasulullah SAW harus memberikan pengorbanan segala
galanya demi tugasnya mengemban dan mengembangkan agama Islam.
Pada jaman inipun, bahaya fisik bagi kaum muslimin yang harus dihadapi secara fisik pula masih
terdapat di beberapa bagian dunia ini umpamanya di palestina. Beratus ratus ribu kaum
muslimin palestina harus mempertaruhkan jiwanya untuk dapat kembali dari kamp-kamp
pengungsiannya ke negrinya, palestina. Mereka masih harus berjihad fisabilillah, bahkan berqital ( perang ) untuk pulang ke kampung halamannya, mendekati masjidil Aqsha.
Meskipun demikian, secara umum dan keseluruhan muslimin, terutama umat Islam Indonesia
tidak lagi menghadapi bahaya fisik itu sebagai satu-satunya bahaya yang paling besar.
Sejak beberapa abad terakhir ini bahaya permanen yang selalu mengancam Islam, bahaya laten
yang selalu muncul pada tiap kesempatan adalah serangan musuh Islam dalam wujud yang lain,
yaitu serangan yang dilakukan oleh apa yang lazim disebut kaum orientalis.
Kaum orientalis ialah mereka, para cerdik cendikiawan yang tekun mempelajari masalahmasalah ketimuran terutama masalah Islam, tetapi sama sekali bukan untuk kepentingan Timur
dan Islam. Bahkan sebaliknya, untuk menghancurkan timur dan Islam. Mereka belajar tentang
Islam sedalam-dalamnya, belajar bahasa arab dan bahasa timur lainnya dengan segala
kelengkapannya, dari sejarah, sosiologi, hukum dan adat istiadat Islam. Dari sudut keilmuan,
mereka mungkin jauh lebih mengerti dari pada beberapa para sarjana Islam sendiri. Sayang
maksudnya hanya satu: Menghancurkan Islam, sebagai kelanjutan dari perjuangan golongan
mereka dalam perang salib. Secara fisik, perang salib memang sudah lama berakhir, tetapi secara
manawi ( politik, Ideologi dan kebudayaan ) berlangsung terus berabad-abad kemudian, sampai
sekarang dan akan berlangsung seterusnya.

Medan perjuangan mereka mengancam kelangsungan dan kemurnian Islam sangat luas, tak
terbatas. Senjata dan saluran perjuangan mereka, terutama adalah otak, pikiran dan imu, terutama
ilmu tentang Islam dan keislaman. Dengan ilmu dan dengan saluran ilmu, mereka berusaha:
1.mengaburkan, kemudian mengoncangkan jalur agama Islam kedua, yaitu al-hadits. Mula-mula
mereka membayang-bayangkan sesuatu yang pantas di ragukan, yaitu kemampuan seorang
sahabat Abu hurairah ra., bagaimana seseorang mampu meriwayatkan Hadist sekian banyaknya.
Dibayangkan pula keraguan terhadap kemampuan seorang imam Zuhri, bagaimana seseorang
mampu mengumpulkan hadits yang bertebaran sedemikian rupa. Akhrinya mereka berusaha
menggoncangkan keyakinan kaum muslimin akan adanya hadits-hadits yang shahih yang benarbenar dari Rasaulullah saw. Kalau kaum muslimin sudah kehilangan hadits karena semua
hadits diragukan kebenaran dan keasliannya, maka berarti sudah kehilangan jalur utama kepada
al-Quiran.
2.menganjurkan penggunaan akal sebebas-bebasnya, karena Islam sendiripun menghargai akal
dan pikiran. Mereka ingin menumbuhkan pendapat bahwa akal manusia cukup untuk mengatur
segala-galanya. Sasaran terakhir mereka ialah supaya kaum muslimin lebih menampilkan
akalnya dan mengesampingkan agamanya. Kalau sasaran ini sudah tercapai, maka dengan
mudah mereka memompa otak kaum muslimin dengan teori-teori, paham-paham dan doktrin
ciptaan mereka, antara lain:
i.Intelektualisme, yang pada pokoknya megajarkan bahwa dengan akal saja, manusia akan dapat
mencapai segala hidupnya.
ii.Materialisme, yang pada pokoknya mengajarkan bahwa yang paling menentukan hidup
manusia adalah benda.
iii.Sekularisme, yang pada pokoknya mengajarkan bahwa manusia harus dapat memisahkan
masalah duniawi yang harus dijadikan urusan pokok dari masalah ukhrawi yang masih diragukan
kebenarannya
Sudah tentu bahaya terhadap kelangsungan hidup dan kemurnian ajaran Islam tidak hanya datang
dari orientalisme saja yang merupakan bahaya dari luar. bahaya yang ada dalam tubuh kaum
muslimin sendiri, banyak juga meskipun sebagian berasal dari luar dan sudah lama berada di
dalam, antara lain:
1.sikap memihak yang berlebih-lebihan kepada seseorang atau sekelompok orang, baik karena
motif kekeluargaan atau kekuasaan atau motif lainnya, sehingga cenderung mencari dalih dan
dalil untuk membenarkan sikap sendiri. Hal ini mulai tampak pada ahir masa khalifah Utsman
bin Affan, pada zaman ke khalifahan sahabat Ali bin Abi Thalib dan seterusnya dengan
munculnya aliran Syiah dan Khawarij.
2.masukknya pengaruh filsafat Yunani yang memunculkan aliran Mutazilah dan sebagainya.
3.masih adanya sisa kepercayaan lama seperti Israiliyyat, Majusi, dan lain sebagainya. Sisa-sisa
ini ditambah dan dikobarkan kembali dengan sengaja oleh unsur-unsur munafiqin. Di wilayahwilayah baru yang didatangi oleh agama Islam, sisa-sisa kepercayaan lama ini pun merupakan
sesuatu yang membahayakan kemurnian ajaran Islam. Tidak terkecuali di Indonesia.
4.Sikap menentang yang lama secara berlebih-lebih sehingga tergelincir oleh sikap serba anti
yang lama. Anti madzah, anti taqlid anti ziarah kubur dan lain sebagainya.

Segala kelemahan yang ada di dalam tubuh kaum muslimin itu sendiri itidak satupun yang
terlepas dari perhatian kaum Orientalis untuk dipergunakan sebagai jalur penyalur usahanya
mengeruhkan kemurnian Islam meskipun demikian, senjata ilmu yang mereka gunakan itu
ahirnya mulai tampak menjadi senjata makan tuan ketekunan mereka mempelajari ilmu
keislaman telah menjalar, menjadikan jumlah peminat itu semakin banyak. Di antara mereka
yang tekun mempelajari ilmun keislaman ini tidak sedikit yang kemudian benar-benar menerima
Islam sebagai satu kebenaran yang harus diikuti. Islam mulai berkembang di kalangan para
sarjana itu terbuktilah kebenaran janji Allah SWT. Dalam firmannya :

Mereka ingin memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut-mulut mereka dan Allah tidak
berkenan kecuali menyempurnakan Cahaya-Nya, meskipun orang-orang kafir tidak suka. (QS.
At-Taubah :32).
AKTUALISASI AJARAN AHLUSUNNAH WAL JAMAAH
Untuk dapat memahami dan apalagi mengaktualisasikan Ahlussunnah wal jamaah dalam
kehidupan individu maupun masyarakat muslim, tentunya tidak hanya didekati melalui
doktrinnya saja. Sedikitnya ada tiga macam pendekataan utuk memahami dan
mengaktualisasikan Ahlussunnah Wal Jamaah ini.
Pertama : pendekatan doktrnial, yakni memahami dan mengaaktualisasikan Ahlussunnah Wal
Jamaah dengan memahami duktrin-doktrin dan ajaran-ajaran yang dirumuskan dalam kitab-kitab
ilmu kalam sunni, maupun melalui diskusi-diskusi dan pengajian formal atau non formal mulai
dari konsep keimanaan kepada Tuhan, sampai masalah kedudukan manusia terhadap karyanya,
dan masalah-masalah ghaibiyah.
Kedua : pendekatan historis, yakni menulusuri perkembangan kesejarahan; mengapa sikap-sikap
ahlus sunnah waal Jamaah menjadi tegar dalam , mensupremasikan dalil-dalil naqli dari pada
dalil-dalil aqli, mengapa Ahlussunnah Wal Jamaaah mempertahankan sikap tawasuth dan
tasamuh, dan mengapa Ahlussunnah Wal jamaaah selalu berusaha mencari konsensus dalam
mewujudkan kemaslahatan umat selama tidak melanggar batasan syara ? sebagai contoh,
ahlussunnah Wal Jamaah berusaha mempertemukan titik temu antara perbedaan yang terjadi
diantara para sahabat dan ulama. Abdul Malik bin Marwan, seorang kholifah Umawiyah, setelah
terjadai konflik dengan keluarga Sd. Ali bin Abi Thalib r.a., masih berusaha meaklukan konsiliasi
dalam masyarakat Islam. Slogan al-jamaah dipopulerkan dimana-mana:

Kita adalah satu jamaah dibawah naungan panji-panji agama Allah.
Abdul Malik bin Marwan juga berusaha mengurangi perpecahan umat, antara lain dengan
konsep Tarbi yaitu menyebut empat nama sahabat besar berurutan (Abu Bakar As-Siddiq,
Umar bin Khattab, Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib radiyullahu anhu ) ebagai paket
penghormatankepada mereka. Lahirnya Tarbi ini merupakan produk kesejarahan, bukan
bersumber dari doktrin atau dogma semata.
Sikap mencari konsensus untuk persatuan dam kemaslahatan umat ini ditampilkan lagi oleh
kholifah Uman bun Abdul Aziz; yang memerintahkan penghapusan kalimat yang berbau kritikan
terhadap keluarga Ali bin Abi Thalip r.a dari semua khutbah dan menggantikannya dengan
bagian ayat Al-Quran yang memberi arti sangat akomodatif dan integratif, yaitu:

.
Sesungguhnya Allah menyuruh berlku adil dan berbuat kebajikan, memberi bantuan kepada
keluarga dekat / kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji kemungkaran dan
permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mrngambil pelajaran.
Masih banyak lagi yang masih dapat kita ambil dari khazanah kesejarahan. Seperti peran
pengembangan Ahlussunahwal Jamaaah melalui intrumen birokratis, yang pernah dilakukan
oleh Salahuddin Al Ayyubi, Nizhomil muluk dan lain sebagainya; yang semuanya memberikan
inspirasi kepada kita, bahwa Ahlussunnah Wal Jamaah mempunyai kaitan kesejarahan dengan
peran kaum birokratis, dan fenomena seperti itu dapat di lakukan kapan saja.
K
etiga pendekatan kultural, yakni usaha mengembangkan nilai-nilai dan sikap kemasarakatan
yang diberikan oleh Ahlussunnah Wal Jamaah. Kita tahu betapa banyakknya perbedaan
pendapat antara imam-imam madzab, khususya Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafii dan
Imam Hambali; tetapi perbedaan itu tidak menjadikan mereka saling bermusuhan. Imam Safii
sendiri pernah tidak membaca Qunut waktu sembahyang shubuh, pada saat beliau ada di
madinah demi menghormati kepada imam malik yang diakui sebagai gurunya. Imam Ahmad bin
Hambal dalam waktu yang cukup lama mendoakan secara khusus kepada iman Safii sebagai
penghormatan jasa-jasa keilmuannya.
Sikap keagamaan yang mengutamakan dalil-dalil naqliah dari pada dalil-dalil aqliah,
memberikan pelajaran kepada kita bahwa yang mutlak benar adalah wahyu, baik yang berupa AlQuran maupun as-sunnah, sedang yang dari ijtihad manusiawi tetap hanya memiliki kebenaran
nisbi saja, masih mungkin mengandung kekurangan-tepatan, baik karena perubahan waktu
maupun situasi sosial.
Sifat menerima hidup dalam kemajmukan merupakan nilai sosial yang patut dikembangkan,
terutama bagi masarakat pluralistik di indonesia ini. Keangkuhan sosial bagai manapun akan
banyak menimbulkan kemadlaratan.
Sikap keilmuan yang terbuka seperti yang di kemukakan Al-Ghozali merupakan sikap ilmiah
yang patut di lestarikan, dimana keilmuan ( baik yang syariyah maupun yang ghoiru syariyah )
dapat di kembangkan bersama-samauntuk kemaslahatan umat.
Dengan memahami Ahlissunnah Wal Jamaah melalui beberapa pendekatan tersebut, diharapkan
lebih operatif dalam mengembangkan kualitas umat Islam, dan bukan sekedar doktrin-doktrin
yang normatif yang tidak jelas bagaimana cara menerapkannya.

PERANAN PENDIDIKAN (PONDOK PESANTREN) DALAM MELESTARIKAN


NILAI-NILAI AHLUSSUNNAH WAL JAMAAH (MELALUI KAJIAN METODOLOGI)
Sampai pada awal pemerintahan bani salju, yakni pada masa tugril Beq dan perdana meterianya
yang benama Abu Nasr bin Mansur Al Kundari (416-456 H), tekanan-tekanan terhadap golongan
dan gerakan terhadap Ahlussunnah Wal Jamaah masih sangat kuat, bahkan ajaran dan tokoh
tokoh Ahlussunnah Wal Jamaah mendapat cacian dan kutukan mimbar-mimbar jumaat dan
ceramah-ceramah di Masji-Masjid. Bahkan Al Kundari pernah memerintahkan penangkapan
terhadap tokoh\tokoh dan ulama-ulama Al Asariyah. Diantara yang pernah dipenjarakan adalah

Abu Abdul Qasim Abdul Karim Al-Qusyairi dengan ddemikian penyebaran pengembangan
Ahlussunnah Wal Jamaah secara umum dan As-Syariyah secara khusus mengalami hambatan.
Tekanan dan intimedasi terhadap gerakan Ahlussunnah Wal Jamaah \dan pengembangan ajaranajarannya berakhir, setelah terjadi pergantian kekuasaan dari Tugril Beg ke Alp Arsalan dengan
perdana menterinya yang masyhur, yakni; Mizhomul Mulk (1063-1092 M) yang dengan setia
mendukung faham Ahlussunnah Wal Jamaah. Aliran As-Asyariyah mengalami kemajuan pesat
bahkan mampu mendominasi pemikiran dunia Islam melalui Madrasah Nizhomiyah yang
didirikan Nizhomul Mulk madrasah ini mempunyai cabang hampir di seluruh kota penting dalam
wilayah kekuasaan Saljukiyah. Semua sekolah-sekolah Nizhomiyah menerapkan kurikulum yang
sarat ajaran-ajaran Ahlussunnah Waljamaah. Imam Al-Ghozali pernah memimpin lembaga
Nizhomiyah ini,dan berkesempatan luas untuk mewarnai Nizhomiyah dengan faham AsAsyariyah.
Di Mesir dan Suriah teologi Asyariyh ini juga berkembang dengan dukungan pemerintahna
salahuddin Al-Ayyubi, pendirian dinasti Ayyubiyah, setelah menghapuskan ajaran syiah dari
pusat pendidikan Al-Azhar dan sekolah-sekolah di Mesir dan Suriah lainnya sebagai warisan
dinasti Fathimiyah yang berkuasa sebelumnya, Dan selanjutnya sistem dan kurikulum Al-Azhar
sebagai pusat pengembangan keilmuan dan peradaban Islam bercitra Sunni Sampai selkarang.
Perkembangan aliran As-Asyariyah dibelahan dunia timur ( India, Pakistan, Afganistan sampai
ke Indonesia) berkat dukungan Muhammad Al-Gazwani ( 971-1030 M), Sultan ketiga dinasti
gaswaniyah. Pada mulanya mahmud Al-Ghazwani menganut madzhab Hanafi, tetapi kemudian
beralih ke madzhab Syafii. Jasa Gazwani dalam penyebaran pengembangan Ahlussunnah Wal
Jamaah antara lain dengan :
Pertama, memprakarsai penulisan kitab kitab keislaman yang bermuatan ajaran Sunni.
Kedua, membangun madrasah-madrasah besar sebagai pusat pengajaran.
Ketiga, membentuk Majlis-majlis keilmuan dan keagamaaan yang diikuti oleh para ulama dan
cendekiawan.
Keempat, mengirim ulama dan muballigh-muballigh untuk menyebarkan ajaran sunni sekaligus
menghadapi gerakan-gerakan lain yang dipandang menyimpang dari ajaran Islam.
Khusus di Indonesia pemikiran-pemikiran Al-Asyariyah dikenal luas melalui kitab-kitab karya
al-Ghazali dan As-Sanusi. Pengaruh As-Sanusi di Indonesia populer dengan konsep teologinya
terhadap sifat Allah dan rasulnya yaitu sifat Wajib, Mustahil dan Jaiz.,tentang sifat-sifat wajib
yang 20 (dua puluh), sifat mustahil 20 (Dua puluh), dan sifat Jaiznya hanya satu (1) bagi Allah
Juga pengelompokan sifat-sifat Allah dalam tiga bagian, yakni sifat Nafsiyah(kedirian Allah),
sifat salbiyah (sifat yang membedakan zdat Allah dengan lainnya) dan sifat Maani (sifat
yang Abstrak). Disamping itu juag konsep sifat rasul, yakni sifat wajib empat(4) sifat mustahil
empat(4) dan sifat jaiz satu (1). Konsep-konsep akidah ( teologis) tersebut begitu merasuk dalam
kehidupan masyarakat luas, baik melalui pengajian, karya-karya tulis, maupun kurikulum
sekolah atau madrasyah.
Di Spayol ( andalusia) dan afrika utara, peranan Ibnu Tumart sangat besar. Dia yang
memerintahkan Agar karya-karya Al-Asyari dan Al-Ghozali dihidupkan kembali, yang
sebelumnya dilarang bahkan dibakar oleh penguasa dinasti murabithin. Penyebaran gerakan AlAsyariyah menjadi lebih kuat setelah Ibnu Tumart berhasil membangun kekuasaan politik di
Afrika dan Andalusia pada tahun 1114M yang diberi nama daulat Al-muwahhidun, kekuasaan

ini berlangsung sekitar satu abad (515-667 H / 1121-1269 M). Pada zaman dinasti muwahidun
inilah hidup ulama-ulama dan cendikiawan besar sunni, seperti Ibnu Rusyd, Ibnu Tufail, Ibnu
Mulkun,Ibnu Zur dan sampai sekarang kawasan itu seperti maroko, Al-Jazair tunisia dan Libia
masih menjadi wilayah-wilayah sunni yang sangat kuat kecuali spayol(andalusia) yang berubah
menjadi kristen lagi. Pusat-pusat pendidikan disana sampai sekarang masih merupaka pusat
pengembangan dan pengajian Islam sunni (Ahlussunnah Wal Jamaah).
PEMBUDAYAAN AHLUSSUNNAH WAL JAMAAH MELALUI PENDIDIKAN
PESANTREN/ SEKOLAH
Sebagaimana dikemukakan pada bagian kedua (peran pendidikan terhadap Ahlussunnah Wal
Jamaah) bahwa pendidikan telah berperan banyak dalam penyebaran dan pengembangan
Ahlussunnah Wal Jamaah selama ini, bukan hanya dalam pemahaman tetapi juga dalam
pengamalan. Kita dapat menyaksikan, banyak langgar-langgar atau surau-surau, masjid-masjid
membiasakan jamaahnya melakukan pujian dengan membaca :
Wujud,Qidam,Baqa,Muhafatul lil hawaditsi,Qiyamuhu binafsihi,
wahdaniyat,Qudrad,Iradat,....dan seterusnya, suatu model pembudayaan melalui pendidikan
klasik dinegara kita. Tetapi tradisi semacam itu sekarang mulai terasa langka. Dipondok-pondok
pesantren dulu, dianjurkan Riyadloh(tirakat). Melek wengi(tidak tidur waktu malam)
tahajjud Wiridan dan lain-lain. Sebagai pengamalan penghayatan ajaran Ahlussunnah WalJamaah yang menyatakan,bahwa ilmuitu sumbernya adalah Allah, yang dapat diberikan
kepada manusia mulai dua jalur usaha, yakni dengan Taallum (belajar) danTakarrub
(mendekatkan diri kepada Allah). Sekarang ini, masalah internaliasasi nilai Ahlussunnah Wal
Jamaah macam itu sudah kurang sekali. Dilain sisi pemahaman Ahlussunnah Wal jamaah
secara ilmiah kurang memadai, antara lain karena :
Pertama: pemahaman tentang Ahlussunnah wal jamaah kurang proporsional ( Fi ghori maudi
ihi), Ada kecenderungan penyempitan pemahaman dan wawasan Ahlussunnah Wal Jamaah
seperti pertanyaan : yang tidak qunut dalam shalat subuh, itu bukan Ahlussunnah ..., atau
yang tidak mau manaqiban itu bukan Ahlussunnah..., cara-cara semacam itu akan
mengkerdilkan pemahaman Ahlussunnah Wal Jamaah secara ilmiah, sebab di dalam buku-buku
atau kitab-kitab yang mutabarpun tidak pernah masalah qunut itu menjadi ukuran/para meter
Ahlussunnah Wal jamaah. Di kalangan Madzahibul Arbaah yang melakukan qunut saat
melaksanakan shalat subuh hanya madzhab Syafii, sedangkan Hanafi, Maliki dan Hambali tidak
melakukannya. Apakah berarti mereka bukan termasuk golongan Ahlussunnah?.
Kedua; Buku-buku pelajaran dan bacaan bebas tentang Ahlussunnah Wal Jamaah, umumnya
disusun hanya dengan pendekatanDoktrinal yang Normatif, tanpa mengembangkan wawasan
sesajarahan. Misalnya, tentang konsep Al-Juaini yang mengharuskan Tawil terhadap semua
ayat yang memberikan gambaran tentang Allah secara jasmani sepert muka
(wajah),tangan(yad), mata (ainun), duduk (Istawa) dan lain-lain padahal Al-Assyari sendiri tidak
melakukannya. Semua itu menunjukkan bahkan bahwa Doktrin Ahlussunnah Wal-Jamaah ini
cukup dinamis dan kedinamisan itu tidak lepas dari pengaruh sosiohistoriknya.
Ketiga: kalau dahulu mulai zaman Al-Asyari dan Al-maturidi juga pada zaman generasi
selanjutnya. Masalah Aqidah dan prinsip-prinsip teologi Ahlussunnah Wal-jamaah , selalu
dikembangkan melalui metode diologis, memberi peluang untuk bertukar pikiran, mengadu

argumen dan bersifat terbuka. Sekarang ini kerapkali kita gunakan pendekatan yang sebaliknya
guru banyak bersikap otoriter, serba memaksakan, tidak banyak memberi peluang dialog tidak
memberikan penjelasan yang memuaskan, malah menimbulkan rasa penasaran pada peserta
didiknya.
Hal demikian itu mungkin terjadi karena beberapa, seperti;
a.Keterbatasan pengajar dalam menguasai subtansi materi yang diberikan.
b.Keterbatasan wawasan dalam masalah diajarkan, sehingga media dialog sulit dikembangkan.
c.Kelemahan metodologi.
Akhirnya terasa sekali perlunya kajian-kajian Ahlussunnah Wal-jamaah yang lebih Intensif, baik
secara Doktrinal, Historis, maupun Kultural. Dan untuk itu semua kami kira perlu upaya
mengembangkan laboratorium Ahlussunnah Wal-jamaah, yang bekerja untuk jangka panjang
dengan intesitas kajian yang utuh.

Vous aimerez peut-être aussi