Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
1. Hak atas kenyaman, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang atau
jasa.
2. Hak untuk mamilih barang atau jasa serta mendapatkan barang atau jasa tersebut
sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.
3. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jamina barang
atau jasa.
4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang atau jasa yang digunakan.
5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelasain sengketa
perlindungan konsumen secara patut.
1. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi
dan nilai tukar barang atau jasa yang diperdagangkan.
2. Hak untuk mendapat perlindungan hokum dari tindakan yang beritikad tidak baik.
3. Hak untuk melakukan pembelaan diri di dalam penyelesaian hokum sengketa.
4. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hokum bahwa kerugian
konsumen tidak diakibatkan oleh barang atau jasa yang diperdagangkan.
Pasal 7
4. Menjamin mutu barang atau jasa yang diproduksi atau diperdagangkan berdasarkan
ketentuan standar mutu baranga atau jasa yang berlaku.
5. Member kesempatan kepada konsumen untuk menguji atau mencoba barang atau jasa
tertentu serta member jaminan atau garansi atas barang yang dibuat atau yang
diperdagangkan.
6. Member kompensasi, ganti rugi atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan,
pemakaian, pemanfaatan barang atau jasa yang diperdagangkan.
7. Member kompensasi, ganti rugi atau penggantian apabila barang atau jasa yang
diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
2.5 Perbuatan Yang Dilarang Bagi Pelaku Usaha
Pasal 8
1. Pelaku usaha dilarang memproduksi atau memperdagangkan barang atau jasa yang :
1. Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan
ketentuan peraturan peruundang-undangan.
2. Tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam
hitungan sebagaiman yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut.
3. Tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan, dan jumlah dalam hitungan
menurut ukuran yang sebenarnya.
4.
13. Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadapa ayat (1) dilarang
melanjutkan penawaran, promosi, dan pengiklanan barang atau jasa tersebut.
Pasal 10
Pelaku usaha dalam menawarkan barang atau jasa yang ditujukan untuk diperdaganngkan
dilarang menawarkan, mempromoosikan, mengiklankan atau membuat pernyataan yang tidak
benar atau menyesatkan menggenai :
1. Harag atau tariff barang atau jasa.
2. Penggunaan suatu barang atau jasa.
3. Kondisi, tanggunagn, jaminan, hak atau ganti rugi atas suatu barang atau jasa.
4. Tawaran potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan.
5. Bahaya penggunaan barang atau jasa.
Pasal 11
Pelaku usaha dalam hal penjualan yang dilakukan melalui cara obral atau lelang, dilarang
mengelabui atau menyesatkan konsumen dengan :
1. Menyatakan barang atau jasa tersebut seolah-olah telah memenuhi standar mutu
tertentu.
2. Menyatakan barang atau jasa tersebut seolah-olah tidak mengandung cacat
tersembunyi.
3. Tidak berniat untuk menjual barang yang ditawarkan melainkan dengan maksud
menjual barang yang lain.
4. Tidak menyediakan barang dengan juumlah tertentu atau jumlah cukup dengan
maksud menjual barang yang lain.
5. Tidak menyediakan jasa dalam kapasitas tertentu atau dalam jumlah cukup dengan
maksud menjial jasa yang lain.
6. Menaikan harga atau tarif barang atau jasa sebelum melakukan obral.
Pasal 12
Pelaku usaha dilarang menawarkan, empromosikan atau mengiklankan suatu barang atau jaa
dengan harga atau tarif khusus dalam waktu dan jumlah tertentu, jika pelaku usaha tersebut
tidak bermaksud untuk melaksanakannyasesuai dengan waktu dan jumlahh yang ditawarkan,
dipromosikan, atau diiklankan.
Paal 13
Klausula baku adalah setiap syarat dan ketentuan yang telah disiapkan dan ditetapkan terlebih
dahulu secara sepihak oleh pengusaha yang dituangkan dalam suatu dokumen atau perjanjian
yang engikat dan wajib dipenuhi olehkonsumen. Lazimnnya klausula baku dicantumkan
dalam huruf kecil pada kuitansi, faktur atau bon, perjanjian atau dokumen lainnya dalam
transaksi jual beli.
Memang klausula baku potensial merugikan konsumen karena tak memiliki pilihan selain
menerimanya. Namun di sisi lain, harus diakui pula klausula baku sangat membantu
kelancaran perdagangan. Sulit membayangkan jika dalam banyak perjanjian atau kontrak
sehari-hari kita harus selalu menegoisasikan syarat dan ketentuannya. Misalnya, jika membeli
tiket meninton pertunjukan, apakah wajar untuk menegoisasikan akibat hukum jika
pertunjuka itu dibatalkan ? namun demikian, untuk melindungi kepentingan konsumen
beberapa jenis klausula baku secara tegas diilarang dalam undang-undang perlindungan
konsumen.
Klausula baku yang dilarang, ada klausula baku yang diilarang dalam UU PK artinya
klausula baku selain itu sah dan mengikat secarra hukum.
7. Tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan atau
lanjutan yang dibuat sepihak oleh pengusaha semasa konsumen memanfaatkan jasa
yang dibelinya.
8. Pemberian kuasa kepada pengusaha untuk membebankan hak tanggungan, gadai, atau
hak jaminan terhadapbarang yang dibeli oleh kosumensecara angsuran pasal 56 UU
8/99.
Selain itu, pengusaha juga dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya
sulit terlihatatau tidak dapat jelas dibaca, aytau yang maksuudnya sulit dimengerti.
Jika pengusaha tetap mencantumkan klausula baku yang dilarang tersebut, maka klausula itu
batal demi hukum. Artinya klausula itu dianggap tidak pernah ada..
2.7 Tanggung Jawab Pelaku Usaha
Pasal 19
1. Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran,
atau kerugian konsumen akibat mengkonsuumsi barang atau jasa yang dihasilkan atau
diperdagangkan.
2. Gani rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1 ) dapat berupa pengembalian uang atau
penggantian barang atau jasa sejenis setara ini lainnya, atau perawatan kesehatan atau
jasa yang sejenis atau setara ini lainnya, atau perawatan kesehatan atau pemberian
santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3. Pergantian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 hari setelah tanggal
transaksi.
4. Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak
menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan kesalahan.
5. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku apabila
pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan
konsumen.
2.8 Sanksi-Sanksi Jika Produsen Merugikan Konsumen
Sanksi bagi pelaku usaha menurt UU No.8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen.
Sanksi perdata ganti rugi dalam bentuk :
1. Pengembalian uang
2. Penggantian uang
3. Perawatan kesehatan
4. Pemberian santunan ganti rugi diberikan dalam tenggang waktu 7 hari setelah tanggal
transaksi
Maksimal Rp. 200.000.000, melalui BPSK jika melanggar pasal 19 ayat (2) dan (3), 20,25
sanksi pidana, kurungan :
1. Penjara 5 tahun denda Rp. 2.000.000.000, pasal 8,9,10,13 ayat (2),15,17 ayat (1)
huruf a, b, c, dan edan pasal 182.
2. Penjara 2 tahun denda Rp. 5.000.000.000, pasal 11,12,13,ayat (1),14,16,17 ayat (1)
huruf d dan f ketentuan piidana lain (diluar UU No.8 tahun 1999 tentang perlindungan
konsumen)
Jika konsumen luka berat, cacat berat, sakit berat, atau kematian dikenakan 11
hukuman tambahan antara lain :
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas maka kami menyimpulkan bahwa hingga saatini
perlindungan konsumen masih menjadi hal yang harus diperhatikan. Konsumensering kali
dirugikan dengan pelanggaran-pelanggaran oleh produsen atau penjual.Pelanggaranpelanggaran yang terjadi saat ini bukan hanya pelanggaran dalam skalakecil, namun sudah
tergolong kedalam skala besar. Dalam hal ini seharusnya pemerintah lebih siap dalam
mengambil tindakan. Pemerintah harus segeramenangani masalah ini sebelum akhirnya
semua konsumen harus menanggungkerugian yang lebih berat akibat efek samping dari tidak
adanya perlindungankonsumen atau jaminan terhadap konsumen.
3.2 Saran
berdasarkan langkah yang mungkin dapat dilakukan oleh pemerintah menurut pendapat kami
adalah :
1. Menetapkan undang-undang yang tegas dan jelas. Pemerintah memang sudah
memeiliki atau membuat beberapa undang-undang yang membahas masalah yang
sama sebelumnya. Namun hingga saat ini undang-undang tersebut belum berjalan
dengan efektif. Maka, sebaiknya pemerintah kembali memperbaruhi atau merevisi
uundang-undag tersebut.
1. Menetapkan sanksi yang tegas atas pelanggaran terhadap UU. Selama ini pun
pemerintah sudah membuat sanksi atas pelanggaran terhadap UU mengenai undangundang terhadap perlindungan konsumen namun hingga saat ini sanksi tersebut belum
diterapkan secara nyata dan tegas sehingga belum mampu menyebabkan efek jera
pada setiap pelanggar UU tersebut.
1. Mengawasi secara langsung dalam proses produksi sebuah produk yang akan
diproduksi dalam kemasan banyak dikonsumsi oleh masyarakat secara umum. Oleh
karena ituada baiknya selain pemerintah pembuat UU,dan sanksi terhadap
pelanggarnya, pemerintah pun melakukan pengawasan secara langsung. Hal ini akan
diharapkan akan mengurangi kemungkinan sebuah perusahaan melakukan kecurangan
dalam produksi.
1. Melakukan pengawasan terhadap produk produk yang dijual di pasaranPelanggaran
terhadap Undang-undang yang berkenaan dengan peelindungan konsumen juga dapat
terjadi atau dilakukan oleh pihak penjualatau pengecer Dalam berbagai kasus,
perlindungan konsumen dilanggar dengan cara menjual barang-barang kadaluwarsa
yang sudah tidak layak dikonsumsi tanpa sepengetahuan konsumen. Oleh karena itu
pemerintah beserta badan hokum yang bertugas dan lebih mengerti masalah ini
seharusnya lebih bisa mengamankan dan melindungi konsumen.
BAB IV
DAFTAR PUTAKA
http://lailyazharul.blogspot.com/2010/03/pengertian-konsumen.html
http://www.tunardy.com/asas-dan-tujuan-hukum-perlindungan-konsumen/
http://www.asiatour.com/lawarchives/indonesia/konsumen/asiamaya-uu-perlindungankonsumen-bab3-bagian1.htm
http://www.asiatour.com/lawarchives/indonesia/konsumen/asiamaya-uu-perlindungankonsumen-bab3-bagian2.htm
http://www.asiatour.com/lawarchives/indonesia/konsumen/asiamaya-uu-perlindungankonsumen-bab4-bagian1.htm