Vous êtes sur la page 1sur 19

ANALISIS SIGNIFIE DAN SIGNIFIANT PADA BAHASA MEDAN

Kinang Darmaga Harahap


Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Surel:Kenang_kinang@yahoo.com

Abstrak
Dalam penelitian ini akan dibahas mengenai permasalahan ilmu semantik,
yaitu bagaimana perubahan dan perbedaan makna yang terjadi pada bahasa
Medan, setelah dianalisis menurut teori Ferdinand de Saussure yakni
secara signifie dan signifiant pada bahasa Medan. Tujuan penelitian ini
adalah bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk signifie dan signifiant
pada bahasa Medan serta memberi pengetahuan baru bahwa setiap
masyarakat lahir, hidup dan tumbuh pada bahasa di mana masyarakat
tinggal. Jenis dari penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang bersifat
deskriptif. Data penelitian ini terdiri dari 20 kata dari bahasa Medan yang
siap untuk dianalisis. Simpulan penelitian ini adalah ditemukan adanya
perubahan dan perbedaan makna yang ditemukan antara bahasa Medan
dengan bahasa Indonesia setelah melalui proses analisis signifie dan
signifiant yang dikemukakan oleh Ferdinand de Saussure. Perubahan
terjadi karena adanya perbedaan makna pada 20 kata yang diambil dari
bahasa Medan. Perubahan dan perbedaan makna pada bahasa Medan
terjadi secara arbitrer, mana suka, sewenang dari masyarakat Medan
setelah melalui konvensi yang telah disepakati bersama antar warga kota
Medan. Bahasa Medan tidak bisa digunakan di luar kota Medan karena
akan menghambat proses komunikasi.
Kata kunci : Signifie, signifiant, arbitrer, konvensional, bahasa Medan.

A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Bahasa merupakan elemen penting dan utama dalam berkomunikasi.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) bahasa dinyatakan sebagai
sistem bunyi arbitrer yang digunakan oleh suatu anggota masyarakat untuk
bekerja sama, berinteraksi dan mengidentifikasi diri. Selaras dengan pengertian
dari KBBI, Harimurti Kridalaksana (1983) mengungkapkan bahwa bahasa adalah

sistem bunyi bermakna yang dipergunakan untuk komunikasi oleh kelompok


manusia. Dalam berbahasa tentu ada tujuan akhir yang ingin dicapai, yaitu dapat
berkomunikasi-berinteraksi dengan suatu masyarakat tertentu. Agar komunikasi
berjalan optimal tentu didukung dengan penggunaan dan pemilihan kata yang
didalamnya mengandung sebuah makna. Makna di sini adalah arti atau maksud
yang tersimpul dari suatu kata.
Dalam linguistik atau ilmu bahasa terdapat beberapa tataran, salah
satunya yang membahas mengenai makna adalah ilmu semantik. Semantik adalah
cabang ilmu bahasa yang mengkaji makna dari suatu simbol atau lambang bahasa.
Semantik sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia karena bahasa
yang digunakan manusia sebagai alat komunikasi haruslah memiliki makna yang
tepat agar terjadi komunikasi yang efektif. Peneliti melihat bahwa Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) terkenal dengan beragam kebudayaannya,
salah satunya adalah bahasa. Meski bahasa persatuan Negara Indonesia adalah
bahasa Indonesia, tak dapat dipungkiri bahasa-bahasa daerah masih melekat pada
masyarakat dari Sabang hingga Merauke. Bahkan ada bahasa yang muncul secara
arbitrer namun sudah mengantungi konvensi dari masyarakat sekitar sehingga
dapat dimengerti. Salah satunya yang peneliti temukan adalah bahasa Medan.
Pulau Sumatera khususnya Sumatera Utara ibukota Medan terkenal dengan
penduduknya yang mayoritas suku batak dan menggunakan bahasa batak. Bahasa
batak sendiri termasuk dalam bahasa daerah, sedangkan bahasa Medan adalah
bahasa yang digunakan khusus oleh masyarakat Medan yang bersifat sewenang
dan sudah disepakati sehingga dapat dimengerti. Contohnya, masyarakat Medan
menyebut motor dengan sebutan kereta, sedangkan masyarakat umum
beranggapan bahwa kereta adalah kereta api. Kata di dalam suatu bahasa
(lambang) antara m-o-t-o-r dan k-e-r-e-t-a memang berbeda namun makna atau
objek rujukan dari lambang tetap sama, yaitu alat transportasi roda dua yang
memiliki mesin. Dari sana peneliti ingin menganalisis terkait batasan semantik
yaitu makna atau tanda yang berkenaan dengan bahasa sebagai alat komunikasi
verbal. Ferdinand de Saussure mengemukkan teori bahwa setiap tanda dibentuk
oleh dua komponen tak terpisahkan yaitu komponen signifie (ditandai) dan
signifiant (menandai). Oleh karena itu peneliti akan mengkaji dengan melihat

aspek-aspek di dalamnya, sehingga penelitian ini diberi judul ANALISIS


SIGNIFY DAN SIGNIFIANT PADA BAHASA MEDAN.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan yang akan diangkat
dalam penelitian ini adalah bagaimana perbedaan yang terjadi mengenai makna
atau tanda, lambang dan referen terkait signifie dan signifiant yang dibatasi pada
bahasa Medan.
3. Tujuan Penelitian
Berkaitan dengan perumusalah masalah di atas, penelitian ini bertujuan
untuk mendeskripsikan bentuk signifie dan signifiant pada bahasa Medan. Dan
juga memberi pengetahuan baru bahwa setiap masyarakat lahir, hidup dan tumbuh
pada bahasa di mana masyarakat tinggal. Negara Indonesia tak hanya memiliki
beranekaragam budaya melainkan juga bahasa.

B. Landasan Teoritis dan Metode Penelitian


1. Hakikat Bahasa
Bahasa merupakan suatu bentuk alat komunikasi manusia berupa
lambang bunyi melalui alat ucap, dimana setiap suara yang dikeluarkan memiliki
makna. Menurut H. Douglas Brown dalam bukunya Henry Guntur Tarigan
Pengajaran Pragmatik menyebutkan hakikat bahasa sebagai suatu sistem yang
sistematis, juga untuk sistem generatif, seperangkat lambang-lambang atau
simbol-simbol arbitrer. Hal yang sama pula diungkapkan oleh Abdul Chaer dan
Leonie Agustina yang mengatakan bahwa hakikat bahasa itu dibentuk oleh
sejumlah komponen yang berpola secara tetap dan dapat dikaidahkan. Hakikat
bahasa dapat disimpulkan adalah sesuatu yang mendasar dari bahasa. Hakikat
bahasa memili banyak sifat-sifat hakiki. Peneliti merangkum sifat-sifat hakiki
bahasa secara umum yang dapat digambarkan pada bagan berikut:
HAKIKAT BAHASA

ARBITRER

KONVENSIONAL

BERMAKNA

a. Bahasa bersifat arbitrer


Arbitrer memiliki arti mana suka, sewenangnya tanpa ada alasan.
Arbitrer di sini asal bunyi, tidak ada hubungan logis antara kata sebagai simbol
(lambang) dengan yang dilambangkan atau dengan yang ditandai (signifie)
dengan yang menandai (signifiant). Menurut Abdul Chaer (2007) arbitrer adalah
tidak adanya hubungan wajib antara lambang bahasa dengan konsep atau makna
yang dimaksudkan oleh lambang tersebut.
Dapat ditemukan dalam kehidupan sehari-hari misalkan mengapa
benda yang digunakan untuk memasak dinamakan minyak sayur tidak bensin.
Lalu di Indonesia ada jenis transportasi bernama motor, di Medan kereta, di
Inggris motorcycle dan di Arab jawwaalatun. Penamaan motor akan selalu
berbeda di setiap wilayah tentang penyebutannya.
Dalam bahasa Medan misalkan, kata celit melambangi atau
menandai sifat negatif pada seseorang yang amat mencintai barang miliknya dan
tidak pernah mau berbagi dengan sesama atau singkatnya pelit dalam bahasa
Indonesia, bukan kikir, medit, atau bakhil. Mengapa demikian? Tidak dapat
dijawab karena tidak ada hubungan logis antara lambang dengan

yang

dilambangi. Semua terjadi secara arbitrer (manasuka). Perkembangan bahasa


seperti tidaklah bersifat individual. Tidak ada peluang bagi setiap individu untuk
menciptakan satuan bahasa sekehendaknya. Sifat arbitrer itu hanya berlaku dalam
suatu kelompok masyarakat dalam bentuk kesepakatan atau konvensi.
Jadi dapat disimpulkan bahwa arbitrer adalah kesewenangan yang

dilekatkan pada pemakai bahasa, yaitu manusia untuk menamai ataupun


mendefinisikan sesuatu. Formasinya seperti yang telah dicetuskan oleh Ferdinand
de

Saussure,

ditandai

(signifie)

dan

yang

menandai

(signifiant).

penanda dan tinanda. Ditandai (signifie) atau penanda adalah kesan imajinasi
yang

disampaikan

dari

penutur,

sedangkan menandai

(signifiant)

atau

tinanda adalah konsep yang ditunjuk penanda. Contoh lain bahasa bersifat arbitrer
adalah penamaan tas untuk benda yang dapat menyimpan barang-barang dan
fleksibel untuk dibawa berpergian. Mengapa tidak dinamakan karung? Inilah
yang kemudian melewati proses kedua yaitu konvensional.
b. Bahasa bersifat konvensional

Konvensional diartikan sebagai kesepakatan dari suatu kelompok


masyarakat dalam memakai bahasa. Kesepakatan di sini tidak dalam konteks
formal yang disepekati dalam forum musyawarah, sidang, rapat atau kongres
untuk menentukan lambang tertentu. Walaupun tidak formal, setiap pemakai
bahasa tunduk pada kesepakatan atau konvensi yang telah dibuat. Konvensional
pula dapat diartikan sebagai satu pandangan atau anggapan bahwa kata- kata
sebagai penanda tidak memiliki hubungan instrinsik dengan objek, tetapi
berdasarkan kebiasaan, kesepakatan atau persetujuan masyarakat yang didahului
pembentukan secara arbitrer. Tahapan awal adalah manasuka/ arbitrer, hasilnya
disepakati/ dikonvensikan, sehingga menjadi konsep yang terbagi bersama
(socially shared concept).
Contoh adanya kesepakatan atau konvensi dalam masyarakat
Medan dalam bahasa Medan, ketika menyebut seorang wanita yang ganjen atau
centil, secara arbitrer dilambangkan dengan bunyi mentel, maka anggota dari
masyarakat Medan seluruhnya harus mematuhi. Jika tidak dipatuhi atau diganti
dengan lambang lain tanpa adanya kesepakatan tentu akan menimbulkan
hambatan dalam berkomunikasi. Contoh lain kata aku dalam bahasa Indonesia
melambangkan identitas diri, semua orang sepakat dengan kata aku dan tidak
menggunakan kata kucing, anjing, ataupun monyet.Lain hal dengan masyarakat
Kota Medan yang terbiasa menggunakan kata awak, masyakarat sunda terbiasa
menggunakan kata abdi, urang untuk melambangkan idenditas dirinya. Semua itu

terjadi karena adanya kesepakatan atau konvensi dalam masyarakat tersebut.


Oleh karena itu jika ke-arbitrer-an bahasa terletak antara lambanglambang bunyi dengan konsep yang dilambangkannya. Maka, Ke-konvensionalan terletak pada kepatuhan para pemakai bahasa untuk menggunakan lambanglambang itu sesuai dengan konsep yang dilambangkan.
c. Bahasa memiliki makna

Salah satu sifat hakiki bahasa adalah berwujud lambang. Sebagai


lambang, bahasa melambangkan suatu pengertian, suatu konsep, suatu ide, atau
suatu pikiran yang ingin disampaikan dalam wujud bunyi. Maka, dapat dikatakan
bahwa bahasa itu mempunyi makna.
Contoh :
[sukses], [laut], [mengajar], [penulis] , [tali] : bermakna = bahasa
[urjfir], [kjsuag], [bjchfd], [gfyr] , [bchdf]

: tidak bermakna = bukan bahasa

Karena bahasa bermakna, maka segala ucapan yang tidak mempunyai


makna dapat disebut bukan bahasa.
2. Batasan Semantik
Batasan dalam ilmu semantik adalah makna atau arti yang berkenaan
dengan bahasa sebagai alat komunikasi verbal. Batasan semantik terdapat pada
makna yang ditandai (signifie) dan yang menandai (signifiant).
3. Signify dan Signifiant
Menurut Saussure (1916), tanda linguistik (signe linguistique)
mempunyai dua unsur, yaitu (1) yang ditandai (dalam bahasa Prancis signifie ;
dalam bahasa Inggris signified dan (2) yang menandai (dalam bahasa Prancis
signifiant; dalam bahasa Inggris signifier). Sesuatu yang ditandai diistilahkan
dengan petanda. Sebaliknya, sesuatu yang menandai diistilahkan dengan
penanda. Penanda itu berupa bunyi bahasa yang berupa kata, frasa, kata, kalimat,
atau teks sedangkan petanda adalah sesuatu yang diacu oleh suatu penanda.
Petanda adalah makna dari tanda bahasa. Konsep tanda bahasa menurut Ferdinand
de Saussure dapat dilihat pada bagan di bawah.

Tanda Bahasa
Petanda /Signifie
(yang ditandai)
Penanda/Signifiant

PAYUNG
PAYUNG

(yang menandai)

Berdasarkan bagan di atas Ferdinand de Saussure melihat tanda


hanya dari dua sisi, yaitu sisi penanda (bunyi bahasa) dan sisi petanda (sesuatu
yang ditandainya). Berdasarkan bagan di atas tanda bahasa memiliki dua unsur,
yaitu petanda (sesuatu yang ditandai) yang berupa benda payung dan penanda
(yang menandai) yang berupa kata p-a-y-u-n-g. Menurut Ogden dan Richard
(1923) mengkaji tanda bahasa dari tiga sisi, yaitu simbol (symbol), gagasan
(thought or reference), dan acuan (referent). Relasi unsur tanda itu, digambarkan
dalam bentuk segitiga dengan sisi bawah berupa garis putus-putus.

Gagasan
Gagasan

Simbol
Simbol

Referen
Referen

Hubungan antara signifiant dengan signifie sangat erat, karena keduanya


merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
Dalam suatu penelitian ilmiah pemilihan metode harus sinkron
dengan objek penelitian, karena validitas dari penelitian tersebut tidak mungkin
dilepaskan dari segi metode yang nantinya akan digunakan untuk memecahkan
persoalan. Metode penelitian yang digunakan peneliti dalam penelitian Analisis

Signifie dan Signifiant Pada Bahasa Medan adalah metode penelitian kualitatif.
Menurut Edi Soebroto penelitian kualitatif adalah penelitian terhadap suatu
masalah yang tidak dirancang menggunakan prosedur-prosedur statistik (1992:5).
Dalam kajiannya penelitian kualitatif menggunakan metode deskriptif, yaitu
metode yang menjelaskan data atau objek secara natural (alamiah), objektif
(keadaan sebenarnya), dan faktual (apa adanya) (Sudaryanto, 1992:62). Oleh
karena itu data-data mengenai bahasa medan ditulis dengan teliti dan objektif.

C. Hasil dan Pembahasan


Peneliti sudah menemukan dua puluh kata yang diambil dari bahasa
Medan untuk dikaji secara signifie dan signifiant menurut teori yang dikemukakan
oleh Ferdinand de Saussure. Secara tersurat akan sangat terlihat jelas perbedaan
batasan semantik pada bahasa Medan dan bahasa Indonesia. Peneliti akan
mengkaji kata dari tanda bahasa yang menandai (signifiant), yang ditandai
(signifie), dan juga referen (acuan).
1) BK
BK adalah plat kendaraan bermotor untuk wilayah Medan. Ketika
masyarakat Medan mengatakan BK kereta kau berapa? itu memiliki
makna dalam bahasa Indonesia Berapa nomor plat motormu?. Kata
BK sudah bersifat generik (lazim) digunakan masyarakat Medan,
dibandingkan dengan kata plat.
(Penanda/Signifiant)
B-K
Nomor plat polisi yang

BK 123 DH

tertera di kendaraan
(Petanda/Signifie)

(Referen)

2) Doorsmeer
Doorsmeer di sini bukan diartikan sebagai semir pintu, melainkan
tempat layanan cuci kendaraan mobil/motor. Contoh dalam kalimat
Jangan lupa bawa kereta kau ke doorsmeer dalam bahasa Indonesia
diartikan Jangan lupa bawa motormu ke steam/tempat cuci motor.
Masyarakat Medan lazim menggunakan kata doorsmeer daripada kata
steam sesuai konvensi yang telah disepakati bersama.
(Penanda/Signifiant)
D-o-o-r-s-m-e-e-r

Layanan jasa mencuci


motor/mobil (steam)
(Petanda/Signifie)

(Referen)

3) Galon
Galon oleh masyarakat Medan diartikan sebagai Stasiun Pengisian
Bahan Bakar Umum (SPBU) atau Pom Bensin. Sedangkan dalam bahasa
Indonesia galon diartikan sebagai satuan takaran barang cair bisa air atau
bensin dalam ukuran volume yang besar. Contoh dalam kalimat Singgah
ke galon Simpang Tembung ya dalam bahasa Indonesia diartikan
Singgah ke SPBU di Persimpangan Tembung ya.
(Penanda/Signifiant)
G-a-l-on

Tempat mengisi bahan


Bakar, SPBU/Pom Bensin
(Petanda/Signifie)

(Referen)

4) Guli
Masyarakat Medan menyebut kelereng dengan sebutan guli. Ketika
ada yang menyebut kelereng di tempat mereka tentu tidak sinkron
dengan kebiasaan masyarakat Medan dalam melahirkan bahasa secara
arbitrer (mana suka) yang sudah disepakati bersama. Pendatang secara
otomatis harus menyesuaikan bahasa yang ada di Medan. Guli tidak
diartikan sebagai bantal guling melainkan kelereng, yaitu biji buah lerak.
(Penanda/Signifiant)
G-u-l-i

Biji buah lerak, bola


kecil dari kaca/tanah liat
(Petanda/Signifie)

(Referen)

5) Gosok
Gosok dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai sentuhan, gesekan dari
yang timbul dari dua buah benda. Namun berbeda dengan yang
dipahami masyarakat Medan bahwa gosok adalah setrika, gosokan
adalah setrikaan. Contoh pada kalimat Kau gosok dulu pakaian
ayahmu diartikan dalam bahasa Indonesia Kau setrika dulu pakaian
ayahmu.
(Penanda/Signifiant)
G-o-s-o-k

Alat untuk
melicinkan pakaian
(Petanda/Signifie)

(Referen)

6) Hajab
Hajab masyarakat Medan mengartikan sebagai suatu kehancuran,
hancur, habis. Hajab berbeda dengan azab. Contoh pada kalimat Ada
polisi, hajab la kita! diartikan dalam bahasa Indonesia Ada polisi,
hancur/habis kita!.
(Penanda/Signifiant)
H-a-j-ab

Sebuah kondisi
kehancuran, habis.
(Petanda/Signifie)

(Referen)

7) Kedai
Masyarakat Medan biasa menyebut warung dengan sebutan kedai.
Makna antara warung dan kedai hampir sama yakni tempat berjualan
segala macam makanan dan minuman. Kata kedai lebih akrab di telinga
masyarakat Medan dibandingkan dengan kata warung. Contoh pada
kalimat Mari kita ke kedai itu berarti Mari kita ke warung.
(Penanda/Signifiant)
K-e-d-a-i

Tempat menjual beragam


makanan dan minuman
(Petanda/Signifie)

(Referen)

8) Kerabu
Kerabu dalam bahasa Medan diartikan dengan anting. Dalam bahasa
Indonesia anting adalah perhiasan yang dipasang di cuping telinga
wanita. Contoh pada kalimat Kita pigi ke pajak beli kerabu untuk
awak dalam bahasa Indonesia diartikan Kita pergi ke pasar beli anting
untuk saya. Masyarakat Medan lazim menggunakan kata kerabu
daripada anting, karena hasil konvensional di daerah Medan sendiri.
(Penanda/Signifiant)
K-e-r-a-b-u
Perhiasan yang
dipasang di telinga
(Petanda/Signifie)

(Referen)

9) Kereta
Kereta adalah kendaraan beroda dua yaitu motor. Masyarakat Medan
terbiasa menyebut motor dengan sebutan kereta. Pendatang yang
berlibur ke Medan mungkin heran dengan kata kereta, karena dalam
pikiran mereka kereta adalah kereta api. Sedangkan dalam masrayakat
Medan telah disepakati bahwa sebutan untuk motor adalah kereta.
Contoh pada kalimat Mana keretamu? dalam bahasa Indonesia
diartikan Dimana motormu, Ucok?. Semua terjadi karena adanya
kesepakatan.
(Penanda/Signifiant)
K-e-r-e-t-a

Alat transportasi
roda dua
(Petanda/Signifie)

(Referen)

10) Kuaci
Kuaci di sini bukan kwaci makanan, tetapi masyarakat Medan
mengartikan kuaci sebagai permainan berupa cetakan plastik yang
bentuknya beragam wujud, ada kelinci, gajah, mobil, dan sebagainya.
Biasa dipakai untuk mainan juga sebagai barang taruhan.
(Penanda/Signifiant)
K-u-a-c-i

Permainan dari
cetakan plastik
(Petanda/Signifie)

(Referen)

11) Motor
Motor dalam bahasa Indonesia berarti kendaraan/transportasi yang
memiliki roda dua. Sedangkan motor dalam bahasa Medan diartikan
mobil, yaitu kendaraan/transportasi yang memiliki roda empat.
Perbedaan makna ini terlihat jelas sekali, dimana tanda bunyi berbeda
yaitu m-o-t-o-r dengan m-o-b-i-l namun dalam konsep atau acuan
(referen) yang sama. Ini bukti masyarakat Medan membuat bahasa
secara sewenang, manasuka (arbitrer) dan sudah disepakati bersama
antar masyarakat Medan.
(Penanda/Signifiant)
M-o-t-o-r

Alat transportasi
roda empat
(Petanda/Signifie)

(Referen)

12) Monza
Monza adalah akronim dari Monginsidi Plaza, yaitu sebuah tempat
atau pasar di samping Sei Silow kota Tanjung Balai-Medan. Nama
Monza diinspirasikan dari nama kawasan Jalan Monginsidi di Kota
Medan yang menjadi pusat penjualan barang second hand. Jadi Monza
adalah sebuah tempat penjualan pakaian bekas, di daerah Sukabumi
terkenal dengan nama Cimol.
(Penanda/Signifiant)
M-o-n-z-a

Tempat penjualan
pakaian bekas
(Petanda/Signifie)

(Referen)

13) Minyak
Minyak dalam bahasa Indonesia adalah zat cair berlemak yang tidak
larut dalam air. Lazimnya masyarakat Indonesia mengenal minyak
sebagai minyak makan atau minyak sayur. Namun minyak dalam
bahasa Medan diartikan sebagai bensin atau bahan bakar minyak
(BBM) untuk kendaraan. Contoh dalam kalimat Kita isi minyak dulu
ke galon dalam bahasa Indonesia diartikan Kita isi bensin dulu ke
SPBU/Pom Bensin.
(Penanda/Signifiant)
M-i-n-y-a-k

Bahan bakar
(bensin)
(Petanda/Signifie)

(Referen)

14) Nembak
Dalam bahasa Medan nembak adalah istilah untuk makan tapi tidak
bayar, singkatnya gratis. Nembak dalam bahasa Indonesia bisa pistol
yang mengeluarkan peluru, juga bisa diartikan dengan mengurus SIM
(Surat Izin Mengemudi) tanpa tes langsung membayar kepada calo
bukan kepada petugas kepolisian. Contoh pada kalimat Si Ucok
berhasil dia nembak di kedai Kak Ipah dalam bahasa Indonesia
diartikan Si Ucok berhasil makan gratis/tidak bayar di warung Kak
Ipah. Istilah nembak muncul arbitrer dari masyarakat Medan namun
melalui kesepakatan bersama.
(Penanda/Signifiant)
N-e-m-b-a-k

Makan gratis,
tidak bayar
(Petanda/Signifie)

(Referen)

15) Pajak
Pajak dalam bahasa Medan diartikan sebagai pasar, yaitu tempat
bertemunya antara penjual dengan pembeli. Sedangkan kata pajak
dalam bahasa Indonesia memiliki arti pungutan wajib yang harus
dibayar penduduk Indonesia untuk sumbangan kepada pemerintah.
Contoh pada kalimat Ke pajak ikan kita besok? dalam bahasa
Indonesia diartikan Ke pasar ikan kita besok?.
(Penanda/Signifiant)
P-a-j-a-k

Tempat bertemunya
penjual dengan pembeli
(Petanda/Signifie)

(Referen)

16) Pasar
Dalam bahasa Medan pasar diartikan sebagai jalan raya, sedangkan
dalam bahasa Indonesia pasar adalah tempat bertemunya antara
penjual dengan pembeli. Contoh pada kalimat Dari kedai belok
kanan nanti kelen tengok pasar dalam bahasa Indonesia diartikan
Dari warung belok kanan nanti kalian ketemu jalan raya.
(Penanda/Signifiant)
P-a-s-a-r

Tempat untuk
lalu lintas kendaraan
(Petanda/Signifie)

(Referen)

17) Pipet
Pipet dalam bahasa Medan memiliki makna sebagai alat untuk
menghisap atau menyedot minuman. Dalam bahasa Indonesia lazim
menggunakan kata sedotan.
(Penanda/Signifiant)
P-i-p-e-t

Alat untuk menghisap/


menyedot minuman
(Petanda/Signifie)

(Referen)

18) RBT
RBT dalam bahasa Medan adalah singkatan dari Rakyat Banting
Tulang atau singkatnya ojek. Masyarakat Medan terbiasa menyebut

ojek dengan sebutan RBT. Contoh pada kalimat Mahal kali la naik
RBT ke pajak ikan diartikan dalam bahasa Indonesia Mahalnya naik
ojek ke pasar ikan. Kata RBT lahir secara arbitrer, mana suka dari
masyarakat Medan sesuai kesepakan bersama.
(Penanda/Signifiant)
R-B-T
Profesi yang mencari
penumpang di motor
(Petanda/Signifie)

(Referen)

19) Selop
Selop memiliki makna sandal bagi masyarakat Medan. Selop berbeda
dengan sepatu. Sedangkan dalam bahasa Indonesia selop diartikan
sebagai alas kaki yang terbuat dari kulit. Contoh pada kalimat Cantik
kali selopmu dek! diartikan dalam bahasa Indonesia Bagus sekali
sandalmu dek!.
(Penanda/Signifiant)
S-e-l-o-p

Alas kaki terbuat


dari kulit/karet
(Petanda/Signifie)

(Referen)

20) Sudako
Sudako dalam bahasa Medan adalah angkutan umum/angkot, yaitu alat
transportasi roda empat berwarna kuning yang berisi penumpang.

(Penanda/Signifiant)
S-u-d-a-k-o

Angkutan umum/angkot
di Kota Medan
(Petanda/Signifie)

(Referen)

Dari 20 kata yang berasal dari bahasa Medan diatas sangat terlihat
jelas dua komponen dalam teori tanda bahasa yang dicetuskan oleh Ferdinand de
Saussure, yaitu signifie (petanda) dan signifiant (signifiant) disertai acuan
(referen). Bahasa Medan adalah satu dari seribu bahasa yang ada di Indonesia
yang bisa dikaji dengan ilmu semantik. Bahasa Medan yang lahir secara arbitrer,
manasuka, sewenang dari masyarakatnya telah melalui konvensi, kesepakatan
bersama dari masyarakat kota Medan. Bahasa Medan tidak akan tepat diujarkan
oleh pemakai bahasa di luar kota Medan, karena konvensi yang dibuat hanya
berlaku di kota Medan. Jika itu terjadi maka akan menghambat proses terjadinya
komunikasi.
Perubahan dan perbedaan makna yang terjadi antara bahasa Medan
dengan bahasa Indonesia yang telah dibahas di atas, tentu terjadi karena beberapa
faktor. Menurut Suwandi (2008;122-123) dalam bukunya Semantik Pengantar
Kajian Makna ada beberapa faktor penyebab terjadinya perubahan makna,
diantaranya : 1) Faktor Linguistik, 2) Faktor Kesejarahan, 3) Faktor Sosial
Masyarakat, 4) Faktor Psikologis, 5) Faktor Kebutuhan Kata Baru, 6) Faktor
Perkembangan Ilmu dan Teknologi, 7) Faktor Perbedaan Bidang Pemakaian atau
Lingkungan, 8) Faktor Pengaruh Bahasa Asing, 9) Faktor Asosiasi, 10) Faktor
Pertukaran Tanggapan Indera, 11) Perbedaan Tanggapan Pemakai Bahasa, dan 12)
Faktor Penyingkatan.
D. Simpulan
Berdasarkan pemaparan di atas dapat di ambil sebuah kesimpulan yaitu

ditemukan adanya perubahan dan perbedaan makna yang ditemukan antara bahasa
Medan dengan bahasa Indonesia setelah melalui proses analisis signifie dan
signifiant yang dikemukakan oleh Ferdinand de Saussure. Perubahan terjadi
karena adanya perbedaan makna pada 20 kata yang diambil dari bahasa Medan
sebagai data. Perubahan dan perbedaan makna pada bahasa Medan terjadi secara
arbitrer, mana suka, sewenang dari masyarakat Medan setelah melalui konvensi
yang telah disepakati bersama antar warga kota Medan. Bahasa Medan tidak bisa
digunakan di luar kota Medan karena akan menghambat proses komunikasi secara
optimal.
E. Referensi
Chaer, Abdul. 2003. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta
Djajasudarma, Fatimah. 2012. Semantik 1 Makna Leksikal dan
Gramatikal. Bandung:Refika Aditama.
Mahasiswa Batak. 2013. Kamus Medan. [Online]. Tersedia:
http://www.mahasiswabatak.com/2013/02/kamus-medan.html.
(Diakses 10 Mei 2015 pukul 15:45 WIB)
Shidiq, Irham. 2011. Semantik.[Online]. Tersedia:
https://t4f5.wordpress.com/2011/09/08/semantik/.
(Diakses 10 Mei 2015 pukul 14:55 WIB)
Suwandi, Sarwiji. 2008. SEMANTIK Pengantar Kajian Makna.
Yogyakarta:Media Perkasa.

Vous aimerez peut-être aussi