Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
DEPARTEMEN SURGIKAL
Ruang 12 Rumah Sakit dr. Saiful Anwar Malang
Oleh :
Tan Nina Fibriola
105070200111016
dengan PCWP (Pulmonary Capillary Wedge Pressure) yang normal pada ARDS.
Kongesti vena dapat dibedakan dari gagal jantung kiri dengan memeriksa nilai
curah jantung yang normal dan hasil BGA yang normal pada kongesti vena
(Muttaqin, 2011).
c. Edema paru Neurogenik
Keadaan ini terjadi pada klien dengan gangguan sistem saraf pusat dan pot ictal.
Mekanisme diduga dengan adanya rangsangan hipotalamus yang menyebabkan
rangsangan pada sistem adrenergik, yang kemuadian menyebabkan pergeseran
volume darah dari sirkulasi sistemik ke sirkulasi pulmonal dan penurunan
komplians ventrikel kiri. Edema paru neurogenik sering terjadi pada klien dengan
trauma kepala, tetapi dapat juga berhubungan dengan peningkatan tekanan intra
kranial karena berbagai sebab (Muttaqin, 2011).
d. Edema paru karena ketinggian tempat
Edema paru akan terjadi pada orang normal yang berada pada ketinggian 2700
m (9000 kaki) tampa faktor precipitasi. Diduga mekanismenya adalah hipoksia
karena ketinggian menyebabkan hipertensi pulmonal. Keluhan awal adalah batuk
kering, sesak napas, dan sakit atau perasaan tertekan di daerah substernal
(Muttaqin, 2011).
e. Insufisiensi paru pasca trauma
Insufisiensi paru pascatrauma dapat timbul tanpa adanya trauma langsung pada
paru. Penyebab insufisiensi paru pasca trauma masih belum jelas, penelitian
menyebutkan adanya fibrin dan mikroemboli trombosit dalam vaskularisasi paru
f.
2011).
g. Sepsis
Septikemia karena infeksi ekstrapulmonal merupakan faktor penyebab peting
edema paru karena peningkatan permeabilitas kapiler paru (Muttaqin, 2011).
h. Overdosis heroin (narkotika)
Terjadi edema paru karena peningkatan permeabilitas kapiler paru (Muttaqin,
i.
2011).
Inhalasi asap dan luka bakar saluran pernapasan
Dapat menyebabkan lesi paru yang dapat mengarah pada edema paru
j.
(Muttaqin, 2011).
Inhalasi bahan kimia toksik
Dapat menyebabkan lesi paru yang dapat mengarah pada edema paru. Edema
paru dapat disebabkan oleh paparan terhadap fosgen, klorin, oksida nitrogen,
ozon, sulfur dioksida, oksida metalik, uap asam, dan uap bahan kimia komples
Near drowning
Pada saat tenggelam, korban biasanya mengaspirasi sejumlah besar air. Air
tawar bersifat hipotonis dan air laut bersifat hipertonis relatif terhadap darah.
Perbedaan tersebut yang menyebabkan terjadinya pergerakan cairan melalui
membran alveolar kapiler ke dalam darah atau ke dalam paru (Muttaqin, 2011).
m. Emboli lemak
Kerusakan paru terjadi melalui hipertensi pulmonal yang disebabkan oleh
embolisasi dan trombositopenia yang diinduksi oleh lemak yang bersirkulasi atau
koagulasi dan lisis fibrin dalam paru. Emboli lemak banyak ditemukan pada
kasus fraktur tulang panjan, terutama femur atau tibia (Muttaqin, 2011).
n. Uremia
Edema paru sering terjadi pada klien dengan gagal ginjal. Pada banyak klien
ditemukan juga kasus gagal jantung kiri sebagai akibat kombinasi anemia,
hipertensi, aterosklerosis, dan kalsifikasi vaskular. Pada beberapa klien,
peningkatan volume intravaskular dan plasma dapat menyebabkan sindrom
kongesti vena tanpa adanya penyakit atau kelainan miokard. Walaupun
demikian, edema paru dapat terjadi pada klien dengan tekanan kapiler paru yang
normal, dan edema paru dapat hilang setelah di dialisis (Muttaqin, 2011).
o. Pankreatitis
Pelepasan zat-zat seperti tripsin, fosfolipase A, dan kalikrein selama pankreatitis
diduga mendasari mekanisme terjadinya edema paru (Muttaqin, 2011).
p. Edema paru merupakan komplikasi pada 0,5% persalinan dan dilaporkan
berkaitan terutama dengan preeklamsia, persalinan prematur, bedah janin, dan
infeksi. Pemakaian agonis beta untuk mencegah persalinan dilaporkan
berhubungan dengan edema paru. Kasus-kasus ini sering dicetuskan oleh
persalinan melalui operasi yang disertai kehilangan darah, anemia, dan infeksi
(Leveno, 2009).
q. ARDS (Adult Respiratory Distress Syndrome) merupakan suatu diagnosis
patofisiologis. Penyait ini mencakup cedera epitel elveolus paru menetap yang
terjadi melalui saluran napas dan cedera endotel menetap yang terjadi melalui
jaringan pembuluh darah paru. Neutrofil, setelah direkrut ke tempat peradangan
oleh berbagai kemokin, berakumulasi dan memicu cedera jaringan dengan
mengeluarkan sitokin. Hal ini menyebabkan peningkatan permeabilitas kepiler
paru, penurunan volume paru, dan pembentukan pirau yang kemudian
menyebabkan hipoksemia arteri (Leveno, 2009).
3. PATOFISIOLOGI ALO
Peningkatan tekanan
hidrostatis paru
Kelebih
an
volume
cairan
Terjadi
peningkatan
aliran limfatik
Edema dinding
alveolar
Komplians paru
menurun
takipne
a
Ketidakefektif
an pola napas
Ketidakseimbang
an antara
ventilasi dan
aliran darah
Hipoksemia
memburuk
Ganggua
n
pertukar
an gas
Perubahan
hubungan
tekanan
Obstruksi pada
saluran pernapsan
kecil
hipokse
mia
Hiperventilasi
4. MANIFESTASI KLINIS ALO
alkalosis
a. Serangan khas terjadidengan
pada malam
hari setelah berbaring selama beberapa jam
respiratorik
dan biasanya didahului dengan rasa gelisah ansietas, dan tidak dapat tidur.
b. Awitan sesak napas mendadak dan rasa asfiksia (seperti kehabisan napas),
tangan menjadi dingin dan basah, bantalan kuku menjadi sianotik, dan warna
kulit menjadi abu-abu
c. Nadi cepat dan lemah, vena leher distensi
d. Alveolus yang penuh cairan menyebabkan hipoksemia arteri dan dapat disertai
batuk dan sputum kemerahan ( frothy).
e. Dengan makin berkembangnya edema paru, ansietas berkembang mendekati
f.
(Baughman, 2000)
5. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK ALO
a. Anamnesis
Anamnesis dapat menjadi petunjuk kearah kausa edema paru, misalnya adanya
riwayat sakit jantung, riwayat adanya gejala yang sesuai dengan CHF.
b. Rontgent Paru
Gambaran rontgent paru dapat dipakai untuk membedakan edema paru
kardiogenik dari edema paru non kardiogenik. Walaupun tetap ada keterbatasan
yaitu antara lain bahwa edema tidak akan tampak secara radiologi sampai jumlah
air di paru meningkat 30%. Beberapa masalah tehnik juga dapat mengurangi
sensitivitas dan spesifisitas rontgent paru, seperti rotasi, inspirasi, ventilator,
posisi pasien dan posisi film.
c. Pemeriksaan fisik
pneumonia.
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang relevant diperlukan untuk mengkaji etiologi
edema paru. Pemeriksaan tersebut melipu! Diantaranya pemeriksaan hematologi
(complete blood count), fungsi ginjal, elektrolit, kadar protein, urinalisa, analisa
gas darah, troponin I dan Brain Natriure! c pep! de (BNP). Brain Natriu! c Pep!
de (BNP) dan prekursornya Pro BNP dapat digunakan sebagai rapid test untuk
menilai edema paru kardiogenik pada kondisi gawat darurat. Kadar BNP plasma
berhubungan dengan PAOP, LEVEDP dan LVEF. Khususnya pada pasien gagal
jantung menggunakan pro BNP dengan nilai 100pg/ml akurat sebagai prediktor
gagal jantung pada pasien dengan efusi pleura dengan sensitifitas 91% dan
spesifisitas 93%. Richard dkk melaporkanbahwa nilai BNP dan Pro BNP
berkorelasi dengan LV filling Pressure. Pemeriksaan BNP ini menjadi salah satu
test diagnosis rutin untuk menegakkan CHF berdasarkan pedoman diagnosis
dan terapi CHF Eropa dan Amerika ( AHA Guidelines). Bukti penelitian
menunjukkan bahwa Pro BNP/BNP memiliki nilai prediksi negatif dalam
menyingkirkan gagal jantung dari penyakit lainnya.
6. PENATALAKSANAAN ALO
a. Oksigenasi
Diberikan dalam konsentrasi yang adekuat untuk menghilangkan hipoksia
dan dispnea
Oksigen dengan tekanan intermitent atau tekanan positif kontinu, jika
tanda-tanda hipoksia menetap
b. Farmakoterapi
Morvin : IV dalam dosis kecil untuk mengurangi ansietas dan dispnea,
merupakan kontraindikasi pada cedera vaskular serebral, penyakit
badan.
c. Terapi Suportif
Baringkan pasien tegak, dengan tungkai dan kaki dibawah, lebih baik bila
kaki pasien terjuntai disamping tempat tidur untuk membantu arus balik
vena ke jantung.
Yakinkan pasien, gunakan sentuhan untuk memberikan kesan realitas
yang konkret.
Maksimalkan waktu kegiatan di tempat tidur.
Berikan informasi yang sering, sederhana, jelas tentang apa yang sedang
dilakukan
untuk
mengatasi
kondisi
dan
apa
respons
terhadap
pengobatan.
7. ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
a. Riwayat Masuk
Klien biasanya dibawa ke rumah sakit setelah sesak nafas, cyanosis atau
batuk-batuk disertai dengan demam tinggi/tidak. Kesadaran kadang sudah
menurun dan dapat terjadi dengan tiba-tiba pada trauma. Berbagai etiologi
yang mendasar dengan masing-masik tanda klinik mungkin menyertai klien
b. Riwayat Penyakit Dahulu
Predileksi penyakit sistemik atau berdampak sistemik seperti sepsis,
pancreatitis, Penyakit paru, jantung serta kelainan organ vital bawaan serta
penyakit ginjal mungkin ditemui pada klien
c. Pemeriksaan fisik
Sistem Integumen
kulit pucat, cyanosis, turgor menurun (akibat dehidrasi sekunder),
banyak keringat , suhu kulit meningkat, kemerahan
Sistem Pulmonal
tambahan
Sistem Neurosensori
gelisah, penurunan
menurun/normal, letargi
Sistem Musculoskeletal
lemah, cepat lelah, tonus otot menurun, nyeri otot/normal, retraksi
paru dan penggunaan otot aksesoris pernafasan
Sistem genitourinari
produksi urine menurun
Sistem digestif
mual, kadang muntah, konsistensi feses normal/diare
B. Intervensi
1. Ketidakefektifan besihan jalan napas berhubungan dengan akumulasi
sekret
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam, bersihan
jalan napas kembali efektif.
Kriteria Hasil:
- Klien mampu melakukan batuk efektif
- RR (16-20 kali/menit)
- Tidak ada penggunaan otot bantu pernapasan
No. Intervensi
1
Kaji fungsi pernapasan
Rasional
Penurunan bunyi napas menunjukkan
napas)
mengeluarkan sekresi,
hemoptisis
Berikan posisi semifowler /
batuk efektif
lakukan pengisapan
(suction)
Kolaborasi pemberian obat
sesuai indikasi
Agen mukolitik
6
Bronkodilator
kortikosteroid
No.
Intervensi
Rasional
Evaluasi perubahan tingkat Aspek penting perawatan ARDS adalah
kesadaran, catat sianosis
baik.
tujuan
memelihara
tambahan
ventilasi
adalah
untuk
adekuat
dan
jaringan
paru
yang
sehat
dapat
jaringan tubuh
Oksigen adalah obat dengan sifat terapeutik
penting dan secara potensial memiliki efek
samping toksik.klien tanpa dasar penyakit
paru tampak toleran dengan oksigen 100%
selama
24-72
jam
tanpa
abnormalitas
(misalnya
kandungan
volume
oksigen
mempertahankan
normal.
parameter
Mekanisme
peningkatan
mengakibatkan
patogenitas
permeabilitas
edema
fisiologis
alveokapiler
interstisial
dan
masih
dianggap
kontraversial.
(kecenderungan)
indikator
sering
penting
ketidakseimbangan cairan
Penggunaan
kortikosteroid
merupakan
terhadap
masih
DAFTAR PUSTAKA
Muttaqin, Arif. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta, Salemba Medika
Leveno, Kenneth J. 2009. Obstetri Williams : Panduan Ringkas Edisi 21. Terjemahan
Brahm U. Pendit. Jakarta, EGC
Baughman, Diane C. 2000. Keperawatan Medikal Bedah : Buku Saku untuk Brunner
dan Suddarth. Terjemahan Yasmin Asih. Jakarta, EGC
Moorhead, Sue dkk. Nursing Outcomes Classification (NOC) Fourth Edition. 2008.
Mosby Elsevier
Dochterman, Joanne dkk. Nursing Interventions Classification (NIC) Fifth Edition.
2008. Mosby Elsevier
Nanda Internasional. Tanpa Tahun. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi
2009-2011 (M. Ester, Ed.). Alih Bahasa Made Sumarwati, Dwi Widiarti &
Estu Tiar. 2011. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Nendrastuti, Hetty. 2010. Edema Paru Akut Kardiogenik dan Non Kardiogenik.
Fakultas kedokteran Universitas Airlangga Surabaya
Irawaty, Maria. 2010. Penatalaksanaan Edema paru pada Kasus VSD dan Sepsis
VAP. Universitas Indonesia