Vous êtes sur la page 1sur 36

MAKALAH KEPWRAWATAN DEWASA V

ASUHAN KEPERAWATAN (ASKEP)


PERITONITIS

Dosen : Munir S. Kep. Ns

Muhamad Ridlo

(13620863)

Novi Puspitasari

(13620868)

Octavi Vitri Handayani

(13620872)

Rahayu Ayuningtyas

(13620873)

Resanda Artika P

(13620876)

Siti Ulfah Fauziyah

(13620882)

Suryanto

(13620883)

Susi Ismawati

(13620884)

Venky Darmadianto

(13620891)

Zulfi Vian kanesti

(136208

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KADIRI
2015

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb
Alhamdulillahirabbilalamin segala puji kehadirat Allah, karena berkat rahmat dan
hidayat-Nya semata kelompok kami dapat menyelesaikan tugas asuhan keperawatan ini.
Tugas makalah ini merupakan bahan latihan yang di berikan oeh dosen pembimbing
kami Bapak Munir S.Kep.Ns kepada kami tentang Asuhan keperawatan Peritonitis.
Oleh karena itu, sebagai mahasiswa kami mengucapkan rasa terima kasih yang setinggitingginya kepada dosen pembimbing, karena telah mempercayakan suatu tugas dan
tanggung jawab bagi kami untuk dapat menyelesaikan dengan sebaik-baiknya.
Akhirnya dengan ucapan Alhamdulillah Robbil Alamin kami telah menyelesaikan
tugas makalah ini. Dan tentunya kami menyadari akan kelemahan/kekurangan dari pada
pembahasan makalah ini. Oleh karna itu, kritik dan saran yang sifatnya untuk perbaikan
/ penyempurnaan makalah ini sangat kami harapkan.

Kediri, 31 Maret 2015

Penyusun

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................................
i
KATA PENGANTAR...............................................................................................................
ii
DAFTAR ISI............................................................................................................................
iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
...............................................................................................................................
1
1.2 Rumusan
Masalah
...............................................................................................................................
1
1.3 Tujuan
...............................................................................................................................
2
1.4 Manfaat
...............................................................................................................................
2
BAB 2 PEMBAHASAN
2.1

Anatomi peritonium
3

2.2

Definisi peritonium
4

2.3

Etiologi peritonium
4

2.4

Klasifikasi peritonium
5

2.5

Patofisiologi peritonium
7

2.6

Manifestasi klinis peritonium


8

2.7

Pemeriksaan diagnostik.
9

2.8

Penatalaksanaan.
10

2.9

Komplikasi.
11

BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN PERITONITIS


3.1 Pengkajian
...................................................................................................................................
14
3.2 Diagnosa
...................................................................................................................................
16
3.3 Intervensi
...................................................................................................................................
17

BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan......................................................................................................................
18
4.2 Saran.................................................................................................................................
18
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Gawat abdomen menggambarkan keadaan klinik akibat kegawatan di
rongga perut yang biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagai keluhan
utama. Keadaan ini memerlukan penanggulangan segera yang sering berupa
tindakan bedah, misalnya pada obstruksi, perforasi, atau perdarahan, infeksi,

obstruksi atau strangulasi jalan cerna dapat menyebabkan perforasi yang


mengakibatkan kontaminasi rongga perut oleh isi saluran cerna sehingga
terjadilah peritonitis.
Peradangan peritoneum (peritonitis) merupakan komplikasi berbahaya
yang sering terjadi akibat penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen
(misalnya apendisitis, salpingitis, perforasi ulkus gastroduodenal), ruptura saluran
cerna, komplikasi post operasi, iritasi kimiawi, atau dari luka tembus abdomen.
Pada keadaan normal, peritoneum resisten terhadap infeksi bakteri secara
inokulasi kecil-kecilan. Kontaminasi yang terus menerus, bakteri yang virulen,
penurunan resistensi, dan adanya benda asing atau enzim pencerna aktif,
merupakan faktor-faktor yang memudahkan terjadinya peritonitis.
Keputusan untuk melakukan tindakan bedah harus segera diambil karena
setiap keterlambatan akan menimbulkan penyakit yang berakibat meningkatkan
morbiditas dan mortalitas. Ketepatan diagnosis dan penanggulangannya
tergantung dari kemampuan melakukan analisis pada data anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
1.2

Rumusan masalah
Bagaimana asuhan keperawatan yang diberikan pada pasien dengan peritonitis ?

1.3

Tujuan
1.3.1 Tujuan umum
1.3.2 Tujuan Khusus
1) Mengetahui anatomi dari organ peritoneum.
2) Mengetahui definisi peritonitis.
3) Mengetahui etiologi peritonitis.
4) Mengetahui klasifikasi dari peritonitis.
5) Mengetahui patofisiologi dari peritonitis.

6) Mengetahui manifestasi Klinis pada peritonitis.


7) Mengetahui pemeriksaan diagnostic pada peritonitis.
8) Mengetahui penatalaksanaaan pada peritonitis.
9) Mengetahui komplikasi pada peritonitis.
10) Mendiskusikan asuhan keperawatan yang diberikan pada pasien dengan
peritonitis.

1.4

Manfaat

1) Memahami anatomi dari organ peritoneum.


2) Memahami definisi peritonitis.
3) Memahami etiologi peritonitis.
4) Memahami klasifikasi dari peritonitis.
5) Memahami patofisiologi dari peritonitis.
6) Memahami manifestasi Klinis pada peritonitis.
7) Memahami pemeriksaan diagnostic pada peritonitis.
8) Memahami penatalaksanaaan pada peritonitis.
9) Memahami komplikasi pada peritonitis.
10) Menyimpulkan asuhan keperawatan yang diberikan pada pasien dengan
peritonitis.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Peritoneum
Peritoneum adalah mesoderm lamina lateralis yang tetap bersifat
epitelial. Pada permulaan, mesoderm merupakan dinding dari sepasang rongga
yaitu coelom. Di antara kedua rongga terdapat entoderm yang merupakan dinding
enteron. Enteron didaerah abdomen menjadi usus. Kedua rongga mesoderm,

dorsal dan ventral usus saling mendekat, sehingga mesoderm tersebut kemudian
menjadi peritonium.
Peritoneum terdiri dari dua bagian yaitu peritoneum paretal yang
melapisi dinding rongga abdomen dan peritoneum visceral yang melapisi semua
organ yang berada dalam rongga abdomen. Ruang yang terdapat diantara dua
lapisan ini disebut ruang peritoneal atau kantong peritoneum. Pada laki-laki
berupa kantong tertutup dan pada perempuan merupakan saluran telur yang
terbuka masuk ke dalam rongga peritoneum, di dalam peritoneum banyak terdapat
lipatan atau kantong. Lipatan besar (omentum mayor) banyak terdapat lemak
yang terdapat disebelah depan lambung. Lipatan kecil (omentum minor) meliputi
hati, kurvaturan minor, dan lambung berjalan keatas dinding abdomen dan
membentuk mesenterium usus halus.
Lapisan peritoneum dibagi menjadi 3, yaitu:
1) Lembaran yang menutupi dinding usus, disebut lamina visceralis
(tunika serosa).
2) Lembaran yang melapisi dinding dalam abdomen disebut lamina
parietalis.
3)

Lembaran yang menghubungkan lamina visceralis dan lamina

parietalis.
Fungsi peritoneum:
1) Menutupi sebagian dari organ abdomen dan pelvis.
2) Membentuk pembatas yang halus sehinggan organ yang ada dalam
rongga peritoneum tidak saling bergesekan.
3) Menjaga kedudukan dan mempertahankan hubungan organ terhadap
dinding posterior abdomen.
4)

Tempat kelenjar limfe dan pembuluh darah yang membantu

melindungi terhadap infeksi.

2.2 Definisi
Peritonitis adalah inflamasi peritoneum-lapisan membrane serosa rongga
abdomen dan meliputi visera merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi
dalam bentuk akut maupun kronis atau kumpulan tanda dan gejala, diantaranya

nyeri tekan dan nyeri lepas pada palpasi, defans muscular, dan tanda-tanda umum
inflamasi. Pasien dengan peritonitis dapat mengalami gejala akut, penyakit ringan
dan terbatas, atau penyakit berat dan sistemikengan syok sepsis.
Infeksi peritonitis terbagi atas penyebab perimer (peritonitis spontan),
sekunder (berkaitan dengan proses patologis pada organ visceral), atau penyebab
tersier (infeksi rekuren atau persisten sesudah terapi awal yang adekuat). Infeksi
pada abdomen dikelompokkan menjadi pertitonitis infeksi (umum) dan abses
abdomen (local infeksi peritonitis relative sulit ditegakkan dan sangat bergantung
dari penyakit yang mendasarinya. Penyebab peritonitis ialah spontaneous
bacterial peritonitis (SBP) akibat penyakit hati yang kronik. Penyebab lain
peritonitis sekunder ialah perforasi apendisitis, perforasi ulkus peptikum dan
duodenum, perforasi kolon akibat diverdikulitis, volvulus dan kanker, dan
strangulasi kolon asendens. Penyebab iatrogenic umumnya berasal dari trauma
saluran cerna bagian atas termasuk pancreas, saluran empedu dan kolon kadang
juga dapat terjadi dari trauma endoskopi. Jahitan oprasi yang bocor (dehisensi)
merupakan penyebab tersering terjadinya peritonitis. Sesudah operasi, abdomen
efektif untuk etiologi noninfeksi, insiden peritonitis sekunder (akibat pecahnya
jahitan operasi seharusnya kurang dari 2%. Operasi untuk penyakit inflamasi
(misalnya apendisitis, divetikulitis, kolesistitis) tanpa perforasi berisiko kurang
dari 10% terjadinya peritonitis sekunder dan abses peritoneal. Risiko terjadinya
peritonitis sekunder dan abses makin tinggi dengan adanya kterlibatan duodenum,
pancreas perforasi kolon, kontaminasi peritoneal, syok perioperatif, dan transfuse
yang pasif.

2.3

Etiologi
1) Infeksi bakteri
a. Mikroorganisme berasal dari penyakit saluran gastrointestinal
b. Appendisitis yang meradang dan perforasi
c. Tukak peptik (lambung/dudenum)

d. Tukak thypoid
e. Tukan disentri amuba/colitis
f. Tukak pada tumor
g. Salpingitis
h. Divertikulitis
Kuman yang paling sering ialah bakteri Coli, streptokokus alpha dan beta
hemolitik, stapilokokus aurens, enterokokus dan yang paling berbahaya adalah
clostridium wechii.
1. Secara langsung dari luar.
2. Operasi yang tidak steril
3. Terkontaminasi talcum

venetum,

lycopodium,

sulfonamida,

terjadi

peritonitisyang disertai pembentukan jaringan granulomatosa sebagai respon


terhadap benda asing, disebut juga peritonitis granulomatosa serta merupakan
peritonitis lokal.
4. Trauma pada kecelakaan seperti rupturs limpa, ruptur hati
5. Melalui tuba fallopius seperti cacing enterobius vermikularis. Terbentuk pula
peritonitis granulomatosa.
6. Secara hematogen sebagai komplikasi beberapa penyakit akut seperti radang
saluran pernapasan bagian atas, otitis media, mastoiditis, glomerulonepritis.
Penyebab utama adalah streptokokus atau pnemokokus.
Bentuk peritonitis yang paling sering ialah Spontaneous bacterial
Peritonitis (SBP) dan peritonitis sekunder. SBP terjadi bukan karena infeksi intra
abdomen, tetapi biasanya terjadi pada pasien yang asites terjadi kontaminasi
hingga kerongga peritoneal sehingga menjadi translokasi bakteri munuju dinding
perut atau pembuluh limfe mesenterium, kadang terjadi penyebaran hematogen
jika terjadi bakterimia dan akibat penyakit hati yang kronik. Semakin rendah
kadar protein cairan asites, semakin tinggi risiko terjadinya peritonitis dan abses.
Ini terjadi karena ikatan opsonisasi yang rendah antar molekul komponen asites
pathogen yang paling sering menyebabkan infeksi adalah bakteri gram negative
E. Coli 40%, Klebsiella pneumoniae 7%, spesies Pseudomonas, Proteus dan gram
lainnya 20% dan bakteri gram positif yaitu Streptococcus pnemuminae 15%, jenis

Streptococcus lain 15%, dan golongan Staphylococcus 3%, selain itu juga
terdapat anaerob dan infeksi campur bakteri. Peritonitis sekunder yang paling
sering terjadi disebabkan oleh perforasi atau nekrosis (infeksi transmural) organorgan dalam dengan inokulasi bakteri rongga peritoneal terutama disebabkan
bakteri gram positif yang berasal dari saluran cerna bagian atas. Peritonitis tersier
terjadi karena infeksi peritoneal berulang setelah mendapatkan terapi SBP atau
peritonitis sekunder yang adekuat, bukan berasal dari kelainan organ, pada pasien
peritonisis tersier biasanya timbul abses atau flagmon dengan atau tanpa fistula.
Selain itu juga terdapat peritonitis TB, peritonitis steril atau kimiawi terjadi
karena iritasi bahan-bahan kimia, misalnya cairan empedu, barium, dan substansi
kimia lain atau prses inflamasi transmural dari organ-organ dalam (Misalnya
penyakit Crohn).
2.4 Klasifikasi
Berdasarkan patogenesis peritonitis dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Peritonitis bakterial primer
Merupakan peritonitis akibat kontaminasi bakterial secara hematogen pada
cavum peritoneum dan tidak ditemukan fokus infeksi dalam abdomen.
Penyebabnya bersifat monomikrobial, biasanya E. Coli, Sreptococus atau
Pneumococus. Peritonitis bakterial primer dibagi menjadi dua, yaitu:
a) Spesifik: misalnya Tuberculosis
b) Non spesifik: misalnya pneumonia non tuberculosis dan Tonsilitis.
Faktor resiko yang berperan pada peritonitis ini adalah adanya malnutrisi,
keganasan intraabdomen, imunosupresi dan splenektomi.
Kelompok resiko tinggi adalah pasien dengan sindrom nefrotik, gagal
ginjal kronik, lupus eritematosus sistemik, dan sirosis hepatis dengan asites.
2. Peritonitis bakterial akut sekunder (supurativa)
Peritonitis yang mengikuti suatu infeksi akut atau perforasi tractusi
gastrointestinal atau tractus urinarius. Pada umumnya organisme tunggal tidak
akan menyebabkan peritonitis yang fatal. Sinergisme dari multipel organisme
dapat memperberat terjadinya infeksi ini. Bakteri anaerob, khususnya spesies
Bacteroides, dapat memperbesar pengaruh bakteri aerob dalam menimbulkan
infeksi.

Selain itu luas dan lama kontaminasi suatu bakteri juga dapat
memperberat suatu peritonitis. Kuman dapat berasal dari:
1. Luka/trauma penetrasi, yang membawa kuman dari luar masuk ke dalam
cavum peritoneal.
2. Perforasi organ-organ dalam perut, contohnya peritonitis yang disebabkan
oleh bahan kimia, perforasi usus sehingga feces keluar dari usus.
3. Komplikasi dari proses inflamasi organ-organ intra abdominal, misalnya
appendisitis.
3. peritonitis tersier
Peritonitis tersier, misalnya:
a. Peritonitis yang disebabkan oleh jamur.
b. Peritonitis yang sumber kumannya

tidak

dapat

ditemukan.

Merupakan peritonitis yang disebabkan oleh iritan langsung, sepertii


misalnya empedu, getah lambung, getah pankreas, dan urine.
1. Peritonitis Bentuk lain dari peritonitis:
1. Aseptik/steril peritonitis.
2. Granulomatous peritonitis.
3. Hiperlipidemik peritonitis.
4. Talkum peritonitis.

2.5 Patofisiologi
Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya
eksudat fibrinosa. Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk di antara perlekatan
fibrinosa, yang menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga
membatasi infeksi. Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang,
tetapi dapat menetap sebagai pita-pita fibrosa, yang kelak dapat mengakibatkan
obstuksi usus.
Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan membran
mengalami kebocoran. Jika defisit cairan tidak dikoreksi secara cepat dan agresif,
maka dapat menimbulkan kematian sel. Pelepasan berbagai mediator, seperti
misalnya interleukin, dapat memulai respon hiperinflamatorius, sehingga

membawa ke perkembangan selanjutnya dari kegagalan banyak organ. Karena


tubuh mencoba untuk mengkompensasi dengan cara retensi cairan dan elektrolit
oleh ginjal, produk buangan juga ikut menumpuk. Takikardi awalnya
meningkatkan curah jantung, tapi ini segera gagal begitu terjadi hipovolemia.
Organ-organ didalam cavum peritoneum termasuk dinding abdomen
mengalami oedem. Oedem disebabkan oleh permeabilitas pembuluh darah kapiler
organ-organ tersebut meninggi. Pengumpulan cairan didalam rongga peritoneum
dan lumen-lumen usus serta oedem seluruh organ intra peritoneal dan oedem
dinding abdomen termasuk jaringan retroperitoneal menyebabkan hipovolemia.
Hipovolemia bertambah dengan adanya kenaikan suhu, masukan yang tidak ada,
serta muntah.
Terjebaknya cairan di cavum peritoneum dan lumen usus, lebih lanjut
meningkatkan tekana intra abdomen, membuat usaha pernapasan penuh menjadi
sulit dan menimbulkan penurunan perfusi.
Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum
atau bila infeksi menyebar, dapat timbul peritonitis umum. Dengan perkembangan
peritonitis umum, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik;
usus kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang kedalam
lumen usus, mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi dan oliguria.
Perlekatan dapat terbentuk antara lengkung-lengkung usus yang meregang dan
dapat mengganggu pulihnya pergerakan usus dan mengakibatkan obstruksi usus.
Sumbatan yang lama pada usus atau obstruksi usus dapat menimbulkan
ileus karena adanya gangguan mekanik (sumbatan) maka terjadi peningkatan
peristaltik usus sebagai usaha untuk mengatasi hambatan. Ileus ini dapat berupa
ileus sederhana yaitu obstruksi usus yang tidak disertai terjepitnya pembuluh
darah dan dapat bersifat total atau parsial, pada ileus stangulasi obstruksi disertai
terjepitnya pembuluh darah sehingga terjadi iskemi yang akan berakhir dengan
nekrosis atau ganggren dan akhirnya terjadi perforasi usus dan karena penyebaran
bakteri pada rongga abdomen sehingga dapat terjadi peritonitis.

2.6 Manifestasi Klinis

Adanya darah atau cairan dalam rongga peritonium akan memberikan


tanda-tanda rangsangan peritonium. Rangsangan peritonium menimbulkan nyeri
tekan dan defans muskular, pekak hati bisa menghilang akibat udara bebas di
bawah diafragma. Peristaltik usus menurun sampai hilang akibat kelumpuhan
sementara usus.
Bila telah terjadi peritonitis bakterial, suhu badan penderita akan naik
dan terjadi takikardia, hipotensi dan penderita tampak letargik dan syok.
Rangsangan ini menimbulkan nyeri pada setiap gerakan yang menyebabkan
pergeseran peritonium dengan peritonium. Nyeri subjektif berupa nyeri waktu
penderita bergerak seperti jalan, bernafas, batuk, atau mengejan. Nyeri objektif
berupa nyeri jika digerakkan seperti palpasi, nyeri tekan lepas, tes psoas, atau tes
lainnya.
Diagnosis peritonitis ditegakkan secara klinis dengan adanya nyeri
abdomen (akut abdomen) dengan nyeri yang tumpul dan tidak terlalu jelas
lokasinya (peritoneum visceral) yang makin lama makin jelas lokasinya
(peritoneum parietal). Tanda-tanda peritonitis relative sama dengan infeksi berat
yaitu demam tinggi atau pasien yang sepsis bisa menjadi hipotermia, takikardi,
dehidrasi hingga menjadi hipotensi. Nyeri abdomen yang hebat biasanya memiliki
punctum maximum ditempat tertentu sebagai sumber infeksi. Dinding perut akan
terasa tegang karena mekanisme antisipasi penderita secara tidak sadar untuk
menghindari palpasinya yang menyakinkan atau tegang karena iritasi peritoneum.
Pada wanita dilakukan pemeriksaan vagina bimanual untuk membedakan nyeri
akibat pelvic inflammatoru disease. Pemeriksaan-pemeriksaan klinis ini bisa jadi
positif palsu pada penderita dalam keadaan imunosupresi (misalnya diabetes
berat, penggunaan steroid, pascatransplantasi, atau HIV), penderita dengan
penurunan kesadaran (misalnya trauma cranial,ensefalopati toksik, syok sepsis,
atau penggunaan analgesic), penderita dengan paraplegia dan penderita geriatric.
2.7 Pemeriksaan Diagnostik
1. Test laboratorium
2. Leukositosis
Pada peritonitis tuberculosa cairan peritoneal mengandung banyak protein (lebih
dari 3 gram/100 ml) dan banyak limfosit, basil tuberkel diidentifikasi dengan
kultur. Biopsi peritoneum per kutan atau secara laparoskopi memperlihatkan

granuloma tuberkuloma yang khas, dan merupakan dasar diagnosa sebelum


hasil pembiakan didapat.
1. Hematokrit meningkat
2. Asidosis metabolic (dari hasil pemeriksaan laboratorium pada pasien peritonitis
didapatkan PH =7.31, PCO2= 40, BE= -4 )
1. X. Ray
Dari tes X Ray didapat:
Foto polos abdomen 3 posisi (anterior, posterior, lateral), didapatkan:
1. Illeus merupakan penemuan yang tak khas pada peritonitis.
2. Usus halus dan usus besar dilatasi.
3. Udara bebas dalam rongga abdomen terlihat pada kasus perforasi.
3. Gambaran Radiologis
Pemeriksaan radiologis merupakan pemeriksaan penunjang untuk
pertimbangan dalam memperkirakan pasien dengan abdomen akut. Pada
peritonitis dilakukan foto polos abdomen 3 posisi, yaitu :
1.

Tiduran terlentang (supine), sinar dari arah vertikal dengan proyeksi


anteroposterior.

2.

Duduk atau setengah duduk atau berdiri kalau memungkinkan, dengan sinar dari
arah horizontal proyeksi anteroposterior.

3.

Tiduran miring ke kiri (left lateral decubitus = LLD), dengan sinar horizontal
proyeksi anteroposterior.
Sebaiknya pemotretan dibuat dengan memakai kaset film yang dapat
mencakup seluruh abdomen beserta dindingnya. Perlu disiapkan ukuran kaset dan
film ukuran 35x43 cm. Sebelum terjadi peritonitis, jika penyebabnya adanya
gangguan pasase usus (ileus) obstruktif maka pada foto polos abdomen 3 posisi
didapatkan gambaran radiologis antara lain:
1) Posisi tidur, untuk melihat distribusi usus, preperitonial fat, ada tidaknya
penjalaran. Gambaran yang diperoleh yaitu pelebaran usus di proksimal daerah
obstruksi, penebalan dinding usus, gambaran seperti duri ikan (Herring bone
appearance).

2) Posisi LLD, untuk melihat air fluid level dan kemungkinan perforasi usus.
Dari air fluid level dapat diduga gangguan pasase usus. Bila air fluid level pendek
berarti ada ileus letak tinggi, sedang jika panjang-panjang kemungkinan gangguan
di kolon.Gambaran yang diperoleh adalah adanya udara bebas infra diafragma
dan air fluid level.
3) Posisi setengah duduk atau berdiri. Gambaran radiologis diperoleh adanya air
fluid level dan step ladder appearance.
2.8 Penatalaksanaan
Management peritonitis tergantung dari diagnosis penyebabnya. Hampir
semua penyebab peritonitis memerlukan tindakan pembedahan (laparotomi
eksplorasi).
Pertimbangan dilakukan pembedahan a.l:
1.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan defans muskuler yang meluas, nyeri tekan
terutama jika meluas, distensi perut, massa yang nyeri, tanda perdarahan (syok,
anemia progresif), tanda sepsis (panas tinggi, leukositosis), dan tanda iskemia
(intoksikasi, memburuknya pasien saat ditangani).

2.

Pada pemeriksaan radiology didapatkan pneumo peritoneum, distensi usus,


extravasasi bahan kontras, tumor, dan oklusi vena atau arteri mesenterika.

3.

Pemeriksaan endoskopi didapatkan perforasi saluran cerna dan perdarahan


saluran cerna yang tidak teratasi.

4.

Pemeriksaan laboratorium.
Pembedahan dilakukan bertujuan untuk :

1.

Mengeliminasi sumber infeksi.

2.

Mengurangi kontaminasi bakteri pada cavum peritoneal

3.

Pencegahan infeksi intra abdomen berkelanjutan.

Apabila pasien memerlukan tindakan pembedahan maka kita harus


mempersiapkan pasien untuk tindakan bedah a.l :
1.

Mempuasakan pasien untuk mengistirahatkan saluran cerna.

2.

Pemasangan NGT untuk dekompresi lambung.

3.

Pemasangan kateter untuk diagnostic maupun monitoring urin.

4.

Pemberian terapi cairan melalui I.V.

5.

Pemberian antibiotic.

Terapi bedah pada peritonitis a.l :


1.

Kontrol sumber infeksi, dilakukan sesuai dengan sumber infeksi. Tipe dan luas
dari pembedahan tergantung dari proses dasar penyakit dan keparahan infeksinya.

2.

Pencucian ronga peritoneum: dilakukan dengan debridement, suctioning,kain


kassa, lavase, irigasi intra operatif. Pencucian dilakukan untuk menghilangkan
pus, darah, dan jaringan yang nekrosis.

3.

Debridemen : mengambil jaringan yang nekrosis, pus dan fibrin.

4.

Irigasi kontinyu pasca operasi.

Terapi post operasi a.l:


1.

Pemberian cairan I.V, dapat berupa air, cairan elektrolit, dan nutrisi.

2.

Pemberian antibiotic

3.

Oral-feeding, diberikan bila sudah flatus, produk ngt minimal, peristaltic usus
pulih, dan tidak ada distensi abdomen.
1) Terapi
Prinsip umum terapi adalah penggantian cairan dan elektrolit yang hilang
yang dilakukan secara intravena, pemberian antibiotika yang sesuai, dekompresi

saluran cerna dengan penghisapan nasogastrik dan intestinal, pembuangan fokus


septik (apendiks, dsb) atau penyebab radang lainnya, bila mungkin mengalirkan
nanah keluar dan tindakan-tindakan menghilangkan nyeri.
Resusitasi hebat dengan larutan saline isotonik adalah penting.
Pengembalian

volume

intravaskular

memperbaiki

perfusi

jaringan

dan

pengantaran oksigen, nutrisi, dan mekanisme pertahanan. Keluaran urine tekanan


vena sentral, dan tekanan darah harus dipantau untuk menilai keadekuatan
resusitasi.
a. Terapi antibiotika harus diberikan sesegera diagnosis peritonitis
bakteri dibuat. Antibiotik berspektrum luas diberikan secara empirik, dan
kemudian dirubah jenisnya setelah hasil kultur keluar. Pilihan antibiotika
didasarkan pada organisme mana yang dicurigai menjadi penyebab. Antibiotika
berspektrum luas juga merupakan tambahan drainase bedah. Harus tersedia dosis
yang cukup pada saat pembedahan, karena bakteremia akan berkembang selama
operasi.
b. Pembuangan fokus septik atau penyebab radang lain dilakukan
dengan operasi laparotomi. Insisi yang dipilih adalah insisi vertikal digaris tengah
yang menghasilkan jalan masuk ke seluruh abdomen dan mudah dibuka serta
ditutup. Jika peritonitis terlokalisasi, insisi ditujukan diatas tempat inflamasi.
Tehnik operasi yang digunakan untuk mengendalikan kontaminasi tergantung
pada lokasi dan sifat patologis dari saluran gastrointestinal. Pada umumnya,
kontaminasi peritoneum yang terus menerus dapat dicegah dengan menutup,
mengeksklusi, atau mereseksi viskus yang perforasi.
c. Lavase peritoneum dilakukan pada peritonitis yang difus, yaitu
dengan menggunakan larutan kristaloid (saline). Agar tidak terjadi penyebaran
infeksi ketempat yang tidak terkontaminasi maka dapat diberikan antibiotika
( misal sefalosporin ) atau antiseptik (misal povidon iodine) pada cairan irigasi.
Bila peritonitisnya terlokalisasi, sebaiknya tidak dilakukan lavase peritoneum,
karena tindakan ini akan dapat menyebabkan bakteria menyebar ketempat lain.
d. Drainase (pengaliran) pada peritonitis umum tidak dianjurkan, karena
pipa drain itu dengan segera akan terisolasi/terpisah dari cavum peritoneum, dan
dapat menjadi tempat masuk bagi kontaminan eksogen. Drainase berguna pada
keadaan dimana terjadi kontaminasi yang terus-menerus (misal fistula) dan
diindikasikan untuk peritonitis terlokalisasi yang tidak dapat direseksi.

2) Pengobatan
Biasanya yang pertama dilakukan adalah pembedahan eksplorasi darurat,
terutama bila terdapat apendisitis, ulkus peptikum yang mengalami perforasi atau
divertikulitis. Pada peradangan pankreas (pankreatitis akut) atau penyakit radang
panggul pada wanita, pembedahan darurat biasanya tidak dilakukan. Diberikan
antibiotik yang tepat, bila perlu beberapa macam antibiotik diberikan bersamaan.
Keperawatan perioperatif merupakan istilah yang digunakan untuk
menggambarkan keragaman fungsi keperawatan yang berkaitan dengan
pengalaman pembedahan pasien yang mencakup tiga fase yaitu :
1. Fase praoperatif dari peran keperawatan perioperatif dimulai ketika keputusan
untuk intervensi bedah dibuat dan berakhir ketika pasien digiring kemeja
operasi. Lingkup aktivitas keperawatan selama waktu tersebut dapat mencakup
penetapan pengkajian dasar pasien ditatanan kliniik atau dirumah, menjalani
wawancaran praoperatif dan menyiapkan pasien untuk anastesi yang diberikan
dan pembedahan. Bagaimanapun, aktivitas keperawatan mungkin dibatasi
hingga melakukan pengkajian pasien praoperatif ditempat ruang operasi.
2. Fase intraoperatif dari keperawatan perioperatif dimulai dketika pasien masuk
atau dipindah kebagian atau keruang pemulihan. Pada fase ini lingkup aktivitas
keperawatan dapat meliputi: memasang infuse (IV), memberikan medikasi
intravena, melakukan pemantauan fisiologis menyeluruh sepanjang prosedur
pembedahan dan menjaga keselamatan pasien. Pada beberapa contoh, aktivitas
keperawatan terbatas hanyapada menggemgam tangan pasien selama induksi
anastesia umum, bertindak dalam peranannya sebagai perawat scub, atau
membantu dalam mengatur posisi pasien diatas meja operasi dengan
menggunakan prinsip-prinsip dasar kesejajaran tubuh.
3. Fase pascaoperatif dimulai dengan masuknya pasien keruang pemulihan dan
berakhir dengan evaluasi tindak lanjut pada tatanan kliniik atau dirumah.
Lingkup keperawatan mencakup rentang aktivitas yang luas selama periode ini.
Pada fase pascaoperatif langsung, focus terhadap mengkaji efek dari agen
anastesia dan memantau fungsi vital serta mencegah komplikasi. Aktivitas
keperawatan kemudian berfokus pada penyembuhan pasien dan melakukan
penyuluhan, perawatan tindak lanjut dan rujukan yang penting untuk
penyembuhan yang berhasil dan rehabilitasi diikuti dengan pemulangan. Setiap
fase ditelaah lebih detail lagi dalam unit ini. Kapan berkaitan dan

memungkinkan, proses keperawatan pengkajian, diagnosa keperawatan,


intervensi dan evaluasi diuraikan.
2.9 Komplikasi
Komplikasi dapat terjadi pada peritonitis bakterial akut sekunder, dimana
komplikasi tersebut dapat dibagi menjadi komplikasi dini dan lanjut, yaitu:
1. Komplikasi dini.
a. Septikemia dan syok septic.
b. Syok hipovolemik.
c. Sepsis intra abdomen rekuren yang tidak dapat dikontrol dengan
kegagalan multisystem.
d. Abses residual intraperitoneal.
e. Portal Pyemia (misal abses hepar).
2. Komplikasi lanjut.
a. Adhesi.
b. Obstruksi intestinal rekuren.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1

Pengkajian

A. Identitas
1. Nama pasien
2. Umur

3. Jenis kelamin
4. Suku /Bangsa
5. Pendidikan
6. Pekerjaan
7. Alamat
8. Keluhan utama:
Keluhan utama yang sering muncul adalah nyeri kesakitan di bagian perut sebelah
kanan dan menjalar ke pinggang.
1. Riwayat Penyakit Sekarang
Peritinotis dapat terjadi pada seseorang dengan peradangan iskemia, peritoneal diawali
terkontaminasi material, sindrom nefrotik, gagal ginjal kronik, lupus eritematosus, dan
sirosis hepatis dengan asites.
2. Riwayat Penyakit Dahulu
Seseorang dengan peritonotis pernah ruptur saluran cerna, komplikasi post operasi,
operasi yang tidak steril dan akibat pembedahan, trauma pada kecelakaan seperti ruptur
limpa dan ruptur hati.
3. Riwayat Penyakit Keluarga
Secara patologi peritonitis tidak diturunkan, namun jika peritonitis ini disebabkan oleh
bakterial primer, seperti: Tubercolosis. Maka kemungkinan diturunkan ada.
B. Pemeriksaan Fisik
a. Sistem pernafasan (B1)
2. Pola nafas irregular (RR> 20x/menit), dispnea, retraksi otot bantu pernafasan
serta menggunakan otot bantu pernafasan.
a. Sistem kardiovaskuler (B2)

3. Klien mengalami takikardi karena mediator inflamasi dan hipovelemia vaskular


karena anoreksia dan vomit. Didapatkan irama jantung irregular akibat pasien
syok (neurogenik, hipovolemik atau septik), akral : dingin, basah, dan pucat.

a. Sistem Persarafan (B3)


4. Klien dengan peritonitis tidak mengalami gangguan pada otak namun hanya
5.
6.
7.
8.

mengalami penurunan kesadaran.


Sistem Perkemihan (B4)
Terjadi penurunan produksi urin.
Sistem Pencernaan (B5)
Klien akan mengalami anoreksia dan nausea. Vomit dapat muncul akibat proses
ptologis organ visceral (seperti obstruksi) atau secara sekunder akibat iritasi
peritoneal. Selain itu terjadi distensi abdomen, bising usus menurun, dan

gerakan peristaltic usus turun (<12x/menit).


9. Sistem Muskuloskeletal dan Integumen (B6)
10. Penderita peritonitis mengalami letih, sulit berjalan, nyeri perut dengan
aktivitas. Kemampuan pergerakan sendi terbatas, kekuatan otot mengalami
kelelahan, dan turgor kulit menurun akibat kekurangan volume cairan.
G. Pengkajian Psikososial
Interaksi sosial menurun terkait dengan keikutsertaan pada aktivitas sosial
yang sering dilakukan.
H. Personal Hygiene
Kelemahan selama aktivitas perawatan diri.
1.Pengkajian Spiritual
a).Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan Laboratorium
1.Complete Blood Count (CBC), umumnya pasien dengan infeksi intra abdomen
menunjukan adanya luokositosis (>11.000 sel/ L) dengan adanya pergerakan ke
bentuk

immatur

pada differential

cell

count.

Namun

pada

pasien

denganimmunocompromised dan pasien dengan beberapa tipe infeksi (seperti

fungal dan CMV) keadaan leukositosis dapat tidak ditemukan atau malah
leucopenia
1.PT, PTT dan INR
2.Test fungsi hati jika diindikasikan
1.Amilase dan lipase jika adanya dugaan pancreatitis
2.Urinalisis untuk mengetahui adanya penyakit pada saluran kemih (seperti
pyelonephritis, renal stone disease)
3.Cairan peritoneal, cairan peritonitis akibat bakterial dapat ditunjukan dari pH dan
glukosa yang rendah serta peningkatan protein dan nilai LDH
2) Pemeriksaan Radiologi

Foto polos
USG

1.CT Scan (eg, gallium Ga 67 scan, indium In 111labeled autologous leucocyte scan,
technetium Tc 99m-iminoacetic acid derivative scan).

Scintigraphy
MRI

Pemeriksaan radiologis merupakan pemeriksaan penunjang untuk pertimbangan


dalam memperkirakan pasien dengan abdomen akut. Pada peritonitis dilakukan
foto polos abdomen 3 posisi, yaitu:
1.Tiduran telentang (supine), sinar dari arah vertikal dengan proyeksi
anteroposterior (AP).
2.Duduk atau setengah duduk atau berdiri kalau memungkinkan, dengan sinar
horizontal proyeksi AP.
3.Tiduran miring ke kiri (left lateral decubitus = LLD), dengan sinar horizontal,
proyeksi AP.

Sebaiknya pemotretan dibuat dengan memakai kaset film yang dapat mencakup
seluruh abdomen beserta dindingnya. Perlu disiapkan ukuran kaset dan film ukuran
35 x 43 cm. Sebelum terjadi peritonitis, jika penyebabnya adanya gangguan pasase
usus (ileus) obstruktif maka pada foto polos abdomen 3 posisi didapatkan
gambaran radiologis antara lain:
1.Posisi tidur, untuk melihat distribusi usus, preperitonial fat, ada tidaknya
penjalaran. Gambaran yang diperoleh yaitu pelebaran usus di proksimal daerah
obstruksi, penebalan dnding usus, gambaran seperti duri ikan (Herring bone
appearance).
2.Posisi LLD, untuk melihat air fluid level dan kemungkinan perforasi usus. Dari
air fluid level dapat diduga gangguan pasase usus. Bila air fluid level pendek
berarti ada ileus letak tinggi, sedang jika panjang-panjang kemungkinan gangguan
di kolon. Gambaran yang diperoleh adalah adanya udara bebas infra diafragma dan
air fluid level.
3.Posisi setengah duduk atau berdiri. Gambaran radiologis diperoleh adanya air
fluid level dan step ladder appearance. Jadi gambaran radiologis pada ileus
obstruktif yaitu adanya distensi usus partial, air fluid level, dan herring bone
appearance.
Sedangkan pada ileus paralitik didapatkan gambaran radiologis yaitu:
1.Distensi usus general, dimana pelebaran usus menyeluruh sehingga kadangkadang susah membedakan anatara intestinum tenue yang melebar atau intestinum
crassum.
1.

Air fluid level.

2.

Herring bone appearance.


Bedanya dengan ileus obstruktif: pelebaran usus menyeluruh sehingga air fluid
level ada yang pendek-pendek (usus halus) dan panjang-panjang (kolon) karena
diameter lumen kolon lebih lebar daripada usus halus. Ileus obstruktif bila
berlangsung lama dapat menjadi ileus paralitik.

Pada kasus peritonitis karena perdarahan, gambarannya tidak jelas pada foto
polos abdomen. Gambaran akan lebih jelas pada pemeriksaan USG
(ultrasonografi).
Gambaran radiologis peritonitis karena perforasi dapat dilihat pada pemeriksaan
foto polos abdomen 3 posisi. Pada dugaan perforasi apakah karena ulkus
peptikum, pecahnya usus buntu atau karena sebab lain, tanda utama radiologi
adalah:
1.Posisi tiduran, didapatkan preperitonial fat menghilang, psoas line
menghilang, dan kekaburan pada cavum abdomen.
2.Posisi duduk atau berdiri, didapatkan free air subdiafragma berbentuk bulan
sabit (semilunair shadow).
3.Posisi LLD, didapatkan free air intra peritonial pada daerah perut yang paling
tinggi. Letaknya antara hati dengan dinding abdomen atau antara pelvis dengan
dinding

abdomen.

Jadi gambaran radiologis pada peritonitis yaitu adanya kekaburan pada cavum
abdomen, preperitonial fat dan psoas line menghilang, dan adanya udara bebas
subdiafragma atau intra peritoneal.
3) X. Ray
Foto polos abdomen 3 posisi (anterior, posterior, lateral), didapatkan :
1.Illeus merupakan penemuan yang tak khas pada peritonitis.
2.Usus halus dan usus besar dilatasi.
3.Udara bebas dalam rongga abdomen terlihat pada kasus perforasi.

3.2 Diagnosa
1.Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi, demam dan kerusakan jaringan.

2.Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan.


3.Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia dan
muntah.
4.Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan
aktif.
5.Ketidakefektifan pola nafas b.d penurunan kedalaman pernafasan sekunder
distensi abdomen dan menghindari nyeri.
6.Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.

3.3 Intervensi
1.Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi, demam dan kerusakan jaringan.
Tujuan: Nyeri klien berkurang
Kriteria hasil :
1.Laporan nyeri hilang/terkontrol
2.Menunjukkan penggunaan ketrampilan relaksasi.
3.Metode lain untuk meningkatklan kenyamanan
Intervensi Keperawatan

Tindakan/Intervensi

Rasional

Mandiri:
1.Selidiki laporan nyeri, catat1.Perubahan pada lokasi/intensitas
lokasi, lama, intensitas (skala 0-10)tidak umum tetapi dapat menunjukkan
dan karakteristiknya
(dangkal,terjadinya komplikasi. Nyeri cenderung
tajam, konstan)
menjadi konstan, lebih hebat, dan
menyebar ke atas, nyeri dapat lokal bila
2.Pertahankan posisi semi Fowlerterjadi abses.
sesuai indikasi.
2.Memudahkan drainase cairan/luka
4.Berikan tindakan kenyamanan,karena gravutasi dan membantu
contoh pijatan punggung, napasmeminimalkan nyeri karena gerakan.
dalam, latihan relaksasi atau
visualisasi.
3.Meningkatkan relaksasi dan mungkin
meningkatkan kemampuan koping 1.Risiko
5.Berikan perawatan mulut denganpasien denagn memfokuskan kembali tinggi
infeksi
sering.
Hilangkan
rangsanganperhatian.
lingkunagan
yang
tidak
menyenangkan
4.Menurunkan mual/muntah yang
dapat meningkatkan tekanan atau nyeri
intrabdomen.
Kolaborasi:
Berikan obat sesuai indikasi:

Menurunkan laju metabolik dan iritasi


usus karena toksin sirkulasi/lokal, yang
1.Analgesik, narkotik
membantu menghilangkan nyeri dan
meningkatkan penyembuhan.
2.Antiemetik,contohhidroksin
Catatan: Nyeri biasanya berat dan
(Vistaril).
memerlukan pengontrol nyeri narkotik,
analgesik dihindari dari proses
3.Antipiretik, contoh asetaminofendiagnosis karena dapat menutupi
(Tylenol)
gejala.
Menurunkan mual/munta, yang dapt
meningkatkan nyeri abdomen
Menurunkan
ketidaknyamanan
sehubungan dengan demam atau
menggigil.
berhubungan dengan trauma jaringan.
Tujuan: Mengurangi infeksi yang terjadi, meningkatkan kenyamanan pasien.
Kriteria hasil:
1.Meningkatnya penyembuhan pada waktunya, bebas drainase purulen atau eritema,
tidak demam.

2.Menyatakan pemahaman penyebab individu / faktor resiko.

Intervensi keperawatan:

Tindakan Intervensi

Rasional

Mandiri:
1.Mempengaruhi pilihan intervensi
1.Catat faktor risiko individu contoh
trauma abdomen, apendisitis akut, 2.Tanda
adanya
syok
septik,
dialisa peritoneal.
endotoksin sirkulasi menyebabkan
vasodilatasi, kehilangan cairan dari
2.Kaji tanda vital dengan sering,sirkulasi, dan rendahnya status curah
catat tidak membaiknya ataujantung.
berlanjutnya hipotensi, penurunan
tekanan nadi, takikardia, demam,3.Hipoksemia, hipotensi, dan asidosis
takipnea.
dapat menyebabkan penyimpangan
status mental.
3.Catat perubahan status mental
(contoh bingung, pingsan).
4.Hangat, kemerahan, kulit kering
adalah
tanda
dini
septikemia.
Selanjutnya
manifestasi
termasuk
dingin, kulit pucat lembab dan sianosis
4.Catat
warna
kulit,
suhu,sebagai tanda syok.
kelembaban.
5.oliguria terjadi sebagai akibat
5.Awasi haluaran urine.
penurunan perfusi ginjal, toksin dalam
sirkulasi mempengaruhi antibiotik.
6.Pertahankan teknik aseptik ketat
pada perawatan drein abdomen,6.Mencegah meluas dan membatasi
luka insisi/terbuka, dan sisi invasif.penyebaran
organisme
Bersihkan dengan Betadine atauinfektif/kontaminasi silang.
larutan lain yang tepat kemudia
bilas dengan PZ.
7.Observasi drainase pada luka.
8.Pertahankan teknik steril bila
pasien dipasang kateter, dan berikanMemberikan informasi tentang status
perawatan kateter/ atau kebersihaninfeksi.
perineal rutin.
Mencegah
penyebaran,
9.Awasi/batasi pengunjung dan stafmembatasi pertumbuhan bakteri pada
sesuai
kebutuhan.
Berikantraktus urinarius.
perlindungan
isolasi
bila
diindikasikan.
Menurunkan resiko terpajan
pada/menambah infeksi sekunder pada
pasien yang mengalami tekanan imun.

Kolaborasi:
1.Ambil
contoh/awasi
hasil1.Mengidentifikasikan mikroorganisme
pemeriksaan seri darah, urine,dan membantu dalam mengkaji
keefektifan prigram antimikrobial.
kultur luka.
2.Bantu dalam aspirasi peritoneal,
2.Dilakukan untuk membuang cairan
bila diindikasikan.
dan untuk mengidentifikasi organisme
3.Berikan
antibiotik,
contohinfeksi sehingga tetapi antibiotik yang
gentacimin (Garamycyin), amikasintepat dapat diberikan.

1.Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia dan


muntah.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan nafsu makan dapat timbul
kembali dan status nutrisi terpenuhi.
Kriteria Hasil:
1.Status nutrisi terpenuhi
2.Nafsu makan klien timbul kembali
3.Berat badan normal
4.Jumlah Hb dan albumin normal
Intervensi Keperawatan :
Tindakan Intervensi

Rasional

Mandiri:
1.Awasi haluan selang NG, dan catat 1.Jumlah besar dari aspirasi gaster
adanya muntah atau diare.
dan muntah atau diare diduga terjadi
obstruksi usus, memerlukan evaluasi
2.Timbang berat badan tiap hari.
lanjut.
2.Kehilangan atau peningkatan dini
3.Auskultasi bising usus, catat bunyi menunjukkan perubahan hidrasi
tak ada atau hiperaktif.
tetapi kehilangan lanjut diduga ada
4.Catat kebutuhan kalori yang defisit nutrisi.
dibutuhkan.
4.Meskipun bising usus sering tak
5.Monitor Hb dan albumin
ada, inflamasi atau iritasi usus
6.Kaji abdomen dengan sering untuk dapat
menyertai
kembali ke bunyi yang lembut, hiperaktivitas
usus,
penurunan
penampilan bising usus normal, dam absorpsi air dan diare.
kelancaran flatus.
5.Adanya kalori (sumber energi) akan
mempercepat proses penyembuhan.
6.Indikasi adekuatnya protein untuk
sistem imun.
7.Menunjukan kembalinya fungsi
usus ke normal

Kolaborasi:
1.Kolaborasi pemasangan NGT jika 1.Agar nutrisi klien tetap terpenuhi.
klien tidak dapat makan dan minum
2.Tubuh yang sehat tidak mudah
peroral.

untuk terkena infeksi (peradangan).


2.Kolaborasi dengan ahli gizi dalam
diet.
3.Klien dapat berusaha
memenuhi kebutuhan makan
Berikan informasi tentang makanan yang bergizi.
zat-zat
makanan
yang
Kekurangan volume
sangat
penting
bagi
keseimbangan metabolisme
berhubungan
tubuh
kehilangan volume
aktif.

untuk
dengan

cairan
dengan
cairan

Tujuan: Mengidentifikasi intervensi untuk memperbaiki keseimbangan cairan dan


meminimalisir proses peradangan untuk meningkatkan kenyamanan.
Kriteria hasil:
1.

Haluaran urine adekuat dengan berat jenis normal,

2.

Tanda vital stabil

3.

Membran mukosa lembab

4.

Turgor kulit baik

5.

Pengisian kapiler meningkat

6.

Berat badan dalam rentang normal.

Intervensi keperawatan:
Tindakan Intervensi

Rasional

Mandiri:
1.Pantau tanda vital, catat adanya 1.Membantu dalam evaluasi derajat
hipotensi
(termasuk
perubahan defisit cairan/keefektifan penggantian
postural),
takikardia,
takipnea, terapi cairan dan respons terhadap
demam. Ukur CVP bila ada.
pengobatan.
1.Pertahankan intake dan output yang
status
hidrasi
adekuat lalu hubungkan dengan berat 2.Menunjukkan
keseluruhan.
badan harian.
2.Rehidrasi/ resusitasi cairan

3.Untuk
mencukupi
kebutuhan
cairan dalam tubuh (homeostatis).

3.Ukur berat jenis urine


4.Menunjukkan status hidrasi dan
4.Observasi kulit/membran mukosa perubahan pada fungsi ginjal.
untuk kekeringan, turgor, catat edema

perifer/sacral.
5.Hipovolemia, perpindahan cairan,
5.Hilangkan tanda bahaya/bau dari dan kekurangan nutrisi mempeburuk
lingkungan. Batasi pemasukan es turgor kulit, menambah edema
batu.
jarinagan.
6.Ubah posisi dengan sering berikan 6.Menurunkan rangsangan pada
perawatan kulit dengan sering, dan gaster dan respons muntah.
pertahankan tempat tidur kering dan
7.Jaringan edema dan adanya
bebas lipatan.
gangguan
sirkulasi
cenderung
merusak kulit
Kolaborasi:
1.Awasi pemerikasaan laboratorium, 1.Memberikan informasi
contoh Hb/Ht, elektrolit, protein, hidrasi dan fungsi organ.
albumin, BUN, kreatinin.
2.Berikan
elektrolit.

tentang

plasma/darah,

cairan, 2.Mengisi/mempertahankan volume


sirkulasi dan keseimbangan elektrolit.
Koloid (plasma, darah) membantu
menggerakkan air ke dalam area
intravaskular dengan meningkatkan
3.Pertahankan puasa dengan aspirasi tekanan osmotik.
nasogastrik/intestinal
3.Menurunkan hiperaktivitas usus
dan kehilangan dari diare.

1.Ketidakefektifan pola nafas b.d penurunan kedalaman pernafasan sekunder


distensi abdomen dan menghindari nyeri.
Tujuan: Pola nafas efektif, ditandai bunyi nafas normal, tekanan O 2 dan saturasi
O2normal.
Kriteria Hasil:
1.

Pernapasan tetap dalam batas normal

2.

Pernapasan tidak sulit

3.

Istirahat dan tidur dengan tenang

4.

Tidak menggunakan otot bantu napas

Intervensi Keperawatan:
Tindakan Intervensi

Rasional

Mandiri:
1.Pantau hasil analisa gas darah dan1.Indikator hipoksemia; hipotensi,
indikator hipoksemia: hipotensi,takikardi, hiperventilasi, gelisah,
takikardi, hiperventilasi, gelisah,depresi SSP, dan sianosis penting
depresi SSP, dan sianosis.
untuk mengetahui adanya syok akibat
2.Auskultasi paru untuk mengkajiinflamasi (peradangan).
ventilasi dan mendeteksi komplikasi
2.Gangguan pada paru (suara nafas
pulmoner.
tambahan) lebih mudah dideteksi
Tindakan/Intervensi
Rasional
3.Pertahankan
pasien pada posisidengan
auskultasi.
semifowler.
1.Bila penyangkalan ekstem atau
3.Posisi
memaksimalkan
1.Evaluasi
tingkat
pemahaman ansietas membantu
mempengaruhi
kemajuan
4.Berikan
O2 sesuai
program tentangekspansi
paru
dan
menurunkan
klien/orang
terdekat
penyembuhan, menghadapi itu upaya
klien
pernafasan,
ventilasi
maksimal
diagnosa.
perlu dijelaskan dan membuka cara
membuka
area atelektasis dan
penyelesaiannya.
2.Akui rasa takut/masalah klien danmeningkatkan gerakan sekret kedalam
dorong mengekspresikan perasaan. jalan
nafas besar untuk
dikeluarkan.
2.Takut/ansietas
menurun
klien mulai
menerima secara positif kenyataan
3.Berikan
kesempatan
untuk4.Oksigen
membantu
dan memiliki
kemauanuntuk
untukbernafas
hidup
bertanya dan jawab dengan jujur.secara
lagi. optimal.
Yakinkan bahwa klien dan perawat
mempunyai pemahaman yang sama. 3.Dapat membantu memperbaiki
beberapa
perasaan
4.Terima penyangkalan klien tetapi kontrol/kemandirian pada klien yang
jangan dikuatkan.
merasa tak berdaya dalam menerima
diagnosa dan pengobatan
5.Catat komentar perilaku yang
menunjukkan menerima dan/atau 4.Klien sulit berfikir dengan baik bila
mengurangi strategi efektif menerima berada dalam kondisi yang tidak
situasi
nyaman
6.Libatkan
klien/orang
terdekat
dalam
perencanaan
perawatan.
Berikan waktu untuk menyiapkan
pengobatan.
7.Berikan kenyamanan fisik klien
8.Pasien
dan
orang
terdekat
mendengar
dan
mengasimilasi
informasi baru yang meliputi
perubahan ada gambaran diri dan

pola hidup.
9.Dukungan memampukan klien
mulai membuka/menerima kenyataan
infeksi
peritonium
dan
pengobatannya. Klien mungkin perlu
waktu
untuk
mengidentifikasi
perasaan
maupun
mengekspresikannya.
10.Membuat
kepercayaan
dan
menurunkan
kesalahan
persepsi/interpretasi
terhadap
informasi.
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Peritonitis adalah suatu peradangan dan peritoneum, pada membrane serosa,
pada bagian rongga perut. Peritonitis adalah inflamasi peritoneum lapisan membrane
serosa rongga abdomen dan meliputi visera merupakan penyulit berbahaya yang dapat
terjadi dalam bentuk akut maupun kronik / kumpulan tanda dan gejala, diantaranya
nyeri tekan dan nyeri lepas pada palpasi, defans muscular dan tanda tanda umum
inflamasi. Peritonitis adalah peradangan yang biasanya disebabkan oleh infeksi pada
selaput rongga perut (peritoneum) lapisan membrane serosa rongga abdomen dan
dinding perut bagian dalam.
Peritonitis adalah radang peritoneum dengan eksudasi serum, fibrin, sel sel,
dan pus, biasanya disertai dengan gejala nyeri abdomen dan nyeri tekan pada abdomen,
konstipasi, muntah, dan demam peradangan yang biasanya disebabkan oleh infeksi pada
peritoneum.

Peritoneum adalah membran serosa rangkap yang terbesar di dalam tubuh.


Peritoneum terdiri atas dua bagian utama, yaitu peritoneum parietal, dan peritoneum
visceral, yang berfungsi menutupi sebagian besar dari organ organ abdomen dan
pelvis, membentuk perbatasan halus yang memungkinkan organ saling bergeseran tanpa
ada penggesekan. Organorgan digabungkan bersama dan menjaga kedudukan mereka
tetap, dan mempertahankan hubungan perbandingan organ organ terhadap dinding
posterior abdomen. Sejumlah besar kelenjar limfe dan pembuluh darah yang termuat
dalam peritoneum, membantu melindunginya terhadap infeksi
Peritonitis adalah peradangan pada peritonium yang merupakan pembungkus
visera dalam rongga perut. Peritoneum adalah lapisan tunggal dari sel-sel mesoepitelial
diatas dasar fibroelastik. Terbagi menjadi bagian viseral, yang menutupi usus dan
mesenterium; dan bagian parietal yang melapisi dinding abdomen dan berhubungan
dengan

fasia

muskularis.

Peritoneum viserale yang menyelimuti organ perut dipersarafi oleh sistem saraf
autonom dan tidak peka terhadap rabaan atau pemotongan.

B.

Saran
Semoga dengan pembuatan makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. kami
mengucapkan terimah kasih kepada yang telah membantu dan memberikan motivasi
dalam pembuatan makalah ini sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari bahwa penyusun makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari
kesempurnaan untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun selalu kami
harapkan demi kesempurnaan malakah ini yang nantinya akan memberikan manfaat
kepada kita semua.semoga sukses untuk kita semua. Merdeka.

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan


Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC
Inayah, Iin Skp. 2004. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Pencernaan. Jakarta: Salemba Medika
Nanda. 2002. Diagnosa Keperawatan Nanda : Definisi dan Klasifikasi 2001-2002:
Diterjemahkan oleh Mahasiswa PSIK-B UGM Angkatan 2002.
Juanda, Edy. 1999. Penyakit Pencernaan. Bakti Mulia :Surabaya.
Suesmasto, Atiek S. 2000. Kapita Selekta Kedokteran jilid 2. Jakarta : Media Aesulapius

Vous aimerez peut-être aussi