Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Muhamad Ridlo
(13620863)
Novi Puspitasari
(13620868)
(13620872)
Rahayu Ayuningtyas
(13620873)
Resanda Artika P
(13620876)
(13620882)
Suryanto
(13620883)
Susi Ismawati
(13620884)
Venky Darmadianto
(13620891)
(136208
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr.wb
Alhamdulillahirabbilalamin segala puji kehadirat Allah, karena berkat rahmat dan
hidayat-Nya semata kelompok kami dapat menyelesaikan tugas asuhan keperawatan ini.
Tugas makalah ini merupakan bahan latihan yang di berikan oeh dosen pembimbing
kami Bapak Munir S.Kep.Ns kepada kami tentang Asuhan keperawatan Peritonitis.
Oleh karena itu, sebagai mahasiswa kami mengucapkan rasa terima kasih yang setinggitingginya kepada dosen pembimbing, karena telah mempercayakan suatu tugas dan
tanggung jawab bagi kami untuk dapat menyelesaikan dengan sebaik-baiknya.
Akhirnya dengan ucapan Alhamdulillah Robbil Alamin kami telah menyelesaikan
tugas makalah ini. Dan tentunya kami menyadari akan kelemahan/kekurangan dari pada
pembahasan makalah ini. Oleh karna itu, kritik dan saran yang sifatnya untuk perbaikan
/ penyempurnaan makalah ini sangat kami harapkan.
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................................
i
KATA PENGANTAR...............................................................................................................
ii
DAFTAR ISI............................................................................................................................
iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
...............................................................................................................................
1
1.2 Rumusan
Masalah
...............................................................................................................................
1
1.3 Tujuan
...............................................................................................................................
2
1.4 Manfaat
...............................................................................................................................
2
BAB 2 PEMBAHASAN
2.1
Anatomi peritonium
3
2.2
Definisi peritonium
4
2.3
Etiologi peritonium
4
2.4
Klasifikasi peritonium
5
2.5
Patofisiologi peritonium
7
2.6
2.7
Pemeriksaan diagnostik.
9
2.8
Penatalaksanaan.
10
2.9
Komplikasi.
11
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan......................................................................................................................
18
4.2 Saran.................................................................................................................................
18
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Gawat abdomen menggambarkan keadaan klinik akibat kegawatan di
rongga perut yang biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagai keluhan
utama. Keadaan ini memerlukan penanggulangan segera yang sering berupa
tindakan bedah, misalnya pada obstruksi, perforasi, atau perdarahan, infeksi,
Rumusan masalah
Bagaimana asuhan keperawatan yang diberikan pada pasien dengan peritonitis ?
1.3
Tujuan
1.3.1 Tujuan umum
1.3.2 Tujuan Khusus
1) Mengetahui anatomi dari organ peritoneum.
2) Mengetahui definisi peritonitis.
3) Mengetahui etiologi peritonitis.
4) Mengetahui klasifikasi dari peritonitis.
5) Mengetahui patofisiologi dari peritonitis.
1.4
Manfaat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Peritoneum
Peritoneum adalah mesoderm lamina lateralis yang tetap bersifat
epitelial. Pada permulaan, mesoderm merupakan dinding dari sepasang rongga
yaitu coelom. Di antara kedua rongga terdapat entoderm yang merupakan dinding
enteron. Enteron didaerah abdomen menjadi usus. Kedua rongga mesoderm,
dorsal dan ventral usus saling mendekat, sehingga mesoderm tersebut kemudian
menjadi peritonium.
Peritoneum terdiri dari dua bagian yaitu peritoneum paretal yang
melapisi dinding rongga abdomen dan peritoneum visceral yang melapisi semua
organ yang berada dalam rongga abdomen. Ruang yang terdapat diantara dua
lapisan ini disebut ruang peritoneal atau kantong peritoneum. Pada laki-laki
berupa kantong tertutup dan pada perempuan merupakan saluran telur yang
terbuka masuk ke dalam rongga peritoneum, di dalam peritoneum banyak terdapat
lipatan atau kantong. Lipatan besar (omentum mayor) banyak terdapat lemak
yang terdapat disebelah depan lambung. Lipatan kecil (omentum minor) meliputi
hati, kurvaturan minor, dan lambung berjalan keatas dinding abdomen dan
membentuk mesenterium usus halus.
Lapisan peritoneum dibagi menjadi 3, yaitu:
1) Lembaran yang menutupi dinding usus, disebut lamina visceralis
(tunika serosa).
2) Lembaran yang melapisi dinding dalam abdomen disebut lamina
parietalis.
3)
parietalis.
Fungsi peritoneum:
1) Menutupi sebagian dari organ abdomen dan pelvis.
2) Membentuk pembatas yang halus sehinggan organ yang ada dalam
rongga peritoneum tidak saling bergesekan.
3) Menjaga kedudukan dan mempertahankan hubungan organ terhadap
dinding posterior abdomen.
4)
2.2 Definisi
Peritonitis adalah inflamasi peritoneum-lapisan membrane serosa rongga
abdomen dan meliputi visera merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi
dalam bentuk akut maupun kronis atau kumpulan tanda dan gejala, diantaranya
nyeri tekan dan nyeri lepas pada palpasi, defans muscular, dan tanda-tanda umum
inflamasi. Pasien dengan peritonitis dapat mengalami gejala akut, penyakit ringan
dan terbatas, atau penyakit berat dan sistemikengan syok sepsis.
Infeksi peritonitis terbagi atas penyebab perimer (peritonitis spontan),
sekunder (berkaitan dengan proses patologis pada organ visceral), atau penyebab
tersier (infeksi rekuren atau persisten sesudah terapi awal yang adekuat). Infeksi
pada abdomen dikelompokkan menjadi pertitonitis infeksi (umum) dan abses
abdomen (local infeksi peritonitis relative sulit ditegakkan dan sangat bergantung
dari penyakit yang mendasarinya. Penyebab peritonitis ialah spontaneous
bacterial peritonitis (SBP) akibat penyakit hati yang kronik. Penyebab lain
peritonitis sekunder ialah perforasi apendisitis, perforasi ulkus peptikum dan
duodenum, perforasi kolon akibat diverdikulitis, volvulus dan kanker, dan
strangulasi kolon asendens. Penyebab iatrogenic umumnya berasal dari trauma
saluran cerna bagian atas termasuk pancreas, saluran empedu dan kolon kadang
juga dapat terjadi dari trauma endoskopi. Jahitan oprasi yang bocor (dehisensi)
merupakan penyebab tersering terjadinya peritonitis. Sesudah operasi, abdomen
efektif untuk etiologi noninfeksi, insiden peritonitis sekunder (akibat pecahnya
jahitan operasi seharusnya kurang dari 2%. Operasi untuk penyakit inflamasi
(misalnya apendisitis, divetikulitis, kolesistitis) tanpa perforasi berisiko kurang
dari 10% terjadinya peritonitis sekunder dan abses peritoneal. Risiko terjadinya
peritonitis sekunder dan abses makin tinggi dengan adanya kterlibatan duodenum,
pancreas perforasi kolon, kontaminasi peritoneal, syok perioperatif, dan transfuse
yang pasif.
2.3
Etiologi
1) Infeksi bakteri
a. Mikroorganisme berasal dari penyakit saluran gastrointestinal
b. Appendisitis yang meradang dan perforasi
c. Tukak peptik (lambung/dudenum)
d. Tukak thypoid
e. Tukan disentri amuba/colitis
f. Tukak pada tumor
g. Salpingitis
h. Divertikulitis
Kuman yang paling sering ialah bakteri Coli, streptokokus alpha dan beta
hemolitik, stapilokokus aurens, enterokokus dan yang paling berbahaya adalah
clostridium wechii.
1. Secara langsung dari luar.
2. Operasi yang tidak steril
3. Terkontaminasi talcum
venetum,
lycopodium,
sulfonamida,
terjadi
Streptococcus lain 15%, dan golongan Staphylococcus 3%, selain itu juga
terdapat anaerob dan infeksi campur bakteri. Peritonitis sekunder yang paling
sering terjadi disebabkan oleh perforasi atau nekrosis (infeksi transmural) organorgan dalam dengan inokulasi bakteri rongga peritoneal terutama disebabkan
bakteri gram positif yang berasal dari saluran cerna bagian atas. Peritonitis tersier
terjadi karena infeksi peritoneal berulang setelah mendapatkan terapi SBP atau
peritonitis sekunder yang adekuat, bukan berasal dari kelainan organ, pada pasien
peritonisis tersier biasanya timbul abses atau flagmon dengan atau tanpa fistula.
Selain itu juga terdapat peritonitis TB, peritonitis steril atau kimiawi terjadi
karena iritasi bahan-bahan kimia, misalnya cairan empedu, barium, dan substansi
kimia lain atau prses inflamasi transmural dari organ-organ dalam (Misalnya
penyakit Crohn).
2.4 Klasifikasi
Berdasarkan patogenesis peritonitis dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Peritonitis bakterial primer
Merupakan peritonitis akibat kontaminasi bakterial secara hematogen pada
cavum peritoneum dan tidak ditemukan fokus infeksi dalam abdomen.
Penyebabnya bersifat monomikrobial, biasanya E. Coli, Sreptococus atau
Pneumococus. Peritonitis bakterial primer dibagi menjadi dua, yaitu:
a) Spesifik: misalnya Tuberculosis
b) Non spesifik: misalnya pneumonia non tuberculosis dan Tonsilitis.
Faktor resiko yang berperan pada peritonitis ini adalah adanya malnutrisi,
keganasan intraabdomen, imunosupresi dan splenektomi.
Kelompok resiko tinggi adalah pasien dengan sindrom nefrotik, gagal
ginjal kronik, lupus eritematosus sistemik, dan sirosis hepatis dengan asites.
2. Peritonitis bakterial akut sekunder (supurativa)
Peritonitis yang mengikuti suatu infeksi akut atau perforasi tractusi
gastrointestinal atau tractus urinarius. Pada umumnya organisme tunggal tidak
akan menyebabkan peritonitis yang fatal. Sinergisme dari multipel organisme
dapat memperberat terjadinya infeksi ini. Bakteri anaerob, khususnya spesies
Bacteroides, dapat memperbesar pengaruh bakteri aerob dalam menimbulkan
infeksi.
Selain itu luas dan lama kontaminasi suatu bakteri juga dapat
memperberat suatu peritonitis. Kuman dapat berasal dari:
1. Luka/trauma penetrasi, yang membawa kuman dari luar masuk ke dalam
cavum peritoneal.
2. Perforasi organ-organ dalam perut, contohnya peritonitis yang disebabkan
oleh bahan kimia, perforasi usus sehingga feces keluar dari usus.
3. Komplikasi dari proses inflamasi organ-organ intra abdominal, misalnya
appendisitis.
3. peritonitis tersier
Peritonitis tersier, misalnya:
a. Peritonitis yang disebabkan oleh jamur.
b. Peritonitis yang sumber kumannya
tidak
dapat
ditemukan.
2.5 Patofisiologi
Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya
eksudat fibrinosa. Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk di antara perlekatan
fibrinosa, yang menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga
membatasi infeksi. Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang,
tetapi dapat menetap sebagai pita-pita fibrosa, yang kelak dapat mengakibatkan
obstuksi usus.
Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan membran
mengalami kebocoran. Jika defisit cairan tidak dikoreksi secara cepat dan agresif,
maka dapat menimbulkan kematian sel. Pelepasan berbagai mediator, seperti
misalnya interleukin, dapat memulai respon hiperinflamatorius, sehingga
2.
Duduk atau setengah duduk atau berdiri kalau memungkinkan, dengan sinar dari
arah horizontal proyeksi anteroposterior.
3.
Tiduran miring ke kiri (left lateral decubitus = LLD), dengan sinar horizontal
proyeksi anteroposterior.
Sebaiknya pemotretan dibuat dengan memakai kaset film yang dapat
mencakup seluruh abdomen beserta dindingnya. Perlu disiapkan ukuran kaset dan
film ukuran 35x43 cm. Sebelum terjadi peritonitis, jika penyebabnya adanya
gangguan pasase usus (ileus) obstruktif maka pada foto polos abdomen 3 posisi
didapatkan gambaran radiologis antara lain:
1) Posisi tidur, untuk melihat distribusi usus, preperitonial fat, ada tidaknya
penjalaran. Gambaran yang diperoleh yaitu pelebaran usus di proksimal daerah
obstruksi, penebalan dinding usus, gambaran seperti duri ikan (Herring bone
appearance).
2) Posisi LLD, untuk melihat air fluid level dan kemungkinan perforasi usus.
Dari air fluid level dapat diduga gangguan pasase usus. Bila air fluid level pendek
berarti ada ileus letak tinggi, sedang jika panjang-panjang kemungkinan gangguan
di kolon.Gambaran yang diperoleh adalah adanya udara bebas infra diafragma
dan air fluid level.
3) Posisi setengah duduk atau berdiri. Gambaran radiologis diperoleh adanya air
fluid level dan step ladder appearance.
2.8 Penatalaksanaan
Management peritonitis tergantung dari diagnosis penyebabnya. Hampir
semua penyebab peritonitis memerlukan tindakan pembedahan (laparotomi
eksplorasi).
Pertimbangan dilakukan pembedahan a.l:
1.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan defans muskuler yang meluas, nyeri tekan
terutama jika meluas, distensi perut, massa yang nyeri, tanda perdarahan (syok,
anemia progresif), tanda sepsis (panas tinggi, leukositosis), dan tanda iskemia
(intoksikasi, memburuknya pasien saat ditangani).
2.
3.
4.
Pemeriksaan laboratorium.
Pembedahan dilakukan bertujuan untuk :
1.
2.
3.
2.
3.
4.
5.
Pemberian antibiotic.
Kontrol sumber infeksi, dilakukan sesuai dengan sumber infeksi. Tipe dan luas
dari pembedahan tergantung dari proses dasar penyakit dan keparahan infeksinya.
2.
3.
4.
Pemberian cairan I.V, dapat berupa air, cairan elektrolit, dan nutrisi.
2.
Pemberian antibiotic
3.
Oral-feeding, diberikan bila sudah flatus, produk ngt minimal, peristaltic usus
pulih, dan tidak ada distensi abdomen.
1) Terapi
Prinsip umum terapi adalah penggantian cairan dan elektrolit yang hilang
yang dilakukan secara intravena, pemberian antibiotika yang sesuai, dekompresi
volume
intravaskular
memperbaiki
perfusi
jaringan
dan
2) Pengobatan
Biasanya yang pertama dilakukan adalah pembedahan eksplorasi darurat,
terutama bila terdapat apendisitis, ulkus peptikum yang mengalami perforasi atau
divertikulitis. Pada peradangan pankreas (pankreatitis akut) atau penyakit radang
panggul pada wanita, pembedahan darurat biasanya tidak dilakukan. Diberikan
antibiotik yang tepat, bila perlu beberapa macam antibiotik diberikan bersamaan.
Keperawatan perioperatif merupakan istilah yang digunakan untuk
menggambarkan keragaman fungsi keperawatan yang berkaitan dengan
pengalaman pembedahan pasien yang mencakup tiga fase yaitu :
1. Fase praoperatif dari peran keperawatan perioperatif dimulai ketika keputusan
untuk intervensi bedah dibuat dan berakhir ketika pasien digiring kemeja
operasi. Lingkup aktivitas keperawatan selama waktu tersebut dapat mencakup
penetapan pengkajian dasar pasien ditatanan kliniik atau dirumah, menjalani
wawancaran praoperatif dan menyiapkan pasien untuk anastesi yang diberikan
dan pembedahan. Bagaimanapun, aktivitas keperawatan mungkin dibatasi
hingga melakukan pengkajian pasien praoperatif ditempat ruang operasi.
2. Fase intraoperatif dari keperawatan perioperatif dimulai dketika pasien masuk
atau dipindah kebagian atau keruang pemulihan. Pada fase ini lingkup aktivitas
keperawatan dapat meliputi: memasang infuse (IV), memberikan medikasi
intravena, melakukan pemantauan fisiologis menyeluruh sepanjang prosedur
pembedahan dan menjaga keselamatan pasien. Pada beberapa contoh, aktivitas
keperawatan terbatas hanyapada menggemgam tangan pasien selama induksi
anastesia umum, bertindak dalam peranannya sebagai perawat scub, atau
membantu dalam mengatur posisi pasien diatas meja operasi dengan
menggunakan prinsip-prinsip dasar kesejajaran tubuh.
3. Fase pascaoperatif dimulai dengan masuknya pasien keruang pemulihan dan
berakhir dengan evaluasi tindak lanjut pada tatanan kliniik atau dirumah.
Lingkup keperawatan mencakup rentang aktivitas yang luas selama periode ini.
Pada fase pascaoperatif langsung, focus terhadap mengkaji efek dari agen
anastesia dan memantau fungsi vital serta mencegah komplikasi. Aktivitas
keperawatan kemudian berfokus pada penyembuhan pasien dan melakukan
penyuluhan, perawatan tindak lanjut dan rujukan yang penting untuk
penyembuhan yang berhasil dan rehabilitasi diikuti dengan pemulangan. Setiap
fase ditelaah lebih detail lagi dalam unit ini. Kapan berkaitan dan
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1
Pengkajian
A. Identitas
1. Nama pasien
2. Umur
3. Jenis kelamin
4. Suku /Bangsa
5. Pendidikan
6. Pekerjaan
7. Alamat
8. Keluhan utama:
Keluhan utama yang sering muncul adalah nyeri kesakitan di bagian perut sebelah
kanan dan menjalar ke pinggang.
1. Riwayat Penyakit Sekarang
Peritinotis dapat terjadi pada seseorang dengan peradangan iskemia, peritoneal diawali
terkontaminasi material, sindrom nefrotik, gagal ginjal kronik, lupus eritematosus, dan
sirosis hepatis dengan asites.
2. Riwayat Penyakit Dahulu
Seseorang dengan peritonotis pernah ruptur saluran cerna, komplikasi post operasi,
operasi yang tidak steril dan akibat pembedahan, trauma pada kecelakaan seperti ruptur
limpa dan ruptur hati.
3. Riwayat Penyakit Keluarga
Secara patologi peritonitis tidak diturunkan, namun jika peritonitis ini disebabkan oleh
bakterial primer, seperti: Tubercolosis. Maka kemungkinan diturunkan ada.
B. Pemeriksaan Fisik
a. Sistem pernafasan (B1)
2. Pola nafas irregular (RR> 20x/menit), dispnea, retraksi otot bantu pernafasan
serta menggunakan otot bantu pernafasan.
a. Sistem kardiovaskuler (B2)
Pemeriksaan Laboratorium
1.Complete Blood Count (CBC), umumnya pasien dengan infeksi intra abdomen
menunjukan adanya luokositosis (>11.000 sel/ L) dengan adanya pergerakan ke
bentuk
immatur
pada differential
cell
count.
Namun
pada
pasien
fungal dan CMV) keadaan leukositosis dapat tidak ditemukan atau malah
leucopenia
1.PT, PTT dan INR
2.Test fungsi hati jika diindikasikan
1.Amilase dan lipase jika adanya dugaan pancreatitis
2.Urinalisis untuk mengetahui adanya penyakit pada saluran kemih (seperti
pyelonephritis, renal stone disease)
3.Cairan peritoneal, cairan peritonitis akibat bakterial dapat ditunjukan dari pH dan
glukosa yang rendah serta peningkatan protein dan nilai LDH
2) Pemeriksaan Radiologi
Foto polos
USG
1.CT Scan (eg, gallium Ga 67 scan, indium In 111labeled autologous leucocyte scan,
technetium Tc 99m-iminoacetic acid derivative scan).
Scintigraphy
MRI
Sebaiknya pemotretan dibuat dengan memakai kaset film yang dapat mencakup
seluruh abdomen beserta dindingnya. Perlu disiapkan ukuran kaset dan film ukuran
35 x 43 cm. Sebelum terjadi peritonitis, jika penyebabnya adanya gangguan pasase
usus (ileus) obstruktif maka pada foto polos abdomen 3 posisi didapatkan
gambaran radiologis antara lain:
1.Posisi tidur, untuk melihat distribusi usus, preperitonial fat, ada tidaknya
penjalaran. Gambaran yang diperoleh yaitu pelebaran usus di proksimal daerah
obstruksi, penebalan dnding usus, gambaran seperti duri ikan (Herring bone
appearance).
2.Posisi LLD, untuk melihat air fluid level dan kemungkinan perforasi usus. Dari
air fluid level dapat diduga gangguan pasase usus. Bila air fluid level pendek
berarti ada ileus letak tinggi, sedang jika panjang-panjang kemungkinan gangguan
di kolon. Gambaran yang diperoleh adalah adanya udara bebas infra diafragma dan
air fluid level.
3.Posisi setengah duduk atau berdiri. Gambaran radiologis diperoleh adanya air
fluid level dan step ladder appearance. Jadi gambaran radiologis pada ileus
obstruktif yaitu adanya distensi usus partial, air fluid level, dan herring bone
appearance.
Sedangkan pada ileus paralitik didapatkan gambaran radiologis yaitu:
1.Distensi usus general, dimana pelebaran usus menyeluruh sehingga kadangkadang susah membedakan anatara intestinum tenue yang melebar atau intestinum
crassum.
1.
2.
Pada kasus peritonitis karena perdarahan, gambarannya tidak jelas pada foto
polos abdomen. Gambaran akan lebih jelas pada pemeriksaan USG
(ultrasonografi).
Gambaran radiologis peritonitis karena perforasi dapat dilihat pada pemeriksaan
foto polos abdomen 3 posisi. Pada dugaan perforasi apakah karena ulkus
peptikum, pecahnya usus buntu atau karena sebab lain, tanda utama radiologi
adalah:
1.Posisi tiduran, didapatkan preperitonial fat menghilang, psoas line
menghilang, dan kekaburan pada cavum abdomen.
2.Posisi duduk atau berdiri, didapatkan free air subdiafragma berbentuk bulan
sabit (semilunair shadow).
3.Posisi LLD, didapatkan free air intra peritonial pada daerah perut yang paling
tinggi. Letaknya antara hati dengan dinding abdomen atau antara pelvis dengan
dinding
abdomen.
Jadi gambaran radiologis pada peritonitis yaitu adanya kekaburan pada cavum
abdomen, preperitonial fat dan psoas line menghilang, dan adanya udara bebas
subdiafragma atau intra peritoneal.
3) X. Ray
Foto polos abdomen 3 posisi (anterior, posterior, lateral), didapatkan :
1.Illeus merupakan penemuan yang tak khas pada peritonitis.
2.Usus halus dan usus besar dilatasi.
3.Udara bebas dalam rongga abdomen terlihat pada kasus perforasi.
3.2 Diagnosa
1.Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi, demam dan kerusakan jaringan.
3.3 Intervensi
1.Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi, demam dan kerusakan jaringan.
Tujuan: Nyeri klien berkurang
Kriteria hasil :
1.Laporan nyeri hilang/terkontrol
2.Menunjukkan penggunaan ketrampilan relaksasi.
3.Metode lain untuk meningkatklan kenyamanan
Intervensi Keperawatan
Tindakan/Intervensi
Rasional
Mandiri:
1.Selidiki laporan nyeri, catat1.Perubahan pada lokasi/intensitas
lokasi, lama, intensitas (skala 0-10)tidak umum tetapi dapat menunjukkan
dan karakteristiknya
(dangkal,terjadinya komplikasi. Nyeri cenderung
tajam, konstan)
menjadi konstan, lebih hebat, dan
menyebar ke atas, nyeri dapat lokal bila
2.Pertahankan posisi semi Fowlerterjadi abses.
sesuai indikasi.
2.Memudahkan drainase cairan/luka
4.Berikan tindakan kenyamanan,karena gravutasi dan membantu
contoh pijatan punggung, napasmeminimalkan nyeri karena gerakan.
dalam, latihan relaksasi atau
visualisasi.
3.Meningkatkan relaksasi dan mungkin
meningkatkan kemampuan koping 1.Risiko
5.Berikan perawatan mulut denganpasien denagn memfokuskan kembali tinggi
infeksi
sering.
Hilangkan
rangsanganperhatian.
lingkunagan
yang
tidak
menyenangkan
4.Menurunkan mual/muntah yang
dapat meningkatkan tekanan atau nyeri
intrabdomen.
Kolaborasi:
Berikan obat sesuai indikasi:
Intervensi keperawatan:
Tindakan Intervensi
Rasional
Mandiri:
1.Mempengaruhi pilihan intervensi
1.Catat faktor risiko individu contoh
trauma abdomen, apendisitis akut, 2.Tanda
adanya
syok
septik,
dialisa peritoneal.
endotoksin sirkulasi menyebabkan
vasodilatasi, kehilangan cairan dari
2.Kaji tanda vital dengan sering,sirkulasi, dan rendahnya status curah
catat tidak membaiknya ataujantung.
berlanjutnya hipotensi, penurunan
tekanan nadi, takikardia, demam,3.Hipoksemia, hipotensi, dan asidosis
takipnea.
dapat menyebabkan penyimpangan
status mental.
3.Catat perubahan status mental
(contoh bingung, pingsan).
4.Hangat, kemerahan, kulit kering
adalah
tanda
dini
septikemia.
Selanjutnya
manifestasi
termasuk
dingin, kulit pucat lembab dan sianosis
4.Catat
warna
kulit,
suhu,sebagai tanda syok.
kelembaban.
5.oliguria terjadi sebagai akibat
5.Awasi haluaran urine.
penurunan perfusi ginjal, toksin dalam
sirkulasi mempengaruhi antibiotik.
6.Pertahankan teknik aseptik ketat
pada perawatan drein abdomen,6.Mencegah meluas dan membatasi
luka insisi/terbuka, dan sisi invasif.penyebaran
organisme
Bersihkan dengan Betadine atauinfektif/kontaminasi silang.
larutan lain yang tepat kemudia
bilas dengan PZ.
7.Observasi drainase pada luka.
8.Pertahankan teknik steril bila
pasien dipasang kateter, dan berikanMemberikan informasi tentang status
perawatan kateter/ atau kebersihaninfeksi.
perineal rutin.
Mencegah
penyebaran,
9.Awasi/batasi pengunjung dan stafmembatasi pertumbuhan bakteri pada
sesuai
kebutuhan.
Berikantraktus urinarius.
perlindungan
isolasi
bila
diindikasikan.
Menurunkan resiko terpajan
pada/menambah infeksi sekunder pada
pasien yang mengalami tekanan imun.
Kolaborasi:
1.Ambil
contoh/awasi
hasil1.Mengidentifikasikan mikroorganisme
pemeriksaan seri darah, urine,dan membantu dalam mengkaji
keefektifan prigram antimikrobial.
kultur luka.
2.Bantu dalam aspirasi peritoneal,
2.Dilakukan untuk membuang cairan
bila diindikasikan.
dan untuk mengidentifikasi organisme
3.Berikan
antibiotik,
contohinfeksi sehingga tetapi antibiotik yang
gentacimin (Garamycyin), amikasintepat dapat diberikan.
Rasional
Mandiri:
1.Awasi haluan selang NG, dan catat 1.Jumlah besar dari aspirasi gaster
adanya muntah atau diare.
dan muntah atau diare diduga terjadi
obstruksi usus, memerlukan evaluasi
2.Timbang berat badan tiap hari.
lanjut.
2.Kehilangan atau peningkatan dini
3.Auskultasi bising usus, catat bunyi menunjukkan perubahan hidrasi
tak ada atau hiperaktif.
tetapi kehilangan lanjut diduga ada
4.Catat kebutuhan kalori yang defisit nutrisi.
dibutuhkan.
4.Meskipun bising usus sering tak
5.Monitor Hb dan albumin
ada, inflamasi atau iritasi usus
6.Kaji abdomen dengan sering untuk dapat
menyertai
kembali ke bunyi yang lembut, hiperaktivitas
usus,
penurunan
penampilan bising usus normal, dam absorpsi air dan diare.
kelancaran flatus.
5.Adanya kalori (sumber energi) akan
mempercepat proses penyembuhan.
6.Indikasi adekuatnya protein untuk
sistem imun.
7.Menunjukan kembalinya fungsi
usus ke normal
Kolaborasi:
1.Kolaborasi pemasangan NGT jika 1.Agar nutrisi klien tetap terpenuhi.
klien tidak dapat makan dan minum
2.Tubuh yang sehat tidak mudah
peroral.
untuk
dengan
cairan
dengan
cairan
2.
3.
4.
5.
6.
Intervensi keperawatan:
Tindakan Intervensi
Rasional
Mandiri:
1.Pantau tanda vital, catat adanya 1.Membantu dalam evaluasi derajat
hipotensi
(termasuk
perubahan defisit cairan/keefektifan penggantian
postural),
takikardia,
takipnea, terapi cairan dan respons terhadap
demam. Ukur CVP bila ada.
pengobatan.
1.Pertahankan intake dan output yang
status
hidrasi
adekuat lalu hubungkan dengan berat 2.Menunjukkan
keseluruhan.
badan harian.
2.Rehidrasi/ resusitasi cairan
3.Untuk
mencukupi
kebutuhan
cairan dalam tubuh (homeostatis).
perifer/sacral.
5.Hipovolemia, perpindahan cairan,
5.Hilangkan tanda bahaya/bau dari dan kekurangan nutrisi mempeburuk
lingkungan. Batasi pemasukan es turgor kulit, menambah edema
batu.
jarinagan.
6.Ubah posisi dengan sering berikan 6.Menurunkan rangsangan pada
perawatan kulit dengan sering, dan gaster dan respons muntah.
pertahankan tempat tidur kering dan
7.Jaringan edema dan adanya
bebas lipatan.
gangguan
sirkulasi
cenderung
merusak kulit
Kolaborasi:
1.Awasi pemerikasaan laboratorium, 1.Memberikan informasi
contoh Hb/Ht, elektrolit, protein, hidrasi dan fungsi organ.
albumin, BUN, kreatinin.
2.Berikan
elektrolit.
tentang
plasma/darah,
2.
3.
4.
Intervensi Keperawatan:
Tindakan Intervensi
Rasional
Mandiri:
1.Pantau hasil analisa gas darah dan1.Indikator hipoksemia; hipotensi,
indikator hipoksemia: hipotensi,takikardi, hiperventilasi, gelisah,
takikardi, hiperventilasi, gelisah,depresi SSP, dan sianosis penting
depresi SSP, dan sianosis.
untuk mengetahui adanya syok akibat
2.Auskultasi paru untuk mengkajiinflamasi (peradangan).
ventilasi dan mendeteksi komplikasi
2.Gangguan pada paru (suara nafas
pulmoner.
tambahan) lebih mudah dideteksi
Tindakan/Intervensi
Rasional
3.Pertahankan
pasien pada posisidengan
auskultasi.
semifowler.
1.Bila penyangkalan ekstem atau
3.Posisi
memaksimalkan
1.Evaluasi
tingkat
pemahaman ansietas membantu
mempengaruhi
kemajuan
4.Berikan
O2 sesuai
program tentangekspansi
paru
dan
menurunkan
klien/orang
terdekat
penyembuhan, menghadapi itu upaya
klien
pernafasan,
ventilasi
maksimal
diagnosa.
perlu dijelaskan dan membuka cara
membuka
area atelektasis dan
penyelesaiannya.
2.Akui rasa takut/masalah klien danmeningkatkan gerakan sekret kedalam
dorong mengekspresikan perasaan. jalan
nafas besar untuk
dikeluarkan.
2.Takut/ansietas
menurun
klien mulai
menerima secara positif kenyataan
3.Berikan
kesempatan
untuk4.Oksigen
membantu
dan memiliki
kemauanuntuk
untukbernafas
hidup
bertanya dan jawab dengan jujur.secara
lagi. optimal.
Yakinkan bahwa klien dan perawat
mempunyai pemahaman yang sama. 3.Dapat membantu memperbaiki
beberapa
perasaan
4.Terima penyangkalan klien tetapi kontrol/kemandirian pada klien yang
jangan dikuatkan.
merasa tak berdaya dalam menerima
diagnosa dan pengobatan
5.Catat komentar perilaku yang
menunjukkan menerima dan/atau 4.Klien sulit berfikir dengan baik bila
mengurangi strategi efektif menerima berada dalam kondisi yang tidak
situasi
nyaman
6.Libatkan
klien/orang
terdekat
dalam
perencanaan
perawatan.
Berikan waktu untuk menyiapkan
pengobatan.
7.Berikan kenyamanan fisik klien
8.Pasien
dan
orang
terdekat
mendengar
dan
mengasimilasi
informasi baru yang meliputi
perubahan ada gambaran diri dan
pola hidup.
9.Dukungan memampukan klien
mulai membuka/menerima kenyataan
infeksi
peritonium
dan
pengobatannya. Klien mungkin perlu
waktu
untuk
mengidentifikasi
perasaan
maupun
mengekspresikannya.
10.Membuat
kepercayaan
dan
menurunkan
kesalahan
persepsi/interpretasi
terhadap
informasi.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Peritonitis adalah suatu peradangan dan peritoneum, pada membrane serosa,
pada bagian rongga perut. Peritonitis adalah inflamasi peritoneum lapisan membrane
serosa rongga abdomen dan meliputi visera merupakan penyulit berbahaya yang dapat
terjadi dalam bentuk akut maupun kronik / kumpulan tanda dan gejala, diantaranya
nyeri tekan dan nyeri lepas pada palpasi, defans muscular dan tanda tanda umum
inflamasi. Peritonitis adalah peradangan yang biasanya disebabkan oleh infeksi pada
selaput rongga perut (peritoneum) lapisan membrane serosa rongga abdomen dan
dinding perut bagian dalam.
Peritonitis adalah radang peritoneum dengan eksudasi serum, fibrin, sel sel,
dan pus, biasanya disertai dengan gejala nyeri abdomen dan nyeri tekan pada abdomen,
konstipasi, muntah, dan demam peradangan yang biasanya disebabkan oleh infeksi pada
peritoneum.
fasia
muskularis.
Peritoneum viserale yang menyelimuti organ perut dipersarafi oleh sistem saraf
autonom dan tidak peka terhadap rabaan atau pemotongan.
B.
Saran
Semoga dengan pembuatan makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. kami
mengucapkan terimah kasih kepada yang telah membantu dan memberikan motivasi
dalam pembuatan makalah ini sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari bahwa penyusun makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari
kesempurnaan untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun selalu kami
harapkan demi kesempurnaan malakah ini yang nantinya akan memberikan manfaat
kepada kita semua.semoga sukses untuk kita semua. Merdeka.
DAFTAR PUSTAKA