Vous êtes sur la page 1sur 18

No. ID dan Nama Peserta : dr.

Ruly Rahmatillah
No. ID dan Nama Wahana : RSUD Ibnu Sina Gresik
Topik : Kegawatdaruratan
Tanggal Kasus : 1-04-2014
Nama Pasien : Ny. YS
Tanggal Presentasi : -

No. RM :536xxx
Pendamping : dr. Lisa P, SpS

Tempat presentasi : Ruang Endoskopi RS Ibnu Sina Gresik


Obyektif Presentasi :
Keilmuan
Keterampilan
Penyegaran
Tinjauan pustaka
Diagnostik
Manajemen
Masalah
Istimewa
Neonatus
Bayi
Anak
Remaja
Dewasa
Lansia
Bumil
Deskripsi : Pasien dengan permasalahan Abortus Inkomplit
Tujuan : Mengetahui pemeriksaan, diagnostik, dan tatalaksana pasien Abortus Inkomplit
Bahan bahasan
Tinjauan Pustaka
Riset
Kasus
Audit
Cara membahas
Diskusi
Presentasi &
E-mail
Pos
diskusi
Data Pasien

Nama : Ny. YS/ 23 th

No. Registrasi : 536xxx

Alamat: Gresik
Nama Klinik : RSUD IBNU SINA
Data Utama untuk bahan diskusi
1. Keluhan Utama (Subjective) :

Telp.

Terdaftar sejak: 2014

Keluar darah dari jalan lahir disertai dengan nyeri perut bawah
Anamnesis (Autoanamne)

Keluhan Utama : Pada malam hari sebelum MRS pasien mengeluh ada flek-

flek berwarna merah muda pasien tetap dirumah.


Pagi hari keluar darah semakin banyak dan bergumpal disertai nyeri di
daerah punggung pasien pergi ke Bidan kemudian disarankan untuk
langsung ke rumah sakit. Dalam perjalanan keluar darah lebih banyak 2

pembalut disertai nyeri perut bawah


Pasien mengetahui bahwa dirinya hamil sejak bulan Februari 2014 oleh
karena terlambat haid kemudian tes kencing sendiri dan didapatkan hasil

positif hamil.
RIwayat trauma (-), jamu pelancar haid (-), pijat (-), instrumentasi (-),
panas badan (+) sejak 5 hari yang lalu, batuk pilek (+) 3 minggu yang
lalu tetapi tidak berobat dan saat ini sudah berkurang, anyang-anyangan

(-), keputihan (-).


ANC: 2 x di Bidan
HPHT: ?-12-2013 (pasien lupa)
KB: tidak ada riwayat penggunaan KB

2. Riwayat Penyakit Dahulu:


- Riwayat DM disangkal
- Riwayat HT disangkal
- Riwayat Alergi (obat/debu/makanan) disangkal
3. Riwayat Pengobatan:
- Pasien berobat ke bidan
4. Riwayat keluarga : Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan serupa
5. Riwayat Sosial : 6. Riwayat Pekerjaan : Pasien bekerja sebagai Ibu rumah tangga
7. Faktor-faktor :8. Pemeriksaan Fisik (Objective)
Status Generalis
Keadaan umum

: baik

Kesadaran

: compos mentis

Tekanan darah

: 120/70 mmHg

Nadi

: 88 x/menit, reguler

RR

: 20 x/menit

Temp axila

: 36,4 0C

Kepala dan leher : Anemis - / - , Ikterus /


Thorax

: Cor/ S1S2 tunggal, murmur (-)

Pulmo/v v

Rh - -

Wh - -

vv

--

--

vv

--

--

Abdomen

: flat, supel, BU (+) normal, Meteorismus (-)

FU ~ 2 jari di atas simfisis


Genitalia Eksterna

: fluxus (+) minimal, fluor (-)

Inspekulo

: fluxus (+) minimal, fluor (-)


portio terbuka, tampak jaringan

Vaginal Touche

: fluxus (+) minimal, fluor (-)


PONP terbuka, jaringan teraba
CUAF ~ 10 12 minggu
AP D/S Massa (-), nyeri (-)
Cavum Douglasi dalam batas normal

Ekstremitas

: edema =|=

Laboratorium:
Planotest +
Darah Lengkap
Darah
Lengkap
Leukosit

Nilai

Satuan

Nilai Normal

7500

/mm3

3.500-10.000

Hemoglobin
Hematokrit
Trombosit
HBsAg

10,3
31,3
161.000
-

gr/dl
%
mm3

11,0-16,5
35,0-50,0
150.000-390.000

Foto Thorax : Assesment:


GI P0000 Ab000 Gravida UK 12 minggu dengan abortus inkomplete.

Follow Up
Tanggal
1-4-2014

Subjective

Objective

Nyeri

CM, TD 110/70,

punggung

N 86x/m, RR 16,

berkurang

tax 36.7

Assesment
GI P0000 Ab000 Gravida UK

Planning
Obs VS

12

Rencana

minggu

dengan

abortus inkomplete.

Kuretase besok

Laporan kuretase:

Penderita diletakkan dalam posisi litotomi

Setelah tindakan aseptik dan anti septik di daerah vulva dan sekitarnya di
samping spekulum bawah yang dipegang oleh asisten dilakukan anestesi
paraservikal blok.

Dengan pertolongan spekulum atas bibir depan portio dijepit dengan


Kogeltang Sonde masuk sedalam 10 cm, corpus uteri antefleksi.

Tidak dilakukan pengeluaran jaringan secara digital

Dilakukan pengeluaran jaringan dengan cunam abortus.

Dilakukan kuretase biasa secara sistematis dan hati-hati sampai cavum


uteri bersih dengan curet No. 3 dan No. 5.

Berhasil dikeluarkan jaringan plasenta, jaringan lain (kesan jaringan sisa


kehamilan), sebanyak kira-kira 30 gram.

Jumlah perdarahan selama kuretase 40 cc.

Tidak dilakukan pemasangan IUD.

Lama kuretase 10 menit

Diagnose pra kuretase

: Abortus inkomplet pro kuretase

Diagnose pasca kuretase : Abortus inkomplet post kuretase


KU pasca kuretase

: baik, CM, T: 100/70, N: 88 x/, RR: 20 x/

Terapi pasca kuretase

Amoxycilin

3 x 500 mg

Asam mefenamat

3 x 500 mg

Methergin

3x1

Resume
Ny YS datang ke RSUD Ibnu Sina dengan keluhan keluar darah dari jalan lahir
disertai dengan nyeeri perut bawah. Pada malam hari sebelum MRS pasien
mengeluh ada flek-flek berwarna merah muda. Pagi hari keluar darah semakin
banyak dan bergumpal disertai nyeri di daerah punggung. pasien pergi ke Bidan
kemudian disarankan untuk langsung ke rumah sakit. Dalam perjalanan keluar
darah lebih banyak 2 pembalut disertai nyeri perut bawah . Pasien mengetahui
bahwa dirinya hamil sejak bulan Februari 2014 oleh karena terlambat haid
kemudian tes kencing sendiri dan didapatkan hasil positif hamil. Riwayat trauma (-),
jamu pelancar haid (-), pijat (-), instrumentasi (-), panas badan (+) sejak 5 hari yang
lalu, batuk pilek (+) 3 minggu yang lalu tetapi tidak berobat dan saat ini sudah
berkurang, anyang-anyangan (-), keputihan (-). ANC: 2 x di Bidan, HPHT: ?-12-2013
(pasien lupa), tidak ada riwayat penggunaan KB.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan fundus uteri berada 2 jari di atas simfisis
yang setara dengan besar fundus uteri dengan usia kehamilan 10-12 minggu. Dari
inspeksi didapatkan perdarahan yang bergumpal melalui vagina,selain itu pada
pemeriksaan

inspekulo

terlihat

portio

terbuka

dan

terlihat

jaringan.

Pada

pemeriksaan VT (Vaginal Touche) teraba bahwa porsio terbuka dan teraba sisa
jaringan. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian hasil konsepsi telah keluar bersama
dengan pendarahan yang dialami pasien. Diagnosis abortus inkomplete pada pasien
ini

juga

ditunjang

pada

pemerikasaan

tambahan

berupa

plano

tes

yang

menunjukkan hasil positif dimana ini menandakan bahwa pasien sedang hamil.
Penatalaksanaan abortus inkomplet pada pasien ini sudah tepat yaitu dengan
melakukan kuretase. Kuretase dilakukan untuk mengeluarkan sisa jaringan di dalam
uterus, di mana pasien datang dalam keadaan janin telah keluar dari jalan lahir
namun masih didapatkan sisa jaringan di dalam uterus
Daftar pustaka
1. Analisadaiily. 2011. Menkes: Angka Kematian Ibu dan Bayi Masih Tinggi.
http://www.analisadaily.com/news/read/2011/12/22/27353/menkes_angka_ke
matian_ibu_dan_bayi_masih_tinggi.
2. Carsten ME, Miller JD. 1977. Effects of prostaglandins and oxitocyn on calcium
release from
a uterine microsomal fraction. The Journal of Biological
Chemistry. Vol. 252, No.5, pp.1576-1581.
3. Challis JRG, Matthews SG, Gibb W, Lye SY. 2000. Endocrine and paracrine
regulation of birth at term and preterm. Endocrine reviews. 5:514-550.
4. Cunningham, F., Gant, N., Leveno, K., Gilstrap, L., Hauth, J., Wenstrom, K.

2006. Obstetri Williams. Jakarta: EGC: 951-981.


5. DepKes RI. 2007. Refleksi Hari Ibu: Skenario Percepatan Penurunan Angka
Kematian Ibu. http://www.kesehatanibu.depkes.go.id/archives/335.
6. Mochtar, Rustam. 2006. Sinopsis Obstetri. Jakarta: EGC: 209-217.
7. Slava. 2010. Incomplete Abortion. www.emedicinehealth.com.
8. Valley VT. 2011. Abortion Incomplete. http://www.emedicine.com.
9. WHO. 2002. Abortion: A tabulation of available data on frequency and
mortality of unsafe abortion . WHO, Geneva, 1994.
10.Wibowo, B., Wiknjosatro. 2002. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
Hasil Pembelajaran
1. Untuk mengetahui penegakan diagnosa pada pasien ini.
2. Untuk mengetahui penyebab terjadinya abortus inkomplet pada pasien ini.
3. Untuk mengetahui penatalaksanaan yang tepat pada pasien ini.
4. Untuk mengetahui komplikasi yang terjadi pada pasien ini.

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Berdasarkan Survei Demografi Kesehatan Indonesia 2007 menunjukkan
bahwa Angka Kematian Ibu (AKI) masih sebesar 228 per 100.000 kelahiran hidup
dan Angka Kematian Bayi (AKB) sebesar 34 per 1.000 kelahiran hidup,
sedangkan target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)
Kementrian Kesehatan tahun 2007 adalah AKI sebesar 226 per 100.000 kelahiran
hidup dan AKB sebesar 26 per 1.000 kelahiran hidup. Meskipun demikian, angka
tersebut masih tertinggi di Asia. Angka ini 65 kali kematian Ibu di Singapura, 9.5
kali dari Malaysia (Analisadaily, 2011).
Penyebab terbanyak dari kematian Ibu diantaranya adalah perdarahan
(28%), eklampsia (24%), infeksi (11%), abortus tidak aman (5%), partus lama
atau macet (5%), emboli (5%), dan lain-lain (22%). Di berbagai Negara, paling
sedikit seperempat dari seluruh kematian Ibu disebabkan oleh perdarahan,
proporsinya berkisar antara < 10 % - 60 %. Walaupun seorang perempuan
bertahan hidup setelah mengalami pendarahan pasca persalinan, namun ia akan
menderita akibat kekurangan darah yang berat (anemia berat) dan akan
mengalami masalah kesehatan yang berkepanjangan (DepKes RI, 2007).
Perdarahan

disini

terbagi

menjadi

tiga

yaitu

perdarahan

selama

kehamilan, perdarahan dalam persalinan, dan perdarahan saat masa nifas.


Perdarahan selama kehamilan terbagi menjadi dua yaitu dalam kehamilan muda
(<20 minggu) dan kehamilan lanjut

(>20 minggu). Perdarahan selama

kehamilan dengan usia kehamilan <20 minggu dapat disebabkan oleh Abortus,
Kehamilan Ektopik Terganggu, dan Mola Hidatidosa. Untuk perdarahan selama
kehamilan dengan usia kehamilan >20 minggu dapat disebabkan karena
Plasenta Previa dan Solusio Plasenta. Perdarahan dalam persalinan terbagi
menjadi empat yaitu perdarahan di Kala I seperti Plasenta Previa, Solusio
Plasenta, Ruptur Uteri; perdarahan di Kala II misalnya pada Ruptur Uteri;
perdarahan di Kala III diantaranya adalah Perlukaan jalan lahir, Ruptur Uteri,
Plasenta Inkarserata, Plasenta Adhesiv; dan perdarahan di Kala IV seperti pada
kasus Perlukaan jalan lahir, Sisa plasenta, Ruptur Uteri, Inversio, dan Atonia

Uteri. Untuk perdarahan saat masa nifas terbagi menjadi dua yaitu ketika <24
jam (perlukaan jalan lahir, sisa plasenta, atonia uteri) dan >24 jam (sisa
plasenta, infeksi atau subinvolusi uteri) (Cunningham et al., 2006).
Dalam Laporan Kasus ini, penulis ingin membahas lebih lanjut mengenai
perdarahan di usia muda terutama perdarahan akibat abortus. Kejadian abortus
di seluruh dunia setiap tahun dilakukan 20 juta unsafe abortion, 70.000 wanita
diantaranya meninggal. Menurut WHO diperkirakan sekitar 4,2 juta abortus
dilakukan setiap tahun di Asia Tenggara dengan perincian 1,5 juta di Indonesia;
1,3 juta di Vietnam dan Singapura, 900.000 di Thailand, dan 750.000 di Filipina.
Diperkirakan frekuensi abortus spontan berkisar 10-15%. Frekuensi ini dapat
mencapai angka 50% bila diperhitungkan mereka yang hamil sangat dini,
terlambat haid beberapa hari, sehingga wanita itu sendiri tidak mengetahui
bahwa ia sudah hamil. Di Indonesia, diperkirakan ada 5 juta kehamilan pertahun, dengan demikian setiap tahun terjadi 500.000-750.000 abortus spontan
(WHO, 2002).

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Abortus


Abortus adalah berakhirnya kehamilan melalui cara apapun sebelum janin
mampu bertahan hidup, dengan batasan kurang dari 20 minggu atau berat janin
kurang dari 500 gram. Apabila abortus terjadi tanpa tindakan mekanis atau
medis untuk mengosongkan uterus, semata-mata disebabkan oleh faktor
alamiah, maka abortus tersebut dinamakan abortus spontan. Sedangkan bila
tindakan abortus tersebut disengaja, baik dengan menggunakan obat-obatan
maupun dengan alat atau instrument maka disebut abortus provokatus atau
Induced Abortion. Abortus provokatus terbagi menjadi dua yaitu abortus
medisinalis yaitu abortus karena tindakan kita sendiri, dengan alasan bila
kehamilan dilanjutkan, dapat membahayakan jiwa Ibu; dan abortus kriminalis,
yaitu abortus yang terjadi karena tindakan-tindakan yang tidak legal atau tidak
berdasarkan inidikasi medis (Cunningham et al., 2006; Mochtar, 2006).
2.2 Etiologi Abortus
2.2.1 Faktor Janin
2.2.1.1

Abortus Aneuploid

Sekitar 50-60 % abortus spontan dini disertai dengan kelainan kromosom


pada konseptus. Ini dapat disebabkan kesalahan gametogenesis Ibu (25%) dan
kesalahan gametogenesis Ayah (5%). Trisomi autosom merupakan kelainan
kromosom yang tersering dijumpai pada abortus trimester pertama. monosomy
X adalah kelainan kromosom tunggal spesifik yang paling sering ditemukan
(Cunningham et al., 2006).
2.2.1.2

Abortus Euploid

Abortus aneuploid sering terjadi pada usia kehamilan < 8 minggu,


sedangkan abortus euploid memuncak pada usia kehamilan sekitar 13 minggu.
Insidensi abortus euploid meningkat secara drastis pada Ibu berusia > 35 tahun.
Hal ini mungkin disebabkan kelainan genetik (mutasi tunggal atau faktor
poligenik), beberapa faktor Ibu dan faktor Ayah (Cunningham et al., 2006).
2.2.2 Faktor Ibu
2.2.2.1

Infeksi

Sejumlah penyakit kronik diperkirakan dapat menyebabkan abortus.


Herpes simplek dilaporkan berkaitan dengan peningkatan insidensi abortus
setelah terjadi infeksi genital pada awal kehamilan. Penyakit infeksi yang
menyebabkan demam tinggi seperti pneumonia, tifoid, pielonephritis, malaria,
rubeola, dll. Kematian janin dapat disebabkan toksin dari Ibu atau invasi kuman
atau virus pada fetus (Cunningham et al., 2006; Mochtar, 2006).
2.2.2.2

Kelainan Endokrin

Pada kondisi Diabetes Melitus, kadar gula darah yang tidak terkontrol
meningkatakan angka kejadian aborsi. Kurangnya sekresi progesterone oleh
korpus luteum atau plasenta dilaporkan menyebabkan peningkatan insidensi
abortus. Defisiensi tiroid yang berat mungkin berkaitan dengan aborsi. Efek dari
hipotiroid sendiri terhadap aborsi belum banyak diteliti namun peningkatan
autoantibodi terhadap tiroid berkaitan dengan peningkatan angka kejadian dari
aborsi (Cunningham et al., 2006).
2.2.2.3

Pemakaian Obat dan Faktor Lingkungan

Merokok dapat menyebabkan peningkatan risiko abortus euploidi. Abortus


spontan dan anomaly janin dapat terjadi akibat sering mengonsumsi alkohol
selama 8 minggu pertama kehamilan. Konsumsi kopi dalam jumlah banyak dapat
meningkatkan risiko abortus spontan akibat kadar paraxantin (suatu metabolit
kafein) dalam darah ibu. Pengaruh radiasi dalam dosis memadai dapat
menyebabkan

abortus.

Selain

itu,

penggunaan

IUD

berkaitan

dengan

peningkatan insiden abortus septik setelah kegagalan kontrasepsi (Cunningham


et al., 2006).
2.2.2.4

Gamet yang Menua

Terdapat peningkatan insidensi abortus terhadap kehamilan normal


apabila inseminasi terjadi 4 hari sebelum atau 3 hari sesudah saat pergeseran

suhu tubuh basal. Penuaan gamet dalam saluran genitalia wanita sebelum
pembuahan meningkatkan kemungkinan abortus (Cunningham et al., 2006).
2.2.2.5

Kontraksi Uterus

Perangsangan pada ibu yang menyebabkan uterus berkontraksi misalnya


saat ibu sangat terkejut, obat-obat uterotonika, ketakutan, laparotomi, atau
dapat juga karena trauma langsung terhadap fetus seperti selaput janin yang
rusak karena instrumen, benda, dan obat-obatan (Mochtar, 2006).
2.2.2.6

Serviks Inkompeten

Servix inkompeten adalah terjadinya dilatasi servix yang tidak sakit pada
trimester kedua. Kejadian tersebut bisa diikuti oleh prolap dan penggembungan
dari

membran

ke

vagina

sehingga

terjadi

expulsi

dari

janin

prematur

(Cunningham et al., 2006).

2.2.3 Faktor Ayah


Tidak banyak yang diketahui tentang faktor ayah dalam terjadinya abortus
spontan. Yang jelas, translokasi kromosom pada sperma dapat menyebabkan
abortus (Cunningham et al., 2006).
2.3 Patofisiologi Abortus
Pada awal abortus terjadi perdarahan dalam desidua basalis kemudian
diikuti oleh nekrosis jaringan di sekitarnya. Hal tersebut menyebabkan hasil
konsepsi terlepas sebagian atau seluruhnya, sehingga merupakan benda asing
dalam

uterus.

Keadaan

ini

menyebabkan

uterus

berkontraksi

untuk

mengeluarkan isinya. Pada kehamilan kurang dari 8 minggu hasil konsepsi


biasanya dikeluarkan seluruhnya karena villi koriales belum menembus desidua
lebih dalam, sehingga hasil konsepsi mudah dilepaskan. Pada kehamilan 8
sampai 14 minggu villi koriales menembus desidua lebih dalam sehingga
umumnya plasenta tidak dilepaskan sempurna yang dapat menyebabkan banyak
perdarahan. Pada kehamilan 14 minggu keatas umumnya yang dikeluarkan
setelah ketuban pecah adalah janin disusul dengan plasenta. Pedarahan
jumlahnya tidak banyak jika plasenta segera terlepas dengan lengkap (Wibowo,
2002).
2.4 Diagnosis Abortus
2.4.1 Anamnesa

Dari anamnesa, dapat diketahui adanya riwayat terlambat menstruasi <


20 minggu, adanya tanda-tanda kehamilan muda, adanya perdarahan, dan nyeri
perut (Cramping pain). Perlu ditanyakan sejak kapan perdarahan itu terjadi,
warnanya, bergumpal atau tidak, berapa banyak, disertai keluarnya jaringan
atau tidak. Selain itu perlu ditanyakan riwayat penurunan berat badan, riwayat
abortus sebelumnya, post coital bleeding, riwayat penyakit lain maupun riwayat
penyakit pada keluarga (Valley, 2011).
2.4.2 Pemeriksaan Fisik
Didapatkan

nyeri

tekan

atau

tidak

pada

daerah

perut

maupun

suprasimfisis, besar uterus sesuai atau lebih kecil dari usia kehamilan. Pada
Inspeksi vulva perlu dilihat adakah perdarahan pervaginam, ada atau tidak
jaringan hasil konsepsi, tercium atau tidak bau busuk dari vagina.

Pada

inspekulo, perlu dilihat perdarahan dari cavum uteri, ostium uteri terbuka atau
sudah tertutup, ada atau tidak jaringan keluar dari ostium, ada atau tidak
jaringan

berbau

busuk

dari

ostium.

Pada

pemeriksaan

Vaginal

Toucher

didapatkan portio terbuka atau tertutup, teraba jaringan atau tidak dalam cavum
uteri, terdapat nyeri goyang portio atau tidak, terdapat nyeri pada perabaan
adneksa atau tidak, cavum douglasi menonjol atau tidak (Valley, 2011).

2.4.3 Pemeriksaan Penunjang


Perlu dilakukan tes kehamilan dengan plano test, positif bila janin masih
hidup, bahkan 2-3 minggu setelah abortus. Pemeriksaan USG atau Doppler dapat
digunakan untuk menentukan apakah janin masih hidup atau tidak, bagaimana
kondisi uterus, apakah terdapat sisa jaringan atau tidak. Pemeriksaan kadar
fibrinogen darah perlu dilakukan pada kasus Missed abortion (Valley, 2011).
2.5 Klasifikasi Abortus
Berdasarkan besar hasil konsepsi yang keluar, abortus dapat terbagi
menjadi abortus iminens, insipien, inkomplet, dan komplet.
2.5.1 Abortus Iminens
Abortus dimana hasil konsepsi masih berada seluruhnya di dalam rongga
uterus. Ditandai oleh terjadinya perdarahan pada awal kehamilan yang tidak
disertai dengan dilatasi servix dan pengeluaran janin. Dalam hal ini keluarnya
janin masih dapat dicegah dengan obat progesteron dan antispasmodika serta
istirahat. Gejalanya adalah sebagai berikut (Cunningham et al., 2006):

Perdarahan yang umumnya sedikit, tetapi dapat menetap selama beberapa

hari sampai beberapa minggu.


Kram perut (Cramping pain) yang mungkin terasa di anterior dan bersifat
ritmis. Dapat berupa nyeri punggung bawah yang menetap disertai perasaan
tertekan di panggul, atau rasa tidak nyaman atau nyeri tumpul di garis

tengah suprapubis.
Uterus sebanding dengan usia kehamilan.
Ostium uteri tertutup.

2.5.2 Abortus Insipien


Hasil konsepsi masih berada dalam rongga uterus, sedang menuju ke
osteum uteri externum atau disebut abortus yang sedang berlangsung. Ditandai
oleh terjadinya perdarahan pada awal kehamilan yang disertai dengan osteum
uteri terbuka dan teraba ketuban menonjol (Cunningham et al., 2006).
Pada pecahnya selaput ketuban yang nyata selama paruh pertama
kehamilan, kemungkinan penyelamatan kehamilan sangat kecil. Apabila pada
kehamilan dini terjadi pengeluaran cairan mendadak (yang mengisyaratkan
pecahnya selaput ketuban) sebelum timbul nyeri atau perdarahan, ibu tersebut
dirawat tirah baring dan diamati untuk melihat kebocoran cairan lebih lanjut,
perdarahan, nyerikram, atau demam. Apabila setelah 48 jam tidak terjadi lagi
pengeluaran cairan amnion, tidak timbul nyeri atau perdarahan dan tidak ada
demam, ia dapat bangun dan melanjutkan aktivitas sehari-hari, kecuali segala
bentuk penetrasi vagina. Namun, apabila pengeluaran banyak cairan disertai
oleh perdarahan dan nyeri, atau bila timbul demam, abortus tidak dapat
dihindari dan uterus harus dikosongkan (Cunningham et al., 2006).
2.5.3 Abortus Inkomplet
Ditandai oleh pengeluaran sebagian hasil konsepsi dari kavum uterus dan
sebagian masih tersisa dalam kavum uterus. Apabila plasenta (seluruhnya atau
sebagian) tertahan di uterus, cepat atau lambat akan terjadi perdarahan yang
merupakan tanda abortus inkomplet. Pada abortus yang lebih lanjut, perdarahan
kadang-kadang sedemikian masif sehingga menyebabkan hipovolemia berat dan
timbul syok. Gejala lain diantaranya adalah (Cunningham et al., 2006):

Nyeri perut dan mulas-mulas.


Sudah ada jaringan atau fetus yang keluar.
Osteum uteri externum terbuka dan dapat diraba sisa-sisa jaringan dalam

kanalis servikalis atau kavum uteri.


Uterus yang berukuran lebih kecil dari usia kehamilan.

Abortus inkomplet sering berhubungan dengan aborsi yang tidak aman,


oleh karena itu periksa tanda-tanda komplikasi yang mungkin terjadi akibat
abortus provokatus seperti perforasi, dan tanda-tanda infeksi atau sepsis (Valley,
2011).
2.5.4 Abortus Komplet
Ditandai oleh pengeluaran seluruh hasil konsepsi sehingga tidak terdapat
perdarahan maupun nyeri, osteum uteri externum tertutup, dan corpus uteri
lebih kecil dari usia kehamilan. Terapi yang dapat diberikan adalah uterotonika.
Diagnosis dapat dipermudah apabila hasil konsepsi dapat diperiksa dan dapat
dinyatakan bahwa semuanya sudah keluar dengan lengkap (Cunningham et al.,
2006).
Berdasarkan klasifikasi lain, abortus dapat terbagi menjadi abortus
habitualis, Missed Abortion, Blighted Ovum, abortus infeksiosa dan abortus
septik.
2.5.5 Abortus Habitualis
Adalah abortus spontan yang berulang 3 kali. Penyebab biasanya
bersifat menetap, diantaranya adalah kelainan dari ovum atau spermatozoa
maupun kesalahan pada ibu seperti kesalahan korpus luteum, plasenta, kelainan
anatomis rahim, hipertensi, serviks inkompeten, atau rhesus antagonisme. Perlu
dilakukan pemeriksaan HSG (Histerosalfingografi), BMR dan kadar jodium darah,
maupun psiko analisis (Mochtar, 2006).

2.5.6 Missed Abortion


Diartikan sebagai retensi produk konsepsi yang telah meninggal di uterus
selama 8 minggu. Fetus yang meninggal ini bias keluar dengan sendirinya,
diresorbsi kembali, mongering dan menipis (fetus papyraceus), atau bias jadi
mola karnosa. Kehamilan awal berlangsung normal dengan amenorea, mual dan
muntah,

perubahan

payudara,

dan

pertumbuhan

uterus.

Setelah

janin

meninggal, mungkin terjadi perdarahan pervaginam dan mungkin juga tidak,


dilanjutkan dengan payudara kembali seperti semula, penurunan berat badan,
dan uterus makin mengecil. Apabila missed abortion berakhir secara spontan
maka proses ekpulsi sama seperti abortus lain. Apabila konseptus tertahan
beberapa minggu setelah kematiannya maka konseptus tersebut menjadi
kantung kisut yang mengandung janin yang mengalami maserasi. Terkadang hal

ini dapat mengakibatkan gangguan pembekuan darah yang serius, terutama


ketika janin meninggal setelah trimester ke-2 (Cunningham et al., 2006).
Pemakaian obat-obatan progestesaional poten pada kasus abortus iminens
dapat berperan timbulnuya missed abortion. Wanita dengan abortus iminens
yang mendapat terapi hormonal sebesar 73% tetap mengalami abortus, tetapi
rata-rata terjadi 20 hari kemudian. Pada mereka yang tidak mendapat terapi
hormon, 67% mengalami abortus dalam waktu rata-rata 5 hari (Cunningham et
al., 2006).
2.5.7 Blighted Ovum
Merupakan kondisi dimana janin tidak tumbuh dan berkembang. Hasil
konsepsi hanya berupa kantong amnion + plasenta. Kadang didapatkan
perdarahan dan kadang tidak. Penyebab yang mungkin terjadi adalah adanya
kelainan kromosom (Mochtar, 2006).
2.5.8 Abortus Infeksiosa dan Abortus Septik
Abortus infeksiosa adalah abortus yang disertai infeksi pada traktus
genitalia, sedangkan abortus septic adalah abortus infeksiosa yang disertai
penyebaran kuman atau toxin kuman secara sistemik sehingga menimbulkan
SIRS (Systemic Inflammatory Response Syndrome) maupun MOF (Multiple Organ
Failure). Tanda dari abortus infeksiosa adalah febris, takikardi, fluxus berbau,
uterus membesar, lembek, dan terdapat nyeri tekan, serta terdapat leukositosis.
Sedangkan tanda abortus septic adalah tanda abortus infeksiosa dengan kultur
kuman + dan didapatkan MOF (Mochtar, 2006).
2.6 Diagnosis Banding Abortus
2.6.1 Kehamilan Ektopik Terganggu
Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan hasil konsepsi berimplantasi
di luar endometrium rahim. Disebut sebagai Kehamilan Ektopik Terganggu bila
terjadi abortus atau pecah yang dapat membahayakan ibu hamil tersebut. Gejala
dari KET dikenal dengan trias KET, yaitu terlambat menstruasi, nyeri mendadak,
dan perdarahan hingga membuat pasien syok, sedangkan tandanya adalah
anemis, syok atau pre-syok, nyeri abdomen, terdapat tanda cairan bebas
intraabdominal, dan pada VT terdapat corpus uteri membesar, nyeri goyang
prosio, teraba massa pada adnexa, dan cavum douglasi menonjol (Mochtar,
2006).
2.6.2 Abortus Mola Hidatidosa

Perdarahan pada usia kehamilan < 20 minggu bisa juga disebabkan oleh
mola hidatidosa, yaitu vili chorionic yang tumbuh berganda berupa gelembunggelembung kecil yang mengandung banyak cairan sehingga menyerupai buah
anggur atau mata ikan. Kelainan ini merupakan neoplasma trofoblas yang jinak.
Gejalanya adalah terdapat tanda-tanda kehamilan muda yang wajar, perdarahan
yang sedikit atau banyak, tidak teratur, warna kecoklatan, disertai pembesaran
uterus yang tidak sesuai dengan usia kehamilan. Selain itu terdapat riwayat
keluar jaringan mola seperti buah anggur yang merupakan diagnosis pasti. Pada
pemeriksaan fisik tidak ditemukan balotemen ataupun bagian janin serta
gerakan janin. Tidak terdengar pula denyut jantung janin. Pada pemeriksaan HCG
didapatkan kadar HCG yang tinggi. Pada pemeriksaan dalam rahim terasa
lembek, tidak ada bagian janin, dan terdapat perdarahan dan jaringan dalam
kanalis servikalis dan vagina. Gambaran USG tampak bayangan Snow Storm dan
tidak terlihat janin (Mochtar, 2006).
2.7 Penatalaksanaan Abortus
2.7.1 Penilaian Awal
Untuk penanganan yang memadai, segera lakukan penilaian dari (Wibowo,
2002):

Keadaan umum pasien, perbaiki bila ada yang abnormal.


Tanda-tanda syok seperti pucat, berkeringat banyak, pingsan, tekanan

sistolik < 90 mmHg, nadi > 112 x/menit.


Bila syok disertai dengan massa lunak di adneksa, nyeri perut bawah,
adanya cairan bebas dalam cavum pelvis, pikirkan kemungkinan kehamilan

ektopik yang terganggu.


Tanda-tanda infeksi atau sepsis seperti demam tinggi, sekret berbau
pervaginam, nyeri perut bawah, dinding perut tegang, nyeri goyang portio,

dehidrasi, gelisah atau pingsan.


Tentukan melalui evaluasi medik apakah pasien dapat ditatalaksana pada
fasilitas kesehatan setempat atau dirujuk (setelah dilakukan stabilisasi).

2.7.2 Penanganan Spesifik Abortus Inkomplet (Wibowo, 2002)

Tentukan besar uterus (taksir usia gestasi), kenali dan atasi setiap komplikasi

(perdarahan hebat, syok, infeksi atau sepsis).


Hasil konsepsi yang terperangkap pada serviks yang disertai dengan
perdarahan hingga ukuran sedang, dapat dikeluarkan / kuretase secara
digital atau cunam ovum. Setelah itu evaluasi perdarahan :

Bila perdarahan berhenti, beri ergometrin 0,2 mg IM atau misoprostol

400 mg per oral untuk mempertahankan kontraksi otot uterus.


Bila perdarahan terus berlangsung, evakuasi sisa hasil konsepsi dengan
AVM atau D&K (pilihan tergantung dari usia gestasi, pembukaan serviks

dan keberadaan bagian-bagian janin).


Bila tidak ada tanda-tanda infeksi, beri antibiotik profilaksis (Amoxyciline 500

mg oral atau doksisiklin 100 mg tiap 8 jam selama 5 hari)


Bila terjadi infeksi, beri ampisilin 1 gr iv dan metronidazol 500 mg iv setiap 8

jam selama 3-5 hari. Kuret setelah 3-6 jam.


Bila terjadi perdarahan hebat dan usia gestasi dibawah 16 minggu, segera

lakukan evakuasi dengan AVM.


Bila pasien tampak anemik, berikan sulfas ferosus 600 mg perhari selama 2
minggu (anemia sedang) atau transfusi darah (anemia berat).

Pada beberapa kasus, abortus inkomplet erat kaitannya dengan abortus


tidak aman, oleh sebab itu perhatikan hal-hal berikut:

Pastikan tidak ada komplikasi berat seperti sepsis, perforasi uterus, atau
cidera intra abdomen (mual/muntah, nyeri punggung, demam, perut

kembung, nyeri perut bawah, dinding perut tegang, nyeri ulang lepas).
Bersihkan ramuan tradisional, jamu, bahan kaustik, kayu, atau benda-benda

lainnya dari region genitalia.


Berikan boster tetanus toksoid 0,5 ml bila tampak luka kotor pada dinding

vagina atau kanalis servikalis dan pasien pernah diimunisasi.


Bila riwayat pemberian imunisasi tidak jelas, berikan serum anti tetanus
(ATS) 1500 unit IM diikuti dengan pemberian tetanus toksoid 0,5 ml setelah 4
minggu.

Konseling untuk kontrasepsi pascakeguguran dan pemantauan lanjut.

2.8 Komplikasi Abortus


Komplikasi yang dapat terjadi diantaranya adalah perdarahan, perforasi
uterus, infeksi dan tetanus, syok, gagal ginjal akut, chorio carcinoma, maupun
mola hidatidosa. Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisasisa hasil konsepsi dan jika perlu pemberian transfuse darah. Kematian karena
perdarahan dapat terjadi apabila pertolongan tidak diberikan pada waktunya
(Mochtar, 2006; Wibowo, 2002).

Perforasi uterus dapat terjadi terutama pada saat dilatasi dan kuretase
dengan posisi uterus hiperretrofleksi. Jika terjadi peristiwa ini, penderita perlu
diobservasi dengan teliti. Jika ada tanda bahaya, perlu segera dilakukan
laparotomi dan tergantung dari luas dan bentuk perforasi, penjahitan luka
perforasi, atau perlu histerektomi. Perforasi uterus pada abortus yang dilakukan
oleh tenaga tidak ahli menimbulkan persoalan gawat karena perlukaan uterus
biasanya luas, mungkin pula terjadi perlukaan pada kandung kemih dan usus.
Dengan adanya dugaan atau kepastian terjadinya perforasi, laparotomi harus
segera

dilakukan

untuk

menentukan

luasnya

cedera,

untuk

selanjutnya

mengambil tindakan-tindakan seperlunya guna mengatasi komplikasi. Syok yang


terjadi pada abortus dapat berupa syok hipovolemik akibat perdarahan maupun
syok septik akibat infeksi (Wibowo, 2002).

2.9 Prognosis Abortus


Prognosis keberhasilan kehamilan tergantung dari etiologi aborsi spontan
sebelumnya (Valley, 2011).
Perbaikan endokrin yang abnormal pada wanita dengan abotus yang rekuren

mempunyai prognosis yang baik sekitar >90 %


Pada wanita keguguran dengan etiologi yang tidak diketahui, kemungkinan

keberhasilan kehamilan sekitar 40-80 %


Sekitar 77 % angka kelahiran hidup setelah pemeriksaan aktivitas jantung
janin pada kehamilan 5 sampai 6 minggu pada wanita dengan 2 atau lebih
aborsi spontan yang tidak jelas.

Vous aimerez peut-être aussi