Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
ABSTRACT
The title of this article is improving mathematical reasoning ability of Islamic Junior High
School Students through Problem Based Learning. The purpose of this study was to
A. Latar Belakang
Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, manusia
dituntut memiliki kemampuan berpikir kritis, sistematis, logis, kreatif, bernalar, dan
bekerjasama secara efektif sehingga dapat berkembang maju di masa globalisasi ini.
Berdasarkan
kemampuan-kemampuan
yang
dimiliki
tersebut,
manusia
dapat
(representation). Keterampilan-
skor 386 yang berarti pada level rendah. Soal-soal yang dikembangkan oleh TIMSS
mencakup empat ranah kognitif yakni pengetahuan tentang fakta dan prosedur,
penerapan konsep, penyelesaian masalah rutin dan penalaran. Soal pada ranah
penalaran
mencakup
kemampuan
menemukan
konjektur,
analisis,
evaluasi,
generalisasi, koneksi, sintesis, pemecahan masalah yang tidak rutin, dan justifikasi atau
pembuktian.
Berdasarkan uraian di atas, maka kemampuan penalaran matematis siswa perlu
ditingkatkan. Dalam meningkatkan kemampuan penalaran matematis, guru dituntut
agar memilih suatu model pembelajaran yang dapat memotivasi siswa untuk terlibat
secara aktif dalam pengalaman belajarnya, baik dalam membangun konsep,
mengemukakan ide atau gagasan mereka. Menurut Rusman (2010) salah satu alternatif
model pembelajaran yang memungkinkan dikembangkannya keterampilan berpikir
siswa (penalaran, komunikasi, dan koneksi) dalam memecahkan masalah adalah
Pembelajaran Berbasis Masalah (disingkat PBM).
Selain dari aspek kognitif dan afektif, aspek Pengetahuan Awal Matematis
(PAM) siswa juga dijadikan sebagai fokus dalam penelitian ini. Hal ini terkait dengan
perolehan pengetahuan baru yang sangat ditentukan oleh pengetahuan awal (prior
knowledge) siswa. Apabila pengetahuan awal siswa baik maka akan berakibat pada
perolehan pengetahuan yang baik pula, sesuai dengan teori konstruktivisme yang
berpandangan bahwa belajar merupakan kegiatan membangun pengetahuan yang
dilakukan sendiri oleh siswa berdasarkan pengalaman atau pengetahuan yang dimiliki
sebelumnya (Pamungkas, 2012). Selain itu tujuan dari mengkaji Pengetahuan Awal
Matematis (PAM) siswa yakni untuk melihat apakah implementasi pendekatan
pembelajaran yang digunakan dapat merata di semua kategori PAM atau kategori PAM
tertentu saja. Jika merata di semua PAM, maka penelitian ini dapat digeneralisasi
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, penelitian ini
bertujuan untuk mengkaji: (1) Peningkatan kemampuan penalaran matematis antara
siswa yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah dengan siswa yang
memperoleh pembelajaran konvensional; (2) Perbedaan peningkatan kemampuan
penalaran matematis antara siswa yang memiliki pengetahuan awal matematika tinggi,
sedang dan rendah setelah memperoleh pembelajaran berbasis masalah; (3) Interaksi
antara pembelajaran (pembelajaran berbasis masalah dan pembelajaran konvensional)
dengan
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini dilihat dari proses penelitian yang akan dilaksanakan
dan hasil penelitian yang diharapkan.
1 Proses Penelitian
Siswa dapat berlatih menyelesaikan soal-soal kemampuan penalaran matematis.
2 Hasil Penelitian
Manfaat berdasarkan hasil penelitian ini dibagi menjadi 2 (dua) yaitu manfaat
praktis dan manfaat teoritis.
a
Manfaat Praktis
1
Bagi siswa.
Melalui hasil penelitian ini siswa mampu mengembangkan kemampuan
penalaran matematis untuk meningkatkan prestasi belajar matematika atau
mata pelajaran lainnya.
Bagi guru.
Penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan dalam rangka pemilihan model
pembelajaran yang cocok untuk mengembangkan kemampuan penalaran
matematis siswa dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran.
Bagi peneliti.
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai landasan berpijak di ruang lingkup
yang lebih luas, serta membuka wawasan penelitian bagi para ahli
pendidikan matematika untuk mengembangkannya.
Dunia pendidikan.
Penelitian ini memberikan sumbangan pemikiran pembelajaran khususnya
bagi guru-guru yang mengajarkan mata pelajaran matematika dalam rangka
meningkatkan kualitas pendidikan.
Manfaat teoritis
Secara umum penelitian ini memberikan sumbangan kepada dunia pendidikan
untuk dapat mengembangkan kemampuan penalaran matematis siswa. Serta
memberikan gambaran yang jelas pada guru tentang model pembelajaran
meliputi enam kemampuan, yaitu : (1) Menarik kesimpulan logik ; (2) Memberikan
penjelasan dengan menggunakan model, fakta, sifat, hubungan atau pola; (3)
Memperkirakan jawaban dan proses solusi; (4) Menggunakan pola dan hubungan untuk
menganalisis situasi,atau membuat analogi, generalisasi, dan menyusun konjektur; (5)
Mengikuti aturan inferensi, memeriksa validitas argumen, membuktikan dan menyusun
argumen yang valid; dan (6) menyusun pembuktian langsung, pembuktian tak
langsung, dan pembuktian dengan induksi matematik.
2
Perilaku Guru
Guru membahas tujuan pembelajaran, mendeskripsikan
terhadap masalah.
Fase 2 : Mengorganisasikan
Fase 3 : Membantu
dengan permasalahannya.
Guru mendorong siswa untuk memperoleh informasi
kelompok.
Fase 4 : Mengembangkan
dan mempresentasikan
mengevaluasi proses
pemecahan masalah.
F. Metode Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian kuasi eksperimen dengan disain penelitian yaitu
disain kelompok kontrol non-ekivalen. Pada disain ini subyek tidak dikelompokkan
secara acak. Ilustrasi dari disain ini adalah sebagai berikut:
O
O
O
O
(Ruseffendi, 1998:47)
Keterangan:
O : Pemberian tes awal (pretest) dan tes akhir (posttes) tentang kemampuan
penalaran dan komunikasi matematis
X : Pembelajaran Berbasis Masalah
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII salah satu MTs
Negeri di Kabupaten Subang sebanyak 295 orang yang terbagi ke dalam 7 kelas dan
dibentuk secara acak oleh sekolah. Selanjutnya dipilih dua kelas yang setiap kelasnya
memiliki karakteristik yang sama, untuk dijadikan sampel penelitian. Pengambilan
sampel pada penelitian ini dilakukan dengan teknik purposive sampling. Dari dua kelas
tersebut dipilih satu kelas digunakan sebagai kelas eksperimen dan satu kelas lagi
digunakan sebagai kelas kontrol.
Dalam penelitian ini siswa-siswa dalam kelas eksperimen maupun kelas kontrol
dikelompokkan berdasarkan pengetahuan awal matematisnya menjadi tiga level, yaitu
kelompok tinggi, sedang, dan rendah. Pengelompokkan tersebut berdasarkan rata-rata
nilai ulangan harian dan nilai UAS semester ganjil. Kriteria penetapan kelompok
tersebut didasarkan pada rata-rata (
total dari seluruh siswa, seperti terlihat pada Tabel 2 di halaman selanjutnya.
Tabel 2
Level PAM Siswa
Rentang
PAM >
Tinggi
- SB
PAM
Sedang
+ SB
PAM <
Rendah
- SB
Eksperime
n
13
18
11
42
Kontrol
14
18
10
42
G. Instrumen Penelitian
Instrumen yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah instrumen tes, yang
berupa tes awal (pretes) dan tes akhir (postes) untuk mengukur kemampuan penalaran
matematis siswa. Instrumen tes ini berbentuk uraian, tujuannya untuk melihat proses
pengerjaan yang dilakukan siswa sehingga dapat diketahui sejauh mana kemampuan
penalaran matematis siswa. Dalam penyusunan tes kemampuan ini, diawali dengan
penyusunan kisi-kisi yang mencakup kompetensi dasar, indikator, aspek yang diukur
beserta skor penilaiannya dan nomor butir soal. Setelah membuat kisi-kisi soal,
dilanjutkan dengan menyusun soal beserta kunci jawabannya dan aturan pemberian
skor untuk masing-masing butir soal.
Pedoman pemberian skor untuk mengukur kemampuan penalaran matematis
berpedoman pada Holistic Scoring Rubrics yang dikemukakan oleh Cai, Lane, dan
Jacabcsin (1996), seperti terlihat pada Tabel 4 di halaman selanjutnya.
Tabel 4
Pedoman Pemberian Skor Kemampuan Penalaran
Sko
Kriteria
r
0
1
kesimpulan salah
Dapat menjawab hanya sebagian aspek pertanyaan tentang penalaran dan dijawab
2
dengan benar
Dapat menjawab hampir semua aspek pertanyaan tentang penalaran dan dijawab
3
dengan benar
Dapat menjawab semua aspek pertanyaan tentang penalaran matematik dan
4
dijawab dengan benar dan jelas atau lengkap
Sebelum diberikan kepada siswa, soal diperiksa validitas isi dan muka.
Pemeriksaaan validitas muka dan validitas isi ini dikonsultasikan kepada dosen
pembimbing sebagai validator ahli. Setelah validasi ahli dilaksanakan dan diperoleh
saran dari ahli mengenai isi dan desain instrumen tes, hasil validasi tersebut dijadikan
dasar untuk merevisi intrumen tes. Selanjutnya soal diujicobakan kepada siswa di luar
sampel penelitian yaitu siswa kelas 8, yang telah menerima materi yang akan diteliti,
yaitu segitiga dan segiempat.
100< S 1>
< S f > <S 1 >
Normalized Gain=
Keterangan:
S f = Skor post-tes
S 1 = Skor pre-tes
Hasil perhitungan N-gain kemudian di interpretasikan dengan menggunakan
klasifikasi N-gain ternormalisasi (Hake, 1999) seperti pada Tabel 5.
Tabel 5
Klasifikasi Gain Ternormalisasi
Besarnya N-Gain <g>
<g> 0,70
0,30 (<g>) < 0,70
<g> < 0,30
Klasifikasi
Tinggi
Sedang
Rendah
meningkatkan daya ingat dan menyediakan dasar yang bermakna dari proses konstruksi
pengetahuan.
2
sehingga kurangnya waktu bahkan tidak adanya waktu bagi guru dan siswa untuk
membahas soal evaluasi konsep dan materi yang diperoleh pada saat diskusi dan
pembelajaran. Guru hanya memberikan soal untuk evaluasi sebagai pekerjaan rumah,
dan dikoreksi secara langsung oleh guru tanpa ada pembahasan di kelas pada
pertemuan berikutnya. Selain itu waktu yang tersedia juga terpakai untuk membentuk
kelas menjadi beberapa kelompok, sehingga waktu untuk siswa melatih soal-soal
penyelesaian masalah tidak banyak. Dengan kata lain, perlu proses yang panjang dan
pemahaman guru yang terpadu dan hal ini tidak diperoleh secara instan. Hal ini
merupakan salah satu penyebab siswa kelompok sedang dan rendah peningkatannya di
bawah siswa kelompok tinggi. Karena bagi siswa kelompok tinggi, jika yang diperoleh
di sekolah belum mencukupi, maka mereka mampu menambahkannya dengan belajar
secara mandiri.
Jika dibandingkan dengan kelas kontrol, dilihat dari hasil peningkatan
kelompok sedang, rata-rata peningkatan siswa kelompok sedang di kelas kontrol
berbeda dengan siswa kelompok tinggi dan rendah. Bahkan kelompok sedang di kelas
kontrol sama pencapaian peningkatannya dengan siswa kelompok sedang di kelas
eksperimen, yaitu 0,42. Sedangkan kelompok tinggi dan rendah di kelas kontrol
pencapaian peningkatannya di bawah siswa kelompok tinggi dan rendah di kelas
eksperimen. Hal ini disebabkan pada kelas kontrol adanya penyelesaian masalah
matematis dan latihan menyelesaikan soal juga menjadi pemicu rendahnya peningkatan
kemampuan siswa, karena mereka cenderung meniru jawaban atau prosedur yang
diberikan oleh guru sehingga ketika diberikan soal yang bukan seperti dicontohkan
mereka mengalami kesulitan dalam menyelesaikannya.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan
peningkatan kemampuan penalaran matematis antara siswa yang memiliki pengetahuan
awal matematika tinggi, sedang, dan rendah setelah memperoleh pembelajaran berbasis
masalah.
3
df
Sig.
Square
22.03
Pembelajaran
1
.595
PAM
Pembelajaran * PAM
.000
0
16.74
.452
.162
.000
7
6.001 .004
terhadap peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa, atau paling sedikit ada
satu level PAM yang berinteraksi dengan pembelajaran dalam meningkatkan
kemampuan penalaran matematis siswa. Untuk mengetahui pembelajaran mana yang
berinteraksi dengan level PAM dilanjutkan dengan uji Pasca ANOVA untuk masingmasing pasangan level PAM. Hasil uji Pasca ANOVA tersebut disajikan pada Tabel 7 di
halaman selanjutnya.
Tabel 7
Data Hasil Perbandingan Selisih Kemampuan Penalaran Matematis antar
Pembelajaran Pada level PAM
Pembelajaran
PBM ><
Konvensional
Level PAM
Perbedaan
Rerata
Kesimpulan
.2178*
H0 Ditolak
.2448*
H0 Ditolak
.0270
H0 Diterima
penalaran matematis siswa. Secara grafik, interaksi antara pembelajaran dengan level
PAM terhadap peningkatan kemampuan penalaran matematis diperlihatkan pada
Gambar 1 di halaman selanjutnya.
Gambar 1
bahwa pengaruh interaksinya sangat kecil. Begitu pula jika dilihat dari hasil yang
ditunjukkan pada Gambar 1 pada uji interaksi, terlihat bahwa pembelajaran berbasis
masalah cocok untuk kelompok tinggi, namun lebih cocok untuk kelompok rendah. Hal
ini dimungkinkan terjadi, karena pada saat diskusi kelompok, siswa kelompok rendah
lebih sering dibantu oleh guru maupun temannya dari kelompok tinggi. Sehingga siswa
kelompok rendah dapat meningkatkan pemahamannya terutama tentang permasalahan
dalam matematika. Seperti halnya pendapat Vygotsky (Dahlan, 2011), melalui proses
interaksi sosial dengan teman-temannya yang lebih mampu siswa dapat maju ke tahap
perkembangan
potensial.
Artinya,
siswa
dapat
memacu
dan
meningkatkan
Hake,
Tersedia:
Matlin, M.W. (1994). Cognition, Third Edition. Geneseo : State University of New
York.
NCTM [National Council of Teachers of Mathematics] (2000). Principles and
Standards for School Mathematics. Reston, Virginia : NCTM.
Pamungkas, A. S. (2012). Pembelajaran Eksplorasi untuk Mengembangkan
Kemampuan Berpikir Logis dan Self Concept Matematis Siswa Sekolah
Menengah Pertama. Tesis SPS UPI : Tidak diterbitkan.
Ruseffendi, E.T. (1998). Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-Eksakta
Lainnya. Semarang : IKIP Semarang Press.
Rusman (2010). Model-Model Pembelajaran : Mengembangkan Profesionalisme Guru.
Bandung : Mulia Mandiri Pers.
Sumarmo, U. (2013). Kumpulan Makalah : Berpikir dan Disposisi Matematik serta
Pembelajarannya. Bandung : Universitas Pendidikan Indonesia.