Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
OLEH:
KELOMPOK 4 / AJ1
NI NYOMAN MUNI
131411123043
KATHLEEN ELVINA H
131411123046
TRIYANA PUSPA DEWI
131411123047
TITIS EKA A
131411123049
INAS HUSNUN H
131411123051
ACHMAD ALI BASRI
131411123053
INDRIANI KENCANA W131411123055
BAB 1
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
Koma miksedema merupakan salah satu penyakit kedaruratan pada
kelenjar tiroid yang membahayakan jiwa akibat hipotiroidisme ekstrim.
Hipotiroidisme adalah gangguan umum disertai gambaran klinis yang luas,
pasien dapat asimptomatik atau dapat mengalami sakit berat disertai koma
miksedema. Hipotiroidisme sering terjadi pada wanita dan insidennya
meningkat sesuai bertambahnya usia. Sekitar 10% sampai 15% pasien lansia
mengalami peningkatan TSH akibat hipotiroidisme dan penapisan rutin
kelompok berisiko tinggi sering dilakukan pada lingkungan keperawatan
primer (Morton, 2011).
Koma miksedema biasanya dijumpai pada lansia yang mengalami
hipotiroidisme dan tidak mendapat pengobatan yang adekuat. Koma
miksedema lebih sering terjadi pada wanita lansia yang mengalami tiroiditis
otoimun. Koma miksedema juga dapat terjadi setelah penyakit akut tiroiditis
otoimun pada wanita lansia. Pajanan yang lama terhadap cuaca dingin pada
individu lansia dapat menimbulkan gangguan ini (Corwin, 2009).
Menurut data insiden pada umumnya koma miksedema mengenai
individu berusia 30-50 tahun. Hipotiroidisme sering terjadi pada wanita yang
memiliki jumlah prevelensi 1-2% dan meningkat dengan usia (10% dewasa >
65 tahun). Koma miksedema merupakan hipotiroidisme paling serius dan
sering di picu oleh penyakit lain. Koma miksedema juga dapat meningkatkan
mortalitas 100 % jika tidak diobati (Smeltzer, 2002). Angka kematian dapat
diturunkan hingga kurang dari 20% dengan tirotoksikosis yang terkendali dan
penanganan dini krisis tiroid.
Koma miksedema menggambarkan stadium hipotiroidisme yang paling
ekstrim dan berat, di mana pasien mengalami hipotermia dan tidak sadarkan
diri. Pasien dapat mengalami gejala depresi respiratorik sehingga timbul
hipoventilasi alveolar, retensi CO2 progresif, keadaan narcosis dan koma,
disertai dengan kolaps kardiovaskuler dan syok. Pasien dengan koma
miksedema memerlukan terapi yang agresif dan intensif. Namun, terapi yang
intensif sekalipun dapat menyebabkan kematian dengan angka mortalitas
yang masih tetap tinggi (Brunner & Suddarth. 2002).
Buruknya kondisi pasien dengan koma miksedema bila tidak ditangani
lebih awal dapat berakibat fatal karena dalam keadaan ini dijumpai
dekompensasi satu atau lebih sistem organ. Berdasarkan data-data tersebut,
koma miksedema menyebabkan mortalitas yang sangat tinggi, kecurigaan
dengan diagnosis yang dini dan penanganan yang adekuat prognosis biasanya
akan lebih baik. Oleh karena itu diperlukan perawatan yang intensif dan
pengawasan terus menerus dan juga yang terpenting adalah pemahaman yang
tepat
tentang
kasus
tersebut
terutama
mengenai
diagnosis
dan
Tujuan
1.2.1 Tujuan umum
Setelah pembelajaran materi ini, mahasiswa diharapkan mampu memberikan
asuhan
keperawatan
pada
pasien
dengan
koma
miksedema
secara
komprehensif.
1.2.2 Tujuan Khusus
1) Menjelaskan anatomi dan fisiologi kelenjar tiroid
2) Menjelaskan hormon yang terdapat pada kelenjar tiroid
3) Menjelaskan definisi koma miksedema
4) Menjelaskan etiologi koma miksedema
5) Menjelaskan WOC pada koma miksedema
6) Menjelaskan penatalaksanaan koma miksedema.
a. Pemeriksaan penunjang
b. Medis
7) Menjelaskan asuhan keperawatan pada klien dengan koma miksedema
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
yang disatukan oleh jaringan ikat. Sel itu mengeluarkan sekret cairan yang
bersifat lekat yaitu koloida tiroid, yang mengandung zat snyawa yodium; zat
aktif yang utama dari senyawa yodium ini adalah hormon tiroksin. Sekret ini
mengisi vesikel dan dari sini berjalan ke aliran darah darah, baik langsung
ataupun melalui saluran limfe (Pearce, 2008).
Hormon tiroid (thyroid hormon, TH) adalah hormon amina yang di sintesis
dan dilepaskan dari kelenjar tiroid. Hormon ini dibentuk ketika satu atau dua
molekul iodin disatukan dengan glikoprotein besar disebut tiroglobulin, yang
disintesis di kelenjar tiroid dan mengandung asam amini tirosin. Kompleks
yang mengandung iodin disebut iodotirosin. Dua iodotirosin kemudian
menyatu untuk membentuk dua jenis TH yang bersirkulasi disebut T 3 dan T4.
T3 dan T4 berbeda dalam jumlah total molekul iodin yang dikandungnya.
Sebagian besar (90%) HT yang dilepaskan ke dalam aliran darah adalah T 4
tetapi T3 secara fisiologis lebih poten (Corwin,2009).
2.1.2 Fisiologi
Sekresi tiroid diatur oleh sebuah hormon dari lobus anterior kelenjar
hipofisis, yaitu oleh hormon tirotropik. Fungsi kelejar tiroid sangat erat
bertalian dnegan kegiatan metabolik dalam hal pengaturan susunan kimia
dalam
jaringan;
bekerja
sebagairangsang
proses
oksidasi,
mengatur
sadarkan diri. Sedangkan jika hipertiroid tidak segera ditangani, maka akan
dapat mengakibatkan krisis tiroid berupa hipertiroid berat yang biasanya
terjadi dengan awitan mendadak dan ditandai dengan hiperpireksia, takikardia
yang ekstrim serta perubahan status mental yang sering terlihat sebagai
delirium (Smeltzer& Susanne, 2002).
2.2 Pengertian
Koma miksedema adalah kedaruratan yang membahayakan jiwa akibat
hipotiroidisme ekstrem yang jarang terjadi. Koma miksedema biasanya terjadi
pada pasien lansia selama musim dingin setelah faktor pencetus seperti stress,
peajanan terhadap suhu dingin yang ektrem, atau trauma. Selain koma,
komplikasi koma miksedemaadalah efusi perikardium dan pleura, megakolon
disetai ileus paralitik, dankejang. Kematian dapat terjadi jika hipoksia dan
hipokapnea berat tidak terobati (Hudak, 2012).
Miksedema adalah keadaan lebih lanjut yang diakibatkan oleh karena
kadar hormon tiroid dalam darah berkurang. Karena kurang aktifnya kelenjar
tiroid dalam menghasilkan hormon tiroid atau hormon tiroid yang dihasilkan
terlalu sedikit (Hipotiroidisme). Miksedema merupakan bentuk hipotiroid
terberat, pasien menjadi letargi dan bisa berlanjut pada keadaan stupor atau
Koma Miksedema (John A. Boswick, 1988).
Koma Miksedema adalah keadaan yang mengancam nyawa yang ditandai
oleh eksaserbasi (perburukan) semua gejala hipotiroidisme termasuk
hipotermia tanpa menggigil, hipotensi, hipoglikemia, hipoventilasi, dan
penurunan kesadaran yang menyebabkan koma (Corwin, 2009).
2.3 Etiologi
Koma tercetus pada pasien hipotiroid kronis karena terpajan dingin,
infeksi, hipoglikemia, agen depresan pernafasan, reaksi alergi, atau stres
metabolik lainnya.(Graber,dkk.2006)
Koma miksedema lebih sering terjadi pada wanita lansia yang
mengalami tiroiditis otoimun, pajanan yang lama terhadap cuaca dingin pada
individu lansia dapat juga menimbulkan gangguan tersebut(Corwin,2009).
Faktor predisposisi menurut Hudak (2012) :
a. Usia
b. Stress
c. Pajanan terhadap suhu dingin yang ektrem
d. Trauma
2.4 Patofisiologi
Pada hipotiroidisme terjadi penurunan metabolism basal dan pasien
mudah merasa kedinginan. Penggunaan oksigen, ventilasi, dan eritropoiesis
akan berkurang. Berkurangnya lipolisis mendorong peningkatan berat badan
dan hiperlipidemia sedangkan berkurangnya pemecahan kolesterol menjadi
asam empedu dengan segera menyebabkan hiperkolesterolemia sehingga
memudahkan
terjadinya
aterosklerosis.
Gangguan
glikogenolisis
dan
otonom
akan
berkurang
pada
hipotiroidisme.
Eksitabilitas
tulang
menjadi
terlambat
pada
anak-anak.
Retardasi
2.7 Penatalaksanaan
Komplikasi hipertiroidisme yang paling serius adalah perkembangan
penyakit menjadi koma miksedema dan kematian, jika hipotiroidisme
tidakdiobati. Pendekatan multisistem harus digunakan dalam perawatan
kedaruratan dalam kondisi ini. Ventilasi mekanik digunakan mengendalikan
hipoventilasi, hiperkapnea, dan henti nafas. Pemberian salin normal hipertonik
dan glukosa secara intravena mengoreksi keadaan hiponatremia dan
hipoglikemia. Pemberian cairan disertai terapi vasopressor dapat diperlukan
untuk mengoreksi hipotensi. Terapi farmakologis meliputi pemberian hormon
tiroid dan kortikosteroid. Terdapat banyak pendekatan untuk aspek
penatalaksanaan medis ini. Terapi obat awal meliputi 300 500 g T4 secara
intravena
untuk
menjenuhkan
sema
protein
yang
berikatan
dan
awal
komplikasi.
Seiring
penyembuhan
pasien,
fokus
dan
agen
vasopresor,
untuk
memperbaiki
stabililitas
hemodinamik.
e. 500 mikrogram tiroksin (T4) IV yang diikuti dengan tiroksin oral 0,1 mg
setiap hari. T4 IV dapat digantikan dengan 40 mikrogram T3 IV jika
tersedia.
f. Hiponatremia dan hipoglikemia sering terjadi dan harus diobati dengan
benar.
g. Hipotermia atau kehilangan panas harus dihindari.
Nilai T3 dan T4
2.8 WOC
Pasien hipotiroid kronis akibat terpajan
suhu dingin, infeksi, agen depresan
pernafasan, reaksi alergi, tiroiditis otoimun,
trauma, usia, gagal minum obat
Hipotiroidisme
T3 normal
: 80-160 g/dl
T4 normal
: 4-11 g/dl
T3
T4
Koma Miksedema
Kekurangan asupan yodium
Defisiensi Iodin (-)
Ginjal
Defisiensi T3 dan T4
Jantung
Tulang
Penurunan hormon
aldosteron
Penurunan respon
ventilatorik
Hormon calsitonin
MK : Kelebihan
volume cairan
Penurunan
kontraktilitas
atrium
aritmia
Osteoporosis
otot jantung
Sistem pernafasan
MK : Resiko
Cidera
Mipopati otot
saluran nafas
Kelemahan
diafragma
Hipoventilasi
alveolus kronik
HR
MK : Kelemahan
MK :
Gangguan
Laju
metabolisme
basal
produksi panas
stimulasi Na+, K+ ,
ATPase dalam
semua jaringan
MK :
Hipotermia
Gastrointestinal
Motilitas usus
MK :
c. B3 (Brain)
Terdapat
tanda
gejala
akibat
penurunan
metabolism
yang
4) Intervensi Keperawatan
NO
1
DIAGNOSA KEPERAWATAN
KRITERIA HASIL
Hipotermia berhubungan
(NOC)
Setelah dilakukan tindakan
IN
1.
2.
3.
4.
Pengkajian
Catat nilai das
Lakukan pema
Kaji gejala hip
Kaji kondisi m
menyebabkan
5. Regulasi suhu
- Pasang ala
- Pantau suh
Penyuluhan u
1.
-
Ajarkan ke
pasien lan
mencegah
-
suhu dingi
Ajarkan in
tindakan k
jika perlu
2. Anjurkan kli
pakaian yang
memungkink
ruangan, bah
perlu
Kolaboratif
1. Untuk hipote
2
berhubungan dengan
PaO2 80-100 mm Hg
pH 7,35-7,45
dan hiperkapnea
Saturasi O2 95 %
teknik meng
Pemantauan
a. Pantau saturas
dengan oksim
aktivitas pasie
berpengaruh b
b. Pantau EKG s
mengetahui ad
mungkin berh
hipoksemia at
asam-basa.
Pengkajian P
biasanya diint
dipasang vent
b. Kaji pasien un
perkembangan
Pengkajian D
Tinjau GDA s
oksigenasi dan
Penatalaksan
a. Berikan oksig
(untuk penata
ventilasi)
b. Berikan levoti
diresepkan
c. Ubah posisi p
oksigenasi dan
Evaluasi respo
perubahan pos
guna menentu
oksigenasi.
d. Jika pasien sta
berikan higini
komplikasi
e. Hindari pemb
obat tersebut d
lambat oleh pa
Pemantauan P
a. Pantau EK
1 ml/kg/jam
Denyut nadi perifer dapat dipalpasi
SAP 15-30 mm Hg
DAP 5-15 mm Hg
IJ 2,5-4 L/menit/m2
berpengaruh
mengetahui
bradikardia
Internal QT
dengan tor
perubahan
menunjukka
miokardium
permulaan te
b. Pantau tekan
(jika
dapa
Dapatkan h
PAWP
unt
jantung dan
terapi. Panta
berpengaruh
dan perfusi g
c. Pantau stat
haluaran uri
keseimbanga
bandingkan
perubahan y
menunjukka
Pengkajian Pa
a. Kaji status k
denyut nad
kapiler. Obs
tekanan vena
paradoksus,
efusi peric
jantung, fre
napas untuk
gagal
jant
takikardia da
terapi pengg
b. Kaji
pasi
perkembang
Pengkajian Di
Tinjau pemerik
TSH harus
jam terapi d
hari terapi.
Penatalaksana
a. Berikan cair
untuk memp
Hg,
pantau
mengetahui
perkembang
b. Agens vasop
hipotensi ref
volume cai
tiroid tidak
bekerja. Pan
4
Risiko
cedera
dengan
kesadaran
berhubungan
perubahan
dan
tingkat
kekurangan
Kriteria Hasil
Pasien sadar dan berorientasi
Tidak ada kejang
Pasien tidak akan mencederai diri
sendiri
Asupan seimbang dengan haluaran
Natrium serum 135-145 mEq/L
Osmolalitas serum 275-295
mOsm/L
Berat jenis urine 1,010-1,030
untuk menge
Pemantau
a. Pantau s
asupan d
tentukan
8 jam. Ba
perubahan
menunjuk
cairan. K
edema mu
b. Pantau t
menggun
Penuruna
mungkin
intoksikas
Pengkajian P
a. Kaji ada
keletihan,
b. Kaji statu
pada pah
observasi
adanya ra
c. Kaji
p
mengetah
kaji buny
perkemba
jantung)
d. Kaji pa
perkemba
Pengkajian D
Tinjau natrium
dan berat
dapat men
Penatalaksan
a. Jika kada
isotonic d
dibatasi.
b. Berikan
cermat.
tentang re
c. Lakukan
kejang
d. Hidrokort
setiap 6-8
fungsi adr
e. Pertahank
Orientasik
kebingun
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
Kasus semu:
Ny. K usia 55 tahun, BB 48 kg, TB 160 cm, klien datang diantar oleh keluarga ke
RSUD dr. Sutomo dalam kondisi letargi. Sebelumnya klien mengeluh kedinginan
dan menggigil walaupun udara di lingkungan panas. Riwayat penyakit: dua tahun
yang lalu pasien pernah melakukan pengobatan hypotiroid, nafsu makan klien
menurun, rambut rontok, dan sering sesak nafas, klien juga sering merasakan dada
sering berdebar-debar meski tidak melakukan aktivitas berat. Dalam 2 bulan ini
berat badannya sudah menurun drastis dari 65kg menjadi 48kg, nafsu makan tetap
menurun, sesak nafas,pembengkakkan atau edema kulit di bawah mata dan pada
pergelangan kaki .
Hasil pemeriksaan fisik jantungnya membesar, nadi <60 x/menit, matanya
exofthalmus, suhu 30,5c, RR 14 x/menit, TD 150/90 x/menit, urin < 500cc/hari.
Klien terdapat penurunan refleks otot, kulit kering dan bersisik, rambut
kepala tipis dan rapuh, , kuku menebal, rambut rontok, edema kulit
terutama dibawah mata dan pergelangan kaki
2. Analisa data
N
O
1
DATA
DS:
Klien mengatakan
kedinginan walau
suhu lingkungan
panas
DO:
Klien tampak
menggigil
Suhu : 30,5o C, TD
150/90 x/menit,nadi
<60 x/menit
DS :
Keluarga klien
mengatakan
klienlemas, dada
berdebar saat
beraktivitas
DO:
Klien tampak letargi,
terdapat kardiomegali,
RR 14x/m, TD 150/90
x/menit,nadi <60
x/menit, suhu 30,5C,
pemeriksaan
laboratorium TSH
<0,004IU/ml, FT4
20g/dl, FT3 15pg/dl
ETIOLOGI
PROBLEM
Penurunan hormon
tiroid
Hipotermia
Sebasea kulit
menjadi kering
Produksi panas
menurun
Terpajan suhu
dingin
Hipotermia
Penurunan hormon
tiroid
Penurunan
rangsangan jantung
Penurunan
kontraktilitas
Penurunan volume
sekuncup
Penurunan curah
jantung
Penurunan curah
jantung
3. Diagnosa keperawatan
a. Hipotermia berhubungan dengan terpajan lingkungan yang dingin atau
kedinginan (dalam waktu lama)
b. Penurunan curah jantung berhubungan dengan bradikardia dan penurunan
isi sekuncup (IS)
4. Intervensi keperawatan
NO
1
DIAGNOSA
KRITERIA HASIL
KEPERAWATAN
Hipotermia
(NOC)
Setelah dilakukan
berhubungan dengan
tindakan
terpajan lingkungan
keperawatan selama
kedinginan (dalam
klien mampu:
waktu lama)
Menunjukkan
termoregulasi, yang
dibuktikan oleh
indikator:
-
Peningkatan
suhu kulit
Suhu mulai
normal 36,50C
Tidak
menggigil
INTERVENSI
(NIC)
Pengkajian
1. Catat nilai dasar tandatanda vital
2. Lakukan pemantauan
jantung pada pasien
3. Kaji gejala hipotermia
4. Kaji kondisi medis yang
dapat menyebabkan
hipotermia
5. Regulasi suhu.
- Pasang alat pantau
-
Penyuluhan untuk
pasien/keluarga
1. Regulasi suhu
- Ajarkan kepada
pasien, khususnya
pasien lanjut,
tindakan untuk
mencegah
hipotermia akibat
-
perlu
3. Anjurkan klien untuk
mengenakan pakaian
yang hangat jika tidak
memungkinkan untuk
menaikkan suhu
ruangan, bahkan
gunakan jaket, topi
bila perlu
Kolaboratif
1. Untuk hipotermia
berat bantu dengan
teknik menghangatkan
2
Penurunan curah
jantung berhubungan
dan berorientasi
TD 90-140 mm Hg
MAP 70-105 mm
dengan bradikardia
dan penurunan isi
sekuncup (IS)
Hg
FJ 60-100
kali/menit
Haluaran urine 30
untuk
mengetahui
disritmia
adanya
atau
berpengaruh
buruk
pada
curah
ml/kg/jam
Denyut nadi perifer
jantung. Internal QT
dapat dipalpasi
SAP 15-30 mm Hg
DAP 5-15 mm Hg
IJ 2,5-4 L/menit/m2
yang
memanjang
berkaitan
dengan
torsade
de
Pantau
pointes.
perubahan
segmen
ST-T
yang
menunjukkan
komplikasi
iskemia
miokardium
yang
merugikan
pada
permulaan
terapi
levotiroksin.
b. Pantau tekanan
AP
IJ
dan
PAWP
untuk
mengevaluasi
fungsi
jantung
dan
respons
pada
perfusi
serebal
dan
perfusi
ginjal.
c. Pantau status volume
cairan: ukur haluaran
urin setiap jam dan
tentukan keseimbangan
cairan setiap 8 jam,
bandingkan berat badan
serial, perubahan yang
cepat (0,5-1 kg/hari)
menunjukkan
ketidakseimbangan
cairan.
Pengkajian Pasien
a. Kaji
status
kardiovaskular:
catat
kualitas
nadi
denyut
perifer
dan
pengisian
kapiler.
Observasi
adanya
peningkatan
dan
pulsus
efusi
pericardium. Auskultasi
bunyi jantung, frekuensi
jantung, dan suara napas
untuk
mengetahui
perkembangan
jantung.
gagal
Observasi
miokardium
untuk
mengetahui
perkembangan
sekuele
klinis
Pengkajian Diagnostik
Tinjau pemeriksaan tiroid
jika ada. Kadar TSH
harus
menurun
dalam
intruksi
untuk
mm
secara
Hg,
pantau
cermat
untuk
mengetahui
kelebihan
cairan
dan
perkembangan
gagal
jantung.
b. Agens vasopresor dapat
digunakan jika hipotensi
refraktori
terhadap
pemberian
volume
cairan
dan
jika
cermat
mengetahui
letal.
BAB 4
PENUTUP
untuk
disritmia
4.1 Kesimpulan
Gangguan sekresi hormone tiroid berupa hipotiroid dapat mengakibatkan
keadaan yang dapat mengarah ke kematian jika tidak diberikan manajemen
penatalaksanaan.
Koma
miksedema
merupakan
suatu
kondisi
yang
DAFTAR PUSTAKA