Vous êtes sur la page 1sur 10

TINJAUAN PUSTAKA

ADHD

Johanes Mayolus Davy Putra


10-2010-197
BP 2

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana


Johanes_davy@yahoo.com
Pendahuluan
Pada kasus kali ini didapati seorang anak laki-laki berusia 9 tahun datang ke poli
psikiatri anak dan remaja dengan keluhan mendapat surat teguran dari wali kelasnya karena
selalu membuat onar dikelas / tidak bisa diam dikelas.
Dapat disimpulkan dari scenario tersebut, bahwa anak tersebut mengalami ADHD
atau Attention Deficit Hyperactivity Disorder. Maka dari itu tinjauan pustaka kali ini akan
membahas tentang ADHD itu sendiri dan bagaimana cara menanganinya.

Anamnesis
Untuk melakukan anamnesis yang tepat, perlu memperhatikan hal-hal sebagai
berikut:
Pertama perspektif orang tua meliputi beberapa hal, yaitu

wawancara yang teliti, seperti tinjauan ciri-ciri, riwayat perkembangan,ciri-ciri


depresi orang tua, pengaruh-pengarh lain dari ciri yang muncul pada anak terhadap
oang tua,

lembar cek perilaku anak

pertanyaan situasi rumah,

formulir riwayat perkembangan

Kedua perspetif anak meliputi beberapa hal, yaitu

wawancara,

pemeriksaan IQ,

tes prestasi,

kajian tentang keadaan sekolah,

observasi interaksi orang tua dan anak.

Ketiga perspektif sekolah meliputi beberapa hal, yaitu

diskusi dengan orang tua,

observasi ruang kelas,

formulir penilaian guru

Selanjutnya yang perlu diperhatikan adalah pengaruh ADHD terhadap anak itu sendiri dan
orang-orang yang berada di lingkungannya. Meskipun kelihatannya sederhana, namun
pengaruh ADHD dapat dilihat dalam tiga bidang utama, yaitu aspek pendidikan, perilaku, dan

sosial anak. Biasanya cara anak ADHD menunjukkan dirinya bergantung faktor yang
berhubungan dengan usia dan profil kesulitan tertentu. Informasi ini dapat membantu dalam
melakukan identifikasi.
Manifestasi Klinis
Gambaran ADHD ini dapat diterangkan lebih rinci sebagai berikut:

Perhatian yang pendek Individu dengan gangguan ini mengalami kesulitan untuk
memusatkan perhatian dan cenderung melamun, kurang motivasi, sulit mengikuti
instruksi. Mereka sering menunda atau menangguhkan tugas yang diberikan dan
kesulitan untuk menyelesaikan tugas yang diberikan karena cepat berpindah ke topik
lain.

Menurunnya daya ingat jangka pendek. Individu ini mengalami kesulitan dalam
mengingat informasi yang baru didapat untuk jangka wakyu yang pendek. Keadaan
ini dapat mempengaruhi kegiatan belajar, karena anak cenderung tidak dapat
merespon dengan baik setiap instruksi. Dengan demikian mereka juga mengalami
kesulitan dalam mempelajari simbol-simbol, seperti warna dan alphabet.

Gangguan motorik dan koordinasi.

Masalah perkembangan individu ini

mempengaruhi keterampilan motorik kasar dan halus atau koordinasi mata dan
tangan. Dalam keterampilan motorik kasar, mereka mengalami kesulitan dalam
keseimbangan melompat, berlari, atau naik sepeda. Dalam keterampilan motorik
halus, seperti mengancingkan baju, memakai tali sepatu, menggunting, mewarnai, dan
tulisannya sulit dibaca. Dalam koordinasi mata-tangan seperti melempar bola,
menangkap bola, menendang, maka gerakan-gerakannya cenderung terburu-buru. Hal
ini tampak juga ketika mengikuti kegiatan olah raga, gerakan-gerakannya tampak
kurang terampil.

Gangguan dalam mengatur atau mengorganisir kegiatan. Gangguan dalam hal ini
seringkali nampak ketika anak mengatur kamarnya. Mereka kelihatannya kesulitan,
demikian juga dalam kegiatan sehari-hari lainnya. Hal ini nampak juga ketika anak
mengikuti ulangan atau ujian. Mereka kurang dapat memperhatikan atau menimbang
jawaban yang tepat, sehingga seringkali memperoleh nilai yang kurang dari rata-rata
kelasnya.

Terdapat gangguan impulsivitas. Individu dengan gangguan ini sering bertindak


sebelum berpikir. Mereka tidak memikirkan terlebih dahulu apa akibatnya bila
melakukan suatu perbuatan. Sebagai contoh ketika menyeberang jalan tanpa melihat
dulu ke kiri dan ke kanan. Sering memanjat. melompat dari ketinggian yang
berbahaya

untuk

ukurannya.

menyalakan

api,

dan

lain

sebagainya..

Kecenderungannya, individu seakan-akan menempatkan dirinya dalam suatu kondisi


yang mempunyai resiko tinggi, bahkan seringkali berbahaya bagi orang lain.
Impulsivitas ini muncul pula dalam bentuk verbal. Mereka berbicara tanpa berpikir
lebih dahulu, tidak memperhitungkarn bagaimana perasaan orang lain yang
mendengarkan, apakah akar. menyinggung atau menyakitkan hati. Bentuk lain dari
impulsivita_ adalah anak seperti tidak sabaran, kurang mampu untuk menuna:
keinginan, menginterupsi pembicaraan orang lain. Cepat marah jika orang lain
melakukan sesuatu di luar keinginannya.

Kesulitan untuk menyesuaikan diri. Individu dengan gangguan ini sering mempunyai
masalah dalam penyesuaian diri terhadap semua hal yang baru, misalnya sekolah,
guru, rumah, baju baru. Mereka lebih menyukai lingkungan yang sudah dikenal
dengan baik, tidak mudah berubah, dan bersifat kekeluargaan. Keadaan ini dapat
menyebabkan mereka lebih cepat menjadi putus asa. Seringkali apa yang sudah
menjadi kebiasaan sejak kecil akan berlanjut terus sampai dewasa.

Gangguan memiliki ketidakstabilan emosi, baik watak maupun suasana hati. Individu
dengan gangguan ini menampakkan pula perilaku sangat labil dalam menentukan
derajat suasana hati dari sedih ke gembira. Stimulus yang menyenangkan akan
menyebabkan

kegembiraan

yang

berlebihan,

sedang

rangsang

yang

tidak

menyenangkan akan memunculkan kemarahan yang besar. Anak seringkali marah


hanya disebabkan oleh faktor pemicu yang sepele. Mereka juga cenderung mengalami
masalah untuk merasakan kegembiraan. Pada masa remaja kurang merasakan
perasaan kehilangan semangat atau tidak berdaya. Selain itu pada gangguan ini
konsep diri yang dimiliki sangat rendah. Kebanyakan mereka menolak untuk bermain
dengan teman seusianya, mereka lebih suka bermain dengan yang lebih mudah
usianya. Keadaan ini menunjukkan pertanda awal dari harga diri yang rendah. Apabila
dikemudian hari mereka tidak menunjukkan kemajuan di sekolah atau tidak dapat

mengembangkan keterampilan sosial, akan menimbulkan perasaan citra diri yang


negatif yang membuat rasa harga dirinya semakin menurun.
Etiologi
Penyebab kemunculan ADHD tidak diketahui dengan pasti, hal terpenting untuk
dilakukan adalah dengan memberikan pelatihan pada anak agar ia mampu menyesuaikan diri
dengan lingkungannya. Orangtua juga selayaknya mencari informasi secara tepat mengenai
pelbagai informasi mengenai ADHD, terapi, cara pengasuhan dan jenis obat-obatan yang
mendukung dan pelatihan-pelatihan yang diperlukan.
Saat ini sedang dilakukan penelitian yang lebih mendalam mengenai fungsional lobus frontal
pada anak-anak ADHD, kerusakan fungsi lobus frontal diyakini sebagai salah penyebab
simtom ADHD muncul sementara fungsi bagian otak tersebut adalah sebagai kontrol
perencanaan, pemecahan masalah, mengerti perilaku orang lain, dan mengatur impuls adalah
hal-hal yang tidak dimiliki oleh penderita ADHD.
Beberapa kemungkinan faktor penyebab kemunculan ADHD;
1.

Genetik
Penyebab terbanyak dalam kasus ADHD adalah faktor genetika, sama halnya dengan
beberapa jenis gangguan lainnya yang serupa. Menurut para ahli, penderita ADHD
ditemukan kadar dopamine yang rendah dalam otak. Untuk saat ini sedang dilakukan
penelitian yang lebih mendalam mengenai jenis gen-gen yang terlibat dalam
memproduksi kimia dopamine dalam otak seperti studi yang dilakukan oleh ADHD

Molecular Genetics Network.


2. Cedera kepala
Cedera kepala diperkirakan dapat memunculkan ADHD. Cedera kepala dapat
disebabkan oleh penggunaan obat-obatan berlebihan (menjadi racun) atau luka pada
masa sebelum atau sesudah melahirkan. Para ahli memperkirakan kerusakan (luka)
3.

pada bagian lobus frontal ini dapat menjadi salah faktor kemunculan ADHD
Makanan
Jenis makanan adiktif dan gula dapat memberikan perilaku tertentu pada anak-anak,
para ahli meyakini bahwa jenis makanan adiktif dan gula (termasuk pelbagai

manisan) dapat memperburuk kondisi ADHD dalam perilaku abnormal.


4. Lingkungan
Asap rokok mempunyai hubungan erat dengan ADHD, beberapa penelitian
menunjukkan anak yang mengidap ADHD berhubungan erat dengan ibu yang

merokok selama masa kehamilan, di duga nikotin dapat mengakibatkan hypoxia


(kekurangan oksigen) pada janin yang pada akhirnya dapat membuat bayi kekurangan
suplai oksigen ke otak dan menimbulkan kerusakan. Penelitian ini berlanjut pada
lingkungan sekitarnya yang dipenuhi dengan asap rokok atau ibu yang merokok pada
masa sesudah melahirkan mempunyai hubungan erat dengan kemunculan ADHD
pada anaknya.

Klasifikasi ADHD
Ada tiga tipe utama ADHD yakni tipe hiperaktif-impulsif, tipe gangguan atensi, dan
kombinasi antara keduanya. Hal yang perlu diingat bahwa adanya kemungkinan setiap anak
menunjukkan adanya gejala ADHD dalam perilakunya sehari-hari, hal ini bukanlah berarti
bahwa anak tersebut secara langsung dapat dianggap mengidap gangguan ADHD, bila gejalagejala yang ada terus berlanjut, maka barulah diperlukan kunjungan ke tenaga kesehatan
profesional. Beberapa tipe ADHD tersebut ialah :
1. Tipe hiperaktif-impulsif
Tipe hiperaktif-impulsif berhubungan erat dengan self control pada anak, biasanya anak
dengan tipe ini sangat sulit untuk duduk tetap, anak ini akan mengalami pelbagai
permasalahan di sekolah. Secara awam anak dengan ADHD tipe ini tidak terdeteksi
secara nyata, kebanyakan orang akan beranggapan bahwa anak tersebut mengalami
permasalahan dengan minat, perhatian, tidak termotivasi, kurang berkonsentrasi, atau
dianggap tidak disiplin.
Tanda-tanda tersebut berlanjut pada adanya gangguan perilaku impulsif, tidak mampu
berkonsentrasi, tidak mampu menjalin persahabatan, terlihat bingung dan sebagainya
disekolah atau dirumahnya. Biasanya gangguan ADHD akan diketahui dikemudian
harinya.
a. Anak hiperaktif
Anak hiperaktif selalu terlihat penuh semangat dalam setiap gerakan dan perilakunya.
Ia akan menyentuh segala sesuatunya yang terbersit dalam pikirannya, bermain atau
berlari kesana-kemari dan berbicara setiap ada waktu. Anak hiperaktif kesulitan untuk
diam, tidak bisa duduk atau mendengarkan, mungkin saja ia menggoyangkan
badannya, berjalan kesana-kemari, menyentuh benda-benda, mencoret-coret dengan
pensil. Anak hiperaktif selalu terlihat sibuk dan selalu mencoba melakukan sesuatu
meskipun sudah pernah ia kerjakan sebelumnya.
b. Anak impulsif

Anak impulsif terlihat seperti tidak mampu untuk mengontrol reaksi atau pikirannya
sebelum melakukan pekerjaannya. Mereka sering berkata tanpa berpikir sebelumnya,
pengungkapan emosi yang tidak terkendali, dan melakukan sesuatu tanpa
memperhatikan dampak dan konsekuensinya. Anak impulsif tidak sabar menunggu
untuk melakukan keinginannya. Individu tipe ini termasuk remaja dan orang dewasa
lebih memilih aktivitas-aktivitas tertentu yang mudah untuk mendapat penghargaan.
2. Tipe gangguan atensi
Anak yang didiagnosa dengan tipe ini akan sulit fokus pada sesuatu atau akan cepat
merasakan kebosanan dengan pekerjaan hanya dalam beberapa menit saja. Anak dengan
tipe ini dapat melakukan pekerjaan yang tidak memerlukan konsentrasi penuh atau mudah
untuk diselesaikan.
Permasalahan yang sering dihadapi adalah anak-anak ini sering lupa menulis pekerjaan
yang semesti dilakukannya bahkan tak jarang mereka lebih memilih tidak bersekolah.
Mereka sering lupa membawa buku pelajaran, salah memilih buku, hampir semua tugas
(PR) yang ia kerjakan selalu salah. Hal ini membuatnya merasa tertekan dan frustrasi.
Anak dengan tipe gangguan atensi akan mudah melamun, cepat panik atau bingung,
lambat dan tidak luwes. Mereka juga kadang salah dalam mengartikan informasi yang
diterimanya, sulit memahami atau mengerti penjelasan gurunya. Berbeda dengan tipe
hiperaktif-kompulsif, anak tipe ini dapat diam dan tenang dalam melakukan
pekerjaannya, namun tidak berarti bahwa ia benar-benar serius terlibat dengan
pekerjaannya, bisa jadi anak tersebut tidak mengerti dengan tugas atau instruksi yang
diberikan kepadanya.
3. Tipe kombinasi
Tipe kombinasi merupakan kombinasi antara dua tipe hiperaktif-kompulsif dan gangguan
atensi

Tatalaksana
Studi yang begitu lama membuktikan bahwa kombinasi antara obat-obatan dan psikoterapi
(behavioral therapy) dan manajemen medikasi yang tepat, terapi yang intensif dan komunitas
treatment yang rutin telah menolong anak-anak dengan gangguan ADHD menjadi lebih baik.
Menurunnya intensitas kecemasan, membaiknya penampilan di sekolah, meningkatnya
kualitas hubungan antara orangtua-anak, meningkatkan kemampuan sosial merupakan
keuntungan pemberian treatment secara dini, tentunya dengan medikasi yang rendah dosis.

Kadang beberapa anak menunjukkan efek buruk dari medikasi, oleh karenanya perlunya
pengawasan ketat dalam pemberian obat-obatan, apalgi bila anak tersebut disertai dengan
gangguan kecemasan dan depresi. Haruslah berhati-hati dalam memberi obat-obatan medis.
a. Medikasi
Jenis obat simultan berguna menurunkan gejala hiperaktif dan kompulsif, beberapa anak
juga dilaporkan meningkatnya konsentrasi, pekerjaan dan belajar. Selain itu obat jenis
simultan juga meningkatkan koordinasi tubuh sehingga anak tidak menemui kesulitan
dalam melakukan pekerjaan tangan atau berolahraga.
Jenis simultan dianggap paling baik, dalam dosis yang rendah tidak akan membuat anak
seperti fly. Selama pemberian obat dalam dosis rendah dan terkontrol jenis simultan ini
dianggap tidak menimbulkan adiktif. Dalam treatmen juga diusahakan manajemen
pemberian obat-obatan, misalnya seminggu sekali atau pada waktu siang hari.
Jika dalam seminggu tidak memberi pengaruh meningkatkan performance, dokter akan
meningkatkan dosis, jika tidak juga memberi pengaruh maka dokter akan mengganti
dengan obat jenis lainnya.
Obat yang digunakan untuk gangguan ADHD pada anak-anak

Nama Obat
Adderall
Adderall XR
Concerta
Cylert
Daytrana
Dexedrine
Dextrostat
Focalin
Metadate ER
Metadate CD
Ritalin
Strattera
Vyvanse

Nama Generik

Peruntuk

amphetamine

3 > Tahun

methylphenidate
pemoline
methylphenidate

6 > tahun
6 > tahun
6 > tahun
3 > Tahun

dextroamphetamine
dexmethylphenidate

6 > tahun

methylphenidate

6 > tahun

methylphenidate
atomextine
lisdexamfetamine

6 > tahun
6 > tahun
6 > tahun

Cylert mempunyai pengaruh buruk terhadap fungsi ginjal, oleh karenanya obat ini tidak
diberikan pada awal-awal terapi
b. Psikoterapi
Behavior therapy

Terapi ini berguna untuk meningkatkan kemampuan pada anak, pada terapi ini orangtua
terlibat langsung dalam terapi, misalnya memberikan penghargaan terhadap perilaku yang
positif yang ditujukkan oleh anak. Ketika anak mulai kehilangan kontrol, orangtua
mengambil time out, dan menyuruh anak untuk diam di kursinya sampai ia menjadi
tenang. Tujuan dalam terapi ini juga mengajarkan anak untuk mengenal muatan-muatan
emosinya. Terapi juga mengajarkan orangtua teknik-teknik bersenang-senang dengan
anak ADHD tanpa harus merasa tertekan.
Social skills training
Dalam pelatihan ini anak belajar cara-cara menghargai dan menempatkan dirinya bersama
dengan kelompok bermainnya. Pelatihan ini juga anak diajarkan kecakapan bahasa
nonverbal melalui insyarat wajah, ekspresi roman, intonasi suara sehingga anak cepat
tanggap dalam pelbagai situasi sosial. Disamping itu anak juga diajarkan untuk belajar
mengendalikan impuls misalnya dilatih untuk menunggu giliran bermain, berbagi mainan
dengan temannya, Pelatihan ini juga diharapkan anak dapat mengontrol perilaku amarah
yang tidak terkendali.
Family support groups
Merupakan kelompok orangtua yang memiliki anggota keluarga dengan gangguan ADHD
untuk berbagi pengalaman. Kelompok ini juga saling menyediakan informasi bagi sesama
anggotanya, mengundang pembicara profesional untuk berbagi pengetahuan dalam
menghadapi dan membesarkan anak-anak mereka.

Daftar Pustaka
1. Abdurrahman, M. (1996). Pendidikan bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta:
Depdikbud Dirjen Dikti.
2. American Psychiatric Assosiations (2005). Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders (DSM IV). Washington, DC. American Psychiatric Associations.
3. Alberto, P. A,. & Anne, C. A,. (1986). Applied Behavior Analysis for Teachers. Ohio:
Merrill Publishing Company.
4. Grad, L. Flick. (1998). ADD/ADHD Behavior-change Resource Kit. New York: The
Center for Applied Research in Education.

5. Indira, L. G. (1997). Pengalaman Upaya Penanganan Anak dengan Gangguan


Pemusatan Perhatian di PPPTKA. Yogyakarta.
6. Ingersoll, B. D., & Sam, G. (1993). Attentian Deficit Disorder and Learning Disabilities.
New York: Doubleday.
7. Kisker, G. W. (1985). The Disorganized Personality. Singapore: McGraw-Hill Book Co.
8. Lerner, J. W. (1988). Learning Disabilities: Theories, Diagnosis, and Teaching
Strategies. New Jersey: Haoughton Mifflin Company.
9. Luke S. Watson, J. (1973). Child Behavior Modification: A Manual for Teachers and
Parents. United States of Amerika: Pergamon Press.

Vous aimerez peut-être aussi