Vous êtes sur la page 1sur 3

Antibiotik beta-laktam adalah golongan antibiotika yang memiliki kesamaan

komponen struktur berupa adanya cincin beta-laktam dan umumnya digunakan


untuk mengatasi infeksi bakteri[1]. Terdapat sekitar 56 macam antibotik betalaktam yang memiliki antivitas antimikrobial pada bagian cincing beta-laktamnya
dan apabila cincin tersebut dipotong oleh mikroorganisme maka akan terjadi
resistensi terhadap antibiotik tersebut[2].

Antibiotik beta-laktam terbagi menjadi 4 golongan utama, yaitu penisilin, sefalosporin,


carbapenem, dan monobactam[3].

Penisilin
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Penisilin
Amoksisilin, salah satu contoh penisilin.
Berdasarkan spektrum aktivitas antimikrobialnya, penisilin terbagi menjadi 4 kelompok,
yaitu penisilin dini (terdahulu), penisilin spektruk luas, penisilin anti-stafilokokal, dan
penisilin anti-pseudomonal (spektrum diperluas)[3]. Penisilin dini secara aktif mampu
melawan bakteri yang sensitif, seperti golongan Streptococcus beta-hemolitik, Streptococcus
alfa-hemolitik dikombinasikan dengan aminoglikosida), pneumococcus, meningococcus, dan
kelompok Clostridium selain C. difficile[3]. Contoh dari penisilin terdahulu adalah penisilin G
dan penisilin V[1]. Penisilin spektrum luas memiliki kemampuan untuk melawan bakteri
enterik dan lebih mudah diabsorpsi oleh bakteri gram negatif namun masih rentan terhadap
degradasi beta-laktamase, contohnya ampisilin, amoksisilin, mesilinam, bacampicillin, dll[3].
Penisilin anti-stafilokokal dikembangkan pada tahun 1950-an untuk mengatasi S. aureus yang
memproduksi beta-laktamase dan memiliki keunggulan tahan terhadap aktivitas betalaktamase[3]. Contoh dari golongan ini adalah methicillin dan cloxacillin[3]. Penisilin antipseudomonal dibuat untuk mengatasi infeksi bakteri gram negatif basil, termasuk
Pseudomonas aeruginosa, contoh dari penisilin golongan ini adalah carbenicillin, ticarcillin,
Azlocillin, dan piperacillin[3].

Sefalosporin
Antibioik sefalosporin terbagi menjadi 3 generasi, yang pertama adalah cephalothin dan
cephaloridine yang sudah tidak banyak digunakan[3]. Generasi kedua (antara lain: cefuroxime,
cefaclor, cefadroxil, cefoxitin, dll.) digunakan secara luas untuk mengatasi infeksi berat dan
beberapa di antaranya memiliki aktivitas melawan bakteri anaerob[3]. Generasi ketiga dari
sefalosporin (di antaranya: ceftazidime, cefotetan, latamoxef, cefotetan, dll.) dibuat pada
tahun 1980-an untuk mengatasi infeksi sistemik berat karena bakteri gram negatif-basil[3].

Carbapenem
Hanya terdapat satu agen antibiotik dari golongan carbapenem yang digunakan untuk
perawatan klinis, yaitu imipenem yang memiliki kemampuan antibakterial yang sangat baik
untuk melawan bakteri gram negatif-basil (termasuk P. aeruginosa, Staphylococcus, dan
bacteroides)[3]. Penggunaan imipenem harus dikombinasikan dengan inhibitor enzim tertentu
untuk melindunginya dari degragasi enzim dari liver di dalam tubuh[4].

Monobactam

Golongan ini memiliki struktur cincin beta-laktam yang tidak terikat ke cincin kedua dalam
molekulnya[3]. Salah satu antibiotik golongan ini yang umum digunakan adalah aztreonam
yang aktif melawan berbagai bakteri gram negatif, termasuk P. aeruginosa[3].

Mekanisme kerja
Antibiotik beta-laktamase bekerja membunuh bakteri dengan cara menginhibisi sintesis
dinding selnya[5]. Pada proses pembentukan dinding sel, terjadi reaksi transpeptidasi yang
dikatalis oleh enzim transpeptidase dan menghasilkan ikatan silang antara dua rantai peptidaglukan[5]. Enzim transpeptidase yang terletak pada membran sitoplasma bakteri tersebut juga
dapat mengikat antibiotik beta-laktam sehingga menyebabkan enzim ini tidak mampu
mengkatalisis reaksi transpeptidasi walaupun dinding sel tetap terus dibentuk[5]. Dinding sel
yang terbentuk tidak memiliki ikatan silang dan peptidoglikan yang terbentuk tidak sempurna
sehingga lebih lemah dan mudah terdegradasi[5]. Pada kondisi normal, perbedaan tekanan
osmotik di dalam sel bakteri gram negatif dan di lingkungan akan membuat terjadinya lisis
sel[5]. Selain itu, kompleks protein transpeptidase dan antibiotik beta-laktam akan
menstimulasi senyawa autolisin yang dapat mendigesti dinding sel bakteri tersebut[5]. Dengan
demikian, bakteri yang kehilangan dinding sel maupun mengalami lisis akan mati[5].

Mekanisme resistensi

Mekanisme degradasi antibiotik beta-laktam oleh enzim beta laktamase.


Beberapa bakteri diketahui memiliki resitensi terhadap antibiotik beta-laktam, salah satu
diantaranya adalah golongan Streptococcus aureus resisten-metisilin (Methicillin resistant
Staphylococcus aureus/MRSA)[6]. Bakteri-bakteri yang resisten terhadap antibiotik betalaktam memiliki 3 mekanisme resistensi, yaitu destruksi antibiotik dengan beta-laktamase,
menurunkan penetrasi antibiotik untuk berikatan dengan protein transpepidase, dan
menurunkan afinitas ikatan antara protein pengikat tersebut dengan senyawa antibiotik[7].
Beberapa bakteri seperti Haemophilus influenzae, golongan Staphylococcus, dan sebagian
besar bakteri enterik berbentuk batang memiliki enzim beta-laktamase yang dapat memecah
cincin beta-laktam pada antibiotik tersebut dan membuatnya menjadi tidak aktif[7]. Secara
detail, mekanisme yang terjadi diawali dengan pemutusan ikatan C-N pada cincin betalaktam dan mengakibatkan antibiotik tidak dapat berikatan dengan protein transpeptdase
sehingga terjadi kehilangan kemampuan untuk menginhibisi pembentukan dinding sel
bakteri[8]. Beberapa studi menyatakan bahwa selain ditemukan secara alami pada bakteri gram
positif dan negatif, gen penyandi enzim beta-laktamase juga ditemukan pada plasmida dan
transposon sehingga dapat ditransfer antarspesies bakteri[9]. Hal ini menyebabkan kemampuan
resistensi akan antibiotik beta-laktam dapat menyebar dengan cepat[9]. Difusi antibiotik beta
laktam ke dalam sel bakteri terjadi melalui perantaraan protein transmembran yang disebut
porine dan kemampuan difusinya dipengaruhi oleh ukuran, muatan, dan sifat hidrofilik dari
suatu antibiotik[8].

Mengatasi resistensi antibiotik beta-laktam

Asam klavulanat, inhibitor beta-laktamase.


Untuk mengatasi degradasi cincing beta-laktam, beberapa antibiotik beta-laktam
dikombinasikan dengan senyawa inhibitor enzim beta-laktamase seperti asam clavulanat,
tazobactam, atau sulbactam[2]. Salah satu antibiotik beta-laktam yang resisten beta laktamase
adalah augmentin, kombinasi amoxycillin dan asam klavulanat. Augmentin terbukti telah
berhasil mengatasi infeksi bakteri pada saluran kemih dan kulit[10]. Asam klavulanat yng
diproduksi dari hasil fermentasi Streptomyces clavuligerus memiliki kemampuan untuk
menghambat sisi aktif enzim beta-laktamase sehingga menyebabkan enzim tersebut menjadi
inaktif[11]. Beberapa jenis antibiotik beta-laktam (contohnya nafcillin) juga memiliki sifat
resisten terhadap beta-laktamase karena memiliki rantai samping dengan letak tertentu[2].

Peptidoglikan (murein) adalah polisakarida yang terdiri dari dua gula turunan yaitu asam-Nasetil glukosamin serta asam-N-asetil muramat yang dihubungkan ikatan -1,4, dan sebuah
rantai peptida pendek yang contohnya terdiri dari asam amino l-alanin, d-alanin, d-asam
glutamat, dan baik l-lisin atau asam diaminopimelik (DAP)-asam amino langka yang hanya
ditemukan pada dinding sel prokariot.[1][2] Peptidoglikan adalah komponen utama dinding sel
bakteri yang bersifat kaku dan bertanggungjawab untuk menjaga integritas sel serta
menentukan bentuknya. [1] Struktur dasar peptidoglikan adalah sebuah selubung yang
menyelimuti sel yang tersusun dari utas-utas peptidoglikan yang berdampingan satu sama
lain dan dihubungkan dengan ikatan silang tetrapeptida yang terbuat dari asam amino. [2]
Peptidoglikan hanya ditemukan pada spesies bakteri, contohnya Staphylococcus aureus,
namun tidak semua bakteri memiliki DAP pada peptidoglikannya. [2] Peptidoglikan
ditemukan baik pada bakteri gram positif maupun bakteri gram negatif, tetapi dengan struktur
yang sedikit berbeda. Bakteri gram positif memiliki dinding sel yang tersusun dari lapisan
peptidoglikan yang lebih tebal, sedangkan bakteri gram negatif memiliki lapisan
peptidoglikan yang lebih tipis dan mempunyai struktur lipopolisakarida yang tebal.[3][4]
Metode yang digunakan untuk membedakan kedua jenis kelompok bakteri ini dikembangkan
oleh ilmuwan Denmark, Hans Christian Gram pada tahun 1884.[3] Terdapat lebih dari 100
jenis peptidoglikan yang berbeda yang telah diketahui

Vous aimerez peut-être aussi