Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Luka merupakan masalah kulit yang sering di alami manusia, salah
satunya yaitu luka bakar. Luka bakar adalah rusaknya sebagian jaringan tubuh
yang disebabkan karena perubahan suhu yang tinggi, sengatan listrik,
ledakan, maupun terkena bahan kimia (Sjamsuhidajat & Jong, 2004). Luka
bakar merupakan salah satu jenis trauma yang mempunyai angka morbiditas
dan mortalitas tinggi yang memerlukan penatalaksanaan khusus sejak awal
(fase syok ) sampai fase lanjut. Menurut Hudak dan Gallo, bahwa cedera luka
bakar mempengaruhi semua sistem organ, besarnya respon patofisiologis ini
adalah berkaitan erat dengan luasnya luka bakar, dan mencapai masa stabil
ketika terjadi luka bakar kira-kira 60% dari seluruh luas permukaan tubuh.
Dinamik kardiovaskular terpengaruh secara signifikan karena cedera luka
bakar, yang dapat mengakibatkan terjadinya syok hipovolemik. Dampak luka
bakar yang tidak segera tertangani menjadi masalah utama dari kasus luka
bakar yang bisa menimbulkan kecacatan hingga kematian.
Kurang lebih 2,5 juta orang mengalami luka bakar di Amerika Serikat
setiap tahunnya, 200.000 pasien memerlukan penanganan rawat jalan dan
100.000 pasien dirawat di rumah sakit, dan 12.000 orang meninggal setiap
tahunnya akibat luka bakar dan cedera inhalasi yang berhubungan dengan
luka bakar (Brunner & Suddart, 2001). Menurut Departemen Kesehatan
Replublik Indonesia (2008), prevalensi cedera luka bakar di Indonesia sebesar
2,2% dimana prevalensi luka bakar tertinggi terdapat di Provinsi Nanggroe
Aceh Darussalam dan Kepulauan Riau sama-sama 3,8%sedangkan di
Provinsi Lampung tercatat sebesar 1,7% dari keseluruhan kasus cedera. Biaya
yang dibutuhkan untuk penanganan luka bakarpun cukup tinggi. Penyebab
luka bakar selain terbakar api langsung atau tidak langsung, juga pajanan
suhu tinggi dari matahari, listrik, maupun bahan kimia. Luka bakar karena api
atau akibat tidak langsung dari api, misalnya tersiram air panas, banyak
terjadi pada kecelakaan rumah tangga (Sjamsuhidajat, 2004; DEPKES RI,
2007).
1
Pada kasus luka bakar terjadi kenaikan nyata pada tekanan hidrostatik
kapiler pada jaringan yang cedera, disertai dengan peningkatan permeabilitas
kapiler. Hal ini mengakibatkan perpindahan cepat cairan plasma dari
kompartemen intravaskular menembus kapiler yang rusak karena panas,
dalam daerah interstisial yang mengakibatkan edema dan luka bakar itu
sendiri. Kehilangan plasma dan protein cairan mengakibatkan penurunan
tekanan osmotik koloid pada kompartemen vaskular; kemudian, kebocoran
cairan elektrolit dari kompartemen vaskular berlanjut dan mengakibatkan
pembentukan edema tambahan pada jaringan yang terbakar dan ke seluruh
tubuh. Kebocoran ini, yang terdiri atas Natrium, air, dan protein plasma,
diikuti dengan penurunan curah jantung, hemokonsentrasi sel-sel darah
merah, berkurangnya perfusi pada organ-organ besar, edema tubuh merata.
Pada luka bakar terjadi kehilangan cairan di kompartemen intersisil secara
masif dan bermakna, sehingga dalam 24 jam pertama resusitasi perlu untuk
dilakukan. Resusitasi cairan bertujuan mengupayakan sirkulasi yang dapat
menjamin kelangsungan perfusi, sehingga oksigenisasi jaringan terpelihara.
Dengan demikian cedera jaringan seperti ARDS, ARF, dan sebagainya dapat
dihindari, SIRS, MODS tidak akan terjadi, pasien akan terhindar dari
kematian dan mengalami penyembuhan.
Memperhatikan prinsip-prinsip dasar resusitasi pada trauma dan
penerapannya pada saat yang tepat diharapkan akan dapat menurunkan
sekecil mungkin angka- angka tersebut diatas. Prinsip- prinsip dasar tersebut
meliputi kewaspadaan akan terjadinya gangguan jalan nafas pada penderita
yang mengalami trauma inhalasi, mempertahankan hemodinamik dalam batas
normal dengan resusitasi cairan, mengetahui dan mengobati penyulitpenyulit yangmungkin terjadi akibat trauma listrik, misalnya rabdomiolisis
dan disritmia jantung. Mengendalikan suhu tubuh dan menjuhkan /
mengeluarkan penderita dari lingkungan trauma panas juga merupakan
prinsip utama dari penanganan trauma termal (American College of Surgeon
Committee on Trauma, 1997).
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Setelah proses pembelajaran mata kuliah Keperawatan Kritis II
mahasiswa mampu menjelaskan dan memaparkan konsep teori luka
bakar dan resusitasi cairan serta memberikan asuhan keperawatan pada
pasien dengan luka bakar secara komperhensif.
1.2.2 Tujuam Khusus
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
1.3 Manfaat
Mahasiswa mengerti dan memahami asuhan keperawatan pada pasien
dengan luka bakar dan resusitasi cairan sehingga mampu menerapkan dalam
praktik keperawatan secara komperhensif untuk membantu mencegah dan
mengatasi respon pada pasien dengan kegawatdaruratan luka bakar.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Luka
bakar
merupakan
cedera
paling
berat
yang
(Nina,2008).
Luka
bakar
adalah
trauma
yang
terutama
sistem
kardiovaskuler
(Rahayuningsih,
2012).
Luka
bakar
merupakan
respon
kulit
dan
jaringan
penuh
merusak
semua
sumber-sumber
permukaan
mengancam
jiwa
tubuh
yang
seseorang
terbakar,
karena
maka
adanya
dapat
kerusakan
komplikasi
patah
tulang
maupun
kerusakan
jaringan
listrik
mengenai
tubuh
(Borley
&
Grace,
2006;
Rahayuningsih,2012).
Arus listrik bisa menyebabkan terjadinya cedera melalui 3 cara:
1) Henti jantung (cardiac arrest) akibat efek listrik terhadap jantung
2) Perusakan otot, saraf dan jaringan oleh arus listrik yang melewati
tubuh
3) Luka bakar termal akibat kontak dengan sumber listrik.
4. Luka bakar radiasi
Luka bakar radiasi disebabkan oleh terpapar dengan sumber radioaktif.
Hal ini berhubungan dengan penggunaan radiasi ion pada industri atau
dari sumber radiasi untuk keperluan terapeutik pada dunia kedokteran.
Terpapar oleh sinar matahari akibat terpapar yang terlalu lama juga
merupakan salah satu tipe luka bakar radiasi. Awalnya luka ini dengan
kedalaman sebagian, tetapi dapat berlanjut ke trauma yang lebih dalam
(Borley & Grace, 2006; Rahayuningsih,2012).
1. Rule of Nine
metode ini, tubuh dibagi menjadi beberapa bagian anatomi dan setiap
bagian mewakili 9% kecuali daerah genital.
a. Kepala dan leher : 9%
b. Ekstremitas atas : 2 x 9% (kanan dan kiri)
c. Paha dan betis-kaki : 4 x 9% (kanan dan kiri)
d. Dada, perut, punggung, bokong : 4 x 9% (kanan dan kiri)
e. Perineum dan genitalia : 1%
2. Lund and Browder
Pada metode ini total area tubuh yang terkena dikalkulasikan
berdasarkan lokasi dan usia. Metode lund and browder merupakan
modifikasi prosentase bagian tubuh menurut usia yang memberikan
perhitungan lebih akurat tentang luas luka bakar. (Hardisman,2014). Pada
anak di bawah usia 1 tahun kepala sebesar 19% dan setiap pertambahan
usia satu tahun , prosentase kepala tutun 1% hingga tercapai nilai dewasa.
10
Gambar 2.5 Penilaian Luka Bakar dengan Metode Lund and Browder
(Sumber : google.com)
3. Hand Palm
Pada metode permukaan telapak tangan (hand palm), area permukaan
tangan pasien adalah sekitar 1% dari total luas permukaan tubuh. Biasanya
metode ini digunakan untuk luka bakar kecil (Gurnida & Lilisari,2011).
2.5 Patofisiologi
Luka bakar disebabkan oleh perpindahan energi dari sumber panas ke
tubuh. Panas tersebut mungkin dipindahkan melalui konduksi atau radiasi
kulit dengan luka bakar akan mengalami keusakan pada epidermis, dermis,
maupun jaringan subkutan tergantung lamanya kulit kontak dengan sumber
panas (Effendi, 1999).
Cidera luka bakar mempengaruhi semua sistem organ. Besarnya
respon patofisiologis ini berkaitan erat dengan luasnya luka bakar dan
mencapai masa stabil ketika terjadi luka bakar kira-kira 60% seluruh
permukaan tubuh (Hudak & Gall, 1996).
Tingkat keperawatan perubahan tergantung pada luas dan kedalaman
luka bakar yang menimbulkan kerusakan dimulai dari terjadinya luka bakar
dan berlangsung 24 72 jam pertama. Kondisi ditandai dengan pergeseran
cairan dari komponen vaskuler ke ruang interstisium. Bila jaringan terbakar,
vasodilatsi meningkatkan permeabilitas kapiler dan timbul perubahan
permeabilitas sel pada luka bakar dan sel disekitarnya. Dampaknya jumlah
cairan yang banyak berada pada ekstra sel, sodium chloride dan protein lewat
melalui daerah yang tebakar dan membentuk gelembung-gelembung dan
edema atau keluar melalui luka terbuka. Akibat adanya edema luka bakar,
lingkungan kulit mengalami kerusakan. Kulit sebagai barier mekanik
berfungsi sebagai mekanisme pertahanan diri yang penting dari organisme
yang masuk. Terjadinya kerusakan lingkugan kulit akan memungkinkan
mikro organisme masuk dalma tubuh dan menyebabkan infeksi luka yang
dapat memperlambat proses penyembuhan luka. Dengan adanya edema juga
akan berpengaruh terhadap peningkatan peregangan pembuluh darah dan
11
saraf yang dapat menimbulkan rasa nyeri. Rasa nyeri terseut dapat
mengganggu mobilitas pasien.
Ketika terjadi kehilangan cairan dalam sitem vaskuler, terjadi homo
konsentrasi dan hematokrit naik, cairan darah menjadi kurang lancar pada
daerah luka bakar dan nutrisi kurang. Adanya cidera luka bakar menyebabkan
tahanan
vaskuler
perifer
meningkat
sebagai
akibat
respon
stress
12
13
yang
mulanya
bersifat
fisiologik
dalam
proses
14
15
Tahap I
Patofisiologi Respon inflamasi sistemik didahului oleh suatu
penyebab, misalnya luka bakar atau trauma berat lainnya. Kerusakan lokal
merangsang pelepasan berbagai mediator proinflamasi seperti sitokin;
yang selain membangkitkan respon inflamasi juga berperan pada proses
penyembuhan luka dan mengerahkan sel-sel retikuloendotelial. Sitokin
adalah pembawa pesan fisiologik dari respon inflamasi. Molekul utamanya
meliputi Tumor Necrotizing Factor (TNF), interleukin (IL Tahap I 1,
IL6), interferon, Colony Stimulating Factor (CSF), dan lain-lain. Efektor
selular respon inflamasi adalah sel-sel PMN, monosit, makrofag, dan selsel endotel. Sel-sel untuk sitokin dan mediator inflamasi sekunder seperti
prostaglandin, leukotrien, thromboxane, Platelet Activating Factor (PAF),
radikal bebas, oksida nitrit, dan protease. Endotel teraktivasi dan
lingkungan yang kaya sitokin mengaktifkan kaskade koagulasi sehingga
terjadi trombosis lokal. Hal ini mengurangi kehilangan darah melalui luka,
namun disamping itu timbul efek pembatasan (walling off) jaringan cedera
sehingga secara fisiologik daerah inflamasi terisolasi.
Tahap II
Sejumlah kecil sitokin yang dilepaskan ke dalam sirkulasi justru
meningkatkan respon lokal. Terjadi pergerakan makrofag, trombosit dan
stimulasi produksi faktor pertumbuhan (Growth Factor/GF). Selanjutnya
dimulailah respon fase akut yang terkontrol secara simultan melalui
penurunan kadar mediator proinflamasi dan pelepasan antagonis endogen
(antagonis reseptor IL Tahap II 1 dan mediator-mediator anti-inflamasi lain
seperti IL4, IL10, IL11, reseptor terlarut TNF (Transforming Growth
Factor/TGF). Dengan demikian mediator-mediator tersebut menjaga
respon inflamasi awal yang dikendalikan dengan baik oleh down
regulating cytokine production dan efek antagonis terhadap sitokin yang
telah dilepaskan. Keadaan ini berlangsung hingga homeostasis terjaga.
Tahap III
Jika homeostasis tidak dapat dikembalikan, berkembang tahap III
(SIRS); terjadi reaksi sistemik masif. Efek predominan dari sitokin
16
berubah
menjadi
destruktif.
Sirkulasi
dibanjiri
mediator-mediator
17
ketiga
menjelaskan
kekacauan
sistem
metabolisme
Bagian Kulit
yang Terkena
Penampilan Luka
Perjalanan
Kesembuhan
Kesemutan,
Memerah, menjadi
Kesembuhan
(Superfisial):
hiperestesia
lengkap dalam
Tersengat
(supersensivitas),
waktu satu
matahari, terkena
edema
minggu, terjadi
api dengan
jika didinginkan
intensitas rendah
Epidermis
Gejala
pengelupasan
kulit
18
Derajat Dua
Epidermis dan
Nyeri,
Melepuh, dasar
Kesembuhan
(Partial-
bagian dermis.
hiperestesia,
luka berbintik-
Thickness):
sensitif terhadap
bintik merah,
minggu,
Tersiram air
udara yang
epidermis retak,
pembentukan
mendidih,
dingin.
permukaan luka
parut dan
terbakar oleh
basah, terdapat
depigmentasi,
nyala api
edema.
infeksi dapat
mengubahnya
menjadi derajattiga.
2a = Superficial
Epidermis dan
Kulit tampak
Akan sembuh
partial thickness
sensitif oleh
kemerahan, oedem
dengan sendirinya
dermis
tekanan.
dalam 3 minggu
bakar grade I,
infeksi ), Tapi
ditandai dengan
beberapa jam
sebelumnya.
setelah terkena
luka, bila bula
disingkirkan akan
terlihat luka
bewarna merah
muda yang basah,
Luka sangat
sensitive dan akan
menjadi lebih pucat
bila terkena
tekanan.
2b = Deep partial
Epidermis dan
thickness
Disertai juga
Luka akan
dengan bula,
dermis
permukaan luka
minggu. Organ-
berbecak merah
folikel-folikel
rambut, kelenjar
vaskularisasi
keringat, kelenjar
19
pembuluh darah
sebasea sebagian
Epidermis,
Tidak terasa
darah.
Kering, luka bakar
Pembentukan
(Full-Thickness):
keseluruhan
nyeri, syok,
berwarna putih
skar, diperlukan
Terbakar nyala
dermis dan
hematuria
pencangkokan,
kadang-kadang
(adanya darah
pembentukan
mendidih dalam
jaringan subkutan
parut dan
kemungkinan
hilangnya kontur
tersengat arus
pula hemolisis
terdapat edema
listrik
(destruksi sel
hilangnya jari
darah merah),
tangan atau
kemungkinan
ekstrenitas dapat
terdapat luka
terjadi
2.7 Komplikasi
a. Gagal jantung kongestif dan edema pulmonal.
b. Sindrom kompartemen
Sindrom kompartemen merupakan proses terjadinya pemulihan
integritas kapiler, syok luka bakar akan menghilang dan cairan mengalir
kembali ke dalam kompartemen vaskuler, volume darah akan meningkat.
Karena edema akan bertambah berat pada luka bakar yang melingkar.
Tekanan terhadap pembuluh darah kecil dan saraf pada ekstremitas distal
menyebabkan obstruksi aliran darah sehingga terjadi iskemia.
c. Adult Respiratory Distress Syndrome, akibat kegagalan respirasi terjadi
jika derajat gangguan ventilasi dan pertukaran gas sudah mengancam jiwa
pasien.
d. Ileus Paralitik dan Ulkus Curling
Berkurangnya peristaltic usus dan bising usus merupakan tandatanda ileus paralitik akibat luka bakar. Distensi lambung dan nausea dapat
20
21
22
2.9 Penatalaksanaan
1. Pengkajian primer
1) Airway
Menurut Moenadjat (2009), membebaskan jalan nafas dari sumbatan
yang terbentuk akibat edema mukosa jalan nafas ditambah sekret yang
diproduksi berlebihan (hiperekskresi) dan mengalami pengentalan.
Pada luka bakar kritis disertai trauma inhalasi, intubasi (pemasangan
pipa endotrakeal) dan atau krikotiroidektomi emergensi dikerjakan
pada kesempatan pertama sebelum dijumpai obstruksi jalan nafas
yang dapat menyebabkan distres pernafasan. Pada luka bakar akut
dengan kecurigaan trauma inhalasi. Pemasangan pipa nasofaringeal,
endotrakeal merupakan prioritas pertama pada resusitasi, tanpa
menunggu adanya distres nafas. Baik pemasangan nasofaringeal,
intubasi dan atau krikotiroidektomi merupakan sarana pembebasan
jalan nafas dari sekret yang diproduksi, memfasilitasi terapi inhalasi
yang efektif dan memungkinkan lavase bronkial dikerjakan. Namun
pada kondisi sudah dijumpai obstruksi, krikotiroidektomi merupakan
indikasi dan pilihan.
2) Breathing
Adanya kesulitan bernafas, masalah pada pengembangan dada terkait
keteraturan dan frekuensinya. Adanya suara nafas tambahan ronkhi,
wheezing atau stridor.
Moenadjat (2009), Pastikan pernafasan adekuat dengan :
a. Pemberian oksigen
Oksigen diberikan 2-4 L/menit adalah memadai. Bila sekret
banyak, dapat ditambah menjadi 4-6 L/menit. Dosis ini sudah
mencukupi, penderita trauma inhalasi mengalami gangguan aliran
masuk (input) oksigen karena patologi jalan nafas; bukan karena
kekurangan oksigen. Hindari pemberian oksigen tinggi (>10
L/mnt) atau dengan tekanan karena akan menyebabkan hiperoksia
(dan barotrauma) yang diikuti terjadinya stres oksidatif.
b. Humidifikasi
23
untuk
mengencerkan
sekret
kental
(agar
mudah
24
25
Gambar Rule of nine (Cont Edu Anaesth Crit Care and Pain. 2012)
Perawatan luka bakar di unit perawatan luka bakar, terdapat dua jenis
perawatan luka selama dirawat di bangsal yaitu:
1) Perawatan terbuka: luka yang telah diberi obat topical dibiarkan
terbuka tanpa balutan dan diberi pelindung cradle bed. Biasanya juga
dilakukan untuk daerah yang sulit dibalut seperti wajah, perineum,
dan lipat paha.
2) Perawatan tertutup: penutupan luka dengan balutan kasa steril setelah
dibeikan obat topical.
Penanganan luka bakar di unit gawat darurat
Tindakan yang harus dilakukan terhadap pasien pada 24 jam pertama yaitu:
1) Penilaian keadaan umum pasien, perhatikan Airway (jalan nafas),
Breathing (pernafasan), Circulation (sirkulasi)
2) Penilaian luas dan kedalaman luka bakar
3) Kaji adanya kesulitan menelan atau bicara dan edema saluran pernafasan
26
4) Kaji adanya faktor faktor lain yang memperberat luka bakar seperti
adanya fraktur, riwayat penyakit sebelumnya (seperti diabetes,
hipertensi, gagal ginjal, dll)
5) Pasang infus (IV line), jika luka bakar >20% derajat II / III biasanya
dipasang CVP (kolaborasi dengan dokter) digunakan untuk mengetahui
permeabilitas vaskular dengan monitoring nilai CVP yang semakin
meningkat
6) Pasang kateter urin, pasang NGT jika diperlukan, beri terapi oksigen
sesuai kebutuhan
7) Berikan suntikan ATS / toxoid
8) Perawatan luka :
a. Cuci luka dengan cairan savlon 1% (savlon : NaCl = 1 : 100)
b. Biarkan lepuh utuh (jangan dipecah kecuali terdapat pada sendi yang
mengganggu pergerakan
c. Selimuti pasien dengan selimut steril
9) Pemberian obat obatan (kolaborasi dokter): Antasida H2 antagonis,
Roborantia (vitamin C dan A), Analgetik, Antibiotic
10) Mobilisasi secara dini dan pengaturan posisi
Keterangan:
a. Pada 8 jam I diberikan dari kebutuhan cairan
b. Pada 8 jam II diberikan dari kebutuhan cairan
c. Pada 8 jam III diberikan sisanya
Penanganan luka bakar di unit perawatan intensif.
Hal yang perlu diperhatikan pada pasien meliputi:
1) Pantau keadaan pasien dan setting ventilator. Kaji apakah pasien
mengadakan perlawanan terhadap ventilator
2) Observasi tanda tanda vital; tekanan darah, nadi, pernafasan, setiap
jam dan suhu setiap 4 jam
3) Pantau nilai CVP, amati neurologis pasien (GCS), pantau status
hemodinamik, pantau haluaran urin (minimal 1ml/kg BB/jam), pantau
4)
5)
6)
7)
8)
9)
pasien)
10) Perawatan daerah invasif seperti daerah pemasangan CVP, kateter dan
tube setiap hari
27
2)
3)
tumbuh pada daerah luka bakar seperti pada wajah, aksila, pubis, dll
Lakukan nekrotomi jaringan nekrosis
Lakukan escharotomy jika luka bakar melingkar (circumferential) dan
4)
5)
6)
7)
8)
9)
10)
luka
Bilas savlon 1% dengan menggunakan cairan NaCl 0,9%
Keringkan menggunakan kasa steril
Beri salep silver sulfadiazine (SSD) setebal 0,5cm pada seluruh daerah
luka bakar (kecuali wajah hanya jika luka bakar dalam [derajat III] dan
11)
jika luka bakar pada wajah derajat I/II, beri salep antibiotika)
Tutup dengan kasa steril (perawatan tertutup atau biarkan terbuka
(gunakan cradle bed)
28
Resusitasi Cairan
Menurut Sunatrio (2000), pada luka bakar mayor terjadi perubahan
permeabilitas kapiler yang akan diikuti dengan ekstrapasasi cairan (plasma
protein
dan
elektrolit)
dari
intravaskuler
ke
jaringan
interstisial
29
30
jumlah semula diberikan tiap 8 jam berikutnya. Pemantauan yang teliti dan
cermat mengenai pengeluaran urin dan tekanan vaskuler sentral (bila tepat)
merupakan metode resusitasi yang tepat. Bila pengeluaran urin rendah dan
terjadi ketidakstabilan kardiovaskular pada pemberian volume intravena maka
perlu adanya pemasangan kateter termodilusi Swan-Ganz untuk memantau
tekanan jantung kiri dan kanan serta curah jantung. (Sabiston, 1995)
Formula untuk Resusitasi Cairan :
1) Formula Parkland untuk resusitasi klien luka bakar
24 jam pertama menggunakan cairan ringer laktat: 4ml / kgBB / %luka
bakar
a. Pemberian resusitasi cairan pada orang dewasa :
Contohnya pria dengan berat 75 kg dengan luas luka bakar 20%
Maka membutuhkan cairan : (4 ml) X (75kg) X (20) = 6000 ml
dalam 24 jam pertama
jumlah cairan 3000 ml diberikan dalam 8 jam
jumlah cairan sisanya 3000 ml diberikan dalam 16 jam berikutnya.
b. Pemberian resusitasi cairan pada anak:
a) 4 ml/kg untuk jam pertama 10 kg dari berat
b) 2 ml/kg untuk jam kedua 10 kg dari berat
c) 1 ml/kg untuk >20kg dari berat badan
Hasil akhir
a. Urin output 0.5-1.0 ml/kg/hari untuk dewasa
b. Urin output 1.0-1.5 ml/kg/hari untuk anak-anak
2) Formula Evans :
a. Luas luka bakar dalam % x berat badan dalam kg = jumlah NaCl /
24 jam
b. Luas luka bakar dalam % x berat badan dalam kg = jumah plasma /
24 jam (no a dan b pengganti cairan yang hilang akibat oedem.
Plasma untuk mengganti plasma yang keluar dari pembuluh dan
meninggikan tekanan osmosis hingga mengurangi perembesan
keluar dan menarik kembali cairan yang telah keluar)
31
elektrolit
dengan
komposisi
yang
lebih
fisiologis
32
Pedoman
a. Separuh kebutuhan diberikan dalam 8 jam I (dihitung mulai saat
kejadian luka bakar)
b. Separuh kebutuhan diberikan dalam 16 jam sisanya
4) Kebutuhan kalori pasien dewasa dengan menggunakan formula Curreri
Adalah 25 kcal/kgBB/hari ditambah denga 40 kcal/% luka bakar/hari.
Petunjuk perubahan cairan
a. Pemantauan urin output tiap jam
b. Tanda-tanda vital, tekanan vena sentral
c. Kecukupan sirkulasi perifer
d. Tidak adanya asidosis laktat, hipotermi
e. Hematokrit, kadar elektrolit serum, pH dan kadar glukosa
Tabel Formula untuk resusitasi penggantian cairan (Horne M &
Pamela L, 2000)
24 jam pertama
33
Formula
Elektrolit
Koloid
Glukosa
dalam air
Consensus
ABA
Cairan ringer
Laktat, 2-4
ml/kg/% luas
permukaan
tubuh untuk
mempertahanka
n haluaran urin
30-50 ml/jam
Brooks
Cairan ringer
0,5 ml/kg/%
Laktat, 1,5
burn
2000 ml
ml/kg/% luka
Parland
bakar
Cairan ringer
Laktat, 4 ml/kg/
%
Cairan
Volume untuk
Natrium
mempertahanka
Hipertonik
n haluaran urin
30 ml/jam
(cairan berisi
250 mEq
natrium/L)
34
bakar pada daerah perinium, ketiak, leher, dan tangan sulit dalam
perawatannya, karena mudah mengalami kontraktur.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Asuhan Keperawatan Umum
3.1.1
Pengkajian
1. Primary Survey
a. Airway
Kaji ada tidaknya sumbatan pada jalan nafas pasien.
L = Look/Lihat gerakan nafas atau pengembangan dada, adanya
retraksi sela iga, warna mukosa/kulit dan kesadaran
L = Listen/Dengar aliran udara pernafasan
F = Feel/Rasakan adanya aliran udara pernafasan dengan
menggunakan pipi perawat
b. Breathing
Kaji pergerakan dinding thorax simetris atau tidak, ada atau
tidaknya kelainan pada pernafasan misalnya dispnea, takipnea,
bradipnea, ataupun sesak. Kaji juga apakah ada suara nafas
tambahan seperti snoring, gargling, rhonki atau wheezing.Selain itu
kaji juga kedalaman nafas pasien.
c. Circulation
35
36
g. Pemeriksaan diagnostik
1.
2.
3.
4.
3.1.2
No
1.
Analisis data
Data
Etiologi
Luka bakar
DS: DO:
-
tampak
bernafas/sesak
kesulitan
Masalah Kep.
Kerusakan
pertukaran gas
Vasodilatasi PD
37
2.
DS: DO:
-
3.
Gerakan
dada
tidak
simetris
RR> 20 x/mnt
Pola napas cepat dan
dangkal
TTV : RR= 32 x/ mnt, N=
90 x/ mnt, TD= 100/ 70
mmHg, T= 36oC
Ds: Do:
-
Penyumbatan sal.
Nafas bagian atas
Edema paru
Hiperventilasi
Kerusakan
pertukaran gas
Luka bakar
Bersihan jalan
napas tidak
efektif
Defisit volume
cairan
Gangguan
perfusi
jaringan tidak
efektif
hipoksia
perfusi jaringan
tidak efektif
Luka bakar
Kerusakan
integritas kulit
Kerusakan kulit/
jaringan
38
Inflamasi, Lesi
Kerusakan integritas
kulit
Luka bakar
Nyeri
Kerusakan kulit/
jaringan dan edema
Nyeri
3.1.4
INTERVENSI
39
N
O
1
Diagnosa
NOC
NIC
Dx: Kerusakan Setelah dilakukan tindakan 1. Pantau laporan GDA dan kadar
pertukaran gas
keperawatan pasien
berhubungan
mendapatkan oksigenasi
dengan
yang adekuat.
Kriteria hasil:
keracunan
karbon
1. RR 12-24 x/mnt
monoksida,
inhalasi asap
dan obstruksi
saluran nafas
atas
normal
4. Tidak ada kesulitan
bernafas
berhubungan
a. RR normal (1224x/menit)
b. Ritme pernapasan
reguler
c. Suara nafas normal
d. Tidak ada penggunaan
oto bantu nafas
40
Dx:
1.
Monitoring
berhubungan
dengan
tanda-tanda kekurangan
peningkatan
permeabilitas
kapiler
dan
kehilangan
lewat
evaporasi dari
3.
4.
a. membran mukosa
Ukur lingkar
indikasi
5.
Lakukan
kolaborasi
batas normal.
c.
Intake
cairan
ekstremitas
lembab
luka bakar
CVP, kapiler
program
meliputi: Pasang/
dan
output
tubuh
pasien
6.
seimbang
plasma, albumin.
7.
Monitoring
hasil
Berikan
obat
sesuai
indikasi (diuretik)
9.
Monitoring
tanda-tanda
41
Masukan dan
setiap
jam
selama
selama
rehabilitasi.
4
periode
Status
umum
setiap 8 jam.
Dx: Gangguan Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji warna, sensasi, gerakan,
perfusi
keperawatan,
diharapkan
yang
sakit.
3. Ukur TD pada ektremitas yang
mengalami luka bakar
1.
ekstremitas
perifer
elektrolit
terutama
natrium,
kolaborasi
untuk
Dx: Kerusakan
1. Kaji/catat ukuran,
integritas kulit
warna, kedalaman
b/d kerusakan
luka, perhatikan
permukaan
kulit sekunder
aera graft.
destruksi
lapisan kulit.
2. Lakukan perawatan
luka bakar yang tepat
42
Tujuan:
3. Pertahankan
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan,
diharapkan
pasien
menunjukkan
regenerasi
jaringan
Kriteria hasil:
Mencapai
penyembuhan
tepat waktu
pada area luka
bakar.
indikasi.
bila
mungkin/tepat. Pertah
repitelisasi.
4. Menurunkan pembengkakan
diinginkan dan
graft.
diindikasikan.
5. Pertahankan balutan
mempengaruhi penyembuhan
sesuai indikasi.
mempertahankan kelenturan.
dilepas dan
penyembuhan selesai.
7. Lakukan program
kolaborasi, siapkan /
bantu prosedur
bedah/balutan
6
Dx:
biologis.
Nyeri Setelah diberikan asuhan
Manajemen nyeri :
berhubungan
keperawatan selama.
dengan
kerusakan
kulit / jaringan
43
terkontrol dg KH:
a. Klien melaporkan
nyeri berkurang dg
scala nyeri 2-3
b. Ekspresi wajah tenang
c. Klien dapat istirahat
dan tidur
presipitasi).
2. Observasi reaksi nonverbal
dari ketidaknyamanan.
3. Gunakan teknik komunikasi
terapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri klien
sebelumnya.
4. Kontrol faktor lingkungan
yang mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan.
5. Kurangi faktor presipitasi
nyeri.
6. Pilih dan lakukan penanganan
nyeri (farmakologis/non
farmakologis).
7. Ajarkan teknik non
farmakologis (relaksasi,
distraksi dll) untuk mengatasi
nyeri.
8. Kolaborasi untuk pemberian
analgetik
9. Evaluasi tindakan pengurang
nyeri/kontrol nyeri.
44
riwayat
masuk
rumah
sakit/operasi
di
RS
: Tampak sakitberat
45
ii.
iii.
Kesadaran
: Compos mentis
Tekanan darah
: 100/70 mmHg
Nadi
: 110x/mnt, reguler
Suhu
: 36,8oC
Pernapasan
: 29x/menit
Tinggi badan
: 165 cm
Berat badan
: 60 kg
: tidak teraba
Leher
: tidak teraba
Supraklavikula
: tidak teraba
Ketiak
: tidak teraba
Lipat paha
: tidak teraba
Kepala
Ekspresi wajah
: menyeringai, menahan
sakit
iv.
Rambut
: hitam
Simetri muka
: simetris
Leher
Tekanan vena Jugularis (JVP) : 2-5 cmH2O
v.
Kelenjar Tiroid
Kelenjar Limfe
Dada
Bentuk
: simetris
Perut
Inspeksi
vii.
Punggung
Terdapat luka bakar menyeluruh pada bagian dada
(18%). Warnanya merah, keabu-abuan, sedikit tampak cairan.
46
b.
Analisa Data
No
1.
Data
DS: Klien merasa lemas
Etiologi
Masalah
Luka bakar
Keperawatan
Defisit volume
DO:
cairan
a. Turgor
kulit
kering
Permeabilitas kapiler
meningkat
b. Mukosa kering
c. CVP abnormal
d. Intake
Output
tidak seimbang
e. Kadar
2.
DS:
kalium,
natrium abnormal
Pasien mengeluh
Luka bakar
sesak
pertukaran gas
DO:
a. Tampak
kesulitan
bernafas/sesak
b. Gerakan dada tidak
simetris
c. Pola
napas
cepat
dan dangkal
d. TTV : TD: 100/70
mmHg,
110x/mnt,
36,8oC,
3.
Gangguan
Nadi:
S:
RR:
29x/menit
DS:
Pasien
mengeluh
batuk-
batuk
Luka bakar
Bersihan jalan
napas tidak
Inhalasi asap
efektif
DO:
a. Pasien
tampak
Edema laring
sesak
47
b. Pasien
batuk-
batuk
c. Gerakan
dada
tidak simetris
d. RR= 29 x/mnt
e. Pola
napas
cepat
dan
dangkal
4.
DS:
klien
mengeluh
Luka bakar
Nyeri akut
edema
Nyeri
meringis kesakitan
sambil
memegang
aktivitas
DS: pasien mengeluh
Luka bakar
perih, sakit
DO:
Gangguan
integritas kulit
a. Terdapat edema
b. Kulit kemerahan
Inflamasi, Lesi
hingga nekrosis
48
dingin,
lembab
c. Diagnosa Keperawatan
1) Defisit volume cairan b.d banyaknya penguapan/cairan tubuh
yang keluar
2) Gangguan pertukaran gas/oksigen b.d kerusakan jalan nafas
3) Bersihan jalan nafas inefektif b.d obstruksi jalan nafas
4) Nyeri akut b.d kerusakan kulit dan jaringan
5) Gangguan integritas kulit b.d kerusakan kulit dan jaringan yang
terkena luka bakar
d. Intervensi Keperawatan
No
1.
Diagnosa
Kriteria Hasil
Keperawatan
Defisit volume cairan Setelah
b.d
Intervensi
1. Monitor
banyaknya dilakukan
tindakan
keperawatan
0,5 1 cc/kg.bb/jam)
dalam waktu 2
24
jam
pemulihan
cairan
optimal
dan
keseimbangan
elektrolit
perfusi
catat
penguapan/cairan
dan
2.
mengandung
elektrolit
(pada
jam
I),
ke
24
sesuai
dengan
rumus
vital tercapai
elektrolit,
minimal
Kriteria Hasil:
setiap 12 jam.
a. BP 100-140/60
90 mmHg
49
b. Produksi urine
>30
ml/jam
(minimal
ml/kg BB/jam)
c. Ht 37-43 %
d. Turgor elastic
e. Mucosa lembab
f. Akral hangat
g. Rasa haus tidak
2.
ada
Gangguan pertukaran Setelah dilakukan 1.Mengkaji tanda-tanda
gas/oksigen
b.d tindakan
keperawatan
frekuensi,
dalam waktu 2 x
kedalaman nafas.
irama,
tanda-tanda
hypoxia
(agitsi,takhipnea,
Kriteria Hasil:
stupor,sianosis)
hasil
tanda
laboratorium,
sianosis
kadar
b. Frekuensinafas
12 - 24 x/mnt
c. SP O2 > 95
AGD,
oksihemoglobin, hasil
oximetri nadi,
4.Kolaborasi dengan tim
medis
untuk
pemasangan
endotracheal
atau
tube
tracheostomi
dengan
medis
untuk
pemasangan
ventilator
bila
50
diperlukan.
6.Kolaborasi dengan tim
medis
untuik
pemberian
3.
inhalasi
keperawatan
dalam
x24
waktu
jam
jalan
nafas
efektif
30 derajat
Kriteria hasil :
a.Tidak ada sekret
di
saluran
pernafasan
4.Lakukan
postural
drainase
danclaping
vibrating
jika
memungkinkan
b.Pasien
bisa 5. Lakukan
bernafas dengan
penghisapan
normal
(suction)
sesuai
dengan
4.
Nyeri
akut
yang
dirasakan klien
jaringan
2.Atur
keperawatan
dalam
masa
selama
Kriteria Hasil:
a.Skala 1-2
b.Expresi
dengan nyaman
teknik relaksasi
4.Lakukan
prosedur
pencucian
wajah
tenang
x/mnt
tidur
nyeri berkurang
c.Nadi
posisi
luka
dengan hati-hati
5. Anjurkan klien untuk
60-100
mengekspresikan rasa
nyeri yang dirasakan
51
d.Klien
gelisah
5.
Gangguan
kulit
b.d
dengan
medis
untuik
pemberian analgesik
integritas Setelah dilakukan 1. Kaji luka pada fase
kerusakan tindakan
akut
selama
(perubahan
warna kulit)
masa 2.
Cegah
adanya
penyembuhan
luka
sembuh
bakar
kulit
Kriteria hasil:
a.Luka
Prosedur:
sembuh 1.Pencucian
luka
sesuai dengan
dilakukan
fase
menggunakan
penyembuhan
yang
luka
Prinsip dilution is
air
disterilkan.
Pencucian
dikerjakan
luka
saat
penderita masuk ke
unit
luka
bakar
dan
dilakukan
satu
sampai
dua
dalam
sebelum
kali
sehari
dilakukan
52
nekrotomi
dan
debridement.
3. Tindakan nekrotomi
dan
debridement
dilakukan bertujuan
membuang
eskar
atau
jaringan
nekrosis
maupun
luka
berpotensi
besar
untuk
berkembang
menjadi
fokus
seawal
tindakan
ulangan
sesuai
kebutuhan.
dimaksud
Yang
tindakan
hari
pertama
padat
belum
lisis,
eskar
dan
mengalami
eskar
yang
mengalami
memicu
lisis
respon
53
inflamasi
kuat
sangat
dan
sulit
dilakukan.
Pada
Perawatan
pasca
nekrotomi
dan
debridement,
luka
dicuci
kali
setiap
penggantian balutan.
5.Pemberian
antimikroba topikal
membantu
mencegah
infeksi.
Mengikuti
prinsip
aseptik
melindungi
untuk
pertumbuhan
bakteri.
e. Evaluasi
1. S: Klien merasa tidak lemas
O: Turgor kulit baik, mukosa lembab, kadar Kalium= 4.0 mEq/L
dan kadar Natrium= 135 mEq/L, intake dan output seimbang
A: Masalah teratasi
P: Intervensi dihentikan
2. S: Klien mengatakan sesak berkurang
O: Klien kadang-kadang masih terlihat bernafas cepat, RR: 25
kali/menit, SaO2 = 95 %
A: Masalah teratasi sebagian
P: Intervensi dilanjutkan
54
kultur
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Luka bakar (combustio/burn) adalah cedera sebagai akibat kontak
langsung atau terpapar dengan sumber-sumber panas (termal), listrik
(electrict), zat kimia (chemycal) atau radiasi. Luka bakar thermal (panas)
disebabkan oleh karena terpapar atau kontak dengan api, cairan panas atau
objek-objek panas lainnya. Luka bakar chemical (kimia) disebabkan oleh
kontaknya jaringan kulit dengan asam atau basa kuat. Luka bakar electric
(listrik) disebabkan oleh panas yang digerakkan dari energy listrik yang
dihantarkan melalui tubuh. Luka bakar radiasi disebabkan oleh terpapar
dengan sumber radioaktif.
Penatalaksanaan syok dengan menggunakan metode resusitasi cairan
konvensional
(menggunakan
regimen
cairan
yang
ada)
dengan
55
Dengan
adanya
makalah
ini
diharapkan
dapat
meningkatkan
DAFTAR PUSTAKA
Borley R. Neil danGrase A. Pierce. 2007. At a glance IlmuBedah. Edisi 3. Jakarta
Erlangga
Dewi, Yulia Ratna Sintia. 2013. Luka Bakar : Konsep Umum dan Investigasi
Berbasis Klinis Luka Antemortem dan Postmortem. Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana.
Di Maio, V.J.M. & Dana, S.E. 1998. Fire and Thermal Injuries, in: Di Maio,
V.J.M. & Dana, S.E.(eds) Hand Book of Forensic Pathology. USA: Landes
Bioscience
Grace, P.A & Borley, N.R. 2006. At a Glance Ilmu Bedah edisi ketiga. Jakarta:
Penerbit Erlangga
Gurnida, Dida dan Melisa Lilisari. 2011. Dukungan Nutrisi pada Penderita Luka
Bakar. Bagian Ilmu Kesehatann Anak,Fakultas Kedokteran Universitas
Padjajaran, Rumah Sakit Hasan Sadikin,Bandung.
Hardisman. 2014. Gawat Darurat Medis Praktis. Yogyakarta : Gosyen Publising.
Hidayat, A Aziz Alimul. 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan
Kebidanan. Jakarta. Salemba Medika
Horne, M., Pamela L. 2000. Keseimbangan Cairan Elektrolit & Asam basa.
EGC : Jakarta
56
57