Vous êtes sur la page 1sur 16

A.

Analisis Risiko Kredit


Identifikasi risiko kredit merupakan langkah awal dalam mengelola risiko dan
selanjutnya akan diukur. Hasil dari pengukuran tersebut akan digunakan untuk
menentukan besarnya modal untuk menutup risiko.Risiko kredit dapat bersumber dari
berbagai aktivitas fungsional bank seperti aktivitas perkreditan, aktivitas treasuri dan
aktivitas investasi, pembiayaan perdagangan, yang tercatat balk pads banking book
maupun pads trading book. Analisa kredit dilakukan untuk mengidentifikasi seluruh
aspek risiko yang melekat pads setiap aktivitas fungsional yang berpotensi merugikan
bank.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan analisa kredit antara lain:

Bersifat proaktif (anticipative) dan bukan reaktif

Mencakup seluruh aktivitas fungsional (kegiatan operasional)

Menggabungkan clan menganalisis informasi risiko dari seluruh sumber informasi


yang tersedia

Menganalisis probabilitas timbulnya risiko Berta konsekuensi atas risiko tersebut.


Untuk kegiatan perkreditan, penilaian risiko kredit perlu memperhatikan kondisi

keuangan debitur, khususnya kemampuan membayar secara tepat waktu, jaminan atau
agunan yang diberikan sebagai pagar terakhir kalau terjadi gagal bayar. Gagal bayar
dapat disebabkan berbagai faktor. Penilaian debitur mencakup analisis lingkungan
debitur, karakteristik mitra usaha dari debitur, kualitas pemegang saham dan pengelola
usaha, kondisi laporan keuangan beberapa tahun terakhir, kualitas strategi usaha clan
proyeksi keuangan, clan dokumen lainnya yang dapat digunakan untuk mendukung
analisis yang menyeluruh terhadap kondisi dan kredibilitas debitur.
Risiko Kredit:
Tripanca Group, didirikan dan dimiliki keluarga Sugiarto Wiharjo aliasAlay,
merupakan satu group perusahaan di Lampung yang pada awalnya bergerak dalarn
bidang perdagangan hasil bumi kemudian merambah usaha -lainnya termasuk Bank

Perkreditan Rakyat. Dalam beberapa tahun terakhir, namanya begitu harum, seiring
dengan perkembangan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Tripanca, membangun gedung
baru dan megah, melancarkan program-program baru demi memberikan kepuasan lebih
terhadap konsumen, melebihi pelayanan Bank lain.
Namun tiba-tiba performance Tripanca Group merosot dan tidak dapat memenuhi
kewajibannya baik kepada bank (kreditur), kepada supplier dan kepada nasabah BPR.
Ada berbagai berita tentang apa yang jadi penyebab utama Tripanca Group terpuruk
danAlaydan keluarganya menghilang.Adayang menyatakan karena kerugian yang
disebabkan jatuhnya harga kopi di pasaran dunia.Adajugs yang menginformasikan karena
kerugian dari permainan saham sekitar Rp. 350.000.000.000,- (tiga ratus miliar rupiah)
yang dilakukan oleh pemilik usaha.
Sugiharto Wiharjo aliasAlaypemilik Tripanca Group terbelit persoalan kredit
macet clan diduga melarikan dana nasabah BPR Tripanca. Sugiharto melalui dua
perusahaan PT. Tripanca Group dan PT Cideng Makmur Pratama berhutang kelimabank
besar dengan total mencapai hampir Rp 1,7 triliun yang terancam macet. (Tempo
interaktif 29Des 2008)
Dengan performance Group Tripanca yang telah dibuktikan bertahun-tahun,
banyak bank baik lokal maupun bank asing memberikan pinjaman kepada Group
tersebut. Namun ketika kasus ini diperiksa, banyak ditemukan kenyataan lain yang
menunjukkan praktek perusahaan yang tidak sehat. Meskipun saat ini kasus tersebut
belum selesai namun bank-bank pemberi kredit menghadapi risiko kredit.
Kebijakan dan Prosedur Perkreditan
Kebijakan dan Prosedur Perkreditan merupakan pedoman kerja dibidang
perkreditan yang memuat rangkaian peraturan untuk menjamin kegiatan perkreditan
dapat berjalan dengan baik. Beberapa unsur yang perlu diperhatikan dalam menetapkan
kebijakan perkreditan yaitu:

Asas likuiditas, bank harus dapat menjaga tingkat likuiditas termasuk memenuhi
permintaan penarikan kredit nasabah.

Asas solvabilitas, bank dapat melakukan penempatan dana sesuai dengan


kemampuan mengumpulkan dana pihak ketiga, dan sejauh mungkin menghindari
risiko kegagalan kredit.

Asas rentabilitas, bank harus memperoleh labs secara optimal.

B. Analisis Kebangkrutan
Kemampuan suatu perusahaan untuk dapat bersaing sangat ditentukan oleh
kinerja perusahaan itu sendiri. Perusahaan yang tidak mampu bersaing untuk
mempertahankan kinerjanya lambat laun akan tergusur dari lingkungan industrinya dan
akan mengalami kebangkrutan. Agar kelangsungan hidup suatu perusahaan tetap terjaga,
maka pihak manajemen harus dapat mempertahankan atau terlebih lagi memacu
peningkatan kinerjanya.
Resiko kebangkrutan bagi perusahaan sebenarnya dapat dilihat dan diukur melalui
laporan keuangan, dengan cara melakukan analisis rasio terhadap laporan keuangan yang
dikeluarkan oleh perusahaan yang bersangkutan. Analisis rasio merupakan alat yang
sangat penting untuk mengetahui posisi keuangan perusahaan serta hasil-hasil yang telah
dicapai sehubungan dengan pemilihan strategi perusahaan yang telah dilaksanakan.
Analisis rasio yang memprediksi potensi kebangkrutan suatu perusahaan, yaitu analisis
Z-Score. Z-score pertama kali diperkenalkan oleh Edward Altman yang dikembangkan
untuk menentukan kecenderungan kebangkrutan perusahaan dan dapat juga digunakan
sebagai ukuran dari keseluruhan kinerja keuangan. Hal yang menarik tentang Z-score
adalah keandalannya sebagai alat analisis tanpa memperhatikan bagaimana ukuran
perusahaan.

Meskipun,

seandainya

perusahaan

sangat

makmur,

bila

Z-score

menunjukkan nilai yang kurang baik, maka perusahaan harus berhati-hati. Bila
perusahaan memiliki kinerja keuangan yang sehat berarti perusahaan dapat berkembang

baik dan bila perusahaan dalam keadaan yang tidak sehat maka perlu diwaspadai karena
berisiko tinggi menuju kebangkrutan.
Prediksi kebangkrutan berfungsi untuk memberikan panduan bagi pihak-pihak
tentang kinerja keuangan perusahaan apakah akan mengalami kesulitan atau tidak dimasa
yang akan datang. Bagi pemilik perusahaan dapat digunakan untuk memutuskan apakah
tetap mempertahankan kepemilikannya di perusahaan atau menjualnya dan kemudian
menanamkan modalnya ditempat lain. Sedangkan investor dan kreditor sebagai pihak
yang berada diluar perusahaan dituntut mengetahui perkembangan yang ada dalam
perusahaan demi keamanan investasi modalnya sebab ketidakmampuan untuk membaca
sinyal-sinyal dalam kesulitan usaha akan mengakibatkan kerugian dalam investasi yang
telah dilakukan.
Definisi Kebangkrutan
Istilah pailit dijumpai dalam perbendaharaan bahasa Belanda, Perancis, Latin
dan Inggris. Dalam bahasa Perancis, istilah failite artinya pemogokan atau kemacetan
dalam melakukan pembayaran. Orang yang mogok atau macet atau berhenti membayar
hutangnya disebut dengan Le falli. Di dalam bahasa Belanda dipergunakan istilah faillit
yang mempunyai arti ganda yaitu sebagai kata benda dan kata sifat. Sedangkan dalam
bahasa Inggris dipergunakan istilah to fail, dan di dalam bahasa Latin dipergunakan
istilah failire. Di negara-negara yang berbahasa Inggris, untuk pengertian pailit dan
kepailitan dipergunakan istilah bankrupt dan bankruptcy.
Kebangkrutan sebagai suatu kegagalan yang terjadi pada sebuah perusahaan
didefinisikan dalam beberapa pengertian menurut Martin dalam Fahkrurozie (2007:15)
yaitu:
a. Kegagalan Ekonomi (Economic Distressed)
Kegagalan dalam ekonomi artinya bahwa perusahaan kehilangan uang atau
pendapatan perusahaan tidak mampu menutupi biayanya sendiri, ini berarti tingkat
labanya lebih kecil dari biaya modal atau nilai sekarang dari arus kas perusahaan

lebih kecil dari kewajiban. Kegagalan terjadi bila arus kas sebenarnya dari
perusahaan tersebut jauh dibawah arus kas yang diharapkan.
b. Kegagalan keuangan (Financial Distressed)
Pengertian financial distressed mempunyai makna kesulitan dana baik dalam arti
dana dalam pengertian kas atau dalam pengertian modal kerja. Sebagai asset liability
management sangat berperan dalam pengaturan untuk menjaga agar tidak terkena
financial distressed. Kebangkrutan akan cepat terjadi pada perusahaan yang berada
di Negara yang sedang mengalami kesulitan ekonomi, karena kesulitan 6ekonomi
akan memicu semakin cepatnya kebangkrutan perusahaan yang mungkin tadinya
sudah sakit kemudian semakin sakit dan bangkrut.
Menurut Hanafi (2009, h. 262), kesulitan keuangan jangka pendek bersifat
sementara dan belum begitu parah. Tetapi kesulitan semacam itu apabila tidak ditangani
bisa berkembang menjadi kesulitan tidak solvabel (hutang lebih besar dibanding aset).
Kalau tidak solvabel, perusahaan bisa dilikuidasi atau direorganisasi. Likuidasi dipilih
apabila nilai likuidasi lebih besar dibandingkan dengan nilai perusahaan kalau diteruskan.
Reorganisasi dipilih kalau perusahaan masih menunjukan prospek dan dengan demikian
nilai perusahaan kalau diteruskan lebih besar dibandingkan nilai perusahaan kalau
dilikuidasi.
Menurut Toto (2011:332), kebangkrutan (bankcruptcy) merupakan kondisi
dimana perusahaan tidak mampu lagi untuk melunasi kewajibannya. Kondisi ini biasanya
tidak muncul begitu saja di perusahaan, ada indikasi awal dari perusahaan tersebut yang
biasanya dapat dikenali lebih dini kalau laporan keuangan dianalisis secara lebih cermat
dengan suatu cara tertentu. Rasio keuangan dapat digunakan sebagai indikasi adanya
kebangkrutan di perusahaan.
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli tersebut, bahwa kebangkrutan
merupakan kondisi perusahaan yang tidak sehat dalam melanjutkan usahanya
dikarenakan ketidakmampuan dalam bersaing sehingga mengakibatkan penurunan
profitabilitas.

Faktor Penyebab Kebangkrutan


Perusahaan yang berada pada Negara sedang mengalami kesulitan ekonomi akan
lebih cepat mengalami kebangkrutan, karena kesulitan ekonomi akan memicu semakin
cepatnya kebangkrutan perusahaan yang mungkin tadinya sudah sakit kemudian semakin
sakit dan bangkrut. Perusahaan yang belum sakitpun akan mengalami kesulitan dalam
pemenuhan dana untuk kegiatan operasional perusahaan akibat adanya krisis ekonomi
tersebut. Namun demikian, proses kebangkrutan sebuah perusahaan tentu saja tidak
semata-mata disebabkan oleh faktor ekonomi saja, tetapi bisa juga disebabkan oleh faktor
lain yang sifatnya non ekonomi.
Menurut Darsono dan Ashari (2005:104) mendeskripsikan bahwa secara garis
besar penyebab kebangkrutan bisa dibagi menjadi dua yaitu faktor internal dan faktor
eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari bagian internal manajemen
perusahaan. Sedangkan faktor eksternal bisa berasal dari faktor luar yang berhubungan
langsung dengan operasi perusahaan atau faktor perekonomian secara makro. Faktor
internal yang bisa menyebabkan kebangkrutan perusahaan meliputi:
a. Manajemen yang tidak efisien akan mengakibatkan kerugian terus- menerus yang pada
akhirnya menyebabkan perusahaan tidak dapat membayar kewajibannya. Ketidakefisien
ini diakibatkan oleh pemborosan dalam biaya, kurangnya keterampilan dan keahlian
manajemen.
b. Ketidakseimbangan dalam modal yang dimiliki dengan jumlah piutang-hutang yang
dimiliki. Hutang yang terlalu besar akan mengakibatkan biaya bunga yang besar sehingga
memperkecil laba bahkan bisa menyebabkan kerugian. Piutang yang terlalu besar juga
akan merugikan karena aktiva yang menganggur terlalu banyak sehingga tidak
menghasilkan pendapatan.
c. Adanya kecurangan yang dilakukan oleh manajemen perusahaan bisa mengakibatkan
kebangkrutan. Kecurangan ini akan mengakibatkan kerugian bagi perusahaan yang pada
akhirnya membangkrutkan perusahaan. Kecurangan ini bisa berbentuk manajemen yang
korup ataupun memberikan informasi yang salah pada pemegang saham atau investor.

Sedangkan faktor eksternal yang bisa mengakibatkan kebangkrutan berasal dari


factor yang berhubungan langsung dengan perusahaan meliputi pelanggan, supplier,
debitor, kreditor, pesaing ataupun dari pemerintah. Sedangkan faktor eksternal yang tidak
berhubungan langsung dengan perusahaan meliputi kondisi perekonomian secara makro
ataupun faktor persaingan global. Faktor-faktor eksternal yang bisa mengakibatkan
kebangkrutan adalah:
a. Perubahan dalam keinginan pelanggan yang tidak diantisipasi oleh perusahaan yang
mengakibatkan pelanggan lari sehingga terjadi penurunan dalam pendapatan. Untuk
menjaga hal tersebut perusahaan harus selalu mengantisipasi kebutuhan pelanggan
dengan menciptakan produk yang sesuai dengan kebutuhan pelanggan.
b. Kesulitan bahan baku karena supplier tidak dapat memasok lagi kebutuhan bahan baku
yang digunakan untuk produksi. Untuk mengantisipasi hal tersebut perusahaan harus
selalu menjalin hubungan baik dengan supplier dan tidak menggantungkan kebutuhan
bahan baku pada satu pemasok sehingga risiko kekurangan bahan baku dapat diatasi.
c. Faktor debitor juga harus diantisipasi untuk menjaga agar debitor tidak melakukan
kecurangan dengan mengemplang hutang. Terlalu banyak piutang yang diberikan debitor
dengan jangka waktu pengembalian yang lama akan mengakibatkan banyak aktiva
menganggur yang tidak memberikan penghasilan sehingga mengakibatkan kerugian yang
besar bagi perusahaan. Untuk mengantisipasi hal tersebut, perusahaan harus selalu
memonitor piutang yang dimiliki dan keadaan debitor supaya bisa melakukan
perlindungan dini terhadap aktiva perusahaan.
d. Hubungan yang tidak harmonis dengan kreditor juga bisa berakibat fatal terhadap
kelangsungan hidup perusahaan. Apalagi dalam undang-undang no.4 tahun 1998, kreditor
bisa memailitkan perusahaan. Untuk mengantisipasi hal tersebut, perusahaan harus bisa
mengelola hutangnya dengan baik dan juga membina hubungan baik dengan kreditor.
e. Persaingan bisnis yang semakin ketat menuntut perusahaan agar selalu memperbaiki diri
sehingga bisa bersaing dengan perusahaan lain dalam memenuhi kebutuhan pelanggan.
Semakin ketatnya persaingan menuntut perusahaan agar selalu memperbaiki produk yang
dihasilkan, memberikan nilai tambah yang lebih baik bagi pelanggan.
f. Kondisi perekonomian secara global juga harus selalu diantisipasi oleh perusahaan.
Dengan semakin terpadunya perekonomian dengan Negara-negara lain, perkembangan
perekonomian global juga harus diantisipasi oleh perusahaan.

Prediksi Kebangkrutan
Menurut Darsono dan Ashari (2005:105) mengemukakan bahwa Kemampuan dalam
memprediksi kebangkrutan akan memberikan keuntungan banyak pihak, terutama pada
kreditur dan investor. Kemudian prediksi kebangkrutan juga berfungsi untuk memberikan
panduan bagi pihak-pihak tentang kinerja keuangan perusahaan apakah akan mengalami
kesulitan keuangan atau tidak di masa mendatang. Maka, sebagai pihak yang berada di luar
perusahaan, investor sebaiknya memiliki pengetahuan tentang kebangkrutan sehingga
keputusan yang diambil tidak akan salah. Salah satu indikator yang bisa dipakai untuk
mengetahui tingkat kebangkrutan adalah indikator keuangan.
Prediksi kesulitan keuangan salah satunya dikemukakan oleh seorang profesor di
New York University bernama Edward Altman yang disebut dengan Altman Z-Score. Rumus
Z-Score ini menggunakan komponen laporan keuangan sebagai alat prediksi terhadap
kemungkinan bangkrut tidaknya perusahaan.
Dari teori yang dikemukakan diatas bahwa dalam memprediksi kebangkrutan dapat
mengetahui kondisi keuangan perusahaan di masa yang akan datang dari komponen 8yang
digunakan dalam rumus Z-Score yang sebagai alat prediksi terhadap kemungkinan bangkrut
tidaknya suatu perusahaan.
Model Altman (Z-Score)
Dalam penelitian Willy (2011, h. 4), Model Altman (Z-Score) merupakan salah satu
model analisis multivariate yang berfungsi untuk memprediksi kebangkrutan perusahaan
dengan tingkat ketepatan dan keakuratan yang relatif dapat dipercaya. Model ini memiliki
akurasi mencapai 95% jika menggunakan data 1 tahun sebelum kondisi kebangkrutan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prediksi kebangkrutan serta kinerja keuangan
perusahaan berdasarkan hasil analisis diskriminan dengan menggunakan model Altman
berdasarkan rasio lima variabel, yaitu:
a.
b.
c.
d.

Net Working Capital to Total Asset


Retained Earnings to Total Assets
Earning Before Interest and Tax to Total Asset
Market Value of Equity to Book Value of Debt

e. Sales to Total Asset.


Secara matematis persamaan Altman Z-Score tersebut dapat dirumuskan sebagai
berikut: (Toto Prihadi 2010:336)
Z = 1,2X1 + 1,4X2 + 3,3X3 + 0,6X4 + 1,0X5
Dimana:
X1: Working Capital to Total Asset (Modal kerja dibagi total aktiva)
X2: Retained Earnings to Total Assets (Laba ditahan dibagi total aktiva)
X3: Earnings Before Interest and Taxes to Total Assets (Laba sebelum pajak dan bunga
dibagi total aktiva)
X4: Market Value of Equity to Book Value of debt (Nilai pasar modal dibagi dengan nilai
buku hutang)
X5: Sales to Total Assets (Penjualan dibagi total aktiva)
Rasio-rasio altman z-score yaitu:
a. Net Working Capital to Total Asset
Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan modal kerja bersih
dari keseluruhan total aktiva yang dimilikinya. Rasio ini dihitung dengan membagi modal
kerja bersih dengan total aktiva. Modal kerja bersih diperoleh dengan cara aktiva lancar
dikurangi dengan kewajiban lancar. Modal kerja bersih yang negatif kemungkinan besar
akan menghadapi masalah dalam menutupi kewajiban jangka pendeknya karena tidak
tersedianya aktiva lancar yang cukup untuk menutupi kewajiban tersebut. Sebaliknya,
perusahaan dengan modal kerja bersih yang bernilai positif jarang sekali menghadapi
kesulitan dalam melunasi kewajibannya.
b. Retained Earnings to Total Assets

Rasio ini mengukur keuntungan kumulatif terhadap umur perusahaan yang menunjukkan
kekuatan

pendapatan.

Rasio

ini

menunjukkan

kemampuan

perusahaan

untuk

menghasilkan laba ditahan dari total aktiva perusahaan. Laba ditahan merupakan laba
yang tidak dibagikan kepada para pemegang saham. Dengan kata lain, laba ditahan
menunjukkan berapa banyakpendapatan perusahaan yang tidak dibayarkan dalam bentuk
dividen kepada para pemegang saham.
c. Earning Before Interest and Tax to Total Asset
Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dari aktiva
perusahaan, sebelum pembayaran bunga dan pajak.
d. Market Value of Equity to Book Value of Debt
Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban kewajiban
dari nilai pasar modal sendiri (saham biasa). Nilai pasar ekuitas sendiri diperoleh dengan
mengalikan jumlah lembar saham biasa yang beredar dengan harga pasar per lembar
saham biasa. Nilai buku hutang diperoleh dengan menjumlahkan kewajiban lancar
dengan kewajiban jangka panjang.
e. Sales to Total Asset
Rasio ini menunjukkan apakah perusahaan menghasilkan volume bisnis yang cukup
dibandingkan investasi dalam total aktivanya. Rasio ini mencerminkan efisiensi
manajemen dalam menggunakan keseluruhan aktiva perusahaan untuk menghasilkan
penjualan dan mendapatkan laba.
Semakin awal suatu perusahaan memperoleh peringatan kebangkrutan, semakin baik
bagi pihak manajemen karena pihak manajemen bisa melakukan perbaikan-perbaikan dan
dapat memberikan gambaran dan harapan yang mantap terhadap nilai masa depan
perusahaan tersebut. Agar perusahaan tetap berjalan dengan baik dapat melakukan analisis ZScore untuk menilai bagaimana perusahaan mereka pada masa sekarang dan bagaimana
perusahaan mereka nantinya. Analisis Z- Score merupakan suatu persamaan yang dapat
memprediksikan tingkat kebangkrutan atau tingkat kesehatan terhadap kinerja keuangan
perusahaan.
C. Deverative dan Hedging Activity
Derivatif adalah sebuah kontrak bilateral atau perjanjian penukaran pembayaran
yang nilainya diturunkan atau berasal dari produk yang menjadi "acuan pokok" atau juga
disebut " produk turunan"(underlying product); daripada memperdagangkan atau

menukarkan secara fisik suatu aset, pelaku pasar membuat suatu perjanjian untuk saling
mempertukarkan uang, aset atau suatu nilai disuatu masa yang akan datang dengan mengacu
pada

aset

yang

menjadi

acuan

pokok.

Derivatif digunakan oleh manajemen investasi/ manajemen portofolio, perusahaan


dan lembaga keuangan serta investor perorangan untuk mengelola posisi yang mereka miliki
terhadap resiko dari pergerakan harga saham dan komoditas, suku bunga, nilai tukar valuta
asing "tanpa" mempengaruhi posisi fisik produk yang menjadi acuannya (underlying)
Instrumen derivative mempunyai tiga karakteristik berikut ini:
a. Nilainya berubah sebagai akibat dari perubahan variabel yang telah ditentukan(sering
disebut dengan variabel yang mendasari/underlying, antara lain suku bunga, harga
instrumen keuangan, harga komoditas, nilai tukar mata uang asing, indeks harga atau
indeks suku bunga, peringkat kredit atau indeks kredit, atau variabel lainnya. Untuk
variabel non-keuangan, variabel tersebut tidak berkaitan dengan pihak-pihak dalam
kontrak
b. Tidak memerlukan investasi awal neto atau memerlukan investasi awal neto dalam
jumlah yang lebih kecil dibandingkan dengan jumlah yang diperlukan untuk kontrak
serupa lainnya yang diharapkan akan menghasilkan dampak yang serupa sebagai akibat
perubahan faktor pasar; dan
c. Diselesaikan pada tanggal tertentu di masa mendatang.
Ketiga karakteristik tersebut bersifat kumulatif. Dengan kata lain, kalau ketiga
karakteristik tersebut tidak terpenuhi, maka suatu instrumen keuangan tidak dapat
dikatakan

sebagai

suatu

produk

atau

instrumen

derivatif.

Berdasarkan sifatnya derevatif dikelompokkan menjadi dua bagian (Madura: 2006) yaitu;
- Derevatif Komoditas merupakan kontrak derevatif yang terjadi pada barangbarang komoditi, seperti produk hasil pertanian, perkebunan, perikanan (soft
-

commodities)dan hasil pertambangan, emas dll. (hard commodities).


Derevatif Keuangan merupakan kontrak derevatif yang terjadi pada instumen
keuangan, seperti mata uang, saham, indeks gabungan, tingkat bungan jangka
pendek, surat pembendaharaan negara dan obligasi.

INSTRUMENT DEREVATIF

Forward Contract, Menurut Siahaan (2008) definisi dari forward contract atau
kontrak penyerahan kemudian adalah perjanjian antara dua pihak, dimana satu
pihak diwajibkan menyerahkan sejumlah asset tertentu pada tanggal tertentu yang
akan datang dan pihak lainnya wajib membayar sesuai dengan jumlah tertentu
yang dikenakan atas asset pada tanggal penyerahan. Sebagai kesepakatan pribadi
antara dua pihak,forward contract diatur secara khusus untuk memenuhi
kebutuhan masing-masing pihak, oleh karena itu sifatnya disebut private
(bergantung pada pribadi kedua belah pihak). Tujuan dari kontrak ini adalah untuk
melindungi kedua belah pihak dari fluktuasi nilai asset yang mungkin terjadi
selama kurun waktu tertentu, yaitu sejak kontrak ditandatangani hingga

penyerahan atau pembayaran yang dilakukan.


Future Contract, Menurut Hull (2006) kontrak berjangka merupakan perjanjian
atau kesepakatan untuk membeli atau menjual asset tertentu pada saat tententu
dengan atau pada harga tertentu dalam kurun waktu tertentu di masa yang akan
datang. Hal ini senada dengan definisi menurut Eiteman, dkk (2010) Kontrak
future adalah sebuah alternatif dari kontrak forward yang menuntut penyerahan
suatu jumlah faluta asing standar di masa depan dengan waktu, tempat, dan harga
yang sudah ditentukan. Future contract berbeda dengan forward contract dimana
future contractbentuknya sudah standard (sudah dibuat baku), telah disekuritisasi
dan diperdagangkan di pasar tententu, di tengah-tengah masyarakat. Kontrak tidak
dilakukan secara pribadi oleh dua pihak, tetapi dilakukan melalui bursa yang

terorganisir.
Kontrak Opsi, dasarnya dibedakan menjadi dua macam, yaitu calls sebagai hak
beli dan puts sebagai hak jual. Pembeli calls atau pemilik calls memiliki hak
membeli asset tertentu pada harga tertentu dan tanggal tertentu di masa yang akan
datang. Sebaiknya pembeli put atau pemilik put memiliki hak menjual asset
tertentu pada harga tertentu dan pada tanggal tertentu di masa yang akan datang.
Harga dalam kontrak disebut strike price atau exercise price, dan tanggal pada
kontrak disebut maturity date. Gaya opsi ini ada dua, gaya Eropa dan gaya
Amerika. Opsi eropa dapat diexercise hanya persis pada tanggal jatuh tempo saja,
sedangkan opsi Amerika dapat diexercise kapan saja sepanjang hidup opsi atau
selama opsi belum jatuh tempo maupun persis pada tanggal jatuh tempo.

Swaps Contract, Merupakan kesepakatan antara dua pihak atau perusahaan


untuk saling mempertahankan arus kas di masa tertentu (selama kurun waktu
tertentu) yang akan datang. Kesepakatan ini ditentukan secara spesifik tanggal
pembayaran tunai dan cara menghitung jumlah tunai yang akan saling
dipertukarkan (dibayarkan masing-masing pihak). Biasanya di dalam perhitungan
telah dipertimbangkan nilai yang akan datang, tingkat bunga, kurs mata uang, dan
variabel-variabel lainnya yang relevan.

LINDUNG NILAI (HEDGING)


Lindung Nilai (Hedging) adalah teknik manajemen risiko dengan menggunakan
derivatif atauinstrumen hedging lainnya untuk mengkompensasi (offset) perubahan nilai
wajar atau perubahan arus kas terkait asset, kewajiban, dan transaksi-transaksi di masa
depan. IAS 39 mencakup prinsip-prinsip akuntansi khusus untuk aktivitas hedging.
Apabila kondisi-kondisi tertentu terpenuhi, entitas diperbolehkan untuk menyimpang dari
ketentuan-ketentuan akuntansi yang lazim dan menerapkan hedge accounting untuk asset
dan kewajiban yang terkait dengan aktivitas hedging. Ketentuan perlakuan akuntansi
mengenai hedging bersifat opsional; entitas tidak diharuskan untuk menerapkannya.
Pengaruh hedge accounting adalah, keuntungan atau kerugian atas instrumen hedgingdan
item-item yang dilindunginya diakui dalam periode yang sama; keuntungan dan kerugian
ditandingkan dalam periode yang sama.
Terdapat dua unsur dalam aktivitas hedging :
a. Instrumen hedging, mencakup derivatif, asset keuangan non-derivatif, atau
kewajiban keuangan non-derivatif. Semua kontrak derivatif dengan pihak eksternal
bisa digunakan sebagai instrumen hedging, kecuali untuk sebagian written options.
Asset dan kewajiban non-derivatif hanya bisa digunakan sebagai instrumen hedging
atas risiko mata uang asing. Untuk menjadi instrumen hedging, nilai wajar
instrumen hedging atau arus kas yang diakibatkannya harus mengkompensasi
perubahan nilai wajar atau arus kas asset, kewajiban, atau transaksi yang

dilindunginya. Untuk tujuan hedging, hanya instrumen yang terkait dengan pihak
eksternal saja yang boleh digunakan sebagai instrumen hedging.
b. Item yang dilindungi, (hedged item) mencakup asset, kewajiban, komitmen
perusahaan, transaksi yang akan terjadi di masa depan, atau investasi netto dalam
operasi luar negeri. Untuk menjadi item yang dilindungi, suatu item harus berisiko
bagi perusahaan, nilai wajar atau arus kas yang diakibatkannya di masa depan
mungkin berubah dan mempengaruhi laba perusahaan.
IAS 39 mengidentifikasi tiga jenis hedging :
a. Fair value hedges, atau lindung nilai wajar.
b. Cash flow hedges, atau lindung arus kas
c. Lindung investasi netto dalam operasi luar negeri.
PERLAKUAN AKUNTANSI
Hedge accounting mengaitkan perlakuan akuntansi untuk (1) instrumen hedging dengan (2) item
yang dilindunginya sehingga kompensasi (offsetting) perubahan nilai wajar atau arus kas dapat
diakui dalam laporan keuangan pada periode yang sama. Secara umum, perlakuan akuntansi
untuk aktivitas hedging dapat dikelopokkan menjadi dua kategori perlakuan:

Perubahan nilai wajar item yang dilindungi diakui pada periode sekarang sebagai
penyeimbang (offsetting) pengakuan perubahan nilai wajar instrumen hedging-nya
(perlakuan akuntansi lindung nilai wajar).

Pengakuan nilai wajar instrumen hedging ditangguhkan (deferred) sebagai unsur terpisah
dalam ekuitas dan diperhitungkan dalam laba/rugi ketika item yang dilindunginya
mempengaruhi laba/rugi (perlakuan akuntansi lindung arus kas dan investasi netto dalam
operasi luar negeri).

KRITERIA HEDGE ACCOUNTING


Hedge accounting bersifat opsional; suatu entitas boleh saja menangguhkan atau
mempercepat pengakuan keuntungan atau kerugian berdasarkan ketentuan akuntansi mana
yang digunakannya. Untuk menghindari penyalahgunaan, IAS 39 membatasi penggunaan
hedge accounting. Hedge accounting boleh diterapkan apabila kondisi-kondisi khusus
berikut ini terpenuhi:

Instrumen hedging dan item yang dilindunginya harus dinyatakan secara jelas
dalam dokumentasi formal, dilengkapi dengan tujuan dan strategi manajemen

risiko yang melandasi aktivitas hedging.


Hubungan antara instrumen hedging dengan item yang dilindunginya efektif.
Untuk lindung arus kas atas transaksi di masa depan, kemungkinan terjadinya
transaksi yang dilindungi harus sangat tinggi dan transaksi itu harus berisiko,
rentan terhadap variasi arus kas yang akan mempengaruhi laba/rugi perusahaan.

Dokumentasi hedging harus mengidentifikasi hal-hal berikut:


-

Instrumen hedging yang digunakan


Item yang dilindungi
Risiko apa yang dilindungi
Bagaimana entitas mengevaluasi efektivitas hedging

DAFTAR PUSTAKA
Kokyung dan Siti Khairani : Analisis Penggunaan Altman Z-score dan Springate untuk
Mengetahui Potensi Kebangkrutan pada PT.Bakrie Telecom Tbk
Resti Amalia Ulfah : Analisis Penggunaan Altman Z-Score Untuk Mengetahui Potensi
Kebangkrutan PT.Sumalindo Lestari Jaya Tbk
Kurniasari Dian Jayanti : Analisis Resiko Kebangkrutan (Dengan Menggunakan Model Altman
Z-Score) Pada Industri Property Di BEI
https://datakata.wordpress.com/2014/10/30/mendeteksi-potensi-kebangkrutan-perusahaandengan-menggunakan-metode-altman-z-score/
https://ircboy.wordpress.com/2011/07/21/iii-3-identifikasi-risiko-kredit/
http://ilmuakuntans.blogspot.co.id/2014/08/akuntansi-derivatif-dan-lindung-nilai.html

Vous aimerez peut-être aussi